Joo-won berbicara pada ibunya: “Jika aku mengatakan aku tidak bisa hidup tanpa wanita ini, maka kau dapat ikut campur, kau berhak melakukan hal seperti ini. Tapi ini untuk sementara. Dapatkah kau bersabar untuk sementara waktu?”
“Apa itu benar?” tanya ibu Joo-won.
“Pernahkah kau mendengarku berbohong?” sahut Joo-won. Ra-im memandang Joo-won yang telah melukai hatinya.
“Sekeras apapun aku mengejarnya, dia seseorang yang yang pada akhirnya akan kuputuskan. Jadi berhentilah mencarinya dan menyuruhnya pergi, karena itu hanya akan membuatmu salah paham dan malu. Suatu saat nanti, bahkan jika aku mengatakan ‘ibu, jika bukan dengan wanita itu, kurasa aku akan mati’…tolong jangan menyetujuinya.” kata Joo-won tenang.
“Apa?” ibu Joo-won bingung.
“Jika wanita ini mengubah pikirannya dan bersedia menikah denganku, tolong jangan setujui pernikahan itu. Jangan setujui sampai akhir dan pisahkan aku darinya. Mengerti?”
“Tunggu! Jangan menyetujuinya dan malah menentangnya? Memanipulasi dan menusuk dari belakang yang paling bisa kulakukan? Kau ingin aku melakukannya?” tanya ibu Joo-won.
“Iya.”
“Begitukah, apa kau berpikiran sama dengannya?” tanya ibu Joo-won pada Ra-im.
Ra-im menjawab,” maafkan aku, kurasa anakmu salah paham. Bagi anakmu, aku mungkin hanya seorang wanita yang dapat dia temui dalam waktu singkat. Tapi bagiku, ia seseorang yang tidak dapat kutemui bahkan dalam waktu singkat.”
Kali ini Joo-won yang terhenyak dan ibu Joo-won berseru kaget, “Apa?!”
“Aku mencoba berteriak, memukul, dan melemparnya tapi karena ketertarikannya cukup intens, semakin aku melakukannya, menurutnya aku semakin cantik.”
Ibu Joo-won marah karena Ra-im berani melempar anaknya.
“Kudengar kau menyewa orang untuk mengikutiku, tapi kurasa kau harus menyewa seseorang untuk mengikutinya, bukan aku. Jika kau dapat mengawasi dia tiap menit dan memastikan dia tidak mendekatiku, aku akan berterima kasih.”
Ibu Joo-won tak bisa berkata-kata saking terkejutnya. Ra-im pun mohon diri.
“Kau mau ke mana?” hardik ibu Joo-won, “orang tua sedang bicara denganmu sekarang.”
Ibu Joo-won melemparkan sekeranjang jeruk pemberian Ra-im hingga berhamburan. “Bawa ini kembali!” Ra-im kaget.
“Jika kau tidak bisa menyamai standar kami, maka datanglah dengan tangan kosong! Apa kau pikir kami orang miskin! Jika kau memberi ini pada kami, lalu kami menjadi apa? Membeli barang murah ini di jalan dan membawanya kemari, apa kau tidak tahu tempat apa ini?”
Ra-im menahan perasaannya. Ia berdiri membisu menahan air matanya.
“ini…apa kau membelinya?” tanya Joo-won.
“Apa kau pikir aku yang membelinya?” potong ibu Joo-won,” Ini adalah mimpi burukmu. Apa kau pikir aku membesarkanmu seperti ini? Untuk tertarik padanya? Ikuti aku!” Ibu Joo-won meninggalkan ruangan itu.
Joo-won mengajak Ra-im pergi tapi Ra-im menepiskan tangannya. Ra-im mulai memunguti jeruk-jeruk itu.
“Kubilang biarkan.” Joo-won mencoba mengajaknya.
“Jangan sentuh aku.” sahut Ra-im tajam.
“Lalu mengapa kau membelinya?” seru Joo-won kesal, “Apa ada orang?” Dia memanggil pelayan untuk membereskan jeruk-jeruk itu. Lalu ia menarik Ra-im pergi.
“Lepaskan! Aku akan membawanya, lepaskan !” Ra-im berusaha melepaskan pegangan Joo-won, bahkan memukulinya. “Lepaskan!!”
Joo-won memegang kedua lengan Ra-im, “Ini adalah rumahku, kau bisa memukulku di luar.”
Ra-im melepaskan tangan Joo-won dan bergegas pergi. Joo-won ingin mengantarnya. Tapi Ra-im terlalu sakit hati, “Kau brengsek!”
“Kubilang ini rumahku!”
“Lalu kenapa bila ini rumahmu?! Apa kau sedang memamerkan kau punya rumah bagus? Seperti yang kau katakan, kau memang brengsek! Apa? Sementara? Jika kau bilang sementara apa aku otomatis menjadi sementara? Apa aku begitu menyedihkan di matamu? Dengar baik-baik, aku benci bersamamu walau hanya semenit atau sedetik. Kuperingatkan kau, jangan pernah menyentuhku lagi. Mengerti?!”
Ra-im berbalik pergi dan berjalan pulang. Joo-won bukan Joo-won kalau melepaskannya begitu saja. Ia mengikuti Ra-im dari belakang lalu meminta Ra-im naik ke mobilnya. Ra-im mengacuhkannya. Joo-won mengatakan sulit mendapatkan bus dari sana, akan lama sekali kalau berjalan.
Ra-im menatap Joo-won, “Baik, tapi aku yang mengemudi. Berikan aku kuncinya.” Joo-won memberikannya.
Ra-im naik ke kusi pengemudi. Joo-won mengikutinya. Namun begitu Joo-won hendak membuka pintu, Ra-im menjalankan mobilnya beberapa meter lalu berhenti. Joo-won terpaksa mengejarnya dan begitu ia sudah tiba dan hendak membuka pintu mobilnya, kembali Ra-im menjalankan mobil. Begitu berulang-ulang sampai terakhir Joo-won harus berlari-lari mengejar Ra-im sambil berteriak-teriak agar Ra-im menghentikan mobil. (Kenapa larinya juga keren yaaa ^^)
Ra-im turun dari mobil tiba-tiba hingga Joo-won hampir menabraknya. “Apa yang kau lakukan!” seru Joo-won. “Kenapa?’ sahut Ra-im dingin,” aku tidak boleh bermain-main dengan anak orang kaya? Bagaimana rasanya? Menyenangkan? Perlukah aku melakukannya lagi? Lihat, dipermainkan juga membuatmu kesal kan? Aku selalu merasakannya setiap aku bertemu denganmu. Sampai kapan kau akan lelah melakukan semua ini? Aku sudah memintamu mengembalikan uang itu.”
“Pertama, tenang dulu. “ pinta joo-won.
“Diam. Apa kau merendahkan apa yang baru kukatakan tadi? Semakin aku memikirkannya semakin aku ingin membunuhmu. Tapi aku lebih marah pada diriku sendiri, untuk tertarik padamu walau sedetik. Jadi diamlah, apa kaupikir wanita yang hanya layak ditemui beberapa hari saja tidak memiliki harga diri? Ketika aku mengunjungi rumah seseorang, ayahku mengajariku agar aku tidak datang dengan tangan kosong. Tapi, bagaimana bisa kau menertawakan hal itu? Sehebat apa keluargamu hingga kau merendahkan hal-hal seperti itu?”
“Ibuku tetap akan membencinya walaupun bukan (jeruk) itu. Apa yang ibuku benci bukan apa yang kaubawa tapi kau.”
“Aku tahu, itu sebabnya aku juga membenci ibumu.”
“Bagus, itu adil. Aku mengerti rasa frustasimu, aku juga merasa demikian. Tapi walau kau marah, apa kau tidak bisa mengerti diriku? Mungkin kau ingin aku berpihak padamu dalam situasi seperti itu. Jika kau berpikir demikian ,kau hidup dalam dunia fantasi. Bagaimana bisa aku berpihak padamu hanya agar terlihat keren untuk sementara. Apa kau tahu hal itu malah akan membuat ibuku semakin marah? Aku melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan. Bukankah kau seharusnya bersabar? Apakah kau tahu bahkan jika kau ingin mengencaniku setidaknya kau harus bertahan. Itu bukan sesuatu yang kau tidak tahu. Apakah aku salah?”
“Tidak, kau tidak salah. Kau benar. Kata-katamu selalu benar. Tapi melihat semua yang kaukatakan itu benar, membuat semuanya sangat menyakitkan. “ Ra-im berjuang menahan air matanya.
“Jika kau sedih, aku minta maaf.” kata Joo-won.
“Jangan minta maaf. Kau tidak menyesal sama sekali.” Joo-won tidak bisa mengatakan apa-apa lagi dan membiarkan Ra-im pergi.
Ra-im beristirahat di sebuah kafe, mengingat saat ia bersama Joo-won. Hot sit-up, pelukan hangatnya, cappuccino kiss. Ra-im menarik nafas…….dan jreng….dia datang lagi. Joo-won menghampirinya dan duduk di hadapannya. Ia meminum cappucino Ra-im, sengaja menyisakan krim di bibirnya. Ra-im sesaat terpana melihatnya, dan terlihat ingin tertawa.
“Aku melakukannya untuk membuatmu tertawa…” kata Joo-won kecewa lalu mengelap bibirnya dengan tissue.
“Tadi kau mengatakan kau sedikit tertarik pada pria sepertiku, apa itu benar?”
Ra-im tidak menjawab.
“Kau tertarik, tapi kau berpura-pura tidak seperti itu?”
“Dalam dunia ini, ada beberapa hal yang membuatmu lebih bahagia jika kau tidak tahu. Tapi, kurasa, bagiku kau salah satunya. Carilah wanita yang mengesankan agar ibumu tidak kecewa.” Ra-im mengatakan ia akan lebih bahagia jika ia tidak mengenal Joo-won. Lalu Ra-im pergi.
Joo-won pulang ke rumah membawa sekeranjang jeruk yang dibawa Ra-im. Ia memikirkan kata-kata Ra-im yang menyuruhnya mencari wanita lain. Oska meneleponnya dan menanyakan apa Joo-won masih di Pyeongchamdong (kediaman keluarga Joo-won). Joo-won menjawab ia sudah di rumah.
Oska bertanya tentang Ra-im. “Mendengar suaramu yang tertekan pasti terjadi sesuatu bukan? Apa yang bibi katakan? Ambil uang dan pergi? “ tanya Oska.
“Dia sudah pernah melakukannya.” Jawab Joo-won.
“Dia sudah melakukannya dan masih ingin bertemu kalian? Apa Ra-im menangis?”
“Dia tidak menangis di hadapanku tapi dia mungkin menangis saat dia pergi.”
“Menangis saat dia pergi? Apa kau membiarkannya sendirian?”
“Jika aku menahannya, apa dia bukan tipe yang ingin pergi sendirian?”
“Kau tetap harus mengantarnya pulang, kepribadian bibi pasti membuatnya tercabik-cabik. Dia mungkin pergi dengan penuh lubang di hatinya. Bagaimana bisa kau membiarkannya sendirian?”
“Bukan ibu yang melakukannya tapi aku.” sahut Joo-won. Lalu Joo-won mengatakan pada Oska seharusnya Oska tidak meneleponnya bahwa Ra-im dipanggil ibunya.
“Lalu apa aku harus membiarkan Ra-im dibantai oleh bibi? Apa kau tahu aku tidak bisa tinggal diam melihat ketidakadilan pada orang yang lemah? Apa yang membuatmu sangat tertekan?”
“Hyung (kakak laki-laki, panggilan Joo-won pada Oska), aku punya kepercayaan diri. Kepercayaan diri untuk tidak jatuh cinta padanya. Karena dia wanita yang tidak memiliki apa-apa aku percaya diri tidak akan merasakan apapun padanya. Tapi mengapa tidak berjalan sesuai rencanaku?”
“Ah dasar gila, kau bisa merencanakan hal-hal yang lainnya. Apa perasaan seseorang merupakan sejenis mesin otomatis? Seperti kau bisa mengambil soda hanya karena kau menginginkannya? Istirahatlah, sampai nanti.” Oska menutup teleponnya.
Oska mengatakan bahwa perasaan manusia bukan sesuatu yang dpat direncanakan. Tidak seperti mesin minuman otomatis, jika kita menekan tombol soda maka akan keluar soda.
Oska memikirkan hal itu sejenak lalu protes pada penata rambutnya, “Aku melihat fansku seorang ahjumma berusia 40 tahunan memiliki gaya rambut yang persis sama sepertiku. Bagaimana menurutmu?”
Penata rambut itu berpikir sejenak lalu menjawab pasti dia juga datang ke salon kami. Oska menegurnya dengan mengatakan ia tidak berharap terlihat sebagai seorang idola, tapi sebagai manusia, bukankah menurutmu satu masalah jika aku terlihat seperti ahjumma berusia 40 tahunan. Penata rambut itu cepat-cepat mengangguk. ‘Gaya rambut itu terlihat lebih baik padaku!” sembur Oska.
Asisten Oska menemukan sesuatu di internet dan memberitahukannya pada Oska. Sebuah artikel mengenai penulis asli lagu Oska. Ini adalah seseorang yang kita kenal…
Oska melihatnya dan sangat terkejut mengetahui Tae-sun adalah pencipta asli lagunya. Ia langsung menelepon Tae-sun dan menyuruhnya tetap di tempat lalu ia bangkit berdiri dan bergegas keluar salon, dengan rol rambut masih di kepalanya hehehe…
Oska menemui Sun. “Apakah tidak ada yang mau katakan padaku?” tanya Oska. “Tidak.” Jawab Sun singkat. “Tidak? Apa kau mau mati?” Tapi Oska buru-buru merendahkan suaranya menyadari ia ada di tempat umum.
“Kau harusnya mengatakan bahwa kaulah penulis lagu itu jika memang demikian!” tegur Oska.
“Mengapa kau protes akan kebodohanmu sendiri? Aku sudah memberimu kesempatan. Dua kali.”
“Kapan kau melakukannya?” Lalu Oska ingat kejadian di Bandara ketika Sun menyerahkan mp3 player miliknya dan mengatakan ia memasukkan satu lagu untuk ia dengarkan, juga ketika ia Sun menyuruh Oska mencari pencipta lagunya saat Oska terkena masalah. “Hei, bagaimana aku bisa mengetahuinya? Aku bertaruh kau pasti senang melihatku membodohi diriku sendiri.”
“Aku terkesan.” kata Sun. “Apa?”
Sun menegakkan tubuhnya dan berkata,” aku tahu kau akan datang dan menemukanku.”
“Kenapa?”tanya Oska mulai gugup. Sun maju dan berkata,” Bukankah ada sesuatu yang mau kaukatakan padaku?”
Oska mundur, “ka….katakan apa?” ia tidak berani menatap Sun.
Sun mengatakan Oska tidak punya kesadaran untuk meminta maaf padanya setelah menuduh seenaknya bahwa dialah yang membocorkan lagu tersebut. Sun mengatakan Oska tidak peduli mengetahui siapa pencipta dan lagunya , tidak punya tata krama.
Tentu saja Oska tidak terima, aku juga korban, aku tidak dapat mengeluarkan album ke-7nya dan imagenya sudah tercemar. Apa lagi yang harus kulakukan. Aku sudah menerima permintaan maaf dari produser lagu tersebut.
Sun kesal karena Oska tidak mau meminta maaf. Seul lalu datang dan menyapa mereka. Sun bertanya apakah mereka berdua saling kenal. Oska terkejut Sun mengenal Seul dan bertanya bagaimana mereka bertemu. Seul menjawab ia mengenal Oska dengan baik, sebuah hubungan di mana aku mengetahui hal-hal yang seharusnya tidak kuketahui.
Seul tidak mau melihat Oska dan menyuruhnya pergi bila urusannya telah selesai. Oska bertanya ada urusan apa di antara Sun dan Seul. Sun mengacuhkannya dan bertanya apakah ahjumma (Seul) yang membuat artikel di internet. Seul mengiyakan dan berseloroh memanggilnya ahjumma itu terlalu berlebihan.
Seul menyerahkan kontrak untuk dipertimbangkan oleh Sun. Seul bertanya apakah Sun sudah mempertimbangkannya. Ya, jawab Sun, aku memutuskan untuk menandatangani kontrak denganmu. Tentu saja membuat Oska terkejut, kau menolakku dan kau menerimanya?
Sun menjawab setidaknya ada orang yang cukup pintar untuk mencari pencipta lagu sebenarnya. Ahjumma ini melakukannya. Sudah kukatakan aku bukan ahjumma (tante) protes Seul. Oska mengatakan Sun sudah berjanji dengannya. Kapan aku berjanji, sahut Sun, aku tidak pernah berjanji apapun karena aku terlalu sering ditipu. Lalu ia mengambil kontrak itu dan meninggalkan Oska dan Seul berdua.
Oska menuduh Seul melakukan ini karena tahu Oska punya rencana terhadap Sun. Benarkah? Kita memiliki pandangan yang sama mengenai musisi, sahut Seul. “Bagaimana ini, karena aku yang membocorkan lagu tersebut, kau pasti marah, “sindir Seul. “Benarkah itu kau?” tanya Oska.
Seul menatapnya tajam, “Jika kau mengatakan itu aku, mungkin memang aku.”
Oska mengatakan agar Seul jangan menghindari situasi, jika bukan kau, siapa lagi yang akan merusak produksinya. Kau seharusnya menunjukkan sisi menakutkan dirimu sejak dulu, lanjut Oska, jika aku tahu kau gadis seperti ini, aku akan merasa lebih baik. Kau adalah duri dalam hidupku. Oska meninggalkan Seul sendiri. Seul tersenyum getir mendengar semua tuduhan Oska padanya.
Di luar, Oska mendapat telepon dari ibunya. Ia bersikap seceria mungkin. Ibunya menanyakan kabarnya, mengapa akhir-akhir ini tidak ada berita skandal apa kau memiliki standar moral baru. Oska tertawa mendengarnya. Ibunya mengatakan ingin segera punya menantu, tidak adakah yang dapat diperkenalkan padanya. Oska menjawab tidak ada.
Ia memandang Seul yang baru keluar. Ketika Seul berjalan melewatinya, ia berkata, ”gadis yang baik dan menyenangkan, aku akan mencarinya.” Seul mendengar itu dan tertegun sejenak.
Ibu Seul mengunjungi kantor Direktur Park. Ia menyatakan kantor Joo-won jauh lebih bagus. Direktur Park mengatakan karena Joo-won adalah presdir. Ibu Oska mengatakan ia bisa membantu Direktur Park menjadi presdir jika Direktur Park mengangkat Woo-youngnya menjadi wakil. Ia mengatakan tidak selamanya Oska menyanyi dan menari. Lalu ia bertanya di antara Joo-won dan Oska mana yang lebih sulit dihadapi. Direktur Park menjawab, karena Oska memiliki banyak fans, tentunya akan lebih sulit dihadapi. Ibu Oska membenarkan, dan mengatakan negara ini akan kehilangan besar jika Oska mulai bekerja di LOEL, tapi apa boleh buat karena ia bertambah tua. Ibu Oska menanyakan keputusan Direktur Park. Direktur Park mengatakan ia lebih dekat dengan Woo-young daripada dengan Joo-won karena ia yang memotretnya saat wisuda. Ibu Oska senang Direktur Park akan membantu rencananya memperkerjakan Oska di LOEL. (Ibu Oska ini aksennya aneh, seperti lagi baca puisi)
Joo-won mondar mandir di rumahnya, ia memegang buku Alice in Wonderland. Di rumahnya Ra-im sedang membaca buku yang sama.
Joo-won: Alice bertanya, dapatkah kau menunjukkan jalan yang harus kutempuh?
Ra-im: Kucing Chesire menjawab, apa kau mau pergi ke mana aku mau pergi?
Oska menyanyi untuk mengusir kegundahan hatinya. Seul melihat semua poster yang ia bawa bila ia ingin berbicara dengan Oska ketika dulu mereka berkencan. Dan ia menangis. Jong-soo melihat rekaman audisi Ra-im dan tersenyum melihatnya.
Joo-won: Tidak peduli ke mana…
Ra-im: Kalau begitu berartikah jalan mana yang kau tempuh?
Joo-won: Asalkan aku mencapai suatu tempat.
Ra-im : Jadi kau pasti akan tiba di suatu tempat, itu… jika kau berjalan cukup jauh.
Percakapan antara Alice dan kucing ini mengatakan bahwa jika kita tidak tahu ke mana harus melangkah bahkan tidak peduli ke mana tujuan kita asalkan ada akhirnya maka yang perlu dilakukan adalah teruslah melangkah,suatu saat pasti kita akan mencapai suatu akhir/tempat tujuan.
Di sekolah, Ra-im melihat foto ayahnya dan mengingat hubungan mereka yang sangat akrab ketika ayahnya masih hidup. Ayahnya membawakannya sebuah boneka kucing besar yang sampai saat ini masih disimpan Ra-im. Ra-im tersenyum melihat foto ayahnya.
Jung-hwan membawa kabar gembira bagi Ra-im. Ra-im terpilih dan termasuk di antara 40 stuntwoman terpilih untuk mengirimkan demo. Ra-im senang sekali. Ia segera menemui Jong-soo dan berterima kasih padanya. Ra-im ingin mentraktir Jong-soo dan teman-temannya minum malam ini. Tapi Jong-soo mengatakan ia sibuk malam ini. Ra-im menanyakan kapan Jong-soo ada waktu, ia akan mengundurnya. Jong-soo mengatakan besok, atau lusa ia ada rencana. Ia juga mengatakan jika Ra-im melakukan ini (mentraktirnya) karena khawatir padanya, sebaiknya jangan. Jong-soo mengatakan saat ini ia membutuhkan jarak dan waktu. Ra-im bingung dan bertanya apa yang Jong-soo bicarakan.
Jong-soo mengatakan apa yang dikatakan Ra-im (Joo-wonim) sebelumnya masuk akal. “Kupikir baik juga untuk menjaga batasan. Aku tidak tahu kau memiliki insting yang tajam. Aku tahu kesalahankulah perasaanku ketahuan, tapi tidak benar untuk membuatku merasa bersalah. Kau tidak dapat bersikap kau tidak mengetahui apa-apa, seperti tidak ada apa-apa dan mengacuhkanku begitu saja. Tidak dapatkah kau focus pada pekerjaanmu saja? Kupastikan aku tidak akan tertangkap basah lain kali.”
Ra-im menyadari pasti ini perbuatan Joo-won. Ia marah sekali.
Di rumah, Joo-won meminta pegawainya agar membiarkan sekeranjang jeruk di mejanya. Lalu ia bertanya ada ribut-ribut apa di luar. Pegawainya menjawab mereka sedang menanam pohon natal, jika mengganggu mereka akan melakukannya lain waktu. Joo-won membantu pegawai-pegawainya menghias pohon natal, memberi perintah lebih tepatnya.
Tapi itu saja cukup membuat terkejut para pegawainya. Mereka berterima kasih pada Joo-won, berkat bantuannya semua selesai lebih cepat. Dengan cuek Joo-won menjawab, itu sebabnya aku membantu. Pegawainya tidak enak hati hehe…dasar Joo-won.
Setelah ditinggal sendiri Joo-won menggantung hiasan terakhir di pohonnya. Kaus Kaki Oska, yang dikenakan Ra-im ketika mereka tertukar.
Joo-won memandangi pohon itu, membayangkan Ra-im berada di sampingnya. “Apa kau suka pohon yang dihias? Aku membencinya. Aku benci membuat perayaan ulangtahun orang lain selain ulangtahunku sendiri. Tapi, kupikir kau akan menyukainya. Kau hanya menyukai hal-hal yang kubenci. Seperti kaus kaki itu.Tapi walau kau menggantung kaus kaki itu, kau tidak akan mendapat hadiah.”
Menurut tradisi natal di luar negeri, jika kita menggantung kaus kaki, maka sinterklas (Santa Claus) akan memasukkan hadiah ke dalamnya.
“Mengapa?” tanya Ra-im imajinasi.
“Santa Claus tidak memberi hadiah pada anak-anak yang menangis. Dia pasti memiliki aturan yang ketat.”
“Kau yang membuatku menangis.”
Joo-won mengangkat bahunya, “Santa hanya mengetahui faktanya (bahwa kau menangis).”
“Brengsek.”
“Itulah mengapa…. siapa bilang kau boleh menangis.”
Pada saat itulah Ra-im asli masuk ke rumah Joo-won dan menggantikan Ra-im imajinasi. Ia menatap marah pada Joo-won. Joo-won menoleh dan terkejut. Ia menyentuh pipi Ra-im, “Kau benar-benar Gil Ra-im?”
“Apa kau sedang bercanda?” sembur Ra-im.
“Melihat mata kelincimu, sepertinya kau nyata” Joo-won tersenyum, “Mengapa kau datang tanpa pemberitahuan?”
“Mengapa kau tersenyum? Mengapa kau tersenyum setelah membodohi orang? Apa yang kaukatakan pada sutradara? Apa yang telah kaukatakan padanya menggunakan wajahku? Mengapa sutradara memintaku untuk tidak membuatnya merasa bersalah?”
“Apa kau datang hanya untuk mengatakan itu? Pada waktu seperti ini?”
“Apa kau tidak akan mengatakannya?” Seru Ra-im kesal.
“Aku sudah mengatakannya di Jeju bahwa sutradaramu menyukaimu. Jadi aku mengatakan padanya agar tidak mengakui perasaaannya padamu sampai ia mati. Mengapa? Bukankah seharusnya kau berterima kasiih padaku? Kalian berdua sepertinya tidak akan berjalan.”
“Jadi kaumengatakan kau melakukan hal yang baik? Untukmu apa hanya ada 2 tipe pria dan wanita? Aku bekerja bersama sutradara selama 7 tahun. Sutradara adalah guru bagiku, orang tua dan pendukungku satu-satunya. Dia seseorang yang sangat kuhormati. Itu bukanlah hubungan yang bisa tiba-tiba kau masuki dan kaurusak.”
“Siapa yang merusaknya? Yang kulakukan adalah membersihkannya. Perasaan sutradaramu tidak sepolos yang mungkin kaupikirkan. Sekali lihat aku langsung mengetahuinya. Bagaimana bisa kau begitu tidak peka atau kau sengaja berpura-pura?”
“Baik, anggap saja seperti katamu dia menyukaiku. Maka itu semakin membuatnya menjadi masalahku pribadi. Ini adalah masalah antara aku dan sutradara. Apa hakmu melukainya? Kau ini apa? Dibandingkan dengan kau menyakitiku, rasa sakit yang kausebabkan pada sutradara lebih menyakitiku.” balas Ra-im.
“Jika aku tidak melukainya, apa kalian akan berkencan? Apa kau menyukai sutradara?”
“Ya, aku menyukainya. Terima kasih padamu sekarang aku mengetahui perasaannya. Jadi mulai sekarang aku berpikir untuk melihatnya sebagai seorang pria.” Ra-im berbalik meninggalkan Joo-won.
Joo-won terhenyak mendengarnya. Putus asa, ia membalikkan Ra-im dan mencium bibirnya dengan paksa. Ra-im meronta-ronta tapi Joo-won tidak mau melepasnya. Ra-im bahkan memukulinya. Joo-won berhenti menciumnya namun tetap memegang kedua tangan Ra-im.
(Well, aku tahu kau frustasi dan putus asa tapi tetap saja tidak boleh memperlakukan wanita seperti itu, Kim Joo-won. )
“Sekarang aku berhak.” kata Joo-won, “Kuperingatkan kau. Jangan marah padaku karena pria lain, jangan katakan kau terluka karena pria lain, dan bahkan jangan mencariku karena pria lain.”
Ra-im masih mencaoba melepaskan tangan Joo-won, matanya berlinang air mata. “Apa yang kalian berdua lakukan?” tiba-tiba Oska berada di rumah Joo-won. “Apa si brengsek ini mengganggumu?” tanya Oska pada Ra-im. Ra-im menunduk. “Terasa ada atmosfer petengkaran. Apa yang kaulakukan saat bertengkar? Perhatikan jika kau dimarahi. Tahan jika kau dipukuli. Itu lebih seperti berkelahi.” tegurnya pada Joo-won. “Ra-im apa kau baik-baik saja?”
Ra-im meminta maaf karena terakhir kali ia mendadak meninggalkannya (karena ditelepon ibu Joo-won). Tidak apa-apa, sahut Oska prihatin, kau pasti banyak lubang sekarang. Berdasarkan pengalaman, nyonya-nyonya di rumah kami memang keras, apa kau terkejut? Joo-won menegurnya karena membangkitkan masa lalu. Oska menjawab, bagimu mungkin masa lalu, bagimu hari ini hanya hari ini. Tapi bagi Ra-im, hari ini dan besok akan kembali pada kejadian kemarin, dan mungkin masih berdiri di ruangan itu. Apa kau tidak mengerti perasaan wanita?
Oska menyuruh Ra-im menolak Joo-won. Aku sungguh ingin melakukannya, jawab Ra-im, tapi tidak peduli berapa kali pun aku menolaknya, ia tidak mau tahu. Kurasa itu sisi baikku, kata Joo-won.
Ra-im pamit mau pulang. Oska menawarkan diri untuk mengantarnya. Tidak usah, sahut Joo-won, aku yang akan mengantarnya.
Ra-im cepat-cepat meminta Oska mengantarnya pulang, ini adalah hari ketika berdiripun terasa melelahkan. Oska mengajaknya pergi, sebelumnya ia memperingatkan Joo-won untuk merenungkan apa yang telah ia lakukan.
Keesokan harinya Ra-im mulai melatih Oska panjat tebing. Oska terus menatap Ra-im hingga Ra-im berkata kau akan melubangi wajahku dengan tatapanmu. Itulah sebabnya aku memandangmu, menurutmu di manakah lubang itu akan berada?
Ra-im melilit jari-jari Oska dengan kencang hingga Oska berteriak kesakitan. Ini untuk melindungi jari-jarimu, mereka digunakan untuk memainkan piano. Oska mengatakan, Ra-im kau pasti tidak pernah menyimpan dendam karena kau selalu memperlihatkan kemarahanmu bukan?
Orang seperti apa yang tidak menyimpan kemarahan, sahut Ra-im, jika kau tidak mendengarkanku saat aku melatihmu, aku mungkin saja mendorongmu dari atas tebing yang tinggi. Oska melihat ke atas dan ngeri melihat tebing latihan yang cukup tinggi.
Mereka mulai latihan. Ketika telah cukup tinggi Oska mulai kesulitan naik. Ra-im mengatakan jika tangan Oska berkeringat, gunakan kapur yang disimpan di saku celana belakang. Ra-im merogoh kantung celananya namun ternyata ia lupa membawanya. Oska bergurau jika pelatihnya sering lupa maka ia akan gugup untuk berlatih. Oska menawarkan Ra-im mengambil kapur miliknya saja. Ia menyodorkan pinggulnya. Ra-im mencoba mengambilnya tapi karena kehilangan keseimbangan tanpa sengaja ia menepuk bokong Oska. Oska ternganga. Ra-im cepat-cepat minta maaf.
Apa itu ketidaksengajaan, tanya Oska. Tanganku terpeleset,Ra-im mencoba menjelaskan. Kau belum mengenalku dengan baik, jika aku ditampar kiri maka aku akan memberi pipi kananku untuk ditampar juga, maka pukul yang ini juga…hahaha, adegan yang aneh.
Ra-im melihatnya malu. Kenapa? Bokongku tidak seburuk itu, seru Oska. Ra-im mendadak ingat kejadian di sauna ketika ia dalam tubuh Joo-won dan melihat tubuh Oska. Ra-im tersenyum lalu berkata pada Oska, tidak apa-apa, aku sudah melihat apa yang tidak seharusnya kulihat. Oska bingung, ia malah berpikir Ra-im sudah melihat foto-fotonya (bersama Chae-rin).
Sekretaris Kim menyodorkan daftar tamu VVIP yang akan diundang pada pesta akhir tahun Loel pada Joo-won. Ia mengatakan semuanya ada 473 orang. “Apa ini yang terbaik? Apa kau yakin?” tanya Joo-won. Aku tahu kau akan berkata begitu, maka aku telah menghitung semuanya berulang kali, ujar Sekretaris Kim dengan bangga.
Joo-won malah menyuruh Sekretaris Kim mendaftar para tamu berdasarkan pembelian mereka dan menguranginya menjadi 47 orang saja. Sekretaris Kim bingung. “Gunakan anggaran untuk 470 orang untuk melayani 47 orang, bahkan di antara 470 orang VVIP biarkan 47 orang mengetahui mereka termasuk 10% teratas. Dengan demikian 426 orang sisanya akan berusaha lebih keras tahun depan agar dapat masuk 10% teratas.” kata Joo-won. Smart man ^^
Ahhh…Sekretaris Kim mengangguk-angguk. Sekretaris Kim memberitahukan ada seseorang yang ingin bertemu Joo-won walau sudah dilarang masuk. “Dia terus mengatakan kalau dia adalah fansmu dan ingin tanda tanganmu.”
Dengan cepat Joo-won dapat menebaknya,”Park Chae-rin?” Sekretaris Kim mengangguk, aku seharusnya menyuruhnya pergi ya kan. Mengapa kau masih tanya, hardik Joo-won. Tapi tiba-tiba Joo-won berubah pikiran, ia menyuruh Chae-rin segera menemuinya.
Park Chae-rin bertanya mengenai keberadaan Oska karena sejak dari Jeju ia tidak mau menjawab teleponnya. Park Chae-rin menagih janji Joo-won yang akan memberitahu di mana Oska, ketika Joo-won minta nomor telepon Ra-im dulu. Joo-won menjawab, mengapa kau baru datang, harusnya kau datang lebih cepat, perkiraanku sangat tajam. Joo-won tersenyum licik.
Ra-im dan Oska makan siang bersama setelah berlatih. Ra-im mengatakan latihan seminggu saja sudah cukup karena Oska cepat belajar. Oska mengatakan 10 hari ya 10 hari. Ra-im tersenyum. Oska memberitahu Ra-im bahwa ia sangat kecewa ketika di Jeju ia tidak dapat menyelesaikan perjalanannya dengan Ra-im. Ra-im mengatakan sebaliknya ia senang, ia tidak menyelesaikannya karena ia ingin menemui Oska sebagai seseorang dalam kehidupan nyata dan bukan seorang entertainer di depan kamera. Ia tidak ingin tinggal dalam kenangan bintang favoritnya sebagai seorang fans yang memenangkan hadiah untuk bertemu idolanya. Dan lagi, lanjut Ra-im, aku telah berbohong mengenai telah menjadi fansmu selama 3 tahun.
“Jadi kau bukan fansku?” tanya Oska.
“Sebenarnya aku sudah menyukaimu bahkan sejak sebelum kau memulai debutmu. Bukan 3 tahun, tapi 13 tahun.”
Oska menghitung, 13 tahun lalu, berarti ketika ia masih menjadi anggota band di Hongdae. Ra-im mengiyakan, sejak kau menyanyi tidak sebagus sekarang. Oska tersenyum, tapi dulu aku lebih cantiK (terjemahannya prettier???).
Tapi mengapa kau berbohong tentang 3 tahun, tanya Oska. Jika aku bilang sudah menyukaimu selama 13 tahun bukankah itu sedikit meanakutkan, kata Ra-im. Oska tersenyum membenarkan, memang menakutkan. Kau pasti melihatku bertambah tua, kata Oska. Kita tua bersama, sahut Ra-im sambil tersenyum. Oska menatap Ra-im dan mengatakan kau bertambah dewasa semakin cantik. Ra-im terpana dan berterima kasih atas pujian Oska.
Ra-im memberanikan diri bertanya mengenai taruhan yang dibuat Oska dan Joo-won ketika di Jeju. Awalnya Oska bingung karena mengira Ra-im sudah mengetahui semuanya dan bersikap demikian ketika di kantor polisi. Ra-im bilang, saat itu aku terpaksa bersikap begitu. Oska menjelaskan mereka bertaruh hal yang paling mereka sukai. Joo-won bertaruh kau dan aku bertaruh rumah. Aku menang jadi kau milikku. Jika aku menagihmu, apa yang akan kaulakukan, tanya Oska.
“Apa itu berarti aku akan bertemu ibu Oska, sang bintang Hallyu?” tanya Ra-im. Oska jadi kelabakan, “Jangan takut, jika kau bertemu ibuku maka kau akan menjadi yang ke-30, bukan yang pertama. Kau hanya perlu ke pintu depan, berbicara dengan intercom dan selesai!”
“Bagaimana ini, aku cukup fotogenik.” Ra-im tersipu. Hahaha…Ra-im emang beda banget kalo di depan Oska.
“Benarkah? Bagaimana ini? Kau harus menikah denganku.” gurau Oska.
“Oppa!!!” Park Chae-rin mendekati mereka dan marah-marah karena Oska tidak mau menjawab teleponnya. Oska bertanya mengapa Chae-rin tahu ia di sini. Chae-rin menjawab Kim joo-won yang memberitahunya, bahwa kau sedang bersama wanita aneh dan menyuruhku cepat kemari. Mata Ra-im membesar mendengar nama Joo-won disebut, lalu mendengus kesal karena ia disebut wanita aneh.
Oska bertanya mengapa Chae-rin bertemu Joo-won, apa benar Chae-rin menjual foto-fotonya. Foto? Foto apa? Foto yang kaubilang kau ambil di hotel, bisik Oska. Chae-rin bilang, oh itu, itu semua hanya bercanda. Mendengar itu Oska langsung kesal “Dasar brengsek!” (ditujukan pada Joo-won tentunya)
Di rumahnya Seul memandangi tanda tangan yang diberikan Oska dan pernyataan terimakasihnya karena telah mencintainya selama ini. Tapi ia lalu ingat kembali perkataan Oska yang menyebutnya sebagai sampingan. Seul kembali merasakan sakit hati. Ia merobek tanda tangan Oska lalu menelepon temannya. Sepertinya ia merencanakan sesuatu.
Ibu Oska dan ibu Joo-won bersantai di sebuah sauna. Ibu Oska bertanya tentang bisnis departemen store akhir-akhir ini. Ibu Joo-won menjawab dengan tenang, Joo-won telah berada dalam bisnis ini selama 13 tahun, tidak lama lagi ia akan menjadi CEO. Ibu Oska mengatakan, bagaimana bisa ia mengambil semuanya. Sejak kecelakaan itu, ingatannya belum kembali. Kita belum bisa mengatakan ia telah kembali normal. Ibu Joo-won menegurnya. Aku hanya khawatir, kata ibu Oska, orang bilang trauma kecelakaan akan terus melekat sampai mati. Mengapa kau mengkhawatirkan anak orang lain, timpal ibu Joo-won, urus saja anakmu sendiri dan nikahkan dia, aku mulai bosan dengan tiap skandal baru yang dia buat.
Perbincangan mereka diinterupsi dengan masuknya dua gadis ke dalam kolam sauna. Seul dan temannya. Mereka pura-pura membicarakan perjodohan yang diikuti Seul. Seul bilang, sepertinya ia ditolak. Bagaimana bisa begitu, kata temannya, departemen store, resort, bahkan spa ini adalah milik keluarganya, kau harus menangkapnya. Ibu Joo-won dan ibu Oska menyadari mereka sedang membicarakan Joo-won. Aku tidak tertarik pada latar belakangnya, kata Seul, aku tidak berkekurangan bukan? Aku hanya ingin mengencani seseorang tapi dia selalu membicarakan keluarganya dan syarat-syarat pernikahan jadi aku merasa ada sesuatu yang hilang. Itulah sebabnya aku tidak menghubunginya.
“Kau tidak akan menghubunginya?” tanya temannya. Bagaimana bisa, kami mengetahui kami sama-sama mencintai orang lain. Lebih baik aku tidak masuk di antara mereka dan disalahartikan. Temannya menghiburnya, aku tidak suka kau disalahartikan. Ibu Joo-won dan Ibu Oska bergabung bersama mereka. Seul minta maaf karena telah berbicara terlalu keras.
Bukan begitu, kata ibu Oska, dia adalah ibu pria itu, tunjuknya pada ibu Joo-won. “Aku ibu dari Kim Joo-won.” kata ibu Joo-won.
Seul terkejut, “Astaga!” ia cepat-cepat menutupi dadanya dengan baskom, “astaga, maafkan aku, aku biasanya tidak berbicara di belakang orang.”
“Tidak apa-apa “ kata Ibu Joo-won, “Jika tidak seperti ini aku tidak akan tahu apa-apa tentang Joo-won.” Ibu Joo-won mengajak Seul minum teh.
“Aku baru ingat sekarang, wajah aslimu lebih cantik daripada di foto, kau sangat mirip ibumu. Tapi kelihatannya kau tidak terus berhubungan dengan Joo-won.”
“Iya, aku pikir aku akan membebaninya.”
“Apa yang terjadi pada orang baik sekarang. Hanya karena mereka baik, mereka tidak bisa mendorong dan menarik apa yang menjadi milik mereka.” kata Ibu Joo-won.
“Maafkan aku.”
“Mengapa kau minta maaf? Harusnya orang lain yang minta maaf. Apa kau bisa mnegtakan detilnya, bahwa Joo-won memiliki wanita lain. Apa gadis itu seseorang yang melakukan stunt atau semacamnya?”
“Kau mengetahuinya? Karena itu adalah wanita pilihan Joo-won, ia pasti wanita yang baik.”
Ibu Joo-won menahan kekesalannya. Seul memperhatikan reaksinya.
Di mobil, teman Seul memuji acting Seul yang sangat bagus, dan menanyakan kali ini versi drama apa yang digunakan Seul. Drama pagi, jawab Seul, tapi siapa wanita yang disebelah ibu Joo-won. Temannya bingung, kau tidak tahu, ia adalah ibu Woo-young. Seul terkejut mendengarnya.
Joo-won duduk di rumahnya, memandangi pohon natal dan kaus kaki Oska yang tergantung. Ia mendapat ide dan menelepon Sekretaris Kim. Sekretaris Kim yang berkencan dengan Ah-young tentu saja kesal dan tidak mau menjawab teleponnya. Sekretaris Kim bertanya pada Ah-young apa akhir-akhir ini presdir datang ke rumahmu. Beberapa hari yang lalu ia datang, jawab Ah-young polos. “
“Beberapa hari lalu? Kenapa? Untuk mencarimu?” sementara itu Joo-won terus meneleponnya.
“Sepertinya begitu tapi juga bukan.” Jawab Ah-young, “Dia terlihat aneh akhir-akhir dan Ra-im pun demikian. Mereka membuatku bingung.”
“Tidak ada yang perlu dibingungkan.” Kata Sekretaris Kim , “kita adalah kita dan mereka adalah mereka.”
Sekretaris Kim mengatakan ia telah mengganti mobilnya dengan yang lebih baik, yang cocok untuk Ah-young. Ia merayu Ah-young namun kesal karena Joo-won meneleponnya terus. Love ya Sekretaris Kim, ekspresinya lucuuu…
Akhirnya ia mengangkat teleponnya dan menjawab kesal “Apa?Apa? Jika aku tidak menjawab seharusnya kau berpikir ‘ah dia sedang sibuk’. Bagaimana bisa kau meneleponku terus sampai kuangkat?!”
“Apa kau gila? Kau tidak tahu siapa aku?” sembur Joo-won.
“Ah, presdir, ternyata kau, kukira kau direktur Kim penjual kaki babi. Aku sangat minta maaf.” Kata Sekretaris Kim pura-pura menyesal.
“Kaki babi?? Kelihatannya kau tidak keliru.”
“Apa? aku-aku –tidak-bisa-mendengarmu.” Sekretaris Kim pura-pura sinyalnya buruk, tapi ia langsung normal kembali begitu Joo-won menanyakan Ah-young.
Keesokannya Ah-young menghadap Joo-won di kantornya. Sekretaris Kim terlihat gugup. Joo-won mempersilakan Ah-young minum tehnya. Lalu Joo-won mengajak Ah-young makan malam. Tentu saja Sekretaris Kim dan Ah-young sangat terkejut. Joo-won mengatakan ada satu syaratnya, Ah-young harus membawa sahabatnya yang paling dekat pada makan malam itu.
Jreeeng….saat makan malam tiba. Joo-won menatap teman dekat Ah-young yang sama sekali tidak terlihat seperti Ra-im bwahahaha. Gatot deh rencana Joo-won…. Ah-young bertanya mengenai teman Joo-won. Joo-won melirik Sekretaris Kim yang terlihat kesal. Iya, kami bagaikan teman, kata Joo-won.
Ah-young dan Sekretaris Kim saling bertukar pandang dan sama-sama cemberut. Joo-won mengatakan Ah-young pasti punya banyak teman, aku secara khusus mengatakan teman yang terdekat. Dia teman baikku, kata Ah-young, temannya mengangguk-angguk. Aku akhir-akhir agak jauh dengan Ra-im, Ah-young menjelaskan.
“Bagaimana bisa persahabatan berubah?” tanya Joo-won kesal, “alasan aku mengadakan ini….” Melihat tatapan Ah-young padanya Joo-won tidak jadi melanjutkan, ia melihat pada Sekretaris Kim yang terus cemberut.
“Berapa banyak yang kau tahu tentang Nn. Ah-young? “tanya Joo-won pada Sekretaris Kim. “Ya?”
“Nn. Ah-young tidak suka melihat punggung orang lain ketika tidur. Dia percaya dia harus menolak pria yang akan menjadi miliknya agar jika pria itu kemudian menolaknya, semuanya akan baik-baik saja. Jika kau ingin Ah-young menjadi milikmu. Jika dia ingin kau ke Sah Joo Café dengannya, jangan membantah dan langsung pergi dengannya. Won Bin dan Jo In Sung pernah terlihat di sana, jadi berikutnya mungkin Kang Dong Won. Dia juga tidak pernah menutup pintu sepenuhnya bila ia ke kamar mandi, lalu ia mulai berbicara padamu ‘Apakah bau?’. Setelah mencuci muka, ia akan mengenakan sedikitnya 7 macam krim wajah berbeda. Di luar semua itu, pastikan kau membelikannya Krim Soo Mo, dia benar-benar menyukainya. Aku meninggalkannya padamu.” Joo-won mengakhiri petuahnya pada Sekretaris Kim. Lalu ia meminta Ah-young pulang terlambat malam ini. Joo-won meninggalkan mereka bertiga.
Ah-young menggeleng-gelengkan kepala, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja Joo-won katakan. Sementara Sekretaris Kim kesal sampai bercucuran air mata dan air hidung…
Joo-won menunggu Ra-im di dekat rumahnya. Ia meneleponnya tapi tidak diangkat. Joo-won turun dari mobil dan melihat Ra-im sedang berjalan menuju rumahnya. Joo-won sengaja menelponnya, dan ia melihat sendiri Ra-im langsung mematikan teleponnya. Dengan kesal ia menghampiri Ra-im, “Mengapa kau tidak menjawab teleponmu? Mengapa kau mengacuhkan teleponku?”
“Apa aku sekretarismu?” jawab Ra-im ketus, “Adalah pilihanku untuk menjawab atau tidak.”
“Apa hebatnya kau? Kau pikir kau siapa? Apa kau tahu yang kulakukan hari ini karenamu?” tanya joo-won.
“Aku tidak mau tahu.”
“Bagaimana bisa kau tidak mau tahu? Kau seharusnya penasaran setelah kita berciuman dan segalanya.”
Ra-im tersenyum sinis.
“Bagaimana bisa kau menjaga jarak? Bagaimana bisa kau tidak merasakan apapun? Apa kau tahu berapa jam aku menunggu di luar sini? Apa kau pikir ini masuk akal mengingat kepribadianku? Mengapa hanya aku? Mengapa hanya aku yang bersikap seperti ini?” Joo-won mengungkapkan rasa frustasinya.
“Apa kau mengatakan ini semua salahku?’ tanya Ra-im.
“Apa kau tidak tahu? Pertama kali ketika aku bertanya apakah kau kenal Oska apa yang kaukatakan padaku? Kau menjawab ‘memangnya kenapa jika aku tahu’. Tapi seharusnya kau tidak menjawab seperti itu. Kau seharusnya menjawab ‘aku tahu Oska tapi aku bukan Park Chae-rin’. Dengan begitu kita tidak perlu terlibat satu sama lain.”
“Kau gila.”
“Banar, kau yang membuatku jadi gila. Tapi kau tetap normal, makan, pergi ke sekolah laga, bertemu dengan Oska. Kau tidak terguncang sedikitpun tapi kau membuat hidup sederhanaku menjadi sulit kupikir itu tidak adil dan merendahkan.”
“Jadi apa yang kau ingin kulakukan?” tantang Ra-im.
“Aku berpikir bisa melakukan apapun saat ini. Termasuk tindakan bodoh menunggu seseorang di depan pintu rumahnya. Jadi kau juga seharusnya melakukan hal yang sama.”
“Apa?”
“Kau tidak pernah berpikir menjadi little mermaid maka akulah yang akan menjadi little mermaid.”
“Apa?” tanya Ra-im lagi.
“Aku akan menjadi little mermaidmu. Aku akan berada di sampingmu bagaikan aku tidak ada di sana dan lenyap seperti gelembung. Jadi sekarang, dengan tidak tahu malu akulah yang bergantung padamu.”
Ra-im menatapnya tak percaya.
Komentar:
Semakin menarik. Joo-won mengakui kalau sekarang dialah yang bersedia menjadi little mermaid. Perubahan bertolak belakang dari awal episode ini ke akhir episode. Dari menganggap ketertarikannya hanya sementara dan menganggap Ra-im little mermaid sampai mengajukan diri menjadi little mermaid. Ia sudah tak tahan lagi dengan perasaannya juga tidak tahan dengan kerinduannya pada Ra-im. Mengingatkan pada cinta pertama bukan?
Sebenarnya kita pun ingin melihat balasan dan sikap Ra-im yang berubah terhadap Joo-won, selama ini Joo-won yang terus mengejarnya. Malah kita melihat perkembangan hubungan antara Oska dan Ra-im tapi jangan khawatir Ra-im menganggap Oska hanya sebagai idola ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih komentarnya^^
Maaf aku tidak bisa membalas satu per satu..tapi semua komentar pasti kubaca ;)