Su Ha tiba di depan rumah Hye Sung. Ia mendengar suara Hye Sung di dalam rumah.
“Siapa di sana?! Cepat keluar! Aku akan menelepon polisi sekarang juga!”
Su Ha langsung menendang pintu rumah Hye Sung. Ia masuk dan mendapati Hye Sung sedang memegangi penggorengan. Hye Sung kaget dan bertanya mengapa Su Ha datang.
“Aku takut, ada seseorang di kamar itu.”
Su Ha menyuruh Hye Sung keluar dari rumah. Lantunan lagu I’ll Be There masih terdengar dari dalam rumah.
Su Ha masuk ke dalam kamar itu lalu menyalakan lampu. Tidak ada siapapun di sana. Ia menemukan darimana lagu itu berasal. Dari sebuah ponsel yang ditempatkan di sebuah rak.
Hye Sung melaporkan kejadian itu pada polisi.
“Kau memanggil kami karena ponsel ini?” tanya polisi sambil mengacungkan bukti ponsel yang ditemukan di rumah Hye Sung.
“Iya.”
“Lalu siapa yang mendobrak pintu?”
“Dia,” Hye Sung menunjuk Su Ha yang babak belur.
“Jadi dia terluka saat berkelahi dengan penjahatnya?”
“Bukan,” jawab Su Ha.
“Kalau begitu kenapa kau memanggil kami?”
“Karena ponsel itu. Aku terus menerus mendapat kiriman sms dari ponsel itu akhir-akhir ini. Tapi ponsel itu ternyata ada di kamarku (bukan kamar tidur tapi kamar kosong di rumah Hye Sung).”
“Aaaah..jadi orang yang menyusup ke dalam rumah dan orang yang memukulinya (Su Ha) bukanlah penjahatnya. Iya kan?” polisi berkesimpulan.
“Ya.”
“Jadi kenapa kau memanggil kami?”
Hye Sung hilang kesabaran. Ia berkata ada orang tidak dikenal masuk ke dalam rumahnya dan menaruh ponsel itu di kamar saat ia tidak di rumah. Itu namanya pembongkaran. Hye Sung bahkan menyatakan hukum mengenai pembongkaran, lengkap dengan pasal-pasalnya dan hukumannya.
“Dia benar-benar gila. Ini hanya akan menyusahkan,” batin si polisi.
Su Ha membaca pikiran polisi itu dan tahu polisi itu tidak mempercayai ucapan Hye Sung. Untuk mempercepat, polisi itu berjanji akan melacak ponsel itu dan mengabari Hye Sung. Tapi Su Ha tahu polisi itu tidak benar-benar dengan janjinya.
“Apa kau akan pergi begitu saja? Tidak ada penjagaan yang ditempatkan di sini?” tanya Hye Sung khawatir.
Polisi itu berkata mobil polisi akan berpatroli di malam hari jadi Hye Sung tidak perlu khawatir. Polisi itu cepat-cepat pergi.
Seorang tetangga yang berkerumun di bawah bertanya pada polisi apakah ada pencurian. Tapi polisi itu menjawab tidak ada yang terjadi. Su Ha tiba-tiba menyusul polisi dan berkata ada sesuatu yang harus ia katakan.
Melihat kondisi Su Ha yang sepertinya kesakitan, polisi itu menyarankan agar Su Ha ke rumah sakit lebih dulu. Su Ha berkata ia tahu ponsel itu milik siapa.
Hye Sung berusaha menutup pintu rumahnya dari luar tapi pintu itu sulit menutup rapat. Su Ha datang dan membantunya. Ia berkata Hye Sung sebaiknya tidak sendirian karena sewaktu-waktu orang itu bisa kembali lagi.
Hye Sung berkata saat ini bukan waktunya untuk mengkhawatirkan dirinya. Ia bertanya mengapa Su Ha datang dan mengapa Su Ha babak belur. Su Ha mengabaikan pertanyaan Hye Sung. Ia menyuruh Hye Sung tinggal dengan seorang teman atau semacamnya.
Belum selesai ia bicara, ia jatuh pingsan menimpa Hye Sung. Hye Sung kaget dan hendak menelepon emergency. Tiba-tiba terdengar dengkuran Su Ha. Rupanya Su Ha bukan pingsan tapi tidur. Hye Sung tidak jadi menelepon.
Kilas balik:
Su Ha kecil jadi sebatang kara setelah kematian ayahnya. Pamannya berkata mulai sekarang Su Ha tinggal dengannya dan bisa sekamar dengan sepupu-sepupunya. Walau pamannya tersenyum tapi Su Ha mendengar isi hati pamannya.
“Kakak ipar, jika kau pergi seharusnya kau membawa anakmu bersamamu. Mengapa kau pergi sendirian dan menyusahkan orang lain? Aku sudah repot dengan 3 anak, bagaimana aku bisa mengurus satu lagi?”
Su Ha terkejut dan menjauh dari pamannya. Akhirnya ia tinggal dengan pamannya. Tapi pada suatu ketika, Su Ha hilang di taman bermain dan mencari pamannya. Saat ia melihat pamannya, ia berteriak memanggil. Pamannya melihat Su Ha.
“Kumohon, menghilanglah…Aku tidak bisa pindah dengan membawamu juga.”
Su Ha langsung berhenti memanggil pamannya mendengar isi hati pamannya itu. Poor Su Ha kembali sebatang kara.
Sepertinya peristiwa itu yang muncul dalam mimpi Su Ha. Hye Sung telah membawanya ke rumah dan merawat luka-lukanya. Ia melihat Su Ha gelisah dalam tidurnya lalu memeriksa dahinya.
Su Ha terbangun dan kaget. Hye Sung menyuruhnya tetap berbaring karena Su Ha demam. Dalam hatinya ia bertanya-tanya apakah ia harus menghubungi orang tua Su Ha. Ia juga bertanya-tanya mengapa Su Ha tadi kembali ke rumahnya. Mengapa ia babak belur?
“Apa “permen karet” seorang gangster?” Hehe…daya imajinasi Hye Sung memang hebat.
“Aku tidak memiliki orang tua yang mengkhawatirkan aku. Aku datang karena ada yang hendak kutanyakan dan aku jatuh dalam perjalanan ke sini. Karena itu aku seperti ini,” Su Ha menjawab pertanyaan dalam hati Hye Sung. “Dan aku juga bukan gangster.”
Hye Sung langsung menutupi kepalanya rapat-rapat. Beneran rapat^^ Ia berkata sudah tidak ada bis yang beroperasi selarut ini. Su Ha boleh menginap dan besok Su Ha harus ke rumah sakit.
“Oya, apa yang mau kautanyakan padaku? Kaubilang kau ke sini karena ada yang ingin kautanyakan padaku,” kata Hye Sung.
Apakah ia ingat padaku, tanya Su Ha dalam hati.
“Apa kau tahu namaku?” tanyanya penuh harap.
“Namamu? Aku tidak tahu. Kita tidak akan bertemu lagi jadi tidak ada gunanya tahu.”
Su Ha meraih tangan Hye Sung.
“Su Ha. Park Su Ha.” Ia lalu membuka penutup kepala Hye Sung karena ia ingin melihat ekspresi Hye Sung atau mungkin ingin membaca pikirannya. Apakah Hye Sung mengenalinya atau tidak.
“Park Su Ha? Namamu cukup normal,” ujar Hye Sung. “Permen karet cocok untukmu. Sempurna. Tidurlah.”
Hye Sung keluar dari kamar. Su Ha menghela nafas panjang, tidak mungkin Hye Sung ingat padanya. Sudah 10 tahun berlalu.
Hye Sung duduk di sofa. Ia merasa nama Su Ha tidak asing tapi ia tidak ingat. Ia berteriak menyuruh Su Ha mematikan lampu.
Di seberang jalan, Min Joon Guk memperhatikan saat lampu rumah Hye Sung padam. Ia bersembunyi ketika melihat mboli patroli polisi lewat. Di tangannya, ia memegang poster Hye Sung. Omo… artinya ia tahu di mana ibu Hye Sung tinggal.
Keluarga Do Yeon sarapan bersama. Ayah Do Yeon berkata ia dengar dari temannya kalau Do Yeon mencabut tuntutan. Ia bertanya apa alasannya. Do Yeon terdiam.
“Oh itu…Kudengar saksi mengubah kesaksiannya,” ibu Do Yeon bantu menjawab. “Do Yeon juga dikhianati.”
“Kudengar pengacara pembelanya adalah Hye Sung,” Hakim Seo tidak mempedulikan jawaban istrinya.
“Ya,” jawab Do Yeon. Hal ini baru didengar ibu Do Yeon.
“Setelah 10 tahun, kau bertemu dengan puteri pembantu yang sekarang menjadi pengacara umum dan kau membatalkan tuntutanmu di depannya?”
“Maafkan aku. Lain kali aku tidak akan membuat kesalahan seperti itu,” kata Do Yeon. Selera makannya hilang, ia pamit pergi. Ia melirik ayahnya yang terus makan dan seperti mengacuhkannya. Dengan perasaan terluka, Do Yeon meninggalkan meja makan.
“Jika kau terus seperti ini rumor akan segera tersebar,” ibu Hye Sung menegur suaminya.
“Rumor apa?”
“Bahwa kau menemukan Do Yeon di bawah jembatan.”
“Gurauanmu keterlaluan.”
“Itu bukan gurauan, kau tahu itu.” Hmmm…berarti Do Yeon bukan puteri kandung Hakim Seo.
Su Ha sudah bangun. Sebelum keluar dari kamar, ia mematut dirinya di depan cermin. Tersenyum saat melihat plester yang dipasangkan Hye Sung pada lukanya semalam.
Namun saat ia keluar, ia melihat Hye Sung yang acak-acakkan karena baru bangun tidur. Su Ha melongo. Hye Sung menutupi rasa malunya dengan berkata ia tidak perlu terlihat bagus di depan Su Ha.
“Sepertinya kau tidak punya kakak perempuan (noona), 99% wanita di dunia terlihat seperti ini saat bangun tidur. Sebaiknya kau menghilangkan fantasimu dan menghadapi kenyataan.” Hihi…bener banget >,<
Dan Su Ha harus semakin menghadapi kenyataan saat melihat Hye Sung menyiapkan sarapan. Hye Sung menaruh nasi dalam dua buah wadah. Lalu ia memasukkan kimchi, jagung, dan saus. Ia menutup kedua wadah itu lalu mengocoknya, satu diberikan pada Su Ha dan satu untuknya. Nasi kocok ala Hye Sung.
“Bukankah ini makanan anjing?” Su Ha mengernyit.
“Jangan minta tambah lagi ya. Makan saja.”
“Bagaimana bisa kau hanya punya 1 sendok?”
“Aku hanya tinggal sendirian jadi normal saja jika hanya punya 1 atau 2,” ujar Hye Sung cuek.
Su Ha menyuap makanannya dengan takut-takut. Ia melihat keadaan rumah Hye Sung yang berantakan. Ia bertanya apakah Hye Sung kehilangan suatu barang karena sepertinya penyusup itu mengacak-acak rumah untuk menemukan sesuatu.
“Berantakan? Bukan penyusup yang melakukannya.”
“Jika bukan dia, lalu siapa….” Su Ha berhenti bicara. “Kau hidup seperti ini?”
Lenyap sudah bayangan indah Su Ha mengenai Hye Sung, cinta pertamanya yang pernah ia ceritakan pada Sung Bin. Bukan hanya cantik, tapi juga baik hati dan pintar. Wanita terhebat di dunia.
“Hei, 90% wanita di dunia hidup seperti ini,” ujar Hye Sung dengan mulut penuh makanan saat melihat Su Ha menatapnya. “Singkatnya, Suzy dan SNSD juga hidup seperti ini. Mungkin mereka juga terlihat seperti ini saat di rumah.”
“Makan atau bicara, lakukan satu per satu!” Su Ha menggebrak meja.
Dan bayangan indah yang telah berubah kenyataan buruk itu terus mengikuti Su Ha hingga ke sekolah. Saat guru menerangkan betapa indahnya cinta pertama seperti dalam puisi-puisi, Su Ha malah semakin terbenam dalam lumpur kekecewaan.
“Cinta pertama juga membuat jantung berdebar-debar. Apakah kalian mengalami cinta pertama yang seperti itu?” tanya Pak Guru.
“TIDAK!” Su Ha menggebrak meja hingga membangunkan teman-temannya yang tertidur. LOL XD
Ibu Hye Sung membawakan banyak makanan untuk Hye Sung. Hye Sung menyarankan ibunya mempekerjakan pegawai. Ibunya sejak subuh sudah keluar rumah hanya untuk mengantarkan semua makanan itu padanya.
Ibu Hye Sung mengeluarkan secarik kertas dan menyerahkannya pada Hye Sung. Ia telah membuat sebuah janji kencan untuk Hye Sung dengan putera temannya. Pria itu pengacara dan putera pemilik sebauh jjimjilbang (tempat sauna). Pria itu kaya raya.
Hye Sung mengembalikan kertas itu pada ibunya. Ia tidak mau pergi. Ia tidak ada niat untuk menikah.
“Kenapa? Bukankah kau ingin menikah cepat?”
Hye Sung berkata itu sebulan yang lalu. Setelah keberhasilan kasusnya, ia yakin ia hebat dalam bidangnya. Ia berbeda dengan pengacara lainnya. Menyerahkan bakat sebesar itu untuk menikah adalah penyia-nyiaan besar untuk dunia hukum.
“Jadi sekarang anggap saja aku menikah dengan hukum.”
Plakkk! Getokan sayang kembali melayang.
“Kau ini selalu melebih-lebihkan. Kau baru memenangkan satu sidang. Jika kau ingin bertahan lama kau harus merendahkan hati, mengerti?”
Hye Sung heran mengapa ibunya tidak memaksanya ke kencan buta itu. Ibu Hye Sung berkata melihat mata Hye Sung yang bersinar-sinar ia tahu Hye Sung lebih mengutamakan pekerjaan saat ini. Hye Sung tersenyum melihat dukungan ibunya. Namun ia juga khawatir saat melihat ibunya pulang sendirian dan harus menempuh perjalanan jauh.
Teman-teman sekantor Hye Sung menikmati ayam goreng yang dibawakan ibu Hye Sung.
“Setelah sidang keduanya (Hye Sung), kelihatannya kita akan mati terkubur ayam,” seloroh Pengacara Shin.
Hye Sung tidak ikut makan karena kukunya sedang dihias oleh Sung Bin.
“Kau berbakat. Anggap saja kau beruntung. Banyak pengacara yang mengucapkan beberapa kalimat dan mendapat uang banyak untuk itu. Tapi lihat aku. Aku pergi ke sekolah untuk menyelidiki dan meyakinkan saksi. Terlebih lagi aku melakukannya dengan gratis. Kau seharusnya bersyukur bertemu pengacara seperti aku.”
“Aku tahu. Aku akan mengingatkan diriku sendiri seumur hidupku,” ujar Sung Bin. Dan keduanya langsung cocok.
Tapi Hye Sung kebingungan saat Sung Bin bertanya kenapa Hye Sung percaya padanya saat tidak ada yang percaya. Pengacara Shin mengamati, ikut menantikan jawaban Hye Sung.
Hye Sung berkata ia hanya mengikuti feelingnya. Pengacara Shin tersenyum geli.
“Terima kasih, hanya oenni yang percaya padaku. Tunggu dulu, Su Ha juga percaya padaku,” kata Sung Bin.
Hye Sung bertanya kenapa Su Ha tidak ikut dengan Sung Bin. Sung Bin berkata tadinya Su Ha hendak ikut tapi tida-tiba mendapat telepon dan pergi ke tempat lain.
Su Ha pergi ke kantor polisi untuk menanyakan siapa pemilik ponsel yang ditemukan di rumah Hye Sung. Polisi berkata ponsel itu milik seorang ahjumma biasa.
Su Ha bertanya kenapa ponsel itu ada di rumah orang lain, apa polisi itu sudah memeriksa sidik jari di ponsel itu. Polisi dengan kesal menjawab tidak ada yang ditemukan di sana.
Su Ha bertanya apakah polisi sudah menyelidiki keberadaan Min Joon Guk. Polisi berkata Min Joon Guk adalah orang baik dan selalu menjadi sukarelawan. Tapi ia tidak mau mengatakan di mana Joon Guk tinggal. Su Ha berkeras Min Joon Guk orang yang berbahaya.
Dalam hatinya polisi itu berkata Su Ha lebih kelihatan berbahaya. Namun ia berkata ia akan mengawasi Joon Guk jadi Su Ha sebaiknya kembali belajar. Su Ha bertanya apakah Joon Guk tinggal di Yoonju, dekat gedung pengadilan? Polisi itu gelagapan menyangkal, tapi Su Ha tahu tebakannya benar dengan membaca pikiran si polisi.
Maka ia pun pergi ke tempat Joon Guk bekerja sebagai relawan. Di mata semua orang, Joon Guk adalah orang yang baik hati dan lembut. Tapi peristiwa 10 tahun lalu tidak akan pernah Su Ha lupakan, saat Joon Guk menghabisi ayahnya dengan kejam dan saat Joon Guk mengancam Hye Sung dengan mencekiknya.
Su Ha menghampiri Joon Guk. Tentu saja Joon Guk tidak mengenali Su Ha. Dengan ramah ia bertanya apakah Su Ha lapar. Su Ha tersenyum. Ia berkata ia datang karena ia juga ingin menjadi relawan. Joon Guk tersenyum . Ia menanyakan nama Su Ha.
“Kim Joong Ki,” jawab Su Ha berbohong.
Kasus baru untuk Hye Sung. Hye Sung melihat tumpukan file yang dibawa Yoo Chang untuknya mengenai kasus tersebut. Hye Sung melihat siapa penuntutnya. Do Yeon. Dengan sinis Hye Sung berkata Do Yeon bekerja berlebihan hingga menghasilkan file sebanyak itu untuk satu kasus.
Yoo Chang tidak menganggap semua file ini berlebihan. Ia duduk lalu menceritakan kasus ini.
“Dua orang kakak beradik merampok sebuah minimarket. Pemilik minimarket memergoki mereka. Salah seorang dari rampok mengeluarkan pisau lalu menusuk di pemilik minimarket. Sementara yang lain mencoba untuk menghentikannya.”
“Sepertinya kasus biasa. Penusuk dikenai kasus pembunuhan sedangkan yang satu lagi dikenai kasus perampokan. Bukankah kasus selesai?” ujar Hye Sung.
“Tapi penuntut menuntut keduanya dengan pembunuhan.”
Hye Sung bertanya apakah Do Yeon sedang kehilangan akal. Satu dari perampok itu sudah jelas menghalangi saudaranya. Tidak masuk akal menuntut keduanya dengan pembunuhan. Ia tetap berpendapat Do Yeon berlebihan.
“Sepertinya begitu tapi ia tidak punya pilihan. Sulit untuk memastikan siapa yang menikam dan siapa yang menghentikan,” kata Yoo Chang.
“Kenapa sulit? Pasti ada CCTV kan di sana,” kata Hye Sung.
Karena kedua perampok itu kembar identik. Dan juga keduanya mengaku sebagai penikam si pemilik minimarket.
Hye Sung melihat foto kedua orang itu. Dan ternyata keduanya memang sangat mirip sehingga tidak bisa dibedakan. Dan menurut penyelidikan detektif Dee, pemeran kembar itu memang orang kembar.
Hye Sung bertanya siapa yang ia bela. Penikam atau yang menghentikan? Yoo Chang berkata Hye Sung ditugaskan membela yang menikam.
Maka Hye Sung pun menemui terdakwa yang akan dibelanya. Dan itu adalah Jeong Pil Seung, sang adik. Jeong Pil Seung mengenal siapa Hye Sung. Ia berkata nama Hye Sung sebagai pengacara pembela langsung melejit setelah kasus pertama. Banyak orang bilang ia beruntung mendapatkan pengacara Hye Sung.
“Kita harus melihat akhir sidang untuk mengetahui kau beruntung atau tidak,” ujar Hye Sung. “Kalian berdua dituntut untuk perampokan dan pembunuhan, benar?”
“Kakakku tidak melakukannya. Ia hanya mengikutiku dan berusaha menimpakan kesalahan pada dirinya sendiri. Aku yang menusuknya.”
Hye Sung melihat sang adik tidak memiliki catatan kriminal. Tapi sang kakak ada. Sang adik berkata jika si kakak dikenai tuntutan pembunuhan maka hukumannya bisa penjara seumur hidup.
“Jadi kau akan menanggung kejahatan itu karena kau tidak punya catatan kriminal?”
“Tidak, bukan begitu. Aku benar-benar menikamnya. Kakak tidak bersalah. Lakukan pembelaan seperti itu.”
Hye Sung berkata ini bukan masalah menambah catatan kriminal tapi masalah hidup membusuk seumur hidup di dalam penjara.
“Aku tahu, karena itu kumohon padamu, Pengacara.”
Hye Sung pergi ke rumah terdakwa. Rupanya terdakwa itu meminta Hye Sung mengajak jalan anjingnya yang baru saja ia pungut dari jalan. Tempat itu penuh dengan buku-buku. Hye Sung melihat sang adik adalah seorang yang pintar. Ada piagam juara pertama dengan foto sang adik bersama kekasihnya.
Yoo Chang membawakan kopi untuk Kwan Woo saat melihat Kwan Woo terkantuk-kantuk di depan komputer. Yoo Chang menyarankan pada Kwan Woo untuk memilih salah satu, tidur atau mengetik. Kwan Woo berkata ia harus menyelesaikan kalimat penutup untuk sidangnya.
“Otakku sepertinya telah diganti oleh sepotong kayu. Otakku tidak bekerja saat ini,” keluh Kwan Woo.
Hye Sung masuk ke kantor. Ia menyerahkan tas besar pada Yoo Chang. Yoo Chang terkejut setengah mati saat melihat isinya seekor anak anjing. Hye Sung berkata ia akan mengurus anjing itu hingga persidangan berakhir.
“Sampai persidangan berakhir? Tuntutan perampokan dan pembunuhan bisa mendapat hukuman 10 tahun lamanya.”
“Ia tidak membunuh siapapun. Tuntutannya salah.”
“Tuntutannya salah lagi?” tanya Yoo Chang.
“Iya, aku pernah melakukannya. Kenapa sekarang tidak?”
Yoo Chang geleng-geleng kepala. Ia berkata kasus ini berkaitan dengan kasus sang kakak. Dan karena keduanya akan menjalani persidangan yang sama, maka lawan Hye Sung bukan saja penuntut tapi juga pembela sang kakak. Mungkin saja pembela sang kakak juga mengatakan kalau kliennya tidak membunuh.
“Siapa pembela sang kakak?” tanya Hye Sung.
“Dia pengacara umum juga,” kata Yoo Chang. Hoho…jangan-jangan….
Pengacara Shin? Bukan. Yup, Kwan Woo. Hye Sung tersenyum. Tampaknya ia tidak menganggap Kwan Woo lawan yang sepadan. Apalagi sedetik kemudian Kwan Woo tertidur menimpa komputernya.
Su Ha bekerja sebagai relawan dan bekerja di dapur bersama Joon Guk. Ia bertanya sejak kapan Joon Guk menjadi relawan. Joon Guk berkata ia menjadi relawan hampir sebulan.
“Jadi Anda tinggal di gereja selama sebulan ini?” tanya Su Ha.
“Ya. Kenapa kau melihatku seperti itu?”
“Apa Anda mungkin ingat padaku? Anda terlihat tidak asing.”
“Tidak,” jawab Joon Guk sambil tersenyum.
Di mana aku pernah melihatnya, dalam hati Joon Guk bertanya-tanya.
“Anda pernah pergi ke gedung pengadilan beberapa hari lalu, kan? Gedung pengadilan Yeonju.”
Senyum Joon Guk menghilang. Ia bertanya-tanya dalam hatinya apakah Su Ha melihatnya di sana. Ia menggenggam pisaunya dengan erat.
“Tidak, aku tidak pernah ke sana,” jawan Joon Guk dengan senyum palsunya.
“Oh, sepertinya aku salah lihat,” kata Su Ha.
Tapi Joon Guk terlihat curiga dan gelisah.
Hye Sung pergi membeli minuman di sebuah café. Tiba-tiba Pengacara Shin muncul di sebelahnya dan menraktir Hye Sung. Hye Sung heran, biasanya Pengacara Shin tidak menraktirnya kopi.
“Jadi kau tidak mau?”
Hye Sung buru-buru menarik ucapannya. Pengacara Shin juga mengajaknya makan malam bersama dengan teman-teman kantor yang lain. Hye Sung kembali heran, biasanya ia sendiri yang tidak diajak.
“Jadi kau tidak akan datang?”
“Bukan begitu. Aku akan datang jika jadwalku kosong.”
Keduanya pergi ke gedung pengadilan bersama. Pengacara Shin sebenarnya tidak ada jadwal sidang tapi ia ingin melihat sidang Kwan Woo.
“Apakah penting pembela melakukan tugasnya dengan baik atau tidak? Terdakwa telah mengaku bersalah. Itu kasus mudah, bukan?” kata Hye Sung.
“Tidakkah kau ingin tahu bagaimana ia akan berdebat mengenai hukuman yang akan dijatuhkan?” tanya Pengacara Shin.
Komentar:
Hye Sung menghadapi kasus baru. Sepertinya ia lagi-lagi berpendapat Do Yeon telah menuduh orang yang salah. Ia harus menghilangkan pemikiran itu jika ingin menjadi pengacara yang benar. Sepertinya itu juga yang dikhawatirkan Pengacara Shin saat melihat konfrontasi Hye Sung dan Do Yeon. Hye Sung sepertinya telah memiliki image Do Yeon pasti salah menuduh seperti yang ia alami 10 tahun lalu. Padahal belum tentu juga.
Su Ha akhirnya menemukan Joon Guk. Kuharap ia berhati-hati agar identitasnya tidak ketahuan. Akan lebih aman begitu daripada Joon Guk tahu siapa Su Ha sebenarnya.
Scene terkocak ketika Soo Ha menyadari cinta pertamanya tak seindah yang dibayangkan wkwkwkkw Lee Bo Young aktingnya memang T.O.P deh keren-keren selalu berhasil membawakan perannya dengan baik...
BalasHapusmbaak fanny ngebut nih hhehhe dah ketinggalan lumayan jauh ya mbak,, :D
Wahhh ngakak liat ke PD an hye sung yg setinggi langit
BalasHapussemoga hye sung manangin lagi kasusnya.
Ga nyangka ternyata do yeon bukan ank kndung -.-
yooo fighting buat lanjutannya mba fanny
Gak bisa ngebayangin perasaan Su Ha waktu tau sifat asli first love nya haha:D
BalasHapusEh drama ini ditambah 2 episode ternyata \(^0^)/ semoga tetep bagus rating nya sampe ke akhir.
Mbak fanny fighting...! kebut terus mbak, sekarang udah ep 11. Hehe...
Daebak
BalasHapus