Sebelum pergi ke studio foto, Mun Yeong sempat hendak
membuka pintu kamar tapi ia mengurungkan niatnya dan mengatakan kalau ia dan Sang Tae akan
pergi. Kang Tae bisa bergabung jika berubah pikiran.
Kang Tae menghampiir setelan jas yang tergantung. Di sana
ada alamat studio foto. Ia menyentuh jas tersebut dan merasa ada sesuatu di
dalam kantungnya. Ia merogohnya dan menemukan Mang Tae. Dalam keranjang Mang
Tae ada kertas yang ditulis Mun Yeong.
“Berkat Mang Tae yang kauberikan padaku, aku tidak lagi bermimpi
buruk. Kau, Kak Sang Tae, dan Mang Tae. Aku sangat senang sekarang memiliki
keluarga ini. PS: Aku ingin Mang Tae kembali. Ia milikku.”
Kang Tae mengenakan setelah jasnya dan memutuskan menyusul
ke studio foto. Mun Yeong dan Sang Tae sangat senang melihatnya.
“Aku tidak terlalu terlambat, bukan?” tanya Kang Tae.
“Jika kau tidak datang aku akan memasang photoshopmu,” kata
Mun Yeong.
Sang Tae mengitari adiknya dan berkata adiknya sangat
menawan. Kakak juga, kata Kang Tae. Mereka bertiga mengambil foto keluarga
bersama. Kang Tae tersenyum melihat Kakaknya dan Mun Yeong yang sekarang
menjadi keluarganya.
Direktur Lee akhirnya kembali. Seung Jae yang pertama kali
bertemu dengannya. Ternyata Direktur Lee selama ini mematikan ponselnya atas
saran Seung Jae. Seung Jae berbisik strategi mereka tampaknya berhasil. Ia
mewanti-wanti Direktur Lee agar tidak membicarakan kencan buta sampai Ju Ri
yang menanyakannya. Direktur Lee tidak mengerti mengapa tapi Seung Jae
menyuruhnya menurut saja.
Setelah Seung Jae pergi, Direktur Lee masuk ke kamar Ju Ri
untuk mengabarkan kepulangannya. Sikap Ju Ri kembali jutek seperti dulu. Direktur Lee ingin mengobrol dengan Ju Ri
tapi Ju Ri tidak terlalu menanggapinya. Akhirnya Direktur Lee menceritakan
kalau ia ikut kencan buta dan teman kencannya sangat mirip Song Hye Kyo yang
merupakan tipe idealnya.
Ju Ri tambah kesal dan berkata ia ada pelatihan besok jadi
ia harus belajar seharian. Direktur Lee terpaksa keluar kamar. Ia menyesal
telah melanggar larangan Seung Jae. Di dalam, Ju Ri sangat kesal karena
Direktur Lee begitu bersemangat dengan kencannya.
Seung Jae ada janji bertemu dengan Mun Yeong dan Sang tae di
perpustakaan seni. Ia kesal karena mereka belum datang juga dan mulai mengomel.
Ia berteriak kaget saat tahu Mun Yeong sudah di belakangnya. Tidak apa-apa,
kata Mun Yeong. Bergosip itu bisa menghilangkan stress.
Seung Jae terpesona melihat Kang Tae dalam setelan jasnya.
Mun Yeong langsung menatapnya dengan tajam. Ia langsung mengajak Sang Tae melihat-lihat.
Mun Yeong melarang Kang Tae mengenakan jas lagi ke depannya.
Ia bilang Kang Tae lebih kelihatan bagus dalam seragam perawatnya. Benarkah,
tanya Kang Tae. Tadinya ia akan membeli lebih banyak jas. Tentu saja ia
mengatakannya untuk menggoda Mun Yeong.
“Itu terlihat sangat
tidak nyaman. Jangan pakai.”
“Baik, tapi kau juga jangan pakai pakaian itu. Kelihatannya
tidak nyaman,” balas Kang Tae.
Seung Jae berusaha menjelaskan tipe ilustrasi yang sedang
tren saat ini dan menyarankan agar untuk buku terbaru Mun Yeong diberi
kehangatan dan kepolosan, tidak kejam dan intens seperti buku Mun Yeong
biasanya. Dengan warna-warna pastel misalnya, untuk menetralisasi cerita intens
Mun Yeong.
Tapi Sang Tae menolak. Jika netral akan terlalu hambar.
Tidak akan terasa apapun. Siapa yang akan memakannya? Sabar ya Seung Jae XD
Tapi Seung Jae menganggap Sang Tae keren kok^^
Kang Tae melihat buku Anjing Musim Semi karya Mun Yeong. Mun
Yeong berkata itu buku yang disukai Kang Tae. Ia dengar dari Jae Su kalau Kang
Tae tidak pernah benar-benar terbuka pada orang lain dan menyimpan semuanya
sendiri. Itu seperti Anjing Musim Semi.
Kalian bertemu, tanya Kang Tae. Mun Yeong menceritakan ia
sampai memesam 10 box pizza agar Jae Su menemuinya karena ia ingin bertanya
kenapa Kang Tae sangat marah. Lalu apa katanya, tanya Kang Tae.
“Ia memberitahuku agar tidak berusaha mengorek-ngorek karena
mengetahui apa yang kaupikirkan tidak akan baik untukku. Jadi aku memutuskan
untuk menyerah. Aku tidak lagi penasaran.”
Kang Tae berkata ia sangat muak dan lelah melindungi dan memperhatikan
orang lain. Ia terlahir untuk menjaga kakaknya, juga harus mencari nafkah, dan
ia memaksa dirinya untuk melakukan semua itu.
“Tapi aku sekarang tidak lagi memikirkannya sebagai
pekerjaan. Melangkah maju akan menjadi tujuanku. Mempertaruhkan hidupku untuk
melindungi keluargaku, setelah kupikir-pikir sebenarnya cukup keren. Aku tidak
peduli siapapun itu, aku tidak akan memaafkan siapapun yang macam-macam dengan
keluargaku. Jika keluargaku diambil dariku, aku akan mengejar mereka sampai aku
mendapatkannya kembali. Aku akan melindungi keluargaku tak peduli apapun juga.”
“Apa aku bagian dari keluarga itu?” tanya Mun Yeong penuh
harap.
“Kita sudah mengambil foto keluarga bersama, jadi kita
keluarga sekarang,” Kang Tae menggenggam tangan Mun Yeong.
Mun Yeong tersenyum.
Sun Hae marah-marah di telepon, melarang orang yang
meneleponnya datang menemuinya. Jika ia berani datang, ia akan bunuh diri..
Setelah menutup telepon, Sun Hae menyuruh para staf memberitahu tahu orang itu
bahwa ia sudah mati kalau sampai ia menelepon lagi.
Peneleponnya ternyata ayah Sun Hae yang dulu mengirim Sun
Hae ke dukun ketika Sun Hae masih kanak-kanak karena menganggapnya kerasukan.
Mereka sudah berpisah selama bertahun-tahun jadi kenapa sekarang tiba-tiba ayah
yang tidak tahu malu itu peduli pada anaknya.
Perawat Park menegur Byul karena terlalu cepat menyimpulkan
sebelum tahu cerita seluruhnya keluarga itu. Ia hanya tahu sepihak dan
orangtuanya pasti punya alasan sendiri.
Ibu Ju Ri menemui Direktur Lee di kamar Jae Su sambil membawakan
makanan karena Direktur Lee tidak ikut makan bersama. Direktur Lee berkata ada
yang harus ia kerjakan. Ibu Ju Ri melihat tumpukan buku anak-anak di atas
tempat tidur. Dan Direktur Lee jelas sedang membacanya.
“Kau orang dewasa tapi membaca buku anak-anak. Membuatmu
terlihat keren dan berhati murni,” puji Ibu Ju Ri.
“Tidak, ini hanya pekerjaanku,” Direktur Lee merendah.
Ia akhirnya mengaku kalau ia sebenarnya kelaparan. Ia tidak
ikut makan malam karena ia merasa mal. Ia menceritakan semua kebohongannya. Ibu
Ju Ri tertawa dan berkata apakah ia sebaiknya memberi petunjuk pada Direktur
Lee.
Ia berkata Ju Ri lebih menyukai ayahnya daripada ibunya.
Ayahnya itu bagaikan pilarnya. Tapi ayahnya meninggal ketika ia masih kecil,
jadi ia harus menjadi segalanya bagi ibunya. Karena itu ia tidak tahu bagaimana
bersandar pada orang lain. Jika ayahnya masih hidup, Ju Ri pasti berpikir ia
memiliki seseorang yang berada di belakangnya dan dapat mengatakan apapun yang
ia ingin katakan. Ia bisa menghadapi apapun dengan lebih sedikit sakit hati.
“Seseorang yang bisa menjadi tempat bersandar ketika keadaan
menjadi sulit. Bukankah itu sudah cukup?”
Direktur Lee mengerti. Atau tidak?
Sang Tae, Kang Tae, dan Mun Yeong tiba di rumah. Sang Tae
langsung naik ke kamar untuk menington Dooly. Kang Tae dan Mun Yeong ke ruang
kerja untuk menaruh buku-buku Sang Tae. Mun Yeong memikirkan tempat untuk
menaruh foto keluarga mereka nanti. Ruangan itu pasti akan lebih ceria. Ia
bahkan berpikir untuk mendekorasi ulang seluruh rumah.
Kamar Kang Tae dan Sang Tae menurutnya terlalu kecil untuk dipakai berdua. Jadi apa harus
tukar kamar, tanya Kang Tae. Mun Yeong berkata itu tidak perlu. Kang Tae tinggal pindah ke kamarnya saja. Tapi Kang Tae tidak mau.“Karena dulu itu kamar orang tuamu. Go Mun Yeong, jika aku
mengajakmu tinggal di tempat lain bersamaku apa kau akan ikut denganku?”
Mun Yeong bingung. Apa Kang Tae harus melarikan diri lagi?
Apa Sang Tae mulai bermimpi lagi? Jika itu yang terjadi ia yang akan merobek
kupu-kupu itu sampai hancur dan membunuhnya. Kang Tae sudah tahu kan kalau ia
pandai menangkap kupu-kupu. Kang Tae memeluk Mun Yeong.
“Bukan itu alasannya. Meski kupu-kupu itu muncul, kau tidak
boleh membunuhnya.”
“Kenapa tidak?”
Kang Tae berkata bagaimana jika ia jadi takut dan melarikan
diri lagi. Mun Yeong bergurau ia akan mengejar Kang Tae dan mematahkan kakinya.
Kang Tae tertawa. Mun Yeong berjanji ia tidak akan melakukannya. Tidak akan
membunuh kupu-kupu itu. Mereka mengaitkan kelingking dan mencapnya dengan
kiss.
Kang Tae kembali ke kamar. Kakaknya bertanya apa Kang Tae
merasa malu. Pipinya merah dan menghindari tatapannya, juga tersenyum canggung.
Itu yang dilakukan Kang Tae jiika merasa malu. Apa Kang Tae malu karena
melakukan sesuatu? Tidak, kilah Kang Tae.
“Apa kau menciumnya?” haha Sang Tae ternyata cukup peka ya
XD
“Hanya kecupan di bibir,” Kang Tae mengakui.
“Cium lebih baik daripada bertengkar. Jangan bertengkar atau
aku akan memarahi kalian.”
Kang Tae bertanya siapa yang lebih disukai kakaknya. Ia atau
Mun Yeong. Sang Tae terlihat ragu, lalu ia menjawab ia suka Ko Gil Dong.
Hehe....ia bahkan sudah sulit memilih antara Kang Tae dan Mun yeong^^
Pil Wong mendekati
Sang Tae yang sedang menggambar untuk mengembalikan buku. Sang Tae menanyakan
pendapatnya tentang buku itu. Pil Wong berkata ia sangat menyukai ceritanya
hingga ia mengingat semuanya. Sang Tae bertanya bagian mana yang paling
disukainya.
“Jangan lupakan apapun. Ingatlah semua dan hadapilah. Jika
kau tidak menghadapinya, kau akan selalu menjadi anak-anak yang jiwanya tidak
pernah bertumbuh.”
Itu juga bagian kesukaan Sang Tae. Pil Wong bertanya apa
Sang Tae masih berlatih menggambar kupu-kupu. Sedikit sedikit, kata Sang Tae.
“Menurutmu mana yang lebih dulu? Kupu-kupu pada lukisanmu
atau aku meninggalkan rumah sakit ini?” tanya Pil Wong. Siapa yang lebih dulu
bisa mengatasi trauma mereka?
“Tergantung siapa yang menemukan pintunya duluan,” jawab
Sang Tae,
Pil Won setuju. Mereka akan mencari pintu itu sama-sama agar
bisa pergi bersama.
Ju Ri melihat pasien Sun Hae bersikap aneh. Ia terus menerus
tidur dan tidak bisa dibangunkan. Byul dan Ju Ri mengetahui mereka akan segera
bertemu “pengunjung” itu. Pengunjung yang memilih satu orang dan mengikutinya
ke manapun. Tahun lalu Pil Wong yang jadi korbannya. Apa itu hantu, tanya Cha
Yong kaget. Ju Ri tersenyum.
Kang Tae memperlihatkan semua kertas yang ia temukan, baik
dari buku Park Ok Ran maupun surat dari amplop biru di meja kerja Sang Tae.
Dokter Oh berkata itu seperti peringatan dari si kupu-kupu. Masalahnya tidak
ada tulisan yang bisa dikenali dari kertas-kertas yang ditemukan dalam buku
Park Ok Ran. Dan Kang Tae tidak menemukan kertas kosong yang sama dengan itu di
manapun.
Artinya bukan Park Ok Ran yang menulis semuanya tapi
menerima kertas-kertas itu dari tempat lain. Dokter Oh berkata ia selalu merasa
ada yang aneh di rumah sakitnya, tapi ia belum mengetahui alasannya. Ia
mewanti-wanti Kang Tae agar tidak mempercayai siapapun dalam rumah sakit ini
dan tidak membiarkan Sang Tae sendirian di rumah sakit untuk sementara waktu.
Merasa khawatir, Kang Tae meminta kakaknya pulang lebih dulu
tanpa menunggunya dan selalu membawa ponselnya. Sang Tae protes ia bukan bayi
lagi dan ia bukan pengecut. Ia bahkan berlatih menggambar kupu-kupu. Ia akan
menemukan pintunya sebelum Pil Wong. Ia tidak akan melarikan diri lagi.
“Jadi kakak akan melindungi kami sekarang?” Kang Tae
tersenyum.
“Tentu saja. Aku punya dua adik sekarang. Aku adalah kakakmu
dan Mun Yeong, jadi aku harus melindungi kalian.”
Kang Tae juga menelepon Mun Yeong yang bekerja sendirian di
rumah. Ia menyarankah agar Mun Yeong menelepon Seung Jae atau Direktur Lee
untuk menemaninya. Tapi Mun Yeong tidak suka teralihkan saat menulis. Kang Tae
mengingatkan agar Mun Yeong mengunci pintu dan tidak membiarkan orang asing
masuk.
Mun Yeong tersenyum. Ia senang ada yang mengkhawatirnya. Ia
bergurau seharusnya ia hanya melakukan hal-hal yang membuat Kang Tae khawatir.
“Oppa...oppa....” tiba-tiba terdengar suara anak kecil
memanggil Kang Tae.
Mun Yeong meradang. Kang Tae berkata bukan siapa-siapa dan
menyuruh Mun Yeong terus menulis. Lalu menutup telepon. Suaranya seperti anak
kecil, gumam Mun Yeong kesal.
Ternyata yang memanggil Kang Tae adalah Sun Hae. Sekarang ia
seperti anak kecil dan bertanya mereka ada di mana sekarang. Kang Tae sudah
lama bekerja di rumah sakit jadi tidak kaget dengan hal-hal seperti ini. Dengan
tenang ia menjelaskan mereka ada di rumah sakit.
“Ah rumah sakit lagi...apa aku dibawa ke sini setelah
dipukuli lagi?” tanya Sun Hae. Ia menatap Kang Tae dan berkata sepertinya ia
kenal.
Kang Tae memperlihatkan kartu namanya dan memperkenalkan
diri sebagai perawat. Sun Hae memperkenalkan diri sebagai murid kelas 2 SD.
Umur 8 tahun.
Yoo Sun Hae menderita DID (Dissociative Identity Disorder
atau Kepribadian Ganda). Penyebabnya
adalah disiksa saat masih kanak-kanak. Dulu orangtua memukul anaknya dianggap
wajar karena dianggap sebagai cara untuk mendisiplinkan anaknya. Tapi itu
adalah penyiksaan anak.
Jadi ia mengembangkan kepribadian lain sebagai mekanisme
pertahanan diri. Tapi orangtuanya
percaya kalau ia kerasukan dan menjualnya ke dukun di llngkungan rumah mereka.
Jadi ia bukan dukun sungguhan.
Direktur Oh pernah menemuinya untuk diramal tapi malah
memberinya konseling dan akhirnya memasukkannnya ke rumah sakit ini.
Keadaan ayah Mun Yeong memburuk. Direktur Oh memindahkannya
ke kamar isolasi agar tidak mempengaruhi pasien lain.
Sang Tae pulang. Mun
Yeong memanggilnya. Sang Tae menegurnya agar memberi salam dan menanyakan
keadaannya lbih dulu tapi Mun Yeong mengingatkan kalau ia adalah bos Sang Tae.
Ia sedang melihat sketsa yang dibuat Sang Tae dan tidak puas dengan hasilnya.
Ia menyuruh Sang Tae menggambar ulang semuanya.
Ia tidak suka dengan penampilan mereka. Semua kepalanya
terputak 180 serajat. Tidak ada wajah, rambut semua. Semuanya sedang menghadap
belakang. Tapi Sang Tae berkata itu wajah mereka semua. Mun Yeong makin kaget,
mana wajahnya? Tidak ada ekspresi pada wajah mereka. Pesan dan karakter adalah
dua elemen penting.
Sang Tae akhirnya mengakui sulit baginya untuk menggambar
ekspresi wajah. Mun Yeong menyarankan agar Sang Tae mengikuti ekspresi wajah
dari kartu ekspresi yang dimilikinya. Tapi Sang Tae berkata jika ia mengikuti
gambar tesebut maka ia tidak bisa menyebutnya sebagai gambarnya.
Mun Yeong melunak dan berkata Sang Tae bisa belajar lagi.
Sang Tae adalah seorang pengamat yang baik. Ia berkata jangan hanya wajah Kang
Tae yang diamat, tapi juga pelajari dan amati ekspresi wajah orang lain. Dengan
begitu Sang Tae bisa membuat kartu ekspresinya sendiri. Ia ingin Sang Tae
menemukan hasilnya minggu depan.
Perawat Park menemui Kang Tae. Ia berkata ayah Mun Yeong
kelihatannya akan meninggal dalam beberapa hari ini. Ia yakin Dokter Oh juga
akan menghubungi Mun Yeong, tapi Kang Tae lebih dekat dengannya. Ia ingin Kang
Tae mempersiapkan Mun Yeong agar lebih siap mental.
Ia mengira ayah Mun Yeong akan bisa bertahan lebih lama dan
merasa sedih karenanya. Jika ia perawat saja sedih, pasti Mun Yeong lebih
sedih. Ia ingin Kang Tae menghibur Mun Yeong.
Direktur Lee menunggu kepulangan Ju Ri di halte bis.
Akhirnya ia mengakui kebohongannya. Ia memnag harus ikut kencan buta tiap bulan
karena ayahnya. Ayahnya memiliki anak saat sudah sangat berumur. Sekarang
usianya 90-an. Ju Ri bertanya apa Song Hye Kyo benar-benar tipe idel Direktur
Lee.
“bukan, bukan. Tipe idealku adalah seseorang yang bisa
bersandar padaku saat keadaan menjadi sulit. Ia bisa mengeluh padaku kapanpun
ia mau,” Direktur Lee berusaha mengingat perkataan ibu Ju Ri. “Jadi aku akan
menganggapnya sebagai puteriku.” (karena ibu Ju Ri mengatakan andai saja ayah
Ju Ri masih hidup)
“Puteri?! Apa kau orang mesum?” omel Ju Ri.
“Bukan begitu...aku ingin berada di sisimu seperti yang
pernah dilakukan ayahmu,” sesal Direktur Lee sambil mengejar Ju Ri.
Mun Yeong masih sibuk dengan pekerjaannya. Kang Tae
mengambil lembaran kertas di meja dan akan membacanya, tapi Mun Yeong langsung
merebutnya. No spoiler.
Kang Tae bertanya apa ketiga karakter dalam cerita Mun Yeong
pada akhirnya menemukan apa yang mereka cari. Mun Yeong bertanya apa Kang Tae
baru saja menanyakan ending ceritanya? Kang Tae tertawa dan berkata ia hanya
penasaran.
Mun Yeong berkata ia juga penasaran siapa yang tadi
memanggil “oppa” pada Kang Tae. Pasien yang usianya lebih tua 13 tahun dari Mun
Yeong. Mun Yeong berkata suaranya sangat imut dan cocok untuk membacakan cerita
dongeng.
Kang Tae hendak membicarakan ayah Mun Yeong tapi Mun Yeong
sudah tahu karena Dokter Oh sudah meneleponnya. Dokter Oh berkata Mun Yeong
sebaiknya datang menjenguk saat ayahnya masih sadar.
“Tak masuk akal. Apa semua orangtua otomatis dimaafkan atas
semua perbuatan buruk mereka sebelum mereka meninggal. Apa mereka tidak bisa
meninggal sebelum mendengar ‘dosamu diampuni” dari anak-anak mereka?”
“Apa kau yakin tidak akan menyesalinya nanti?” tanya Kang
Tae. “Raja Bertellinga Keledai. Kau bilang seseorang harus mengeluarkan apa
yang ada di dalam hatinya untuk menghindari sakit hati. Kau tidak akan memiliki
kesempatan untuk berbicara dengan ayahmu lagi. Apa kau benar-benar tidak akan
apa-apa?”
Mun Yeong berkata ia tidak peduli. Tidak ada yang harus
disesali atau dikatakan pada ayahnya. Ia berkata ada sebuah dongeng yang sangat
dibencinya saat ia masih kanak-kanak. A Tale of Two Sisters. Ia benci sang ayah
dalam dongeng tersebut. Meski anak-anaknya disiksa oleh ibu tirinya dan berada
di ambang kematian, ia pura-pura tidak melihatnya. Orang yang mengabaikan dan
pura-pura tidak melihat penyiksaan lebih buruk dari penyiksanya. Kedua kakak
beradik itu sebenarnya dibunuh oleh ayah mereka.
A Tale of Two Sisters
Kisah tentang dua
orang kakak beradik bernama Janghwa dan Hongryeon. Ibu mereka meninggal dunia
ketika Hongryeon berusia 5 tahun. Ayah mereka menikah lagi. Tapi ibu tiri
mereka jelek dan kejam. Ia membenci kedua anak tirinya tapi tidak
memperlihatkannya. Setelah ia memiliki tiga orang putera berturut-turut barulah
ia menyiksa keduanya dengan segala macam cara. Tapi Janghwa dan Hongryeong
tidak pernah memberitahu ayah mereka.
Ketika sudah waktunya
Janghwa menikah, ayah mereka menyuruh isterinya untuk merencanakan pernikahan.
Ibu tiri marah karena tidak mau membuang uang untuk anak tirinya. Ia menyuruh
anak tertuanya menaruh tikus mati di atas tempat tidur Janghwa lalu memfitnah
Janghwa telah keguguran. Ayahnya percaya pada ibu tirinya. Janghwa yang tidak
tahu apa yang harus dilakukan melarikan diri ke danau. Ibu tiri menyuruh putera
sulungnya mengikuti Janghwa dan mendorongnya ke danau. Janghwa tenggelam.
Seekor harimau tiba-tiba muncul dan menyerang putera sulung ibu tiri, mengambil
satu tangan dan kakinya.
Janghwa tewas tapi
gantinya puteranya cacat. Ia melampiaskan kemarahannya pada Hongryeon. Tak
tahan lagi, Hongryeon bunuh diri di danau tempat kakaknya ditemukan tewas.
Sejak itu, kepala desa
yang baru selalu tewas sehari setelah diangkat tanpa ada yang tahu penyebabnya.
Hingga seorang pemuda pemberani menjadi kepala desa. Malam setelah ia diangkat,
dua hantu wanita muda mendatanginya. Pemuda itu menanyakan siapa mereka dan
kenapa mereka membunuh kepala-kepala desa sebelumnya. Sambil meratap, hantu
Janghwa menceritakan apa yang terjadi. Ia ingin semua orang tahu kebenarannya,
bahwa ia sudah difitnah ibutirinya dan dibunuh. Saat diminta bukti, hantu
Janghwa meminta kepala desa memeriksa bangkai tikus yang disangka janin
keguguran.
Keesokan harinya,
kepala desa melakukan apa yang dikatakan hantu Janghwa. Ia memanggil ayah
keduanya, ibu tiri, dan anak sulung, dan memeriksa “janin” itu. Ia membelahnya
dengan pisau dan menemukan itu bangkai tikus. Ibu tiri dan anak sulung dihukum
mati. Tapi sang ayah dibebaskan karena dianggap tidak tahu apa-apa dan
sama-sama korban.
Ayah menikah lagi
bertahun-tahun kemudian. Pada malam pernikahannya ia melihat kedua puterinya
dalam mimpi. Mereka ingin kembali pada ayah mereka. Sembilan bulan kemudian
istri ketiga melahirkan puteri kembar dan ayah menamai mereka Janghwa dan
Hongryeon. Ia menyayangi mereka dan hidup bahagia. (sumber: wikipedia)
Sun Hae menangis saat dikunjungi ayahnya. Para staf menahan
ayah Sun Hae agar tidak bisa mendekat. Sun Hae berlindung di balik punggung
Kang Tae.
“Ada apa ini?!!!” bentak Direktur Oh.
Ternyata ayah Sun Hae menemui Sun Hae agar untuk meminta Sun
Hae mendonorkan livernya. Direktur Oh berkata Sun Hae jelas menolak, jika ayah
Sun Hae memaksa maka ia akan memanggil polisi. Ayah Sun Hae berkata ia adalah
ayah kandung Sun Hae.
“Lalu kenapa” Ia tidak wajib memberikan livernya padamu!”
kata Dokter Oh marah.
Ayah Sun Hae berlutut dan memohon agar Dokter Oh membantunya.
Jika ia tidak mendapat transplantasi liver ia bisa mati.
“Apa yang kaulakukan ketika istrimu memukuli puterimu sampai
hampir mati? Kau membiarkannya. Puterimu membutuhkan bantuan tapi kau
mengatakan ia kerasukan dan menjualnya ke shaman. Kau membuangnya!”
Ayah Sun Hae beralasan itu karena Sun Hae terus mengoceh
omong kosong. Tapi Dokter Oh berkata selama 30 tahun ini ayahnya memperlakukan
Sun Hae seperti orang asing dan sekarang tiba-tiba datang untuk meminta
livernya. Jika ingin hidup, maka ayah Sun Hae harus berlutut pada Sun Hae bukan
padanya.
Sun Hae mengeluh seluruh tubuhnya sakit. Dalam
penglihatannya ia memar-memar, tapi Kang Tae tidak melihat memar apapun. Kang
Tae bertanya apa Sun Hae pernah meminta tolong pada ayahnya. Sun Hae berkata
ayahnya tak pernah menolongnya. Ayahnya selalu pura-pura tidak tahu.
Ayah Sun Hae datang lagi dan memanggilnya. Sun Hae
ketakutan. Kang Tae bertanya apa sebaiknya ia mengusir ayah Sun Hae dan
memastikan ia tidak datang lagi, atau ia tetap di sisi Sun Hae dan menjaganya
sementara Sun Hae mengatakan apa yang ingin ia katakan pada ayahnya.
Sun Hae diam sejenak lalu memilih Kang Tae menjaganya, bukan
mengusir ayahnya. Ketika ayahnya mendekat, Sun Hae bersembunyi di belakang Kang
Tae.
“Aku benci Ayah. Ayah hanya pergi setiap kali ibu
menyiksaku. Aku terus meminta tolong tapi Ayah hanya pergi. Ibu mungkin orang
yang memukulku, tapi aku lebih benci Ayah. Aku tidak kerasukan tapi Ayah
menjualku pada shaman,” Sun Hae menangis. “Aku terus menunggu. Aku terus
menunggu Ayah kembali menjemputku. Aku benci Ayah. Aku sangat benci Ayah.”
Ayah Sun Hae terhenyak mendengar perkataan puterinya. Ia
lalu pergi tanpa mengatakan apapun. Kang Tae memeluk Sun Hae yang terus
menangis.
Meski menolak, Mun Yeong sebenarnya memikirkan perkataan Kang
Tae. Apakah ia akan menyesal nanti jika tidak menemui ayahnya sekarang?
Sang Tae belajar menggambar ekspresi dengan meminta Jae Su
sebagai modelnya. Tapi ekspresi Jae Su saat merasa terganggu, tidak suka, dan
marah semuanya sama saja. Jae Su mengomel wajahnya kaku gara-gara membantu PR
Sang Tae.
Seung Jae menemui mereka. Sang Tae menjelaskan ia harus
belajar ekspresi wajah. Ia ingin meminta bantuan Seung Jae. Jae Su memberi
isyarat agar Seung Jae menolak. Tapi Seung Jae dengan senang hati membantu.
Sang Tae meminta Seung Jae berekspresi menggemaskan. Seung Jae berpose.
Tapi Sang Tae kesulitan untuk menggambarnya. Sementara Jae
Su menganggap Seung Jae cute.Sang Tae menyerah dan berkata akan istirahat dulu.
Mun Yeong menelepon Ju Ri dan mengajaknya minum karena Kang
Tae sedang ada shift malam. Ju Ri datang ke rumah Mun Yeong. Ia melihat mood
Mun Yeong yang kurang baik dan bertanya apa karena ayahnya. Mun Yeong
berteriak, “Raja bertelinga keledai!!” Ia ingin curhat malam ini. Ia tidak mau
menahan diri.
Ju Ri mengerti dan berkata ia tidak akan mabuk hari ini. Mun
Yeong bertanya apa yang akan terjadi jika ia dilahirkan sebagai anak ibu Ju Ri,
sementara Ju Ri dilahirkan sebagai anak ayahnya.
“Aku yakin ibuku akan memukulimu sampai mati karena tidak
sopan,” jawab Ju Ri.
Mun Yeong tertawa dan berkata itu benar. Ju Ri tersenyum
melihat mood Mun Yeong membaik.
Direktur Lee panik ketika tahu Ju Ri minum di rumah Mun
Yeong. Mereka tidak seharusnya bersama. Tapi ibu Ju Ri menyuruhnya membiarkan
mereka berdua. Mereka berteman jadi pasti bisa mengurusnya sendiri.
Ibu Ju Ri bercerita dulu ketika ia masih menjadi tukang masak para buruh, Ju Ri membawa teman pertama kalinya ke rumah. Dan teman itu adalah Mun Yeong. Mun Yeong sangat kurus dan kecil tapi menghabiskan semangkuk besar nasi. Rasanya seperti baru pertama kali ia makan nasi hangat. Ia merasa ada masalah antara Mun Yeong dan keluarganya. Direktur Lee tidak terlalu tahu. Ia hanya tahu masa kecil Mun Yeong sangat berat.
Ayah Mun Yeong tersadar saat Perawat Park bertugas. Ia
berkata ia sudah melakukan hal mengerikan tapi tidak ada orang yang bisa ia
mintai pengampunan. Perawat Park memegang tangan ayah Mun Yeong.
“Aku membunuh istriku.”
Ia berkata wanita itu bersenandung setelah membunuh orang.
Dalam ingatannya, malam itu ayah Mun Yeong minum-minum
setelah mendengar vonis dokter bahwa ia menderita glioblastoma. Itu adalah
tumor otak ganas yang berarti kemungkinan untuk sembuh kecil. Semakin besar
tumornya, akan mengakibatkan gangguan kognitif dan ingatan.
Dalam keadaan setengah mabuk, ia masuk ke kamar dan
menemukan istrinya sedang bersenandung sambil mengecat kuku. Radio memberitakan
peristiwa pembunuhan seorang wanita. Peristiwa pembunuhan ibu Kang Tae.
Diberitakan saat kejadian putera korban yang mentalnya tidak stabil juga ada
bersama korban namun tidak bisa dimintai keterangan.
Tiba-tiba ayah Mun Yeong tersadar dan bertanya kenapa
pembantu mereka tidak datang hari ini. Ia tidak akan bisa datang lagi, jawab
istrinya.
“Ia seharusnya tidak melewati batas.” Lalu istrinya tertawa.
Mendengar itu ayah Mun Yeong mencurigai kalau pelakunya
adalah istrinya. Ia bertanya apa istrinya membunuh korban.
“Jangan khawatir, tidak ada yang tahu,” kata istrinya
santai.
Ayah Mun Yeong memegang istrinya.
“Jika aku mati, Mun Yeong puteriku akan menjadi monster
sepertimu.”
Istrinya malah tertawa mengejek. Dalam kemarahan, ayah Mun
Yeong mendorong istrinya. Istrinya terjatuh dari balkon ke tangga. Darah
mengalir dari kepalanya.
“Aku membunuhnya pada hari itu,” kata ayah Mun Yeong.
Kang Tae mellihat ke kamar ayah Mun Yeong untuk menawarkan
bantuan. Semua baik-baik saja, kata Perawat Park. Kang Tae hendak keluar tapi tidak
jadi ketika mendengar nama Mun Yeong disebut.
Ayah Mun Yeong berkata Mun Yeong melihat semuanya. Ia ada di
sana ketika ia membunuh istrinya, padahal ia hanya seorang gadis kecil.
Dalam kilas balik, ayah Mun Yeong menangis menyesali
perbuatannya. Darah terus mengalir dari kepala istrinya. Mun Yeong melihatnya.
Lalu ayah Mun Yeong memindahkan istrinya ke ruang bawah tanah dan mengunci
pintunya. Mun Yeong juga melihatnya.
Ketika ayah Mun Yeong kembali setelah menenggelamkan tas
berisi istrinya ke dalam waduk, Mun Yeong sedang menunggunya di tangga dan
bertanya ayahnya dari mana. Ayah Mun Yeong terkejut dan beralasan ia tidak bisa
tidur hingga pergi memancing di waduk. Mun Yeong melihat sepatu ayahnya yang
berlumpur.
“Mun Yeong tahu semuanya.”
“Apa itu sebabnya kau juga mencoba membunuh puterimu?” tanya
Kang Tae.
“Tidak,” ayah Mun Yeong menggeleng. Ia hanya takut Mun Yeong
juga akan menjadi monster seperti ibunya. Karena itu ia melakukannya. Ia
berkata puterinya tidak melakukan kesalahan apapun. Ia yang harus disalahkan.
Mun Yeong bercerita pada Ju Ri kalau ia benar-benar takut
pada ibunya. Jadi ia selalu berusaha menjadi anak yang baik. Ia tidak ingin
ibunya membencinya. Ia tidak ingin ibunya membencinya.
“Tidak ada yang datang menolongku, kecuali satu orang (Kang
Tae kecil). Aku ingin melarikan diri bersamanya tapi tidak bisa karena ibuku.”
“Bagaimana dengan ayahmu? Apa ia tidak ada untukmu?” tanya
Ju Ri.
“Sementara ibuku membesarkanku dengan caranya sendiri,
satu-satunya hal yang dilakukan ayahku untukku adalah membacakan buku dongeng
satu kali saja. Tapi Ju Ri....ayah mungkin hanya melakukannya satu kali, tapi
aku tidak pernah bisa melupakannya.”
Perawat Park dan Kang Tae keluar dari kamar ayah Mun Yeong.
Perawat Park berkata setelah semua yang dilalui Mun Yeong, ia tumbuh dengan
cukup baik.
Dan keesokan harinya ayah Mun Yeong meninggal dunia.
Sang Tae dan Kang Tae mengantar Mun Yeong ke pemakaman. Mun
Yeong menatap makam ayahnya tanpa ekspresi. Sang Tae beberapa kali mencoba
mengamati wajahnya. Berhenti menatapku, kata Mun Yeong.
“Apa itu wajah sedihmu?” tanya Sang Tae. Sepertinya ia maih
berusaha mengerjakan PR nya.
“Bukan. Ini wajah cantikku,” jawab Mun Yeong.
Sang Tae berkata Mun Yeong tidak perlu malu jika bersedih.
Tapi Mun Yeong berkata ia tidak sedih.
“Tidak, kurasa kau bohong,” kata Sang Tae.
“Kak...” Kang Tae memberi isyarat kakaknya.
Sang Tae bersikeras Mun Yeong berbohong dengan mengatakan ia tidak sedih.
Mereka bertiga meninggalkan pemakanan, tapi di tengah jalan Mun
Yeong menoleh lagi. Ia teringat saat ayahnya membacakan dongeng Puteri Tidur
untuknya.
“Kalau begitu aku juga seorang puteri? Aku tinggal di kastil
di tengah hutan,” kata Mun Yeong waktu itu.
“Tentu saja. Ayah membangun kastil ini agar anakku bisa
menjadi seorang puteri,” kata ayah Mun Yeong merangkul puterinya dengan penuh
kasih sayang.
Momen paling berharha yang paling diingat Mun Yeong mengenai
ayahnya. Apa ia sedih dan menyesal? Meski tidak mau mengakuinya kurasa ada
kesedihan di sana. Dan mungkin sedikit penyesalan?
Ju Ri dan seisi penghuni rumahnya juga turut berduka. Ibu Ju
Ri berkata setiap kematian adalah peristiwa sedih.Direktur Lee berkata ia lega
setidaknya Mun Yeong memiliki Kang Tae dan San Tae untuk bersandar.
Ju Ri berkata ayah Mun Yeong adalah pasien terlama rumah
sakit mereka. Jadi orang-orang merasa sedih dan tertekan sekarang.
Kang Tae datang ke rumah Ju Ri karena Mun Yeong ingin makan
telur puyuh kecap kesukaannya. Ibu Ju Ri dengan senang hati memberikannya pada
Kang Tae. Ia bertanya apa Kang Tae tidak apa-apa. Karena entah kenapa ia merasa
harus menanyakannya setiap kali bertemu dengan Kang Tae. Kang Tae berkata ia
tidak apa-apa.
“Aku tidak akan apa-apa. Tapi aku tidak tahu apakah ibuku
tidak apa-apa jika aku berusaha keras untuk menjadi bahagia.”
“Omong kosong apa itu? Hal terburuk yang bisa kaulakukan
pada orangtua adalah menyerah untuk menjadi bahagia hanya karena kau merasa
tidak enak hati. Jika kau ingin ibumu bahagia, lakukan yang terbaik untuk
menjalani hidup bahagia mulai sekarang.”
Ketika Kang Tae kembali ke rumah Mun Yeong, di ruang kerja
sudah terpasang foto keluarga mereka. Dan memang suasananya terasa lebih
hangat. Mun Yeong bertanya-tanya apakah sebaiknya ia menjual rumah ini. Ia
ingin memulai semuanya kembali dari awal.
“Aku akan menjual rumah ini dan membantu Direktur Lee
membangun perusahaan penerbitan. Dengan uang yang tersisa, aku akan membeli
mobil camping. Pekerjaan Kak Sang Tae selesai setelah ia menggambar kupu-kupu
pada mural itu. Kau juga berhenti bekerja dari rumah sakit. Lalu kita bertiga
bisa bepergian tanpa tujuan.”
Kang Tae tersenyum mengangguk setuju.
“Karena kau akan menghabiskan uang, bisakah kau membelikan
beberapa setelan jas baru, membiayai perjalananku ke Serengeti, dan
membiarkanku tinggal di kamar suite hotel? Bagaimana kalau kau mengurusku
selama sisa hidupku?” astaga....ini lamarankah?^^
Tapi Mun Yeong berkata Kang Tae tidak cocok jadi gigolo.
Pffft...
Ia meminta Kang Tae mengatakan dengan jujur padanya apa yang
benar-benar ingin ia lakukan. Apa impiannya? Setelah didesak akhirnya Kang Tae
menjawab ia ingin sekoilah.
“Sekolah?,” Mun Yeong berpikir sejenak. “Tidak boleh. Para
murid perempuan akan mengejarmu jadi aku tidak bisa membiarkanmu melakukannya.
Jika kau harus sekolah, kursus online saja.”
Kang Tae tertawa geli. Ia bertanya balik kenapa Mun Yeong
menjadi penulis cerita dongeng.
“Karena aku paling tahu dunia itu. Aku benar-benar tumbuh
seperti seorang puteri di dalam kasil yang ayahku dirikan. Kehidupan seorang
puteri jauh lebih sulit dari yang pernah kaubayangkan. Hanya endingnya yang
bahagia.”
“Kautahu, happy ending adalah yang paling penting.”
Keduanya tersenyum.
Kang Tae, Sang Tae, dan Mun Yeong pergi ke rumah sakit
sama-sama. Hari ini Sang Tae akan menggambar kupu-kupu. Mun Yeong berkata ia
akan menunggu mereka setelah kelasnya selesai dan mereka bisa pulang bersama.
Ketika mendekati lobi terdengar orang-orang mengobrol. Pil
Wong mendekati Sang Tae dan mengucapkan selamat karena telah berhasil menemukan
pintunya. Pintu? Sang Tae bingung. Mereka pergi ke lobi dan terpaku saat
melihat gambar Sang Tae.
Ada gambar kupu-kupu putih besar di sana. Sang Tae ketakutan.
Bukan ia yang menggambarnya. Mun Yeong juga mengenali bentuk kupu-kupu itu.
“Itu...itu....kupu-kupu yang ada di pakaian nyonya yang
membunuh ibuku. Kupu-kupu! Kupu-kupu!” Sang Tae mulai panik.
Mun Yeong terkejut. Ia ingat ibunya memakai bros kupu-kupu
seperti di gambar itu. Ibunya berakta kata kupu-kupu dalam bahasa Yunani kuno
adalah psyche. Dan kata yang muncul dari psyche adalah psycho. (aslinya psyche
berarti jiwa)
Sang Tae bertanya kenapa kupu-kupu itu ada di sana. Kupu-kupu
itu membunuh ibunya. Mun Yeong mulai menangis.
“Tidak....” ujarnya.
Kang Tae khawatir melihat reaksi Mun Yeong.
“Tidak.... tidak...” kata Mun Yeong shock. Ia berbalik lari
keluar. Kang Tae mengejarnya dan memeganginya.
“Itu tidak benar, kan?” tanya Mun Yeong.
“Mun Yeong....kumohon...”
“Katakan itu tidak benar...”
Kang Tae tidak bisa menjawab.
“Katakan itu tidak benar!!!” teriak Mun Yeong histeris.
Ia berlari pergi meninggalkan Kang Tae.
Seseorang mengendarai mobil sambil menyenandungkan Oh My
Darling Clementine. Ia mengenakan pakaian, cincin, dan bros kupu-kupu ibu Mun
Yeong. Perawat Park.
Komentar:
Melihat ingatan Mun Yeong kecil bersama ayahnya, rasanya
nyesek. Aku membayangkan apa yang terjadi seandainya ayah Mun Yeong lebih
memperhatikan Mun Yeong. Seandainya ayah Mun Yeong tidak membiarkan istrinya
memonopoli puterinya. Bahkan sebagai seorang ayah, ia memiliki praduga anaknya
akan menjadi monster seperti ibunya, tanpa usaha untuk lebih mengerti anaknya
lebih dulu.
Setelah istrinya tidak ada, bukankah ia masih memiliki
kesempatan untuk membesarkan Mun Yeong dengan baik? Vonis dokter memang
menakutkan, tapi bukankah justru itu seharusnya menjadi pemacu untuk
menyelamatkan puterinya lebih cepat? Untuk memberi kasih sayang
sebanyak-banyaknya sebelum penyakitnya bertambah berat? Sigh.....
Dari sisi Mun Yeong sebenarnya ia sudah mencoba ketika ia
mendekati ayahnya di rumah sakit. Tapi ayahnya lagi-lagi berusaha membunuhnya.
Setiap nama Mun Yeong disebut, yang diucapkan selalu kata “monster”. Penyakitnya
boleh dianggap sebagai alasan, tapi ia sadar penuh waktu mengatakan Mun Yeong
tidak salah apa-apa menjelang akhir hidupnya. Anak mana yang tidak sakit hati
dianggap monster oleh ayahnya sendiri bahkan hendak dibunuh?
Sama seperti ayah Sun Hae yang mengabaikan puterinya ketika
disiksa. Sun Hae sangat terluka lebih dari luka yang diakibatkan oleh siksaan
ibunya. Satu-satunya orang tempat ia berharap malah orang yang meninggalkannya.
Dan orang itu kembali hanya karena membutuhkan sesuatu darinya, bukan karena
menyayanginya atau karena menyesali perbuatannya.
Seandainya ayah Mun Yeong meminta maaf pada Mun Yeong atau
setidaknya melupakan semua masa lalu, kurasa masih ada harapan bagi mereka
berdua. Tapi Mun Yeong sudah sangat tersakiti dan ayah Mun Yeong terlalu keras
kepala.
Jika perawat Park adalah ibu Mun Yeong, maka yang paling
tertipu adalah Dokter Oh yang selama ini mengatakan ia berpengalaman hingga
bisa mengenali orang sekali melihatnya. Perawat paling senior yang jadi kepala
perawat di rumah sakitnya, mungkin orang yang paling ia percaya, ternyata
pembunuh psikopat. Luar biasa sekali sampai suami dan anaknya pun tidak bisa
mengenali.
Bagaimana bisa ia hidup setelah jatuh dari ketinggian
seperti itu? Dengan luka para hingga darah mengalir deras dari kepala,
dipindahkan ke basement, lalu dimasukkan dalam tas dan ditenggelamkan....masih
bisa hidup? Apa ingatan ayah Mun Yeong yang salah?