Episode ini bikin campur aduk deh, kasian sama Moo-woon tapi seneng juga karena Eun-seol sudah menetapkan pilihannya. Banyak adegan yang lucu di sini, juga banyak keakraban tak terduga hihihi^^ Tapi di akhir episode ini akhirnya muncul masalah besar yang sepertinya akan menggoyahkan semuanya.
Sinopsis Protect The Boss Episode 11 oleh Dee di Kutudrama: [klik di sini]
Sinopsis Episode 12
Moo-woon memeluk Eun-seol untuk yang pertama dan mungkin untuk yang terakhir kalinya. Ji-heon memperhatikan mereka dalam diam. Pelan-pelan Moo-woon melepaskan pelukannya dan pergi tanpa tahu Ji-heon melihat semuanya. Eun-seol memandang kepergian Moo-woon dengan sedih, merasa bersalah karena telah menyakiti hati bos favoritnya. Tapi ia tersenyum, memantapkan hati bahwa ia telah berbuat hal yang benar.
Eun-seol menaiki tangga menuju ke rumahnya. Ia terkejut saat melihat Ji-heon.
“Apa kau sudah membereskannya?” tanya Ji-heon. Eun-seol mengangguk. Ji-heon mengangguk mengerti.
“Baiklah, walau kelihatannya (membereskan dengan Moo-woon) itu tidak perlu tapi aku akan bersikap keren dan memaafkanmu,” ujar Ji-heon. Eun-seol tersenyum.
Moo-woon duduk merenung di mobilnya tak jauh dari rumah Eun-seol. Tak lama tersengar suara seorang wanita turun dari sebuah mobil dan marah-marah karena tidak diantar sampai ke rumah. Na-yoon.
Na-yoon berjalan sedikit sempoyongan dan terkilir karena sepatu hak tingginya. Ia mengaduh-aduh kesakitan sambil berpegangan pada mobil di depannya yaitu mobil Moo-woon.
“Kau tidak apa-apa?” tegur Moo-woon.
Na-yoon langsung merunduk dan menutupi wajahnya. Ia mengira Moo-woon adalah orang asing. Dengan takut-takut ia berkata ia tidak apa-apa dan tidak usah dipedulikan. Namun saat tahu orang itu adalah Moo-woon, ia langsung berdiri dan mengomel Moo-woon telah membuatnya takut.
“Kau kelihatannya baik-baik saja, “ kata Moo-woon sambil menaikkan kaca mobilnya. Na-yoon buru-buru mengulurkan lengannya tapi jadi terjepit kaca jendela. Moo-woon memarahinya karena itu berbahaya.
Tanpa diundang, Na-yoon naik ke mobil. Moo-woon menyuruh Na-yoon turun. Na-yoon malah bercerita kalau ia dipulangkan oleh rekan-rekan kerjanya karena dianggap mabuk padahal ia tidak mabuk.
“Jadi?” tanya Moo-woon kesal.
Na-yoon mengajak Moo-woon pergi minum tapi dengan dingin Moo-woon menjawab kalau ia lelah. Na-yoon menyadari ada yang tidak beres dengan sikap Moo-woon, ia bertanya apa penyebabnya. Moo-woon tidak terlihat baik-baik saja.
“Apa kau tidak dengar?! Keluar!” bentak Moo-woon. Na-yoon terkesiap kaget.
Eun-seol bertanya mengapa Ji-heon datang. Ji-heon hanya ingin mengingatkan dua hal. Pertama, tak peduli apa yang terjadi, Eun-seol harus menjawab telepon sebelum deringan ke-2. Eun-seol tersenyum lega, ia mengaku lupa.
Ji-heon bertanya apa Moo-woon mengatakan tidak merasa nyaman bertemu dengan Eun-seol di kantor. Eun-seol menggeleng, tidak.
Ji-heon ingin Eun-seol membatalkan permintaannya untuk ditransfer. Jika Eun-seol tidak menurut, ia akan menunjukkan kekuasaan sebagai boss. Ia akan mengirimkan aplikasi Eun-seol ke cabang di negara dunia ketiga.
Dan yang kedua, Ji-heon lapar. Ia minta Eun-seol memberinya makan. Ia kelaparan belum makan karena sejak tadi terus menunggu Eun-seol. Bahkan melihat Eun-seol dan Moo-woon berdua telah membuatnya kehilangan banyak energi untuk mengendalikan diri. Eun-seol menatap Ji-heon seakan-akan berkata “baiklah, rasakan kau kali ini”. Lalu ia menelepon Myung-ran.
Pemandangan berikutnya membuatku lapar. Satu baskom besar bibimbap!! Dan seperti dalam Kdrama lainnya, Myung-ran dan Eun-seol makan dengan suapan besar. Aaaa…enak pastinya^^
Ji-heon melongo dan mengeluh. Ia ingin makanan lain. Makanan ini mengerikan, begitu banyak jenis dicampurkan menjadi satu. Sama sekali tidak membuatnya berselera. Banyak bahan yang tidak ia sukai dicampurkan di sana.
Eun-seol menyuruhnya makan saja. Myung-ran membanting sendoknya.
“Kau mengatakan hal yang persis sama dengan si gadis es krim Seo Na-yoon. Bukankah bibimbap adalah makanan khas utama Korea?” tanya Myung-ran kesal.
Ji-heon tak peduli, bibimbap yang ia tahu tidak semenjijikkan ini. Myung-ran menusukkan sendoknya ke baskom dan menyuruh Ji-heon diam. Ia akan memberi Ji-heon hal yang sama yang ia berikan pada Na-yoon. Myung-ran menyendok satu sendok besaaaar bibimbap dan menyodorkannya pada Ji-heon.
“Mengapa begitu banyak?” keluh Ji-heon, Eun-seol menyuruh Ji-heon membuka mulutnya. Myung-ran sudah siap dengan kepalan tinjunya. Terpaksa Ji-heon menurut dan memakan satu suapan besar dengan wajah begitu menderita hihihi…poor Ji-heon-i^^
Na-yoon merasa serba salah setelah dibentak Moo-woon. Ia pamit dan hendak membuka pintu. Moo-woon segera meminta maaf. Na-yoon berkata tidak-apa, ia yang telah dibutakan oleh ketampanan Moo-woon.
Moo-woon berkata ia marah pada dirinya sendiri, bukan pada Na-yoon. Ia tidak bisa berbohong. Ia merasa malu karena begitu plin plan. Apakah akan lebih baik jika ia marah pada Eun-seol dan menyuruhnya menghilang? Atau memohon Eun-seol untuk tinggal? Tapi pada akhirnya ia tidak bisa melakukan apapun. Itulah yang membuatnya marah.
Na-yoo ingin menghibur Moo-woon tapi ia mengaku tidak tahu caranya. Ia malah bertanya pada Moo-woon apa yang sebaiknya ia lakukan. Moo-woon mau tak mau tersenyum. Jika tidak tahu, lupakan saja. Na-yoon mendapat ide, ia tahu apa yang harus mereka lakukan.
“Pada waktu seperti ini, mari minum dan menyanyi,” kata Na-yoon penuh semangat. Ia mengaku diajari oleh Eun...bukan, oleh Myung-ran.
Pergilah mereka ke tempat karaoke. Aduh, adegan di karaoke ini lucu banget. Na-yoon bernyanyi habis-habisan sementara Moo-woon malah tutup kuping dan tambah stress. Sebaliknya, saat giliran Moo-woon menyanyi, Na-yoon bagai melihat dewa turun dari langit.
Aku tidak tahu lagu apa yang dinyanyiin Moo-woon tapi suaranya bagus banget…pantes aja Na-yoon tersepona eh terpesona…(memang beda ya kalo penyanyi betulan, pegang micnya aja udah keliatan profesional hehehe^^)
Eun-seol mulai melakukan perintah Presdir Cha yaitu mendorong Ji-heon menjadi pewaris perusahaan. Tapi Ji-heon sudah mengetahui bahwa ini adalah perintah ayahnya untuk Eun-seol. Eun-seol membantahnya, ia ingin tahu pendapat Ji-heon soal ini.
Ji-heon mengaku pernah memikirkannya tapi lama kelamaan ia tidak tertarik lagi. Ia seorang yang suka kedamaian, ia tidak suka berkeliling memperebutkan berbagai hal.
“Kalau begitu apa yang kau ingin lakukan?” tanya Eun-seol.
“Seperti ini,” Ji-heon membelai kepala Eun-seol lalu mencoba memeluknya. Tapi Eun-seol langsung mendorongnya dan meminta Ji-heon lebih serius.
Ji-heon berkata ia ingin memasuki dunia Eun-seol. Tapi Eun-seol tidak setuju. Bagaimana Ji-heon bisa menghidupi dirinya jika ia memasuki dunia Eun-seol. Ji-heon menanyakan pendapat Eun-seol.
“”Aku belum pernah memikirkannya.”
“Kalau begitu pikirkan. Aku mungkin akan menerima penuh idemu,” ujar Ji-heon. Ia lalu mendekatkan diri untuk mencium Eun-seol.
“Aigooo!!!” teriak Myung-ran kaget sambil menutupi matanya. Bad timing…..
Ia marah-marah dan berkata akan membelikan Eun-seol dan Ji-heon peluit agar bisa memberi tanda sebelum melakukan sesuatu demi kebaikan mereka semua. Lalu ia pergi. Eun-seol dan Ji-heon tertawa geli.
Sementara itu Moo-woon terus menyanyi sambil mengingat masa-masa indahnya bersama Eun-seol. Sejujurnya aku merasa lebih sedih saat mendengar nyanyiannya daripada melihat ekspresinya (sorry fans Moo-woon, padahal aku termasuk fansnya lho^^). Menurutku pengkhayatannya saat menyanyi lebih mengena di hati dibandingkan dengan ekspresi sedih yang dipancarkan wajahnya. Menurutku lho…..
Ji-heon berjanji akan lebih baik lain kali. Tentu saja, kau harus lebih baik padaku lain kali, kata Eun-seol. Bukan padamu tapi pada Moo-woon, sahut Ji-heon. Eun-seol tertawa malu. Saat Ji-heon hendak pergi, ia mendapat telepon dari Na-yoon.
Moo-woon terbaring mabuk di sofa tempat karaoke sementara Na-yoon masih berteriak-teriak (alias menyanyi) dengan sekuat tenaga. Ji-heon dan Eun-seol tiba di sana.
“Hei, hei, hei! Berapa banyak dia minum?” tanya Ji-heon pada Na-yoon sambil menunjuk Moo-woon.
“Setengah botol wiski,” jawab Na-yoon.
“Apa kau gila?! Bagaimana bisa kau membiarkannya minum sebanyak itu?”
“Mengapa kau menyalahkanku? Memangnya ini salah siapa?” ujar Na-yoon sewot sambil memelototi Eun-seol. Eun-seol semakin merasa bersalah.
Ji-heon berusaha membangunkan Moo-woon tapi tak berhasil. Ia sangat khawatir dengan keadaan sepupunya itu. Sementara Na-yoon dengan cueknya terus menyanyi dan Eun-seol menunduk.
Ji-heon mengantar Moo-woon pulang. Moo-woon tak sengaja bersandar di bahu Ji-heon dalam tidurnya. Ji-heon mendorong kepala Moo-woon. Tapi lagi-lagi Moo-woon bersandar padanya. Kali ini Ji-heon membiarkannya. Bahkan pelan-pelan ia menyandarkan kepalanya di kepala Moo-woon.
“Maafkan aku,” gumam Ji-heon.
Tentu saja ibu Moo-woon uring-uringan melihat kondisi anaknya. Sementara Ji-heon terus memandang Moo-woon dengan sedih tanpa mengucapkan apa-apa.
“Kau tidak pergi?” tanya ibu Moo-woon kesal.
Ji-heon berlalu dari sana.
Presdir Cha sedang bahagia. Ia tak henti-hentinya menceritakan keberhasilan Ji-heon dalam rapat tadi pada nenek. Ia yakin gejala panik Ji-heon sudah sembuh. Namun ia juga menyesal telah sering memukuli Ji-heon karena tidak tahu hal itu sebelumnya. Nenek dengan bijak berkata ia senang jika Presdir tidak akan memukul Ji-heon lagi.
“Ibu, apa aku sudah memberitahumu? Setelah Ji-heon berpidato dengan begitu indahnya, apa aku sudah mengatakan bagaimana wajah Shin Seok-hee (ibu Moo-woon)…bukan, kakak ipar?”
“Tidak perlu. Jika kau memberitahuku sekali pasti kau telah memberitahuku seratus kali.”
“Ibu…kau ini melebih-lebihkan, kapan aku pernah mengatakannya sebanyak 99 kali?”
Nenek tak bisa menahan tawanya. Presdir Cha mengatakan kekhawatirannya. Ji-heon terus menerus berbicara mengenai keuntungan pegawai dan semacamnya selama rapat. Juga mengenai amal dan sumbangsih pada masyarakat. Tidak apa-apa menyebutkannya tapi Ji-heon terus menerus mengatakannya. Presdir khawatir Ji-heon akan memberikan perusahaannya setelah mewarisinya.
“Apa jeleknya menyumbangkan beberapa?” tanya Nenek.
Presdir mengingatkan Nenek yang dulu selalu menyebut kata penghematan dan sederhana. Penghematan, bukan menderita, Nenek membetulkan.
“Tidak apa-apa untuk berbagi. Tapi kita harus lebih dulu mengetahui apa yang orang lain butuhkan dan inginkan, baru memenuhinya. Dengan demikian, bagaimanapun caranya mereka pasti akan membalasnya. Itu seperti sebuah siklus,” kata Nenek menasihati.
Tpai Presdir Cha sepertinya tidak mendengarkan karena ia terus tersenyum mengingat keberhasilan Ji-heon.
“Memang orang tua selalu mendengarkan anaknya. Tapi anak tidak mendengarkan perkataan orang tua,” keluh Nenek.
“Ibu, mengapa kau berkata seperti itu? Di mana lagi di dunia ini bisa menemukan anak seperti aku? Ibu..di mana akan kautemukan anak sepertiku? Di mana?” ledek Presdir Cha. Nenek tak tahan lagi dan masuk ke rumah.
Presdir Cha melanjutkan momen bahagianya seorang diri. Ia mengingat Ji-heon saat berpidato dalam pidato tadi. Presdir Cha terus tersenyum dengan penuh kebanggaan dan keharuan.
“Apa yang kaulakukan di sini ayah?” tegur Ji-heon yang baru pulang. Melihat ekspresi ayahnya yang penuh haru, Ji-heon bertanya apa ayahnya baru menonton sebuah drama lagi. Presdir Cha membenarkan dan sambil menunduk bangkit berdiri. Ia mengulurkan tangan untuk menepuk Ji-heon tapi Ji-heon malah langsung menunduk ketakutan, mengira ayahnya akan memukulnya. Presdir Cha jadi menepuk punggung Ji-heon keras-keras dan berjalan masuk ke rumah.
Na-yoon masih kesal pada Eun-seol yang telah mematahkan hati Moo-woon. Ia mendelik dan memelototi Eun-seol, menuduh Eun-seol menghabiskan barangnya, namun Eun-seol tetap diam. Tak berhenti sampai di situ Na-yoon melempar boneka pada Eun-seol karena Eun-seol pernah berkata boleh memukulnya jika Na-yoon merasa cemburu atau marah.
Myung-ran tak tahan lagi dan menyeret Na-yoon keluar rumah. Na-yoon tak menyangka Myung-ran tega mengusirnya. Ia terus mengetuk pintu dan meminta maaf, ia tidak akan melakukannya lagi.
“Kau tidak membiarkan aku membawa dompetku sebelum menyeretku keluar. Apa yang harus kulakukan? Bahkan tidak ada kamera pengawas di sini, bukankah sangat berbahaya?” Na-yoon menangis sesenggukan.
Akhirnya Myung-ran membuka pintu. Ia bertanya apakah Na-yoon akan melakukannya lagi. Na-yoon menggeleng, ia tidak akan melakukannya lagi. Myung-ran memberi isyarat agar Na-yoon masuk. Na-yoon buru-buru masuk.
Malam itu keempat tokoh utama kita tidak bisa tidur. Na-yoon masih kesal dengan Eun-seol. Eun-seol dengan perasaan bersalahnya. Ji-heon mengkhawatirkan Moo-woon. Dan Moo-woon dengan kesedihannya.
Akibatnya, keesokan paginya Eun-seol dan Ji-heon tiba di kantor dengan wajah mengantuk (bahkan mereka tidur sepanjang perjalanan ke kantor hingga dibangunkan supir).
Presdir Cha melihat hal itu karena mereka berada dalam satu lift. Ia melihat Eun-seol berpakaian acak-acakan juga Ji-heon yang terus menguap. Presdir Cha menyuruh Eun-seol datang ke kantornya nanti siang.
“Untuk apa? Sekretaris Noh harus ikut denganku ke kedai kopi,” protes Ji-heon.
Presdir Cha bertanya untuk apa lagi Ji-heon ke sana, bukankah semua sudah beres. Ji-heon berkata ada yang perlu diselesaikan. Ia bertanya untuk apa ayahnya memanggil Eun-seol. Presdir Cha berkata itu bukan urusan Ji-heon.
“Katakan padaku atau aku akan mengikutimu.”
“Hei, apa kau akan mati jika kau mengalah padaku saat ini? Dasar berandal,” Presdir Cha mengayunkan tangannya.
Hahaha, ngga pernah bosen deh adegan di lift ini. Ji-heon langsung merunduk siap dipukul. Sekretaris Jang langsung berlutut di lantai dan Eun-seol melepas sepatunya siap-siap naik ke atas punggung Sekretaris Jang untuk memblokir kamera. (Aduh...apa ngga sakit pinggang ya, Sekretaris Jang kan udah tua juga)
Presdir Cha menyadari itu dan cepat-cepat menghentikan Eun-seol. Ia tidak akan pernah memukul orang lagi.
“Benarkah, ayah?” tanya Ji-heon.
“Benar.”
Ji-heon tertawa. Sekretaris Jang dan Eun-seol juga diam-diam tertawa. Bukan tertawa senang tapi tertawa tak percaya.
“Sudah kubilang itu betulan!” bentak Presdir Cha kesal. Semuanya langsung diem hihihi^^
Ji-heon membawa Myung-ran ke kedai kopinya. Ji-heon memberitahu rekannya (yang suka marah-marahin Ji-heon) mengenai program beasiswa bagi para pegawai. Semua pekerja paruh waktu diperbolehkan mengajukan aplikasi.
“Kalau begitu aku juga bisa mengajukannya, bukan?” tanya rekannya bersemangat.
“Tidak,” kata Ji-heon, “Kau tidak memenuhi syarat.”
Mengapa, tanya rekannya kebingungan, Apa karena dia pernah menyiksa Ji-heon dan sekarang Ji-heon membalas dendam? Ia berkata Ji-heon benar-benar jahat. Ji-heon jadi kesal, apa kau pikir aku akan melakukan hal seperti itu. Jelas sekali kau orang seperti itu, kata rekannya kesal.
“Kau sudah terpilih duluan untuk mendapat beasiswa dari Grup DN,” ujar Ji-heon.
Myung-ran yang sejak tadi mendengarkan berkata seharusnya Ji-heon mengatakannya langsung. Tidak perlu bicara berputar-putar.
“Ini disebut: “memiliki Paman dalam bisnis”. Hubungan yang disukai warga Korea. Dan ini tidak terjadi begitu saja. Aku yang memaksakannya,” kata Ji-heon bangga.
“Ahjusshi!” seru rekannya sambil memeluk Ji-heon. LOL^^
Ji-heon mengomel, ia dulu memeluk rekannya karena ada hal spesial. Hari ini ia tidak mau berpelukan. Ia menyuruh rekannya melepas pelukan.
“Ahjusshi, kau benar-benar orang baik.”
“Sudah kubilang jangan panggil aku ahjusshi.”
“Ya, Direktur,” kata rekannya sambil melepas pelukan. Keduanya tersenyum mesra hehehe^^
Ji-heon kaget melihat Myung-ran berdiri di sebelahnya (hihi…padahal siapa yang ngajak?). Ia memperkenalkan Myung-ran sebagai pengganti dirinya menjadi pekerja paruh waktu. Ia berkata Myung-ran adalah pemula jadi harus dilatih dengan keras. Myung-ran protes, dia bukan pemula.
Rekan Ji-heon kaget melihat Myung-ran memarahi Ji-heon dengan bebas. Sepanjang hari itu, ia melihat Myung-ran dengan tatapan penuh curiga. Akhirnya Myung-ran tak tahan lagi dan memelototi rekannya.
“Siapa kau sebenarnya?” tanya si pegawai.
“Siapa aku? Apa maksudmu?”
“Aku sudah mencari informasi mengenai Presdir Cha melalui internet. Ia tidak memiliki putri. Apa kau mungkin putri tidak sahnya yang selama ini disembunyikan?”
“Hah????” Myung-ran kebingungan.
“Benar, kan? Kau putri tidak sahnya yang menyamar bekerja di sini, kan?” Si pegawai trauma gara-gara Ji-heon yang ternyata anak Presdir.
Myung-ran berkata itu omong kosong. Tapi si pegawai tak percaya (istilah sundanya mah: keukeuh) dan tetap mengira Myung-ran anak Presdir yang menyamar. Semua pegawai sekarang curiga pada Myung-ran dan diam-diam terus memperhatikannya.
Presdir Cha mengajak Eun-seol pergi keluar kantor. Ternyata mereka pergi ke mall. Make over time!!
Kalau biasanya para wanita pemeran utama di-make over oleh sang pria atau pria pemeran utama ke-2. Baru kali ini, calon ayah mertua yang mendandani calon menantu perempuannya. Wah, kapan ya giliran ada ibu mertua Korea yang mendandani menantu perempuannya? Dengan reaksi selucu Presdir Cha tentunya^^
Presdir Cha membelikan Eun-seol banyak sekali pakaian. Ibu Na-yoon yang sedang berjalan-jalan tak sengaja melihat mereka. Ia sangat terkejut dan buru-buru melapor pada ibu Moo-woon yang tak kalah terkejutnya.
Ibu Moo-woon berkata kalau Eun-seol benar-benar beruntung, bagaimana bisa adik iparnya menyetujuinya sebagai calon menantu. Ibu Na-yoon heran mengapa ia begitu marah melihat kejadian tadi. Ibu Moo-woon bertanya apa ibu Na-yoon cemburu, bukankah ia dulu pernah menyukai Presdir Cha. Ibu Na-yoon membantah keras, di hatinya hanya ada Presdir Seo, suaminya. Terserahlah, kata ibu Moo-woon.
Anehnya malah ibu Na-yoon yang ingin menyingkirkan Eun-seol. Alasannya , karena membuat Na-yoon pergi dari rumah, karena membuat semua orang menyukainya. Ia tidak bisa diam saja dan akan mencari cara untuk menanganinya. Bukan hanya pada Eun-seol, ia juga akan membalas Ji-heon yang telah menolak putrinya.
Direktur Park menelepon ibu Moo-woon dan ingin bertemu dengannya. Mereka bertemu secara rahasia di mobil di depan kantor (rahasia apanya??). Direktur Park memberikan informasi terbaru Presdir Cha pada ibu Moo-woon. Ia mendapatkannya dari kantor Sekretaris (sepertinya hasil penyelidikan Sekretaris Yang atas suruhan Moo-woon). Ibu Moo-woon memuji Direktur Park.
Tapi ia menyadari wajah Direktur Park yang sangat tegang.
“Akhir-akhir ini aku tidak bisa tidur nyenyak. Aku mimpi buruk Presdir Cha menangkapku dan menghukumku. Aku tidak boleh tidur,” kata Direktur Park.
“Kalau begitu kau harusnya lebih bersemangat dan lebih berhati-hati.”
“Jika Presdir mengetahui perbuatanku, Presiden Shin (ibu Moo-woon) harus bertanggung jawab bersamaku. Apa kau tahu itu?”
“I…itu….ten…tentu saja.”
“Tentu harus begitu. Aku bukan seseorang yang akan mati sendirian. Bahkan julukanku semasa sekolah adalah hantu air (hantu yang menyeret siapaun masuk ke dalam air bersamanya).”
Presdir Shin jadi takut.
Untuk menolong Moo-woon, Nenek akhirnya menjadi investor dan pemegang saham perusahaan Moo-woon. Moo-woon berterimakasih pada neneknya. Nenek berkata tidak perlu berterima kasih dan meminta Moo-woon bekerja dengan baik saja. Moo-woon berjanji melakukannya.
Nenek mengajak Moo-woon kencan. Awalnya Moo-woon beralasan sedang sangat sibuk.. Tapi bagi Nenek, kesibukan tidak akan pernah berakhir. Memangnya Moo-woon akan bekerja sampai tua? Apa salahnya sesekali makan bersama Nenek? Ia mengingatkan Moo-woon untuk sesekali beristirahat.
Mereka berjalan-jalan di taman bersama Nenek. Saat melihat sepasang kekasih bersepeda, ia jadi teringat kencannya dengan Eun-seol. Nenek bertanya apa Moo-woon ingin naik sepeda. Tidak, kata Moo-woon.
Tapi mereka naik sepeda juga. Nenek dibonceng Moo-woon dan sangat ketakutan hihihi…tapi ia tidak mau mengakuinya demi cucunya. Moo-woon terlihat gembira.
Moo-woon curhat pada Nenek saat mereka sedang beristirahat. Ia berkata ia telah berjanji pada Eun-seol untuk berubah. Dan walau Eun-seol tidak bersamanya, ia tetap akan berubah. Ia hanya ingin Eun-seol bahagia, walau bersama orang lain. Nenek ikut sedih untuk Moo-woon. Ia tidak tahu bagaimana menghibur Moo-woon tapi ia minta Moo-woon tetap berpikir seperti itu. Aku tidak perlu penghiburan karena aku belum menyerah, ujar Moo-woon. Nenek menarik nafas panjang, menyadari cucunya akan kecewa.
Moo-woon mengajak Nenek naik sepeda lagi. Nenek bengong tapi mau ngga mau ikut hehehe^^
Presdir Cha dan Eun-seol telah selesai berbelanja. Eun-seol berterimakasih pada Presdir Cha .
“Ketika aku menonton drama, kadang-kadang aku berpikir jika saja ada seseorang yang akan membawaku ke mall untuk ber-shopping ria. Tapi tetap saja ini terasa berlebihan. Sejujurnya, dengan uang yang telah kaubelanjakan, kau bisa membeli lebih banyak di toko biasa. Ini seperti pemborosan uang.”
Presdir Cha tersenyum dan meminta Eun-seol jangan khawatir. Hal seperti ini wajar dilakukan saat masih muda. Jika sudah tua maka akan terasa lebih canggung.
“Sekretaris No, ketika aku muda, orang-orang sering berkata aku mirip Richard Gere (film Pretty Woman, pada film itu Richard Gere me-make over Julia Roberts, seorang wanita jalanan).”
“Kau masih sepertinya,” kata Eun-seol.
“Benarkah?” Presdir Cha berbunga-bunga.
“Benar, kau Cha Cha Gere.”
Presdir Cha tertawa. Ia minta Eun-seol berpakaian dengan baik di masa yang akan datang. Pakaian-pakaian yang baru dibelikannya jangan disimpan saja di lemari, ia tidak akan melakukan belanja seperti ini lagi. Eun-seol mengiyakan.
Presdir Cha bertanya apa Eun-seol sudah berbicara dengan Ji-heon mengenai ambil alih perusahaan. Eun-seol jujur mengatakan kalau Ji-heon tidak mau. Presdir Cha meminta Eun-seol membujuk Ji-heon tapi Eun-seol berkata walau dicoba tidak ada gunanya. Dan lagi ia tidak ingin memaksa atau melakukan kekerasan pada Ji-heon.
Presdir Cha jadi kesal, apa Eun-seol sedang mengguruinya? Ia minta Eun-seol membujuk Ji-heon bagaimanapun caranya, baik dengan kekerasan maupun dengan kelembutan kalau perlu (ehem…maksudnya?). Eun-seol terdiam. Presdir Cha sadar ia meminta terlalu banyak.
Presdir Cha bertanya apa ada sesuatu yang Eun-seol ingin atau bisa lakukan? Eun-seol tidak bisa menjadi Sekretaris Ji-heon terus, lambat laun akan muncul gosip. Eun-seol berkata ia tadinya akan membicarakan itu dengan Predir Cha. Eun-seol terus nyerocos samapi dihentikan oleh Presdir Cha. Ia harus buru-buru pergi karena jadwalnya sangat padat. Ia menyuruh Eun-seol pulang sendiri dengan taksi.
Jadwal sibuk apa? Kerja sosial. Presdir Cha membersihkan taman dengan beberapa ahjumma. Para ahjumma itu berkeluh kesah mengenai anak-anak mereka yang terus memberontak. Anak-anak itu bagaikan musuh. Tidak pernah sekalipun mereka mendengar ucapan: “Ya, aku mengerti.” Perkataan yang sering didengar adalah: “Sungguh mengganggu” “Aku tidak mau” “Nanti” “Ibu tahu apa?” (Ayooo…bener ngga?^^)
Merasa tertarik, Presdir Cha mendekati mereka dan berjongkok di antara para ahjuma itu. Seorang ahjumma berkata biarkan saja anak-anak itu, semakin diperintah semakin mereka melawan.
“Ahjumma, kenapa? Semakin kau membiarkan mereka bukannya mereka semakin tidak mendengar?” tanya Presdir tiba-tiba.
“Aiggooo, ahjusshi, kau tidak tahu apa-apa. Biarkan mereka. Jangan beri mereka uang sepeser pun. Begitu mereka sadar, mereka akan kembali meminta uang. Baru mereka mau menurut.”
Presdir Cha berkata hatinya terlalu lembut, ia tidak bisa melakukan hal seperti itu. Ahjumma lain mengusulkan untuk terus memukul sampai menurut. Presdir Cha berkata itu tidak mempan. Berapa kalipun ia memukul, tetap tidak mempan.
Para ahjumma terkesan Presdir Cha seorang ayah yang mengkhawatirkan anaknya. Presdir Cha membantah, hatinya sekeras arang.
“Aigoo…ahjusshi yang sungguh lucu. Kau mirip bintang film. Bagaimana bisa ada arang setampan dirimu?” seloroh seorang ahjumma. Presdir Cha tersenyum simpul.
Tapi seorang ahjumma lain tiba-tiba mengenalinya sebagai boss mafia yang diberitakan di TV. Presdir Cha menutupi wajahnya dan berusaha membantah tapi para ahjumma itu tak percaya.
Eun-seol kembali ke kantor dan berpapasan dengan Moo-woon. Moo-woon bersikap ramah seperti biasanya tapi tidak bisa dielakkan ada suasana canggung di antara mereka.
Ji-heon sedang mencuci tangan di toilet ketika Moo-woon masuk. Moo-woon menatap Ji-heon. Ji-heon tersenyum pada Moo-woon dan bertanya mengapa Moo-woon terus menatapnya.
“Tidak bisa begini. Aku tidak bisa begitu saja melepasnya padamu.”
“Apa maksudmu? Siapa yang kau bicarakan?” tanya Ji-heon.
“Kau tidak tahu? No Eun-seol.”
“HEI!”
“Karena aku sudah memberitahumu lebih dulu, ini tidak melanggar peraturan,” kata Moo-woon sambil berlalu pergi.
Ji-heon menarik kerah jas Moo-woon dan tak mau melepasnya. Moo-woon mengibaskan kepalanya hingga menghantam wajah Ji-heon. Ji-heon mengaduh dan mundur ke belakang. Keduanya berhadapan siap terkam. Namun saat mereka mengayunkan tinju mereka sambil melompat balet, tiba-tiba seorang pria masuk toilet (wow…kata-katanya berima…bisa jadi pantun nih^^).
Moo-woon mengatakan pada Sekrretaris Yang kalau dia baru saja menggoda Ji-heon. Berhasil menggoda Ji-heon benar-benar menyegarkan, seperti sebuah pencapaian super.
Ji-heon memperingatkan Eun-seol untuk tidak dekat-dekat dengan Moo-woon. Ia berkata Moo-woon itu hanya berpura-pura ingin menjadi teman padahal bisa menerkam sewaktu-waktu. Ia minta Eun-seol berhati-hati.
Eun-seol tidak mau, Moo-woon adalah orang yang dia hormati dan penuh rasa terima kasih. Ia tidak mempedulikan peringatan Ji-heon dan berjalan ke pintu..
“Tunggu!” seru Ji-heon. Eun-seol berhenti.
“Maju 5 langkah.”
Eun-seol berjalan 4 langkah tapi ia mundur karena Ji-heon maju ke arahnya.
“Langkah terakhir biar aku yang lakukan,” ujar Ji-heon melangkah ke arah Eun-seol.
Eun-seol cepat-cepat menghentikan Ji-heon. Di kantor tidak boleh ada kontak fisik dan pengungkapan cinta.
“Aku janji. Tapi, di luar kantor kita bisa mengekspresikan cinta kita dengan bebas. Mengerti? Dan dimulai hari ini setelah kerja.”
Na-yoon akhirnya bertemu dengan ibunya. Ibunya menyerah dan menyerahkan kunci apartemen agar Na-yoon bisa tinggal sendiri. Ia berkata ayah Na-yoon sangat marah dan sulit untuk meyakinkannya agar Na-yoon boleh tinggal sendiri. Tapi Na-yoon tahu ayahnya tidak peduli padanya, ia hanya peduli siapa yang akan Na-yoon nikahi.
Na-yoon berterima kasih pada ibunya dan berkata Myung-ran dan Eun-seol pasti menyukai apartemen itu juga. Awww…so cute, ia mau mengajak Eun-seol dan Myung-ran tinggal bersama di apartemen barunya, padahal dia kan lagi marahan sama Eun-seol^^
“Apa kau gila?!” seru ibu Na-yoon.
Ia mengancam jika Na-yoon terus seperti ini, akan ada banyak masalah bagi Eun-seol. Ia tidak bisa diam saja dan tidak melakukan apapun. Na-yoon bertanya apa yang ibunya akan lakukan?
“Sejujurnya aku belum memikirkannya. Tapi apapun metode yang akan kugunakan, aku akan memastikan dia menjauh dari Ji-heon dan Moo-woon. Dan juga aku akan membalasnya karena telah membuatku menderita.”
“Tapi dia tak pernah melakukan apapun padamu, Ibu. Malah sebaliknya,” protes Na-yoon kebingungan.
“Bukankah dia yang membuatmu seperti ini?”
“Ini semua karena Ibu,” sahut Na-yoon.
Ibu Na-yoon kesal sekali dan mengambil kembali kunci apartemen Na-yoon. Na-yoon berkata ia tidak akan diam saja jika ibunya melakukan sesuatu.
Moo-woon menemui Na-yoon. Mereka membicarakan pekerjaan. Na-yoon mencoba bertanya mengenai keadaan Moo-woon dan menghiburnya tapi Moo-woon terus membicarakan perkerjaan hingga Na-yoon kesal dan tak tahan lagi. Haruskah ia berhenti berusaha membuat Moo-woon merasa lebih baik?
Moo-won memandang Na-yoon dan ingat ketika Eun-seol dulu menghiburnya saat ia beru ditolak Na-yoon.
“Sungguh menarik. Ketika kau mencampakkan aku, Eun-seol yang menghiburku. Setelah aku ditolak Eun-seol, kau yang menghiburku.”
Hal ini membuat Na-yoon tambah tak enak hati dan kesal. Ia berdiri dan meninggalkan Moo-woon. Moo-woon menghentikan mobil di dekat Na-yoon dan menawarkan tumpangan tapi Na-yoon menolak karena gengsi. Eh, Moo-woon langsung tancap gas^^
Na-yoon mencoba menghentikan taksi tapi tidak berhasil. Moo-woon memundurkan mobilnya kembali.
“Kau benar-benar tidak mau ikut? Kalau begitu aku pergi,” Moo-woon siap tancap gas lagi.
“Tidak, tidak, aku ikut,” kata Na-yoon cepat-cepat dan naik ke mobil.
Ji-heon dan Eun-seol kencan makan malam bersama sepulang kerja. Tapi Ji-heon kesal karena Eun-seol mengajaknya ke kedai kecil, makanannya pun bukan yang ia suka, ditambah Myung-ran akan bergabung. Bukankah mereka berjanji untuk bebas berkencan setelah kerja.
Eun-seol meminta maaf, ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Myung-ran menelepon dan mengajaknya makan bersama, tidak mungkin dia menolak saat diam-diam makan bersama Ji-heon. Dan lagi setiap hari Myung-ran berbicara tentang daging (mereka makan di kedai daging bakar).
Ji-heon mengeluh banyak rintangan di sekitar Eun-seol. Dulu Moo-woon, sekarang Nona Penggulat, lalu ayahmu dan juga Na-yoon. Benar-benar melelahkan.
Eun-seol tidak mempedulikan omelan Ji-heon dan menyuapi Ji-heon sepotong daging. Ji-heon langsung tersenyum ceria kembali. Persis anak kecil.
Ji-heon membersihkan ujung bibir Eun-seol yang terkena saus. Eun-seol juga melakukan hal yang sama. Ji-heon bersedia menunggu Myung-ran lalu mereka akan segera menyelesaikan makan dan pergi berdua secepatnya. Terserah padamu, kata Eun-seol mengangguk.
Presdir Cha melihat resume Eun-seol. Ia tak habis pikir Eun-seol tidak punya keahlian apapun, cuma bisa berkelahi. Sekretaris Jang berkata Nenek juga dulu mengatakan hal yang sama saat melihat resume itu. Presdir Cha baru tahu kalau ibunya sudah meneliti Eun-seol sejak dulu. Ia marah pada Sekretaris Jang, mengapa ia tidak diberitahu, memangnya sekretaris Jang sekretaris siapa?
“Di mataku ia cantik. Tapi tidak demikian di mata orang lain. Dia benar-benar membutuhkan pelatihan. Ia harus bisa tampil elegan di depan semua orang. Ji-heon sudah dipandang sebelah mata. Jika ia bersanding dengan Sekretaris No, maka akan semakin buruk,” kata Presdir Cha.
Sekretaris Jang berkata akan segera mempersiapkan program pelatihan untuk Eun-seol.
Na-yoon menawari Moo-woon makan tapi Moo-woon berkata memangnya dia akan mati jika tidak makan sekarang. Na-yoon kesal dan berkata ia akan makan bersama Myung-ran. Tepat saat itu ia melihat Myung-ran berjalan menuju kedai daging bakar. Na-yoon turun dari mobil dan memanggilnya.
Ji-heon melotot, bagaimana ini bisa terjadi. Ia duduk makan bersama Eun-seol, Myung-ran, Na-yoon, dan Moo-woon! Moo-woon membela diri ia dipaksa datang. Oleh Myung-ran.
Myung-ran gelagapan. Ia menyuruh Moo-woon datang karena Moo-woon berkata takut dianggap berpikiran sempit jika hanya lewat. Ji-heon menyuruh Moo-woon pergi. Tapi Eun-seol berkata semuanya boleh makan, mereka datang di waktu yang tepat.
Ji-heon memperbolehkan mereka makan tapi mereka harus segara pergi setelah makan. Myung-ran, Na-yoon, dan Moo-woon langsung melotot. Apa? Apa? Apa? Tantang Ji-heon pada ketiganya.
Eun-seol mencoba menjernihkan suasana dan mengajak toast Ia menumpahkan minuman untuk semua orang. Kecuali Moo-woon, dikasih coca cola hahaha. …waktu Moo-woon mau nuangin soju, semua langsung teriak melarang. LOL Moo-woon tampangnya ngga bersalah gitu.
Mereka akhirnya toast bersama. Eun-seol bertanya apa Moo-woon menyukai makanannya.
“Mengapa kau tidak bertanya padaku?” tanya Na-yoon kesal.
“Na-yoon, apa rasanya enak?” tanya Eun-seol sabar.
“Tidak begitu enak.,” sahut Na-yoon.
“Kalau begitu jangan makan,” sergah Ji-heon.
“Aku ingin makan. Aku akan makan semuanya,” ujar Na-yoon.
“Mengapa kau peduli pada apa yang orang lain makan? Akhir-akhir ini Na-yoon sangat pemilih soal makanan,” bela Moo-woon. Ia menaruh daging lebih banyak di piring Na-yoon.
Ji-heon tak mau kalah, ia menyuapi Eun-seol. Myung-ran jadi kesal dan menggebrak meja. Ia kesal keadaannya sangat tegang.
Jejeeengg…Sekretaris Kim dipanggil buat nemenin Myung-ran hahaha^^ Myung-ran memperlakukannya dengan baik sekali. Ia berkata Sekretaris Kim bagai kekasihnya. Eun-seol dan Ji-heon menyuruh Sekretaris Kim baik-baik pada Myung-ran, sementara Na-yoon merasa kasihan pada Myung-ran (dapet pacar seperti Sekretaris Kim). Moo-woon sih diem-diem nuangin soju ke gelasnya hahaha….bad Moo-woon (liat deh botol yang dipegang Moo-woon^^)
Sekretaris Kim bingung mengapa ia tiba-tiba dipanggil dan ada masalah apa sebenarnya. Tidak ada yang menjawab, semua sibuk makan dan minum. Akhirnya suasana menjadi cair dan mereka berenam mengobrol dengan gembira termasuk Ji-heon dan Moo-woon. Cuma Sekretaris Kim yang kelihatan tegang di sebelah Myung-ran hahaha^^
Keesokan paginya Eun-seol ditelepon Presdir Cha agar datang ke rumah. Ia bercerita pada Na-yoon, ayah Ji-heon menyuruhnya datang segera untuk mengikuti kelas-kelas.
“Kelas-kelas? Sepertinya pendidikanmu secara resmi dimulai. Bisa benar-benar membosankan dan juga sangat mengganggu,” ledek Na-yoon senang.
Eun-seol tiba di rumah dan langsung di”seret” pelayan keluarga Cha untuk pergi. Ji-heon juga kebingungan tapi Eun-seol tidak tahu hendak dibawa ke mana. Presdir Cha menyuruh Ji-heon ikut dengannya untuk bertemu para pemegang saham.
Eun-seol mengikuti kelas merangkai bunga. Dan memotong bunganya, bukan tangkainya. Kelas musik. Eun-seol menyiksa bass-nya dengan menggesek sekuat tenaga tanpa perasaan. Kelas etiket makan. Eun-seol menjatuhkan garpunya dan memungutnya kembali (padahal tidak boleh- heh…aku juga baru tau lho), juga jarak perut dengan meja adalah sekepalan tangan.
Ji-heon curiga mengapa ayahnya mengajaknya menemui rumah-rumah para pemegang saham. Ia tegaskan tidak ingin mewarisi perusahaan ayahnya. Ji-heon menelepon Eun-seol yang sedang belajar etiket makan makanan Korea. Ia menyuruh Eun-seol berhenti mengikuti kelas. Tapi Eun-seol tidak bisa karena Presdir Cha sudah membayar semua biaya kursusnya. Ji-heon melirik ayahnya yang pura-pura tidak tahu apa-apa.
Ji-heon berjanji akan menjemputnya tapi Eun-seol melarangnya karena sebentar lagi dia selesai. Begitu selesai dia berjanji langsung pulang karena sangat lelah. Ia langsung menutup telepon.
Ji-heon mengomeli ayahnya. Eun-seol tidak mau belajar hal-hal itu. Presdir Cha membela diri, ia hanya mengajar dasar-dasarnya.
Moo-woon bertemu dengan ibunya untuk membicarakan bisnis. Ia tidak setuju ibunya menggunakan biaya pemasaran melebihi budget. Ibunya berkata hal itu sudah lumrah dilakukan. Tapi Moo-woon tidak mau. Ia tahu setiap perusahaan memiliki anggaran rahasia (untuk menghindari pajak) tapi ia mau mengurangi anggaran rahasia itu satu demi satu. Ia sudah berjanji untuk mengubah dunianya dan sangat tidak terhormat jika terus seperti ini. Dan lagi Nenek telah berkata bahwa pewaris perusahaan akan dilihat dari kemampuannya. Ia ingin memperlihatkan kemampuan sebenarnya. Ibu Moo-woon menarik nasfas panjang, jika seperti ini terus bukankah ia malah semakin terlihat lebih buruk?
Eun-seol yang telah menyelesaikan semua kelasnya tak sengaja bertemu dengan Moo-woon. Ternyata hotel tempatnya kursus adalah hotel milik ibu Moo-woon.
Moo-woon mengajak Eun-seol minum teh. Setelah kebersamaan mereka kemarin, hubungan mereka telah pulih kembali. Moo-woon takjub Eun-seol menyelesaikan semua kelas dalam 1 hari.
“Setiap jam selama 5 jam. Tapi yang paling buruk adalah semua guru yang akan pergi berkata: ‘sampai bertemu lagi minggu depan’.”
“Sepertinya Presdir sudah menerimamu.”
Tapi Eun-seol menganggap hal ini berlebihan tanpa memikirkan keinginannya. Moo-woon berkata Eun-seol boleh mengutarakan keinginannya. Moo-woon berkata ia merasa lebih rileks setelah minum kemarin.
“Bukan aku, tapi kau yang lebih rileks,” ujar Moo-woon.
Moo-woon mengusulkan mereka kadang-kadang melakukan acara seperti kemarin. Untuk mengganggu Ji-heon. Eun-seol tersenyum.
Keesokan harinya., Sekretaris Jang melaporkan beberapa dokumen pada Presdir Cha. Presdir Cha tidak terlihat senang melihat dokumen-dokumen itu. Ia memegang perutnya seperti kesakitan. Ia menyuruh Sekretaris Jang membakar semua dokumen itu.
Eun-seol bertemu dengan Presdir Cha di depan lift. Presdir Cha menyuruh Eun-seol menunggu di kantornya. Eun-seol masuk dan menemukan kantor Presdir kosong karena Sekretaris Jang sedang mengambilkan obat untuk Presdir. Tak sengaja ia menjatuhkan sebuah dokumen yang terletak di meja. Eun-seol menaruhnya kembali ke meja tapi lalu melihat –lihat isi dokumen itu. Matanya terbelalak. Ia memeriksa dokumen-dokumen lainnya.
*Sepertinya ini adalah dokumen-dokumen anggaran rahasia perusahaan DN untuk menghindari pajak.
Sekretaris Jang masuk dan kaget melihat Eun-seol sedang membaca dokumen-dokumen tersebut. Ia buru-buru membereskan semuanya. Eun-seol bertanya itu dokumen apa. Sekretaris Jang berkata itu dokumen data perusahaan. Tapi Eun-seol tidak percaya.
Ibu Na-yoon dan ibu Moo-woon juga sedang melihat dokumen-dokumen yang sama. Hmmm…I smell trouble.
Ibu Na-yoon berkata jika ibu Moo-woon mau mempublikasikannya, harus dilakukan di saat yang tepat dan dengan hati-hati. Tapi ibu Moo-woon berkata ia tidak tahu apakah ia harus melakukannya. Ibu Na-yoon berkata jika hal ini dipublikasikan, Moo-woon pasti akan langsung menjadi pewaris. Ibu Moo-woon merenung.
Sekretaris Jang masih berusaha meyakinkan Eun-seol bahwa dokumen itu bukanlah apa-apa. Ia menegaskan Eun-seol tidak tahu apa-apa. Eun-seol menghela nafas. Presdir Cha masuk ke kantornya. Sekretaris Jang dan Eun-seol buru-buru berdiri. Presdir Cha menatap mereka dengan curiga. Sementara Eun-seol melihat Presdir Cha dengan pandangan baru.
Komentar:
Akhirnya Eun-seol menghadapi dilema. Ia jelas-jelas ingin Ji-heon menjadi pemimpin perusahaan yang bersih, yang tidak menghindari pajak. Tapi ternyata calon ayah mertuanya telah meakukan hal itu. Sayangnya hal itu ia ketahui tepat saat Presdir Cha sedang membersihkan perusahaan. Presdir Cha ingin membereskan semuanya sebelum mewariskan perusahaan pada Ji-heon.
Apakah Eun-seol akan melaporkan Presdir Cha pada kantor pajak? Kurasa tidak. Walau ia tidak setuju dengan hal ini tetapi ia juga sekretaris yang baik. Paling banter ia berhenti kerja. Tapi bagaimana dengan hubungan Eun-seol dan Ji-heon?
Apakah ibu Moo-won akan bergabung dengan ibu Na-yoon untuk menjatuhkan Presdir Cha? Let’s see…..
Tapi yang paling membuatku bertahan dengan PTB adalah Na-yoon dan Moo-woon. Oke, maybe just Na-yoon^^ Apa aku pernah bilang, ngga nyangka Wang Ji-hye bisa se-cute ini? Jauh banget dari perannya di Personal Taste. Mudah-mudahan suatu saat nanti ia menjadi pemeran utama rom-com^^
Sinopsis Episode 13 di Kutudrama: [klik di sini]
samaaa.. aku suka banget sama wang ji hyeee..
BalasHapusshes just tooo cute here.. but i still like her in Personal taste. dia berhasil menjadi cewe yang bisa dibenci bangeeett.. Keren laahh actingnyaa...
keereeeen....
BalasHapuslucuuuu....
Ayoooo semangattttt buat dee n fanny.... Ditunggu kelanjutan'y yahhh....
BalasHapus~('▽'~) (~'▽')~
:p"̮♡hϱ♡hϱ♡hϱ♡"̮ :p
Ditunggu yah lanjutannya______ love love love!! Ayoo semangat!!
BalasHapus@all: makasih buat semangatnya ya^^
BalasHapusdi tunggu recap berikutnya
BalasHapusFaighting ..
fanny n dee : duet mautnya keren....ampe episode sekarang aku sm sekali nggak pengen download karna lebih enak baca sinops disini he he
BalasHapusfighting ya fanny...
lama nggak dengar kabarnya,kemana aja???
@cha_sya: inetku lg susah konek akhir2 ini. untungnya skrg dah lancar lg :-D
BalasHapusayo semangat ^^ :D :*
BalasHapus