Keduanya tersenyum menyadari mereka telah kembali ke tubuh masing-masing. Ra-im berteriak-teriak sambil melompat-melompat kegirangan, Joo-won diam-diam mengepalkan tangannya senang, dan …yeeeeay!!! Aku ikut bersorak karena menceritakan mereka dalam tubuh tertukar tidaklah semudah yang dibayangkan hehe…dan kebingungan para pembaca pun berakhir :p
“Kita telah kembali bukan?” tanya Ra-im memastikan.
“Untuk sementara waktu aku harus melihat wajah tampan dan sekarang aku melihat wajah seperti bakpau….. sepertinya begitu,” kata Joo-won.
“Melihatmu berbicara tanpa sopan santun, sepertinya aku benar,” sahut Ra-im senang. Sekretaris Kim bingung melihat keduanya.
“Tapi, bagaimana dengan ini?” tanya Joo-won sambil mengangkat dua tangannya yang diborgol. “Ah, benar juga,” kata Ra-im, “Karena kita berubah dalam situasi seperti ini, ini menunjukkan benar-benar ada Tuhan.”
“Apa maksudmu?”
“Kebaikan menang atas kejahatan. Kau membuat kasurmu dan sekarang kau harus menidurinya (kau yang berbuat, kau yang menanggung akibatnya). Kata-kata itu berbalik padamu. Kau pernah mendengarnya bukan? ‘Aku tidak akan mengeluarkanmu. Renungkan kesalahanmu.’ Siapa yang mengatakan hal-hal itu?”
Tentu saja Jo-won ingat, “Begini, ketika aku berteriak dan memaki seperti itu karena di sini terlalu ribut dan berisik. Itu disebut perhatian, agar kau bisa mendengar suaraku dan mendapat kekuatan.”
“Aku tahu. Itu sebabnya aku cukup kuat untuk pulang. Kau telah makan sup sapi, jadi kau pasti tidak terlalu lapar. Maka…renungkan kesalahanmu!” sindir Ra-im, lalu ia menghampiri pelanggan yang babak belur dan sekali lagi memastikan agar dia tidak membuat kesepakatan damai dengan Joo-won, dan mengancamnya agar meminta maaf pada pegawai yang dilecehkannya. Tentu saja pelanggan itu marah, mengatakan dirinya orang kelas atas dan tidak akan membuat kesepakatan damai seperti itu. Ra-im memberi salam pada petugas dan pergi dari situ dengan senang. Joo-won berteriak-teriak memanggilnya.
Maka, Joo-won pun berakhir di balik jeruji. Hehehe, apa yang ditabur itu yang dituai. Dia menjebloskan Oska ke sel, sekarang dia masuk sel. Sekretaris Kim menungguinya di luar sel. Joo-won bertanya mengapa para pengacaranya belum datang juga. Sekretaris Kim bertanya-tanya dalam hatinya mengapa sekarang cara bicara presdir berubah lagi.
Sekretaris Kim berkata bukankah presdir yang meminta pengacara jangan datang. “Iya, aku yang mengatakannya. Tapi bagaimana bisa orang tidak datang bahkan jika dilarang datang. Harusnya ia mnegatakan,’mungkin aku seharusnya pergi kalau-kalau ada sesuatu’.” Sekretaris Kim mengatakan pengacara sedang dalam perjalanan, mungkin sebentar lagi sampai, ia akan menunggunya di luar.
Karena Joo-won terus berteriak, teman satu selnya merasa terganggu dan menegurnya. Joo-won berbalik hendak membalasnya, tapi perhatiannya teralih pada teman satu selnya yang lain yang sedang tidur karena mabuk. Orang itu berada di bawah selimut, tapi Joo-won mengenali kemilau pakaian yang dikenakannya. Ia membuka selimutnya dan jreeeng….jaket bling-bling kebanggaannya. Joo-won berusaha memeriksa label di balik kerah jaket orang itu tapi sulit. Ia mencoba bertanya di mana ia membeli jaket itu karena pakaian itu tidak boleh dipakai sembarangan. Tentu saja orang itu tidak menjawab, tapi tiba-tiba ia membalikkan badannya, di balik jaket itu tertera tulisan : “Hyun Bin di pintu masuk” dan orang mabuk itu bergumam “Selamat datang di Secret Night Club”. Joo-won langsung jatuh terduduk. Pupus sudah jaket bling-bling berharganya yang dibuat oleh penjahit Italia, karena sekarang jaket yang mirip dikenakan oleh seorang penjaga pintu masuk night club.
Jadi orang mabuk itu ceritanya bernama Hyun Bin dan ia bertugas di pintu masuk, mengucapkan “Selamat datang di Secret Night Club” pada para pengunjung, hehehe.
Ra-im tiba di rumahnya dan langsung memeluk Ah-young walau ia basah kuyup kehujanan. Ah-young bertanya apa yang ia lakukan, berhujan-hujanan. Ra-im langsung menanyainya, “Ah sudah lama sekali, apa kau baik-baik saja? Apa ada yang tidak biasa? Aku sangat merindukanmu.” Ah-young bingung, “Apa yang kaubicarakan? Kita baru saja bertemu tadi.”
Ra-im mengajak Ah-young duduk tapi ia tercengang melihat keadaan rumahnya yang sudah disulap oleh Joo-won. Lampu Kristal gantung yang besar, tempat tidur yang lebih empuk, peralatan makan yang mewah, meja makan, semua tertata rapi. Bahkan dihiasi bunga-bunga segar. Ra-im bertanya pada Ah-young ada apa ini. Ah-young menjawab, kau yang membeli semuanya. Aku? Mengapa kau diam saja? Harusnya kau menghentikan aku!
Ah-young bingung dan balik berkata, ketika aku pergi semua masih sama, setelah aku pulang semua jadi begini, bagaimana aku menghentikanmu? Dan lucunya Ah-young malah tidak senang dengan perubahan itu karena tidak ada tempat untuk duduk di lantai, dan sulit untuk membuka kulkas karena meja makan yang terlalu besar. Ra-im dengan kesal mengatakan akan membenahinya, lalu ia membuka jaketnya hendak bertukar pakaian.
“Apa yang hendak kaulakukan?” tanya Ah-young. Ra-im bingung. “Kau bilang kita harus berganti pakaian di balik pintu tertutup. Bahkan mengatakan aku tidak punya sopan santun keluarga dan menyuruhku mempelajarinya darimu!” kata Ah-young kesal. “Aku mengatakan hal itu padamu?” tanya Ra-im. “Hah, bahkan pakaian dalam dan braku, kau bilang agar jangan menjemurnya di luar dan jangan memperlihatkannya padamu, jadi aku….setiap malam…..aku….mem-blow dry semua, kau bahkan tidak mau menggosok punggungku!” Ah-young mulai sedih, “Bagaimana bisa kau tidak menggosok punggungku karena terlalu kotor untukmu.”
Ra-im merasa tidak enak, “Bukan begitu! Aku tidak benar-benar mengatakannya….ah aku bisa gila.” Ah-young masuk ke kamar mandi dengan kesal. “Ah-young! Ah-young! Aku tidak sungguh-sungguh!” Ra-im tidak tahu bagaimana menjelaskannya.
Kakek Joo-won mendengar dari Direktur Park bahwa joo-won mendekam di sel akibat memukuli pelanggan VIP. Kakek terkejut. “Bukan hanya itu, ia bahkan mengganti tanda tangannya. Mengganti tanda tangan berarti…” lapor Direktur Park. “Anak itu tidak sadar juga!” kakek Joo-won marah. Sementara itu Ny. Park mendengar dengan tenang.
“Waktunya telah tiba untuk mengurus pasien sakit jiwa itu. Tapi apa alasannya melakukan hal itu?” tanya kakek Joo-won. Direktur Park mengatakan bahwa Joo-won memukuli pelanggan yang diduga telah melecehkan pegawai wanita tapi sepertinya kesalahan terletak pada pegawai wanita karena….”
“Omong kosong apa yang kaubuat itu!” Ny. Park mendadak angkat bicara, “Jika itu adalah pelecehan seksual, maka korban tidak menginginkan didekati secara seksual. Apapun situasinya itu disebut pelecehan seksual. Bagaimana bisa kau menyebutnya reaksi berlebihan, tambahan lagi, seorang pria harus berdiri dan hanya menyaksikannya saja? Walau aku memikirkannya 100 kali, aku masih berpikir Presiden Kim telah melakukan hal yang baik.”
“Kakak, tidak seperti itu!” Direktur Park membela diri.
“Hush! Jika kau hanya memiliki hal-hal yang tidak perlu dikatakan, maka pergilah. Presiden, lanjutkan apa yang sedang kaulakukan.”
“Oh, benar!” Kakek Joo-won melanjutkan pekerjaannya….membuat coklat untuk merayakan hari ke-300 sejak ia pertama kali bertemu dengan istri barunya. Kelihatannya mereka berdua saling mencintai. Dan menariknya Ny. Park tidak berambisi seperti adiknya, ia benar-benar menyukai kakek Joo-won. Ketika mereka tertawa bersama, ibu Joo-won masuk dan sebal melihat keceriaan mereka. Kakek Joo-won memberitahu bahwa Joo-won ada di kantor polisi, tentu saja membuat ibu Joo-won sangat terkejut.
Joo-won akhirnya dibebaskan oleh pengacaranya. Ia memarahi Sekretaris Kim yang belum membawakan mobil untuknya. Sekretaris Kim menjelaskan mereka kemari naik mobil polisi. “Lalu untuk apa kita menunggu di sini, seharusnya kau sudah memesan mobil untukku.” Lalu Sekretaris Kim diomeli habis-habisan oleh Joo-won. Joo-won meminta payung. Sekretaris Kim memberikan jasnya untuk pengganti payung, bukannya berterimakasih (memang sejak kapan Joo-won suka terima kasih? hehe), Joo-won menyuruh Sekretaris Kim berlari dalam hujan untuk membeli payung mahal. Kasihan Sekretaris Kim, ia pasti berharap bosnya tidak perlu berubah lagi…Joo-won benar-benar tidak bisa menghargai orang yang setia.
Ra-im di rumah menjemur jaket bling-blingnya. Ia teringat perkataan Joo-won padanya bahwa Ra-im tidak pernah memikirkannya walau hanya 5 menit. Seseorang mengetuk pintu. “Siapakah itu?” tanya Ra-im. “‘Ini aku.” jawab Joo-won. Ra-im membukakan pintu untuknya.
“Kau keluar lebih cepat, apa karena kau orang kaya?”
“Aku tidak dapat berada di tempat jelek terlalu lama. Berkatmu aku membuka babak baru pertukaran budaya dengan orang-orang miskin. Kau yang melakukan kesalahan, dan aku yang membayar dendanya. Setelah tubuh kita tertukar, kau langsung pergi?”
Belum sempat Ra-im menjawab, Ah-young masuk ke rumah dan kaget melihat Joo-won ada di situ. Kembali bersikap dingin, Joo-won menyapa, “Ah kau pulang, apa kau makan larut malam lagi?” Ah-young cepat-cepat menyembunyikan bungkusan makanan yang dipegangnya. Joo-won tidak mempedulikannya dan meminta Ra-im keluar menemuinya.
Ra-im menemui Joo-won di luar. “Katakan, bagaiman perasaanmu melarikan diri seperti itu?” tanya Joo-won. “Aku minta maaf, aku terlalu senang kembali ke tubuhku. Aku takut jika kita terlalu dekat, kita akan tertukar kembali. Jadi aku melarikan diri. Maafkan aku,” kata Ra-im tanpa berani menatap Joo-won.
“Jika kita berdekatan, kita akan tertukar kembali? Siapa yang mengatakannya?”
“Hanya pikiranku saja.”
“Jadi, kurasa kita tidak akan bertemu lagi?”
Ra-im menghadap Joo-won, “Bukankah bagus jika kita tidak bertemu lagi? Dan juga aku minta maaf telah memukul orang itu dengan tubuhmu. Tapi jika aku kembali ke situasi yang sama, aku tetap akan memukulnya. Dengan hukum, mereka tidak akan memukul orang yang memiliki uang. Mungkin akan memakan waktu lama, tapi aku akan mengembalikan dendanya karena aku yang menimbulkan masalah. Dan semua barang mewah di rumahku, bawalah semua bersamamu.”
“Barang-barang mewah bagaimana? Itu adalah kebutuhan dasar. Kau punya kebiasaan buruk mengucapkan terima kasih dalam cara yang aneh.”
“Jika kau sudah selesai berdebat kau boleh pergi.”
“AKu ke sini bukan untuk itu.”
“Lalu, mengapa kau kemari?” tanya Ra-im.
Joo-won menatapnya lekat-lekat lalu perlahan menarik Ra-im dalam pelukannya. Ra-im terpana. “Aku datang untuk ini.” Kata Joo-won,” Selamat, untuk menjadi Gil Ra-im kembali.” Ra-im tersentuh mendengarnya, “Kau juga.”
“Mengenai membayar kembali denda, kurasa itu ide yang bagus. Sikap bertanggung jawab, aku suka itu.” Lalu ia melepaskan pelukannya. “Datanglah ke kantorku besok. Tentukan apakah kau akan membayar bulanan atau membayar utuh. Aku pergi.”
Aaaarrrrgh…Joo-won ini selalu merusak suasana.
Joo-won teringat sesuatu lalu kembali, aku ketinggalan payungku yang mahal di dalam, aku harus mengambilnya kembali. Ra-im tertawa tak percaya.
Oska kembali ke rumah. Sun masih menunggunya. “Kemana yang lain?” tanya Oska. ‘Baru saja pergi.”
“Mengapa kau tidak ikut pergi?”
“Karena masalah kita belum selesai, jika masalah tidak diselesaikan maka akan semakin besar.” Oska mengejeknya sering ke kantor polisi hingga mengetahui banyak masalah hukum. Sun tertawa kecil, dan menanyakan apakah orang yang membocorkannya sudah tertangkap. Sun bertanya mengapa Oska tidak mencari orang yang telah membuat lagu aslinya. “Apa gunanya mencarinya, hanya membuktikan aku mengkopi lagunya.” “Kalau begitu tidak ada yang bisa kulakukan lagi, aku pergi.” Sun beranjak pergi.
“Kau mau ke mana? Kau pun belum benar-benar bersih.”
“Aku tak percaya ini. Jadi kau tahu siapa yang membocorkannya. Kau mengetahuinya namun tidak bisa menangkapnya, jadi kau membutuhkan orang untuk dijadikan kambing hitam.”
“Apa kau mau?” tanya Oska.
Senyum Sun lenyap. “Dasar kucing penakut,” ejek Oska, “di luar hujan deras. Tidurlah di sini baru pergi. Kau bahkan tidak memiliki mobil. Aku lelah dan tidak punya energy untuk mengantarmu. Tinggallah di sini dan pergilah esok pagi.”
Oska menyuruh pegawainya menyiapkan makan malam dan kamar untuk Sun. Sepertinya Sun terkesan dengan kepribadian Oska.
Seul memperdengarkan lagu Oska yang bocor pada beberapa ahli music. Mereka berkesimpulan kali ini Oska dalam masalah besar, ia akan dituduh sebagai plagiator. Satu-satunya cara adalah composer mengaku mem-plagiat lagu tersebut. Mereka bertanya apakah Oska benar-benar tidak tahu lagu tersebut hasil plagiat? Seul membela Oska, tidak mungkin jika ia tahu ia tetap meneruskannya, Kak Woo-young bukanlah orang seperti itu.
Joo-won sudah kembali ke rumah namun tidak bisa masuk ke dalam karena Ra-im telah mengganti kode pintunya. Ia akan menelepon Ra-im ketika menyadari mereka belum bertukar handphone kembali. Joo-won menelepon handphonenya. Caller ID-nya di HP Ra-im adalah Dol Chu (idiot), haha.
Ra-im: Apa?
Joo-won: Ini Kim Dol-chu!
Ra-im tertawa geli. Joo-won menyuruh Ra-im mengembalikan handphonenya dan menanyakan kode masuk rumahnya. Ra-im membalas Joo-won dengan pura-pura baterainya habis dan langsung menutup telepon. Lalu Joo-won mencoba membayangkan tubuh Ra-im dan memasukkan kodenya : 32-27-32. Wrong Code! Tiba-tiba handphonenya berbunyi, Ra-im meng-sms Joo-won bahwa petunjuk kodenya adalah konstelasi. Joo-won ingat Ra-im menyebut Oska sebagai bintang dari langit. “Jika benar-benar itu, kau mati!” Joo-won memasukkan tanggal lahir Oska :76-08-18. Ia mencak-mencak karena ternyata kodenya benar, hehe.
Ia tambah kesal ketika mengganti sepatunya dan menyadari ia mengenakan kaus kaki Oska. Ia cepat-cepat melepasnya. Lalu ia melongo melihat ke atas balkon rumahnya, pakaian dalamnya berbaris dijemur di sana oleh Ra-im!
Ra-im senang sekali kembali ke tempat tidurnya. Ah-young masih kesal dan bersikap dingin padanya. Ra-im bertanya apakah beberapa hari ini ketika tidur ia melakukan hal-hal yang membuat Ah-young risih atau malu. Ah-young menjawab marah, apalagi yang mau kaulakukan, kau telah membuat hidupku menderita. Kau mengatakan kasur itu milikmu dan menendangku ke lantai!
Ra-im kaget, “Kau tidur di lantai?” “Wah, kau benar-benar berubah. Uang apa yang kaugunakan untuk membeli semua itu. Kau tidak berpikir aku tahu presdir yang membelikannya? Aku memintamu untuk membiarkan aku telat membayar tagihan utilitas selama 3 hari tapi kau menolaknya!”
“Aku tidak membiarkannya?”
“Bukankah kau bilang pencuri jarum akan menjadi pencuri sapi? Pasti begitu, kau mengatakannya setajam pisau!” Ah-young kesal sekali dan menutupi wajahnya dengan selimut.
Ra-im berusaha membujuk Ah-young, aku tidak sungguh-sungguh mengatakannya. Ah-young tidak mau tahu dan meminta Ra-im menyalakan alarm. Dengan senang hati Ra-im mengeluarkan handphonenya untuk menyetel alarm. Tapi ia lalu menyadari itu adalah handphone Joo-won. Ia iseng melihat-lihat foto di handphone Joo-won dan menemukan foto dirinya (yang difoto Joo-won dari loker sekolah laga). Ra-im teringat pada pelukan Joo-won yang hangat.
Joo-won mengunjungi Oska. Oska sedang tidak ingin bercanda. Joo-won mengatakan ia baru saja dari tempat yang jauh bahkan Oska pun tak dapat membayangkannya. “Apa kau mabuk?” sindir Oska. “Mungkin kau tidak menyadarinya, tapi waktu itu, itu bukan aku.”
“Apa kau makan obat-obatan?”
“Aku menyimpulkan aku cukup ramah padamu akhir-akhir ini, tapi itu tidak tulus jadi lupakan saja semua itu.”
Oska menegaskan dia sedang tidak ingin main-main dan menyuruh Joo-won pergi. Joo-won menanyakan tentang kebocoran lagu itu. Oska mengatakan ia tidak bisa menahan kebocoran di internet. Lalu ada sms masuk ke HP Oska dari Ra-im yang isinya membangkitkan semangat Oska dan menyuruhnya jangan menyerah. Oska bingung dari mana Ra-im mengetahui nomor handphonenya. Ia membalas pesannya, menyuruhnya jangan khawatir dan terima kasih. Sms itu malah masuk ke handphone Ra-Im yang dipegang Joo-won.
Bagian ini aku ngga terlalu ngerti, kalau Ra-im meng-sms Oska dengan HP Joo-won dan Oska membalas pesannya, balasannya akan masuk ke HP Joo-won (yang dipegang Ra-im) kan? Oska sepertinya juga tidak mengetahui nomor Ra-im.
Joo-won mengatakan sms tadi itu pasti dari Ra-im. “Kupikir kau aneh, apa kau mendapat telepati?” tanya Oska.
“Aku dapat mengetahui pikiran wanita.” Ha! “Tapi aku penasaran akan suatu hal, mengapa fans mu mengenakan kaus kaki dengan wajahmu di atasnya? Apa kau suka wajahmu berada di atas kaus kaki yang bau?” tanya Joo-won.
“Kenapa? Apa Ra-im mengenakan kaus kakiku?” ejek Oska. Joo-won langsung membantahnya, dan mengatakan ketertarikan Ra-im pada Oska tidaklah serius.
Oska bertanya mengapa Joo-won tidak mengenakan jaket bling-blingnya lagi akhir-akhir ini. Joo-won mengatakan jangan menyebutkan apapun tentang jaket itu lagi, aku akan berganti merk, yang belum pernah diluncurkan di Korea. Oska mengingatkan Joo-won untuk menelepon Ji-hyeon karena akhir-akhir ini ia bersikap sangat aneh.
Keesokan paginya Oska menemui manager Choi di kantor sedang memberi keterangan pada media yang terus menerus menelepon. Berita tentang Oska menjadi headline di surat kabar. Oska mencabut semua kabel telepon dan menutup handphone manager Choi. Sambil tersenyum pahit ia berkata baru kali ini ia menjadi topik pencarian utama di mana-mana. Manager Choi bertanya mengenai Seul, mengapa ia melakukan hal ini pada Oska. Oska juga tidak tahu. Asistennya bertanya bagaimana dengan acara tanda tangan yang akan diadakan. Manager Choi mengatakan tentu saja harus tetap dijalankan, bila tidak, akan terlihat kita mengakui bahwa kita bersalah.
Para pegawai di LOEL membicarakan tentang “presdir” mereka yang menghajar pelanggan. Mereka menganggap presdir mereka sangat keren. Ah-young yang mendengar itu tetap mengira bahwa Joo-won mempunyai perasaan khusus padanya, bahwa Joo-won berubah karena cinta. Seorang pegawai datang dan mengabarkan presdir telah tiba. Semua dengan gembira menyambutnya.
Tentu saja kali ini joo-won kembali naik escalator. Ah-young mencoba memberi isyarat dengan matanya dan tersenyum pada Joo-won. Sekretaris Kim yang membalasnya. Ah-young kecewa.
Demikian juga dengan Direktur Park yang dikejutkan kembali dengan berita Joo-won menggunakan escalator, juga Joo-won tidak memberi salam pada satupun pegawai. Direktur Park bingung dengan sikap Joo-won yang terus berubah dan bertanya ada apa di baliknya. Asistennya menjawab mungkin ini sebuah permainan mental bagi kita. Lalu memberitahunya Joo-won meminta semua direktur rapat.
Joo-won memasuki ruang kantornya dengan senang, lalu ia menatap tajam Sekretaris Kim. Sekretaris Kim takut, dan bertanya ada apa. Joo-won menyindirnya apakah kau lelah aku mengandalkanmu setiap saat. Lalu mengatakan ia berencana memecat Ah-young, yang langsung diprotes Sekretaris Kim. Kenapa? Bukankan kalian tidak berkencan? Kalian hanya bertemu sekali-dua kali. Sekretaris Kim bingung harus menjawab bagaimana. Tapi Joo-won tidak melanjutkan lebih jauh dan meminta dokumen untuk ditandatangani.
Sekretaris Kim mengatakan bukankah semua sudah ditandatangani kemarin. Joo-won terkejut melihat tanda tangannya yang berhias bentuk hati pada semua dokumen. “Mengapa kau tidak mencegahku?! Apa susahnya? Ini hati! Hati!” serunya pada Sekretaris Kim. ‘Aku juga terkejut, kukira kau sedang mencoba tanda tangan baru yang cantik.” Hihi..
Saat rapat, Joo-won menolak proposal acara Natal yang diajukan oleh Direktur Park. Direktur Park mengatakan bukankah sudah ditandatangani. Itulah sebabnya aku meminta dengan sopan, kata Joo-won tenang. Joo-won tidak setuju membagikan hadiah pada pasangan yang menang saat salju turun. Sebaliknya ia akan memberi hadiah rumah bagus pada seorang single jika hujan turun.
Lalu ia bertanya besar mana kemungkinan turun salju atau hujan saat Natal. Salju, jawab Direktur Park. Itulah sebabnya semakin kecil kemungkinannya, orang semakin ingin berpartisipasi karena hadiah yang dberikan pun lebih besar, kata Joo-won. Ia menyuruh Direktur Park memperbaiki proposalnya. Direktur Park tidak dapat membantah.
Oska akhirnya menemukan Seul di kantornya. Seul bertanya ada apa ia kemari. Oska mengatakan kebocoran lagu itu berasal dari kantor Seul. Apa kau mencurigaiku, tanya Seul. Oska menuduhnya membocorkan lagu itu dan bertanya mengapa Seul melakukannya, apakah karena Oska mengacaukan pembuatan MV. Atau apakah karena Oska tidak tertarik lagi pada Seul hingga ia mencoba menarik perhatiannya.
Seul terluka mendengarnya, kau ke sini bukan untuk mengkonfirmasi tapi kau percaya itu adalah perbuatanku, tapi aku tidak akan serendah itu. Tidak, sembur Oska, kau dapat melakukan segalanya, kau dapat mengkhianatiku dan pergi ke luar negeri dengan pria yang sangat kubenci. Kau bisa menikahi sepupuku untuk membuatku marah, kau orang seperti itu. Kau melakukan hal seperti ini bukankah terlalu mudah?
Seul menahan air matanya, jika kau menganggapku seperti itu, aku berterima kasih, tuntut saja aku, tidak ada lagi yang bisa kukatakan. Tuntut saja aku, apapun yang kukatakan kau tidak mempercayaiku, sebelumnya juga seperti itu, daripada kata-kataku kau lebih mempercayai kata-kata orang lain.
Oska tidak mengubah pendiriannya, ia bahkan mengatakan pada Seul agar mereka tidak bertemu lagi. Oska meninggalkan kantor Seul. Seorang pegawai Seul melihat semua itu dan panik. Ternyata seorang pegawai Seul tidak sengaja meng-upload lagu Oska ke internet. Mereka memutuskan untuk tidak mengatakan apapun karena mereka takut. Seul menangis sedih di kantornya.
Ra-im dengan ceria datang ke sekolah dan dengan senang menyapa teman-temannya. “Ada apa denganmu?” tanya mereka heran. “Apa kalian baik-baik saja? Aku benar-benar merindukan kalian.” kata Ra-im. “Apa kami melakukan hal yang salah padamu?” “Tidak seperti itu, aku tahu kalian khawatir padaku, sekarang kalian tidak perlu mengkhawatirkanku lagi. Aku sudah tidak apa-apa. Sekarang aku mau menemui sutradara.” Ra-im berlalu dengan senang. Rekan-rekannya bingung, mengapa ia tiba-tiba berubah ceria setelah beberapa hari terakhir murung. Jangan-jangan dia menderita bipolar (kepribadian ganda).
Jong-soo mengingat perkataan [Ra-im] tentang perasaannya yang telah tertangkap basah dan permintaan [Ra-im] agar tidak mengakuinya sampai mati. Ra-im menghampirinya dengan gembira dan menggenggam tangan Jong-soo, “Aku kembali, sutradara, aku telah kembali.”
“Kau kembali?” tanya Jong-soo. Ra-im melepaskan genggamannya.
“Agak sulit menjelaskan semuanya tapi yang penting aku tidak akan bersikap aneh lagi. Mulai sekarang, aku tidak akan bersikap aneh lagi. Beberapa waktu ini, maafkan aku. Aku telah melihat scenario yang kauberikan tapi semuanya dalam bahasa Inggris. Kurasa aku memerlukan banyak bantuanmu. “
“Apa maksudmu? Aku cukup terkejut karena kau ternyata lebih baik dari dugaanku,” sahut Jong-soo. Joo-wonim pernah mengucapkan salah satu adegan dalam bahasa Inggris yang cukup lancar.
“Aku? Ah, anggap saja pada saat itu aku sedang tidak waras. Setelah selesai menginterpretasi scenario, aku akan mencoba demo laganya. Tolong periksa aku setelah aku selesai. Permisi, aku mau berlatih dulu.” Ra-im berbalik pergi.
Tapi ia teringat sesuatu, ia berbalik kembali dan membungkuk hormat pada Jong-soo. “Aku berterimakasih.” “Untuk apa?” tanya Jong-soo. “Untuk mendaftarkanku pada acara departemen store.” Jong-soo terdiam tak dapat berkata apapun. Ra-im tersenyum lalu pergi.
Ibu Joo-won menerima laporan dari sekretarisnya tentang Joo-won. Ia melaporkan Joo-won bekerja seperti biasanya dari rumah. Ibu Joo-won lega. Tapi ia terkejut melihat foto-foto [Ra-im] yang sedang berbelanja. Sekretarisnya melaporkan setelah [Ra-im] menerima uang dari ibu Joo-won, ia langsung membelanjakannya. Ibu Joo-won kesal tapi bingung juga karena selera Ra-im bagus dalam berbelanja. Ibu Joo-won memerintahkan sekretarisnya menyelidiki latar belakang Ra-im.
Ra-im berlatih keras dengan teman-temannya. Ia ingin mengembalikan kelenturan dan kekuatan tubuhnya setelah jarang berlatih. Temannya mengatakan mengapa Ra-im membuat mereka bingung. Ia bertanya apakah Ra-im dicampakkan oleh pria kaya hingga mau kembali bekerja sebagai stunt kembali. “Kau bilang kau tidak akan melakukan pekerjaan ini lagi, pekerjaan ini hanya untuk orang bodoh hingga harus menggunakan tubuhnya. Jadi apa kau menjadi bodoh kembali?”
Ra-im sangat kesal mendengarnya, “Kau membiarkanku mengatakan hal-hal itu? Seharusnya kau membunuhku.” “Dapatkah aku membunuhmu sekarang?” “Sekarang sudah terlambat, ayo latihan!”
Jong-soo melihat keseriusan Ra-im berlatih dan merasa senang. Seorang waita masuk dan menghampirinya. Jong-soo bertanya untuk apa ia kemari. Hee-won berkata ia datang bukan untuk belajar. Jong-soo bertanya apa ia seorang aktris. “Ah, aku tidak terlalu cantik walau aku sering mendengarnya.” Hee-won tersipu. Hee-won mencari Ra-im. Jong-soo bertanya, “Ada apa dengan Gil Ra-im?”
Belum sempat Hee-won menjawab, sebilah pedang terbang ke arah mereka. Jong-soo spontan menekan kepala Hee-won agar tidak terkena pedang hingga Hee-won jatuh terduduk di lantai. Lalu ia dengan marah bertanya siapa yang ceroboh seperti itu. Bukannya berterima kasih Hee-won malah memprotes cara Jong-soo menolongnya. “Pada situasi seperti ini, ketika seorang pria menolong seorang wanita seharusnya ia menarik wanita itu ke arahnya atau terluka melindunginya atau ia terbang lalu menangkapnya. Bukankah seharusnya seperti itu. Bagaimana bisa kau mendorong kepala seorang wanita hingga ia jatuh ke lantai?” Ra-im tersenyum geli mendengarnya.
“Itu sangat cepat jadi apa yang harus kulakukan.” kata Jong-soo, “Jika kau terkena, kau bisa patah tulang.” Hee-won mendelik kesal.
“Aku minta maaf.” kata teman Ra-im, “Sutradara kami tidak punya kesadaran seperti itu. Aku Hwang Jeong-hwan.”
“Kita pernah bertemu bukan?” tanya Ra-im pada Hee-won.
Hee-won malah tidak mengenalinya, “Benarkah? Apa kau kuliah di New York?”
“Apa? Tidak,” jawab Ra-im bingung.
“Lalu di mana? Ah aku ingat! Di pinggir jalan Shin Sa Dong! Aku Kim Hee-won, adik Joo-won.”
Hee-won ingin bicara dengan Ra-im berdua, tapi sebelumnya ia bertanya pada Jong-soo apakah Jong-soo sudah menikah. ‘AAhhh….” Teman-teman Ra-im menggoda mereka.
Hee-won bertanya segala sesuatu tentang Jong-soo pada Ra-im, golongan darahnya, zodiaknya, pekerjaannya. Ra-im bertanya apakah Hee-won ingin menemuinya karena ingin menanyakan itu semua. Hee-won baru ingat tujuannya menemui Ra-im. Ia penasaran dan ingin memperingatkan sesuatu. Ia tanya apa hubungan antara Ra-im dan Joo-won dan Oska. Ra-im menjawab ia tidak punya hubungan apapun dengan keduanya.
Hee-won bertanya jika kau tidak punya apapun dengan kakakku kenapa kau mengambil uang dari ibuku. “Uang?” Ra-im terkejut. “Kudengar kau bertemu ibuku. Ia memberimu seamplop uang dan kau menghabiskannya dalam sehari.” Ra-im tercengang dan marah mendengarnya, “Jadi maksudmu aku menerima sebuah amplop? Aku minta maaf, tapi berapa banyak uang yang kuterima?”
“Kau tidak melihat jumlahnya dan langsung membelanjakannya? Kau keren sekali,” kata Hee-won tertawa. Lalu ia memberitahu Ra-im ibunya sedang mengecek latar belakang Ra-im jadi ia datang untuk memberitahunya. “Mengapa kau memberitahuku?” tanya Ra-im. “Aku yang paling normal di antara keluargaku,” kata Hee-won, “Kakak mirip ibuku dan aku mirip ayahku.”
Tepat saat itu Joo-won menelepon Ra-im unutk menanyakan mengapa Ra-im belum juga datang membawa handphonenya. Dengan kesal Ra-im menjawab, “Iya aku pergi sekarang. Jangan kemana-mana dan tunggu di sana.”
Ra-im di kantor Joo-won. Ia menatap tajam Joo-won. Joo-won bertanya mengapa ia seperti itu. “Seharusnya yang kesal adalah aku, kau tahu penderitaanku karena kode itu? Lalu Kim Dol-chu? Apa artinya itu?” Ra-im menahan kekesalannya hingga tak sanggup bicara. “Mengapa kau melihatku seperti itu? Kau melihat-lihat handphoneku kan? Apa kau mau bertemu pengacaraku?”
“Ya, aku mau bertemu pengacaramu.” Akirnya Ra-im bersuara, “Aku benar-benar ingin bertemu dengannya dan bertemu ibumu. Aku seharusnya mengatakan padanya ‘Orang yang kauberi uang itu bukan aku’. Bagaimana menurutmu?”
“Apa kau bertemu ibuku?” tanya Joo-won tenang.
“Apa penting aku bertemu ibumu? Aku menemukan bahwa ibumu memberiku uang untuk menyingkirkanku. Tapi kau malah menerimanya.”
“Cepat atau lambat kau akan mengetahuinya. Ya, aku menerimanya. Lalu kenapa?”
Ra-im marah lalu menendang kaki Joo-won. Joo-won berteriak kesakitan dan memegangi kakinya. “Bicara! Bicara! Menurutmu untuk apa Tuhan memberi bahasa? Itu karena Tuhan ingin kita berkomunikasi satu sama lain dengan bahasa bukan dengan tubuh kita!”
“Apa kau punya otak?” tanya Ra-im, “Bagaimana bisa kau menerima uang itu! Hanya karena aku tidak punya apapun bukan berarti aku tidak punya harga diri! Jika aku menerimanya, maka aku jadi apa? Bagaimana bisa kau menerima uang itu?! Apa kau sungguh menganggap rendah diriku hingga menerima uang itu?”
“Tentu saja aku harus menerimanya,” sahut Joo-won, “ dibandingkan dengan berkata’aku tidak bisa menerima uang ini’, lebih mudah berkata ‘uang ini terlalu sedikit, berikan lebih banyak’. Itu akan membuatnya tak bisa bicara.” Ra-im tak percaya Joo-won mengatakan itu.
“Aku melakukannya untuk mengalahkan ibuku. Agar ibuku tidak menganggapmu wanita yang patut diperlakukan seperti itu. Aku lega aku yang harus menemuinya. Jika kau yang ke sana, kau hanya akan mengatakan ‘aku minta maaf’ ratusan kali lalu pergi. Kau pikir ibuku akan menghargai sikapmu bila tidak mengambil uang itu? Tidak akan, baik kau menerima atau tidak uang itu hasilnya tetap sama. Kita akan terus saling bertemu.”
“Berdasarkan apa?”
“Karena aku baru saja mengatakan demikian.” Joo-won menatap Ra-im dalam-dalam.
“Sepertinya kau salah paham, tapi aku tidak mau melihat wajahmu lagi. Aku tidak tahu berapa banyak uang yang kaumiliki tapi pastikan kaukatakan pada ibumu bahwa aku minta maaf. “ Ra-im melempar handphone Joo-won ke sofa, “dan juga, pastikan kaukatakan padanya kita tidak punya hubungan apa-apa dan jangan khawatir.”
“Mengapa kita tidak memiliki hubungan apapun?” tanya Joo-won, “ada sesuatu di antara kita.”
“Ah, ya ada. Hubungan yang kau suka, The Little Mermaid. Kau menyuruhku memikirkannya jadi aku sudah melakukannya. Tapi aku tidak sama….kau tahu kenapa?.... Karena putri duyung itu mencintai pangeran.”
Joo-won terhenyak mendengarnya. Ia tidak dapat berkata-kata lagi. Ra-im meninggalkan kantor Joo-won dan masuk ke dalam lift. Joo-won mengejarnya dan membuka kembali pintu lift tapi ia tidak bisa masuk ke dalam lift itu (karena klaustrophobianya). Ia menyuruh Ra-im keluar dari lift dan Ra-im menutup pintu lift. Joo-won turun melalui tangga darurat. Ia mencarinya namun tidak menemukannya.
Di rumah Ra-im memberekan semua barang barang yang dibeli Joo-won dan memasukkan dalam dus. Ah-young bertanya apa Ra-im benar-benar akan mengembalikannya. Apa kau bertengkar dengan presdir? Iya, anggap saja begitu. Ra-im juga mengembalikan semua pakaian yang dibeli Joo-won. Ah-young bertanya apa karena dirinya. Ra-im bingung, apa maksud perkataan Ah-young. Ah-young tidak tahu bagaimana mengatakannya.
Joo-won pulang ke rumah dengan kesal. Ia lalu melihat peta rumah yang dibuat Ra-im. Rumah Oska diberi gambar hati sedangkan rumah Joo-won diberi gambar tengkorak hehe..Joo-won merobeknya dengan kesal.
Oska marah karena Manager Choi melanjutkan jadwal Oska. Oska tidak mau tampil di mana-mana. Manager bilang kita tidak bersalah jadi kita harus tunjukkan kita tidak bersalah. Oska mengatakan walau kita tidak bersalah tapi kita bodoh karena tidak tahu lagu itu hasil plagiat. Dan lagi bagaimaan ia bisa kembali tanpa lagu utama? Mereka terus berdebat. Manager Choi mnegingatkan konser Natal sebentar lagi, dan tempatnya sudah dipesan jika album dan konser gagal maka bisnis mereka akan hancur.
Akhirnya Oska mau melanjutkan kegiatannya sesuai jadwal. Para fans masih mendukungnya termasuk Ra-im yang menonton konsernya. Setelah konser, Oska melihat Ra-im dan mengundangnya minum kopi bersama. Ra-im mengucapkan selamat atas album ke-7 Oska dan mendukungnya agar terus bersemangat karena fans tetap mendukungnya. Ra-im mengatakan, fans Oska lebih memilki kesabaran dibanding fans lain. “Mengapa?” tanya Oska. “Karena skandal Oska yang begitu banyak dengan para wanita.” jawab Ra-im. “Tapi lebih baik daripada ada skandal dengan pria bukan?” kilah Oska.
Oska mengantar Ra-im pulang ke rumahnya. Tidak seperti Joo-won, Oska memuji lingkungan rumah Ra-im yang tenang dan berpemandangan indah. Ra-im berterima kasih Oska sudah mengantarnya pulang. Ra-im bertanya bagaimana hubungan Oska dengan Seul. Ra-im mengatakan setelah ditinggal Oska di jalan, Seul terus menangis sepanjang perjalanan.
“Aku tahu aku tidak patut turut campur, tapi seorang pria yang membuat seorang wanita menangis seperti itu bukanlah pria yang baik.” Oska mengakui kalau ia kekanak-kanakkan, seperti anak yang masih berusia 10 tahun. Ra-im menghiburnya, kau tidak seperti itu, biasanya anak-anak akan mengatakan dirinya sudah dewasa. Oska memuji Ra-im lebih keren dari yang ia pikirkan, Ra-im tersenyum senang mendengarnya dan mengangkat kakinya mengetuk-ngetukkannya di lantai.
“Sungguh pemandangan yang indah.” Sebuah suara mengejutkan mereka. Mereka menoleh dan melihat Joo-won sedang bersandar santai memperhatikan mereka dengan jaket barunya.
Komentar:
Mengenai lagu Oska yang bocor, aku tidak begitu mengerti. Tapi sepertinya lagu utama Oska dalam album ke-7 ternyata lagu lama yang sudah diciptakan tiga tahun lalu dan sekarang lagu itu bocor ke dunia maya. Orang-orang megira Oska menjadi plagiat lagu tersebut.
Walau Joo-won dan Ra-im sduah kembali ke tubuh masing-masing namun hubungan mereka belum ada kemajuan. Sepertinya Ra-im mulai menyukai Joo-won tapi ia tidak menyadarinya. Joo-won bergitu yakin Ra-im menyukainya hingga ia terluka saat mendengar Ra-im mengatakan ia tidak seperti putri duyung. Dalam cerita putri duyung, putri duyung sangat mencintai pangeran hingga ia bersedia lenyap menjadi gelembung demi pangerannya. Dengan begitu Ra-im menyiratkan ia tidak mencintai Joo-won.
Seul dan Oska juga tidak ada perkembangan baru, seputar kesalahpahaman antara mereka berdua. Aku sebenarnya menyukai Seul yang diam-diam membantu Oska tapi Oska malah menuduhnya.
Perkembangan menarik dalam episode ini adalah Ny. Park dan Hee-won. Ada harapan buat Jong-soo mendapat wanitanya hehe…dan kuharap Ny. Park menjadi salah satu penolong dalam hubungan Ra-im dan Joo-won nantinya.
Pictures Credit to: dramabeans.com