Drama ini tak henti-hentinya membuat kejutan. Setelah kejutan (dobel malah^^) di akhir episode 5, episode 6 ini juga berakhir dengan sebuah kejutan. Bagaimana dengan akhir episode 5? Kulihat di twitter banyak yang menjadi galau karenanya ;p
Sebenarnya yang membuatku galau adalah: kenapa pewaris tidak boleh menikah dengan wanita biasa? Kenapa juga pernikahan harus dengan persetujuan para pemegang saham perusahaan? Ckckck…ini abad berapa ya?
Sinopsis Protect The Boss Episode 5 (oleh Dee Kutudrama): [5-1 klik di sini] [5-2 klik di sini]
Sinopsis Episode 6
Bagaimana reaksi si gadis es krim dan si kepala cepol setelah mendapat kejutan besar dalam hidup mereka?
Na-yoon sejenak terhanyut dalam suasana tapi ia lalu membuka matanya dan mendorong Moo-woon. Kekecewaan terlihat jelas di wajah Moo-woon. Na-yoon berkata ia tidak ingin membuat kesalahan yang sama. Untuk sekarang ia tidak mau tergugah oleh Moo-woon. Moo-woon tak mengatakan apapun tapi jelas ia patah hati.
Sementara itu Eun-seol dan Ji-heon saling berpandangan dan mengerjapkan mata, mencoba memahami apa yang baru terjadi. Prang!! Kesadaran Eun-seol menyeruak. Ia bangkit berdiri dan siap mengayunkan tinjunya sementara Ji-heon otomatis berlutut mohon ampun, mengatakan bahwa ia salah.
Keduanya duduk berjauhan. Eun-seol berkata ia orang yang pemaaf asal orang itu merenungkan perbuatannya.
“Aku akan memaafkanmu kali ini,” kata Eun-seol.
“Baiklah, aku terima permintaan maafmu,” sahut Ji-heon. Heh?
Ji-heon memegangi dadanya dan meraba denyut nadinya. Ia minta Eun-seol meraba denyut nadinya. Eun-seol langsung waspada, memangnya ada apa? Ji-heon berkata setiap kali ia mendapat serangan panik, jantungnya akan berdebar sangat kencang. Bukankah Eun-seol ingin belajar tentang serangan panik? Ji-heon menyodorkan tangannya. Eun-seol akhirnya menyentuh tangan Ji-heon. Ia terkejut dengan debaran jantung Ji-heon. (Heh, why do I feel like I’m recapping Best Love right now? It must be because of the heartbeat^^)
Ji-heon berkata debaran jantungnya kali ini bukan karena serangan panik tapi karena Eun-seol. Eun-seol cepat-cepat melepaskan tangan Ji-heon tapi Ji-heon sempat memegang nadi Eun-seol dan merasakan denyutnya. Ji-heon tersenyum, ia sudah mengira jantung Eun-seol juga berdebar di atas normal. Sama dengan debaran jantungnya.
Eun-seol memelintir tangan Ji-heon hingga Ji-heon mengaduh. Memangnya reaksi berbeda apa yang diharapkan Ji-heon setelah menciumnya. Tubuhnya bukan patung, jadi tentu saja bereaksi. Dan lagi jantung juga berdebar lebih cepat saat seseorang terkejut dan marah.
Ji-heon meminta Eun-seol jujur pada diri sendiri dan tidak membuat alasan lagi. Eun-seol memelintir tangan Ji-heon lebih kencang hingga Ji-heon tak tahan lagi dan menyerah. Eun-seol melepaskan Ji-heon dengan kesal.
Eun-seol minta Ji-heon menyimak baik-baik, melakukan hal seperti itu (menciumnya) tanpa meminta ijin lebih dulu, sama saja dengan yang dilakukan si peleceh di bus. Ji-heon setengah setuju, setengah tidak setuju dengan Eun-seol.
“Aku sebenarnya orang yang membenci sentuhan. Aku selalu hidup sepolos biksu yang religius. Jadi jika aku melakukan hal seperti itu… Itu karena aku benar-benar menyukai orang di sisiku, No Eun-seol.”
Eun-seol menghela nafas panjang. Ia berkata ia mengerti. Ji-heon menggerak-gerakkan tangannya yang tadi dipelintir Eun-seol. Ia minta Eun-seol tidak menggunakan kekerasan pada dirinya lagi di masa yang akan datang.
Tepat saat itu Presdir Cha berdiri di depan pintu kamar Ji-heon dan mendengar kalimat tadi. Ji-heon berkata ayahnya selalu memukulnya tapi dia tidak akan mentoleransi orang yang memukul anaknya (seperti gangster di bar itu). Ayahnya adalah orang yang unik dan sulit dimengerti. Presdir Cha mendengar semua itu dan menghambur masuk kamar Ji-heon.
“YAAA! Kau…dipukul oleh Sekretaris No?! Sekretaris No, kau benar-benar memukulnya?”
“Tidak hari ini,” sahut Ji-heon cepat, ia berusaha membela Eun-seol bahwa Eun-seol lembut seperti domba dan hanya mengancamnya sedikit. Ia yang terlalu melebih-lebihkan.
“Dia tidak memukulmu hari ini?!” sahut Presdir Cha tak percaya.
Eun-seol buru-buru menengahi ayah dan anak itu sebelum Ji-heon jadi bantalan tinju ayahnya. Ia menjelaskan ia hanya memukul Ji-heon satu kali, saat Ji-heon menyerah pada proyek taman hiburan.
“Benarkah? Kalau begitu itu tindakan yang bijaksana,” sahut Presdir Cha. Tapi Presdir Cha malah jadi marah sama Ji-heon, mana ada boss dipukul sekretaris supaya sadar. Ji-heon jadi kesal, di rumah ia selalu dipukuli jadi di luar juga ia dipukuli.
Tak tahan lagi melihat keduanya, Eun-seol berteriak ia tidak akan melakukannya lagi. Tidak akan memukul Ji-heon lagi. Ji-heon senang sekali. “Kau dengar kan, Ayah?!”
Presdir Cha bertanya pada Eun-seol, apa tidak berlebihan menggunakan kekerasan dalam proyek pelatihan Ji-heon? Bagaimanapun juga Ji-heon manusia. Ia minta Eun-seol tidak memperlakukan Ji-heon seperti binatang (eh, sendirinya??). Eun-seol menunduk. Ji-heon membela Eun-seol, ia baik-baik saja dengan pelatihan Eun-seol. Ayah Ji-heon kembali meradang, “Apa kau tidak punya harga diri?!”
Eun-seol akhirnya bersedia menggunakan mobil pemberian Ji-heon karena ia harus membawa buku-buku tentang serangan panik yang bejibun banyaknya dan sudah tidak ada bis karena sudah larut malam. Ji-heon mengingatkan mobil ini mobil perusahaan jadi hanya boleh digunakan untuk bekerja. Eun-seol mengerti.
“Jangan berpikir karena hari sudah malam dan mobil sudah berkurang maka kau bisa ngebut.”
“Aku akan mengemudi pelan-pelan.”
“Kau tidak boleh mengemudi terlalu pelan. Itu juga berbahaya. Mengemudilah pada kecepatan sedang.”
Ji-heon menanti hingga Eun-seol pergi dan tidak terlihat lagi. Tiba-tiba Ji-heon merasa ada sesuatu di belakangnya. Bukan penampakan….ini lebih serem lagi. Nenek.
Nenek menjewer telinga Ji-heon dan menariknya masuk ke dalam rumah. Duh, kasian banget ya si Ji-heon ini. Gimana ngga kaya anak kecil kalau diperlakukan kaya anak kecil juga >,<
Ji-heon terus mengaduh kesakitan. Nenek bertanya mengapa Ji-heon mencuri mobilnya dan memberikannya pada gadis itu. Ji-heon beralasan mobil nenek lebih dari satu jadi ia memberikan mobil yang lebih kecil pada Eun-seol. (dasar…kalo ngga bilang-bilang ya tetep aja namanya mencuri^^)
Tapi itu mobil kesukaan nenek. Ia suka warna merahnya dan ia bisa mengemudikan mobil itu ke mana-mana tanpa merasa malu walau ia sudah tua. Ia sudah berpikir masak-masak sebelum membeli mobil itu. Nenek bertanya, apakah sepatu juga perbuatan Ji-heon? Nenek kesal sekali. Ji-heon bilang, sepatu nenek ada banyak kan?
“Katakan! Apa kau menyukai sekretaris itu?” tanya nenek. Ji-heon terkejut.
“Nenek, bagaimana kau bisa tahu?” Huahaha…semua yang nonton PTB juga tau^^.
Nenek mengingatkan Ji-heon adalah pewaris DN Grup. Pernikahan Ji-heon tidak bisa diputuskan oleh Ji-heon sendiri tapi harus dengan persetujuan para pemegang saham perusahaan. Nenek bisa melihat Eun-seol bukan dari keluarga terpandang tapi ia gadis yang ramah dan bersemangat. Jika Ji-heon membangun perasaannya pada Eun-seol, itu hanya akan melukai Eun-seol saja. Nenek minta Ji-heon mengawasi perbuatannya.
“Tidak mau, aku ingin tetap membangunnya. Aku akan menggusarkan No Eun-seol seumur hidupku,” sahut Ji-heon penuh tekad. Nenek tercengang.
Nenek beralih menemui Presdir Cha yang sedang menonton drama. Bagi presdir Cha yang bekerja keras seharian, menonton drama adalah istirahat baginya. (Setujuuuuu….^^)
Nenek bertanya apakah Presdir Cha sudah memikirkan pernikahan Ji-heon. Presdir Cha menceritakan kunjungan Na-yoon. Presdir Cha sebenarnya kurang suka tapi bagaimana lagi, tidak ada yang sebanding dengan Na-yoon.
“Bagaimana jika Ji-heon tidak menyukainya?” tanya nenek.
“Mengapa ia tidak menyukainya? Dia tidak mengenal wanita lain selain Na-yoon. “ Presdir pikir Ji-heon bersikap seperti ini pada Na-yoon karena ingin menunjukkan siapa yang lebih di atas angin.
“Kau ini benar-benar lambat,” ujar nenek.
Presdir Cha tentu saja tidak setuju. Sebelum nenek Ji-heon menariknya dari ring tinju dan memasukkannya dalam dunia bisnis, ia dulu adalah petinju amatir berbakat. Jika ia tidak cepat, bagaimana bisa ia dijuluki “Tinju Angin” (hehe..ya kalo anginnya sepoi-sepoi sih jadi lambat dong)?
Nenek menanyakan pelatihan Ji-heon menjadi ahli waris. Presdir Cha berkata itulah sebabnya Ji-heon akan menikahi Na-yoon. Ibu Na-yoon adalah kurator Hwang, yang juga salah satu pemegang saham terbesar DN Grup. Untuk meredam ambisi ibu Moo-woon, ayah Ji-heon berpendapat koalisi dengan ibu Na-yoon akan menguntungkan mereka.
Nenek berpikir sejenak, lalu bertanya bagaimana jika Ji-heon menyukai gadis dari keluarga biasa. Presdir tertawa, apa itu masuk akal? Tapi ia jadi curiga, apa nenek mengetahui sesuatu yang ia tidak tahu? Nenek tidak menjawab dan menyuruh Presdir Cha cepat tidur.
Moo-woon mengingat percakapannya dengan Na-yoon setelah Na-yoon menolaknya. Na-yoon bertanya apakah Moo-woon tahu mengapa ia ingin kembali pada Ji-heon. Ia mengaku ia wanita yang sangat pemilih tapi ia juga ingin dicintai tanpa syarat. Dan hanya Ji-heon yang bisa mencintai tanpa syarat. Baginya Ji-heon adalah pilihan terbaik. Walau ia tahu dan berterima kasih untuk perasaan Moo-woon, tapi itu tidak cukup baginya.
“Benar, pergilah pada Ji-heon. Pergi dan lakukan yang terbaik,” ujar Moo-woon.
“Jangan berbicara seakan ini adalah akhirnya. Jika aku gagal dan kembali padamu, kau akan menerimaku walau hatiku tidak benar-benar bersamamu. Karena dengan berbagai alasan, kau membutuhkan aku,“ sahut Na-yoon.
Inilah yang dimaksud Na-yoon dengan kelebihan Ji-heon. Jika Ji-heon menyukai seseorang, pastilah bukan dengan embel-embel kepentingan perusahaan atau lainnya, tapi murni karena Ji-heon menyukainya. Sedangkan Moo-woon adalah orang yang penuh prtimbangan, yang bahkan untuk urusan cinta pun memerlukan banyak pemikiran. Baik Presdir Cha maupun ibu Moo-woon sama-sama melihat Na-yoon sebagai alat untuk memperkuat posisi mereka dan Na-yoon menyadari itu. Jadi setidaknya, ia ingin benar-benar dicintai. Seandainya Ji-heon tidak membalasnya, toh masih ada Moo-woon yang memerlukan dirinya.
“Jika aku gagal, kau juga bisa gagal. Kita lihat nanti, apakah aku akan menerimamu kembali atau tidak,” sahut Moo-woon, mengumpulkan sisa harga dirinya.
Eun-seol membawa buku-buku Ji-heon ke kantor dan membacanya di sana. Saat di rumah Ji-heon tadi, Ji-heon menceritakan tanda-tanda saat terkena serangan panik. Takut dan gugup. Ji-heon gugup saat berada di lapangan atau di tempat penuh keramaian. Tapi rasa panik itu tidak menyerang setiap waktu. Ia terus menerus ketakutan akan dilanda kepanikan yang sangat besar. Jadi kadang-kadang jika ia takut, ia akan menghindar sebelum rasa panik itu menyerang.
Eun-seol bertanya apa ada kejadian traumatik yang memicu fobia ini. Apa Ji-heon pernah mengalami kejadian traumatik? Ji-heon menatap Eun-seol, seakan berperang dalam hatinya untuk menceritakan sesuatu.
“Apa yang kutahu adalah, jika No Eun-seol tidak menerima hatiku, maka itu akan membuatku trauma.” Ji-heon tersenyum manis.
Eun-seol menggelengkan kepalanya kuat-kuat untuk mengenyahkan bayangan Ji-heon dari otaknya. Ia menyuruh dirinya untuk tidak merasa bersalah pada Ji-heon dan terus mengingat tujuan besar hidupnya: menjadi pegawai tetap, naik jabatan, dan kenaikan gaji. Tapi ia malah mengingat ciuman Ji-heon.
“Menjadi pegawai tetap, naik jabatan, dan kenaikan gaji! Menjadi pegawai tetap, naik jabatan, dan kenaikan gaji!” serunya berulang-ulang. Moo-woon yang baru tiba di kantor, tersenyum melihat tingkah Eun-seol.
Moo-woon bertanya ada apa kali ini hingga Eun-seol malam-malam masih di kantor. Eun-seol menjelaskan ia ingin membaca buku tapi teman sekamarnya tidak bisa tidur dengan lampu menyala. Ia balik bertanya mengapa Moo-woon ke kantor malam-malam begini?
“Aku tidak ingin pulang ke rumah dan tidak ada tempat lain untuk dituju.”
Eun-seol menebak Moo-woon dimarahi ibunya lagi. Moo-woon tersenyum geli. Mereka pergi makan ramen. Eun-seol berkata ramen paling enak dimakan setelah minum minuman beralkohol. Moo-woon menawarkan untuk minum tapi buru-buru berubah pikiran. Terakhir kali ia minum benar-benar membuatnya malu.
“Sebenarnya itu cute,” sahut Eun-seol, lalu meminta maaf. Moo-woon berkata baru kali ini orang menyebutnya cute, biasanya dia hanya mendengar pujian bahwa dia tampan.
Eun-seol memandangi wajah Moo-woon, “Tapi Direktur, wajahmu sedikit…. Ah, tidak ada apa-apa.”
“Pasti Ji-heon mengatakannya padamu ya? Aku menjelaskannya agar kau tidak salah paham. Aku hanya mengenakan BB cream saat ada acara keluar atau acara besar.”
“Kau menggunakan BB cream?” tanya Eun-seol. Haha, Moo-woon jadi serba salah. Eun-seol berkata Moo-woon tidak perlu menjelaskan, itu hak pribadi Moo-woon.
Ji-heon berbaring di tempat tidurnya, mengingat pertanyaan Eun-seol tentang trauma yang mungkin pernah dialaminya. Ji-heon ingat ketika ia masih kecil, ia berdiri di sebuah lapangan besar. Ia menangis karena ia sendirian. Orang banyak berlalu lalang di sekelilingnya tapi tidak ada yang memperdulikannya. Lalu ia ingat peristiwa di bandara saat Na-yoon pergi.
Ji-heon merasa jantungnya berdebar dengan sangat kencang. Ketika ia melihat papan Eun-seol, ia mulai merasa tenang kembali. Ia menelepon Eun-seol. Dan menanyakan apakah Eun-seol mengemudi dengan kecepatan sedang dan sudah tiba di rumah.
Eun-seol berbohong dengan mengatakan ia tiba di rumah dengan kecepatan sedang. Ji-heon menegur Eun-seol seharusnya mengabarinya, ia merasa khawatir. Setidaknya Eun-seol bisa meng-sms di era ponsel canggih seperti sekarang ini.
Ji-heon mendengar suara dan bertanya kaget apakah Eun-seol belum pulang. Belum sempat Eun-seol menjelaskan, Moo-woon bertanya apakah itu Ji-heon. Suaranya terdengar Ji-heon, yang kontan meradang dan bertanya mereka sedang berada di mana.
Eun-seol menenangkan, ia akan segera pulang. Ji-heon tak mau tahu dan ingin tahu mereka berada di mana. Hmmm…possesive boyfriend? No way…. Possesive boss? Weird (-_-“)
Moo-woon mengambil alih ponsel Eun-seol. Ia mengingatkan Ji-heon bahwa ia sudah mengatakan akan pergi makan dengan Eun-seol dua kali karena Ji-heon mengganggu makan siang mereka waktu itu. Dan sekarang adalah yang kedua kalinya. Jadi silakan saja jika Ji-heon mengganggu, itu artinya ia akan pergi dengan Eun-seol empat kali tanpa memberitahu Ji-heon.
“Apa kau mengerti? Aku selalu memegang perkataanku,” ujar Moo-woon. Ji-heon menyerah dan membiarkan mereka, tapi ini untuk terakhir kalinya. Tergantung perilakumu, sahut Moo-woon sambil menutup telepon.
Eun-seol mengeluh, Ji-heon bukan seperti boss, tapi seperti anak kecil penguntit. “Tapi yang kulihat, kalian berdua cukup dekat,” kata Moo-woon.
Mereka berjalan kembali ke kantor. Moo-woon bercerita kali ini ia tidak dimarahi ibunya. Ia bertanya pada Eun-seol, bukankah Eun-seol bilang akan membalas mereka yang mengganggunya? Eun-seol tertawa, aku hampir saja memukul ibumu.
“Aku patah hati,” kata Moo-woon,” tadinya kuharap kau bisa membantuku melaluinya. Aku perlu dihibur.”
“Siapa yang berani menolakmu, Direktur? Apa kau ingin aku mengurus si gadis es krim itu?” tanya Eun-seol dengan nada ceria.
Moo-woon bertanya bagaimana Eun-seol bisa tahu kalau gadis yang dibicarakannya adalah Na-yoon. Eun-seol berkata ia tidak tahu hal-hal yang seharusnya ia ketahui tapi ia malah tahu hal-hal yang seharusnya tidak ia ketahui.
“Apakah aku harus menendang kaleng soda ke wajahnya? Bagaimana?”
“Ya, lakukanlah,” jawab Moo-woon. Benarkah, tanya Eun-seol. Benar, sahut Moo-woon. Keduanya tertawa mengingat peristiwa itu. Setidaknya wajah Moo-woon sudah ceria kembali.
Ibu Moo-woon menunggu Moo-woon pulang dan bertanya apa tadi Moo-woon bertemu Na-yoon. Moo-woon tahu penyebab ibunya menunggunya. Yaitu mengenai Eun-seol.
“Eun-seol adalah mata-mataku. Aku membuatnya memata-matai Ji-heon jadi kudekatkan ia dengan Ji-heon. Jadi jangan salah paham, Ji-heon dan Eun-seol tidak berada dalam hubungan seperti itu. Katakan itu pada kurator Hwang (ibu Na-yoon).”
Ibu Moo-woon tidak langsung percaya. Beberapa waktu lalu Manajer Park memperlihatkan foto-foto Moo-woon dan Eun-seol sedang bersenang-senang bersama, juga Moo-woon pernah melindungi Eun-seol saat Eun-seol dipecat. Menurut Manager Park, hubungan Eun-seol dan Moo-woon bukan hubungan biasa. Eun-seol bukanlah wanita biasa (superwoman dong^^).
Di depan Moo-woon ia pura-pura menerima alasan bahwa Eun-seol adalah mata-mata. Ia berjanji akan memberi tahu ibu Na-yoon. Tapi Moo-woon sedikit curiga karena ibunya langsung menerima penjelasannya tanpa mendebat sama sekali. Ibu Moo-woon memberitahu Moo-woon bahwa saham perusahaan akan melorot tajam jadi Moo-woon sebaiknya berhati-hati. Moo-woon berpikir apalagi yang akan dilakukan ibunya.
Keesokan paginya Eun-seol disambut oleh mata panda Ji-heon. Dan secara dramatis Ji-heon memberitahu perasaannya pada Eun-seol. Semalam ia sangat senang bagai anak kecil dan ingin merasakan sensasi kesenangan itu untuk mendapat tidur nyenyak tapi No Eun-seol merusak semuanya dengan melempar seember pup kepadanya. (ckckck...bener kata dee...Ji-heon ini dramaqueen >,<)
Presdir Cha tiba di kantor dengan penuh semangat bahwa Ji-heon sedikit demi sedikit telah mengubah imagenya. Ia yakin rapat kali ini berjalan baik. Ia bahkan senang melihat Ji-heon muncul di kantor dan memujinya telah berusaha keras. Tapi Ji-heon bersikap dingin. Untunglah presdir tidak mempermasalahkannya.
Namun sikap antik Ji-heon tidak berhenti sampai di situ. Ia masuk lift sendirian, meninggalkan ayahnya dan Eun-seol. Eun-seol menjelaskan kalau Ji-heon kurang tidur. Presdir Cha menggerutu memangnya Ji-heon merasa dirinya masih kecil. Kupikir juga begitu, celetuk Eun-seol. Eh malahan Eun-seol ditegur Presdir supaya membela Ji-heon. Ckckck….ayah dan anak sama aja^^
Eun-seol membawakan teh untuk Ji-heon dan memberitahu jadwal kegiatan Ji-heon. Eun-seol berkata ia menyisipkan latihan bahasa sebelum rapat taman hiburan. Ia dengar bos yang lain mempelajari bahasa Inggris, Jepang dan Cina.
Ji-heon memberitahu Eun-seol bahwa ia sudah belajar di Amerika. Ia lalu mengoceh dengan bahasa Inggris bahwa ia sudah bisa bahasa Inggris sejak lama bahkan sebelum pergi ke luar negeri. Ia juga belajar ekonomi, administrasi bisnis, musik, filsafat (heh?), dan keuangan. Setengah kekayaan ayahnya digunakan untuk pendidikannya.
“Now, study what? English? And what? Haha..You gotta be kidding me!”
“Really? Oh, oh…I’m sorry. Could you speak again please? One more time,” pinta Eun-seol.
Ji-heon mengungkit lamanya Eun-seol kuliah hingga 6 tahun. Dan kebiasaannya menemui Sekretaris Yang (Sekretaris Moo-woon) tanpa sepengetahuannya untuk meminta tolong, Ia benar-benar malu dengan kebodohan Eun-seol. Ji-heon lagi balas dendam nih ceritanya…
Eun-seol protes, ia mengerti bahasa Inggris sedikit sedikit. Dan lagi apa gunanya tahu banyak tapi tidak dipergunakan sama sekali. Seperti Ji-heon. Eun-seol juga mengatakan ia bukan kuliah selama 6 tahun tapi cuti sementara karena tidak punya uang membayar biaya kuliah. Ia minta maaf telah membuat Ji-heon malu sebagai sekretarisnya (dengan nada sindiran). Ji-heon jadi merasa bersalah.
Eun-seol mengatakan mulai akhir minggu ini, sekretaris yang bodoh dan kuat ini akan memulai pelatihan Ji-heon. Ia minta Ji-heon tidak lupa membayar uang lembur, agar ia bisa menggunakan uang untuk sekolah dan membuat dirinya lebih pandai. Eun-seol keluar sambil ngomel-ngomel, pengucapan bahasa Inggris Ji-heon sama jeleknya dengannya.
Eun-seol keluar dari kantor Ji-heon dan mendengar Sekretaris Yang menjawab telepon dengan bahasa Inggris yang bagus. Ia menghampiri Sekretaris Yang dan menanyakan sesuatu.
Ji-heon dan Moo-woon bertemu dalam perjalanan ke ruang rapat. Ji-heon mengingatkan kemarin adalah terakhir kalinya Moo-woon bertemu dengan Eun-seol. Mungkin, jawab Moo-woon singkat. Ji-heon minta Moo-woon bertanya langsung padanya (jangan lewat Eun-seol). Moo-woon bertanya apa Ji-heon masih mengira Eun-seol mata-matanya.
“Aku tak peduli. Pokoknya tidak ada kali lain untukmu.”
“Aku tidak ingin begitu,” sahut Moo-woon tersenyum.
Ji-heon berkata baginya Eun-seol istimewa jadi… Apa Eun-seol juga berpikir demikian, tanya Moo-woon. Suatu saat nanti, jawab Ji-heon yakin, karena mulai sekarang ia akan bersikap keren baik di kantor maupun sebagai pria. Tidak mungkin, sahut Moo-woon meremehkan.
Efek begadang Ji-heon adalah dia ketiduran saat rapat. Presdir Cha bahkan sengaja mengeraskan suaranya agar Ji-heon tidak tertidur tapi tak berhasil. Tak tahan lagi, Presdir Cha membentak Ji-heon. Moo-woon tak bisa menahan tawanya.
Ji-heon dan Moo-woon disambut Eun-seol yang menanyakan bagaimana rapat tadi. Moo-woon berkata mana mungkin Ji-heon tahu, dia tidur seharian. Eun-seol bertanya bagaimana bisa Ji-heon tidur saat rapat. Semua karena kau, jawab Ji-heon kesal. Presdir Cha keluar dan ikut memarahi Eun-seol. Eun-seol kesal karena dia yang disalahkan.
“Menjadi pegawai tetap, naik jabatan, dan kenaikan gaji! Menjadi pegawai tetap, naik jabatan, dan kenaikan gaji!” Eun-seol menyemangati dirinya sendiri.
Eun-seol memulai proyek pelatihan Ji-heon. Ia menjadi pegawai kebersihan di sekolah public speaking. Eun-seol pinter ya^^. Sekali tepuk dua lalat. Kalo dia kursus kan harus bayar tapi kalo dia jadi pegawai, udah digaji dapet pelajaran juga. Sambil membersihkan jendela dan mengepel, diam-diam dia menguping pelajaran kursus.
Sekretaris Yang membicarakan soal pelatihan pegawai dengan Moo-woon. Ia menceritakan Eun-seol menanyakan tentang pelatihan bahasa asing untuk pegawai. Program yang sudah ada memakan waktu lama dan kursus memakan biaya banyak. Moo-woon berpikir itu ide yang baik. Ia bertanya hasil penyelidikan Sekretaris Yang mengenai ibunya. Sekretaris Yang mengatakan ibu Moo-woon membatalkan undangan (sepertinya undangan perayaan ulang tahun ke-25 DN Grup).
Presdir Cha menerima laporan dari Sekretaris Jang mengenai adanya masalah di perusahaan. Presdir Cha memutuskan untuk menginspeksi perusahaannya besar-besaran dan mendetil. Ia ingin menyelesaikan semuanya terlebih dulu sebelum mengalihkan perusahaan pada Ji-heon, walau ia belum tahu kapan ia akan melakukannya.
Presdir Cha meminta Sekretaris Jang mencari bukti kelemahan pihak lawan (ibu Moo-woon). Sekretaris Jang berpendapat jika semua berjalan baik maka tidak akan baik bagi Moo-woon. Presdir Cha menegur Sekretaris Jang tapi ternyata ia bercanda dan tertawa senang. Persaingan orang tua kok melibatkan anak-anak sih >,<
Ibu Moo-woon menemui ibu Na-yoon. Ia ingin menggunakan insiden pemukulan peleceh - Eun-seol - Ji-heon, untuk mempermalukan Ji-heon. Ternyata peleceh yang dipukul Eun-seol adalah karyawan ibu Na-yoon. Ibu Na-yoon tidak setuju memakai orang seperti itu tapi ibu Moo-woon meyakinkannya ia tidak pernah tersentuh hukum. Ia minta ibu Na-yoon menghapus catatan kriminal peleceh itu. Orang dengan status sosial dan lulusan universitas ternama sekalipun bisa menjadi peleceh.
Ibu Na-yoon menganggap ibu Moo-woon lebih parah dari para peleceh itu. Ibu Moo-woon berkata ia melakukan hal ini bukan untuk dirinya sendiri. Na-yoon tidak akan bisa menikah dengan Ji-heon karena Ji-heon mempunyai gadis lain. Jadi ibu Na-yoon harus mendukung Moo-woon. Bahkan jika nanti akhirnya ketahuan orang itu peleceh, tidak akan menjadi masalah. Orang hanya akan mengingat insiden pemukulan itu. Bahwa Ji-heon pernah melakukan kekerasan.
Pada rapat berikutnya, Presdir Cha tidak melihat Ji-heon. Ia berbisik pada Eun-seol apakah Ji-heon akan berbicara melalui teleconference lagi. Eun-seol membenarkan. Sekali tidak apa-apa tapi jika berkali-kali akan menjadi tidak menarik, kata Predir Cha. Eun-seol berkata Ji-heon belum siap untuk berbicara di depan umum. Ibu Moo-woon masuk dan melihat Eun-seol dengan tatapan menyelidik.
Dalam rapat, Moo-woon berbicara mengenai pelatihan pegawai dan meningkatkan kemampuan pegawai perusahaan (demi Eun-seol). Namun ternyata Ji-heon berencana untuk membicarakan hal yang sama. Akibatnya, saat giliran Ji-heon tiba, ia hanya bisa berkata bahwa ia setuju dengan semua yang dikatakan Moo-woon. Anehnya, ibu Moo-woon malah memuji Ji-heon soal tanggapan positif proyek taman hiburan. Presdir Cha sampai bengong.
Saat mereka berbincang berdua, Presdir Cha bertanya apa ibu Moo-woon sakit. Ini pertama kalinya ibu Moo-woon berkata “baik” jadi terasa sedikit menakutkan. Apa yang kedua kali lebih mudah diterima, tanya ibu Moo-woon. Ia menawarkan untuk mengurus perayaan 25 tahun Presdir Cha menjadi Presdir secara besar-besaran. Presdir Cha menerima tawaran “baik” kakak iparnya.
Ibu Moo-woon sebenarnya agak curiga karena Presdir Cha menerima begitu saja tawarannya tanpa curiga. Sementara Presdir Cha juga sebenarnya tidak percaya ibu Moo-woon berubah dalam semalam.
Na-yoon sedang berada di spa dengan ibunya. Ibu Na-yoon menceritakan kejadian Ji-heon memukul peleceh Eun-seol. Dan rencana ibu Moo-woon untuk menyebarkan berita itu tepat saat perayaan Presdir Cha. Ibu Na-yoon menanyakan pendapat anaknya.
Na-yoon tentu saja tidak setuju. Ibu Na-yoon heran mengapa Na-yoon masih mengejar Ji-heon yang sudah mempunyai gadis lain. Na-yoon memberitahu ibunya bahwa ia sudah putus dengan Moo-woon. Ibu Na-yoon berpikir anaknya terlalu dangkal, seharusnya Na-yoon mengikuti para artis Hollywood yang berganti-ganti pasangan dan tetap bahagia (really?). Na-yoon tetap meminta ibunya mencegah keluarnya berita itu.
Eun-seol menghampiri Ji-heon yang termenung di mejanya. Ia berterima kasih pada Ji-heon. Ia tahu Ji-heon hendak mengajukan program pelatihan pegawai karena Eun-seol ingin belajar bahasa Inggris. Eun-seol menyayangkan program itu bentrok dengan program Moo-woon. Bukan bentrok, sahut Ji-heon, Moo-woon mencuri idenya. Ji-heon cemberut.
Telepon Ji-heon berbunyi di atas meja. Dari Na-yoon. Bukannya langsung mengangkat, ia memperlihatkan siapa penelepon itu pada Eun-seol dan memintanya jangan salah paham. Eun-seol menyuruh Ji-heon segera mengangkat telepon itu.
Na-yoon menemui Ji-heon. Ia ingin membantu Ji-heon walau Ji-heon merasa tak membutuhkan bantuan Na-yoon. Na-yoon bertanya sampai kapan Ji-heon akan seperti ini. Walau mereka tumbuh bersama tapi selalu ia yang berinisiatif lebih dulu dan lebih proaktif dalam hubungan mereka.
Ji-heon membenarkan, itu sebabnya ia tidak akan membuat kesalahan yang sama. Sekarang ia akan lebih perhatian dan proaktif.
“Apa kau sedang membicarakan wanita itu di depanku?” tanya Na-yoon tak percaya.
“Aku minta maaf. Aku tidak akan kembali padamu, Na-yoon.”
Wanita itu tidak berminat padamu, ia yang memberitahukannya padaku, kata Na-yoon. Ji-heon tak peduli.
“Maafkan aku, kuharap ini untuk terakhir kalinya topik ini muncul. aku juga tidak ingin menyakitimu,” kata Ji-heon.
Na-yoon menyebut Ji-heon gila, Eun-seol tidak baik untuk Ji-heon. Tapi Ji-heon berkata dirinya juga tidak hebat, selain kualifikasi dan uang, ia sebenarnya lebih buruk dalam hal-hal lain. Ji-heon ingin bersama dengan Eun-seol. Na-yoon patah hati.
Ia menelepon Eun-seol. Moo-woon kebetulan mendengarnya. Na-yoon dan Eun-seol bertemu di atap gedung. Na-yoon bertanya apa Eun-seol sedang menikamnya dari belakang, bukankah Eun-seol meyakinkannya kalau tidak ada hubungan apa-apa dengan Ji-heon? Eun-seol berkata ia memiliki alasan untuk melakukannya tapi tidak bisa mengatakannya. Na-yoon minta Eun-seol mengatakannya karena ia berhak tahu. Eun-seol minta maaf tapi tidak ada yang bisa ia katakan pada Na-yoon.
Na-yoon mengayunkan tangannya hendak menampar Eun-seol tapi Eun-seol menangkap tangannya. Na-yoon tersenyum dan dengan bekal bela diri yang dipelajarinya, ia memelintir tangan Eun-seol. Tapi legenda Balseondong bukanlah sekedar julukan, Eun-seol berbalik dan ganti memelintir tangan Na-yoon hingga Na-yoon berteriak kesakitan.
Eun-seol berkata ia hanya membela dirinya. Mengenai Ji-heon dan Na-yoon, Eun-seol meminta mereka selesaikan sendiri. Tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Eun-seol melepaskan Na-yoon dan berjalan pergi, melewati Moo-woon yang melihat kejadian itu.
Na-yoon memarahi Moo-woon yang diam saja dan tidak membantunya. Moo-woon berkata bukankah ia sudah melepaskan Na-yoon dengan tenang. Na-yoon berkata ia tadinya ingin memberitahu Ji-heon kalau ia akan membantu menyetop pemberitaan itu. Tapi sekarang tidak lagi. Ia ingin Ji-heon hancur dan kembali padanya. Berita, tanya Moo-woon.
Eun-seol kembali ke kantor kantor dengan kesal. Ji-heon memanggilnya dan ikut berjalan bersamanya. Ia tanya apa Eun-seol cemburu. Eun-seol langsung membantah dengan tegas, ia tidak akan melakukan hal seperti itu.
Ji-heon berkata ia tersentuh Eun-seol bertemu dengan Na-yoon. Eun-seol meminta Ji-heon memberitahu Na-yoon agar jangan mencarinya lagi. Tapi ia terkesan juga dengan kegigihan Na-yoon. Setidaknya Na-yoon lebih kuat dari Ji-heon.
Ji-heon mulai menjalankan pendekatan proaktifnya. Ia berjalan mengikuti Eun-seol sambil mengatakan betapa ia menyukai Eun-seol. Eun-seol terkejut dan menoleh kanan kiri takut ada yang mendengar.
Ji-heon memegang kedua bahu Eun-seol. “Aku tidak akan membuat kesalahan yang sama. Aku akan sangat proaktif dan mengakui perasaanku padamu,” kata Ji-heon sambil tersenyum.
Eun-seol berjalan mendahului Ji-heon, masih mencerna kata-kata yang barusan diucapkan Ji-heon. Tapi Ji-heon terus mengikutinya dan mengatakan Eun-seol cantik. Eun-seol memegangi tangannya yang merinding dan bergidik ngeri.
“Hentikan mengatakan hal seperti itu! ….benar-benar…”
“Tapi masih banyak yang ingin kukatakan,” sahut Ji-heon polos. Eun-seol memelototinya. Ji-heon tertawa, baiklah akan kusimpan sendiri. Eun-seol menarik nafas panjang dan celingak celinguk memastikan tidak ada yang mendengar. Tapi seseorang ternyata memata-matai mereka.
Manager Park. Ups, bukan satu orang, tapi dua. Moo-woon mendekati Manajer Park dan bertanya apa Manajer Park akan melaporkan apa yang baru saja dilihatnya pada ibunya.
Moo-woon memikirkan perkataan Na-yoon. Jika berita itu dikeluarkan, maka bukan hanya Ji-heon saja yang terlibat tapi Eun-seol juga. Dan Eun-seol selalu terlibat dalam insiden kekerasan saat bersama Ji-heon. Pertama, saat di bar. Kedua, dengan peleceh itu. Akibatnya akan cukup buruk bagi Ji-heon tapi juga bagi Eun-seol.
Moo-woon memanggil Eun-seol ke kantornya. Ia menawarkan pekerjaan lain pada Eun-seol. Pekerjaan dengan posisi lebih baik, untuk menunjukkan kemampuan Eun-seol. Eun-seol heran mengapa mendadak Moo-woon menawarkan untuk pindah. Moo-woon beralasan ia merasa bersalah karena menempatkan Eun-seol di sisi Ji-heon dan Eun-seol mendapat banyak kesulitan karenanya. Dan juga ia yakin Eun-seol dapat bekerja dengan baik di manapun ia ditempatkan.
Eun-seol berterima kasih. Apa kau menolaknya, tanya Moo-woon. Eun-seol menjelaskan ini adalah pekerjaan pertamanya. Jika ia menyerah di tengah jalan, ia merasa kurang baik. Ia ingin bekerja keras dan berusaha sebaik-baiknya.
“Tapi, aku tidak mau kau berpikir aku menolak tawaranmu mentah-mentah. Jika karena sesuatu hal aku berada dalam situasi yang buruk, walau terdengar memalukan, tolong kau membantuku saat itu. Apakah boleh begitu?”
Moo-woon tersenyum, ia bermaksud menawarkan hal yang sama. Jika suatu saat terjadi hal yang buruk, ia minta Eun-seol mencari bantuannya. Eun-seol tersenyum dan berterima kasih. Baginya Moo-woon adalah seseorang yang bisa ia andalkan. Eun-seol pamit keluar. Moo-woon memanggilnya dan bertanya apakah mereka bisa bermain lagi suatu saat nanti. Tentu saja, jawab Eun-seol senang. Moo-woon tersenyum.
Nenek meminta maaf pada Jindol anjingnya karena sudah menuduh Jindol mencuri sepatunya. Hehe^^. Nenek memutuskan ia harus mengaku kalau ia nenek Ji-heon dan bertanya bagaimana pendapat Eun-seol. Nenek bangkit berdiri dan merasa kepalanya pusing karena udara yang panas.
Eun-seol datang dan melihat nenek terhuyung-huyung. Ia segera menghampirinya dan menggendong nenek ke dalam. Pelayan lari menghampiri karena khawatir tapi nenek Ji-heon memberi isyarat agar pelayan tidak mengatakan apapun. Eun-seol minta pelayan membawakan segelas air. Ia membaringkan nenek dengan hati-hati di atas sofa.
Ji-heon turun dari kamarnya dan khawatir melihat keadaan neneknya tapi lagi-lagi nenek memberi isyarat agar Ji-heon diam. Eun-seol memarahi Ji-heon karena membiarkan nenek yang sudah tua bekerja di luar pada siang yang begitu panas. Ji-heon mengerti nenek sedang berpura-pura dan mengikuti permainannya.
“Benar, walau ia hanya pembantu, bagaimana bisa seseorang membiarkan dia bekerja di luar,” ujar Ji-heon sambil melirik neneknya. Eun-seol menyuapkan air minum untuk nenek dengan hati-hati. Nenek berkata ia sudah baik-baik saja dan menyuruh Eun-seol melakukan tugasnya.
“Ibu, apa yang kau lakukan berbaring di situ?” Presdir Cha tiba-tiba keluar. Nenek langsung menutupi wajahnya. Hahaha…
“Ibu? Presdir, apa kau barusan memanggil “Omma” (ibu)?” tanya Eun-seol.
“Apa aku belum memperkenalkan kalian? Dia ibuku. Ibu, ini Sekretaris Ji-heon.” Nenek terus menutupi wajahnya.
“Ibu, apa kau tidak menyapa?” tanya Presdir Cha bingung melihat tingkah ibunya. Pelan-pelan nenek menurunkan tangannya dan duduk. Ji-heon tersenyum geli melihat neneknya salah tingkah.
Eun-seol buru-buru memberi hormat dan meminta maaf. Tapi ia berkata kalau nenek juga bersalah. Presdir Cha bingung, apa kesalahan ibunya pada Eun-seol. Ji-heon tersenyum dan menyuruh Eun-seol mengikutinya ke atas. Begitu Eun-seol tak terlihat, nenek memarahi Presdir Cha yang terus menerus memanggilnya “omma..omma”. Apa salahnya aku memanggi ibuku, protes Predir. Nenek merasa malu sekali. Hihihi, mereka ini keluarga yang lucu ya, berbeda dengan tipikal keluarga konglomerat Kdrama lainnya.
Sementara itu di perusahaan diadakan inspeksi besar-besaran atas perintah Presdir Cha. Ibu Moo-woon menelepon rekannya dan menginstruksikan pemuatan berita Ji-heon dan Eun-seol terlibat dalam kekerasan. Diam-diam Moo-woon mendengar rencana ibunya.
Eun-seol memulai latihan Ji-heon dengan lari pagi. Ji-heon tak kuat berlari lagi. Ia berkata pada Eun-seol ia tidak mau olah raga karena jantungnya berdebar sangat kencang menyerupai serangan paniknya. Eun-seol mendapat ide. Ia merasakan denyut jantung Ji-heon dan menyuruh Ji-heon merasakan denyut jantung miliknya. Lalu Ji-heon disuruh merasakan denyut jantungnya sendiri.
“Sama bukan?” tanya Eun-seol. Ji-heon mengiyakan.
Eun-seol tidak punya serangan panik atau semacamnya tapi denyut jantungnya juga berdebar kencang. Setiap orang yang berolahraga, denyut jantungnya pasti meningkat. Itu hal yang lumrah. Walau awalnya sulit, Eun-seol meminta Ji-heon terus mengingat hal itu. Bahwa debaran jantung yang cepat adalah hal lumrah, bukan hanya terjadi pada Ji-heon tapi juga pada semua orang.
“Aku sudah tahu hal ini sebelumnya, tapi bila kau yang mengatakannya terdengar hebat,” puji Ji-heon.
Eun-seol mengecek denyut jantung Ji-heon kembali, seharusnya sekarang sudah melambat. Eun-seol kaget saat merasakan hal sebaliknya. Ji-heon berkata tentu saja jantungnya berdebar keras, ia sedang menyentuh Eun-seol. Eun-seol cepat-cepat melepaskan tangannya.
Latihan berikutnya, menyanyi di depan umum. Ji-heon menolak melakukannya. Tapi Eun-seol memakaikan kacamata hitam pada Ji-heon. “Fighting!” serunya.
Ji-heon pun mulai menyanyi sendirian di tengah lapangan. Haha…lucu banget. Sepertinya lagu anak-anak tentang kereta api. Kalau lagu “Naik Kereta Api” ada tut-tut-tut, pada lagu yang Ji-heon nyanyikan ada “A-A”, lengkap dengan gerakannya. Ji-heon nyanyi kaya mau nangis^^
Eun-seol memperhatikan Ji-heon dari balik pohon. Orang-orang mulai berkerumum menonton Ji-heon dan bertepuk tangan untuknya.
Tugas berikutnya adalah membacakan pidato yang waktu itu tidak bisa ia bawakan karena terkena serangan panik. Ji-heon mulai membacakannya. Tentu saja hal itu tidak menarik bagi para “penonton”. Orang-orang membubarkan diri. Ji-heon mulai merasakan debaran jantungya meningkat pesat dan nafasnya terasa berat. Akhirnya ia tak tahan lagi. Eun-seol buru-buru menghampirinya dan memuji Ji-heon hebat.
Moo-woon memikirkan rencana ibunya dan juga perkataan Eun-seol. Bagi Eun-seol, Moo-woon adalah orang yang bisa diandalkan. Moo-woon menghela nafas panjang dan pergi.
Sekretaris Jang melapor pada Presdir Cha. Ia sudah menempatkan orangnya di bagian surat kabar dan menemukan sebuah berita mengenai Ji-heon yang akan diterbitkan besok. Presdir Cha tahu ini pasti perbuatan kakak iparnya.
Ji-heon mengantar Eun-seol pulang setelah latihan mereka. Ji-heon berkata ia terharu karena dirinya Eun-seol bekerja begitu keras. Dalam hatinya, ia tahu ia harus terus berjuang. Eun-seol tertawa, benar kau harus terus berjuang. Ji-heon mencoba memuji Eun-seol kembali.
“Aku tidak cantik, seksi, atau manis. Sudah cukup,” sahut Eun-seol. Bukan itu yang mau kukatakan, menurutku kau luar biasa, kata Ji-heon tersenyum. Mau tak mau Eun-seol tersanjung mendengarnya.
Setelah Ji-heon pergi, Moo-woon yang selama ini memperhatikan mereka, keluar dari mobilnya dan memanggil Eun-seol. Eun-seol kaget bagaimana Moo-woon tahu alamat rumahnya. Dari data pegawai, kata Moo-woon, ia tidak berhasil menghubungi Eun-seol lewat telepon.
Eun-seol melihat ponselnya, pasti ia mengaktifkan nada getar, biasanya ia bisa merasakannya. Ia bertanya ada apa Moo-woon mencarinya, apa Moo-woon mau bermain lagi? Moo-woon berkata ia mempunyai sesuatu hal untuk dikatakan.
“Aku bukanlah orang baik seperti yang kaukira,” kata Moo-woon.
Ada telepon masuk untuk Eun-seol. Eun-seol tidak mengangkatnya tapi Moo-woon menyuruhnya mengangkat telepon itu. Ternyata Myung-ran menelepon memberitakan kalau ia sudah menangkap orang itu.
Siapa? Ternyata peleceh itu. Myung-ran membawanya ke kanor polisi. Peleceh itu berusaha agar kasus ini tidak dicatat polisi (karena ia sudah menerima perintah dari ibu Moo-woon agar tidak ada yang boleh tahu perbuatannya). Tapi tentu saja polisi kali ini tidak menerima alasan apapun.
Myung-ran diberitahu polisi bahwa ia mungkin dianugerahi penghargaan Warga Pemberani. Karena ini sudah ketiga kalinya Myung-ran menangkap penjahat. Hmm…kenapa Myung-ran ngga jadi polisi aja ya.
Myung-ran senang sekali. Eun-seol ikut senang untuk sahabatnya. Ia bertanya apa ada hadiah untuk sahabatnya. Tentu saja, kata polisi itu. Mereka bersorak girang.
“Hei, kalau begitu uang yang kupinjam darimu, bisakah kukembalikan lebih sedikit?” tanya Eun-seol memanfaatkan situasi.
“Tidak,” sahut Myung-ran singkat, jelas, dan padat.
Eun-seol menghampiri Moo-woon yang tadi mengantar Eun-seol ke kantor polisi dan memperkenalkan Myung-ran.
“Ah, kau orang yang kelebihan energi Yang (energi yang melambangkan pria) itu?” tanya Moo-woon polos. Myung-ran melirik Eun-seol dengan kesal. Eun-seol berkata bukan dia yang mengatakannya, pasti Ji-heon.
“Kalau begitu, kau pasti Moo Neunim (dewa Moo),” ujar Myung-ran. Moo-woon bingung.
Ibu Moo-woon membuat kesepakatan dengan Presdir Cha. Berita mengenai Ji-heon tidak akan dikeluarkan dan sebagai gantinya acara perayaan 25 tahun perusahaan dibatalkan. Mereka sepakat pertemuan mereka hari ini menjadi rahasia mereka berdua.
Perayaan itu dibatalkan namun Presdir Cha tetap membawakan pidato yang sudah disiapkannya. Di depan anak-anak yang mengantuk, bahkan ada yang tidur hahaha^^. Ternyata Presdir Cha sedang melakukan tugas sosialnya di sekolah.
Wartawan meliput kegiatan Presdir Cha di sekolah dan menjadikan hal itu pemberitaan yang positif. Presdir Cha dari Grup DN membatalkan perayaam ulang tahun perusahaan yang ke-25 dan menggantikannya dengan kegiatan sosial. Nenek melihat liputan itu dan dengan bangga menepuk pundak anaknya.
Presdir Cha menunduk sedih. Ia benar-benar ingin merayakan ulang tahun perusahaan kali ini secara besar-besaran. Kan masih ada perayaan ke-30, Ji-heon menimpali. Memangnya ini gara-gara siap, bentak ayahnya kesal. Ji-heon membela diri, orang itu benar-benar peleceh. Tapi tetap saja, Presdir Cha kesal karena perayaan itu tidak jadi diadakan.
Moo-woon juga marah pada ibunya (wuih baru kali ini lho liat Moo-woon marah). Ibunya balik memarahi Moo-woon yang tidak mendukung rencana ibunya. Moo-woon berkata ibunya beruntung kali ini. Eun-seol sudah menangkap peleceh itu. Jika berita Ji-heon dan Eun-seol tersebar maka ibunya hanya akan mendapat malu. Ibu Moo-woon kesal karena Moo-woon membela Eun-seol. Ia berkata ia sudah mendapat laporan dari manager Park (mengenai Moo-woon dan Eun-seol).
“Maka kau seharusnya mengerti,” sahut Moo-woon. Ibunya terpana, apa kau sudah menempatkan gadis itu dalam hatimu?
“Apa yang bisa kupastikan adalah…yang pasti….aku mengenal rasa malu berkat gadis itu.” Moo-woon meninggalkan ibunya.
Ibu Na-yoon heran mengapa berita Ji-heon dan Eun-seol tidak muncul di koran. Na-yoon menarik nafas pasrah. Ibu Na-yoon memutuskan menanganinya sendiri.
Ia menelepon Eun-seol dan meminta bertemu. Eun-seol bertanya pada ibu Na-yoon, apa hak ibu Na-yoon memperlakukannya seperti ini. Ia bukan ibu Ji-heon maupun ibu Moo-woon. Ibu Na-yoon tergagap dengan reaksi Eun-seol yang tak disangka-sangka (yeaaa…you go girl!!). Eun-seol meminta ibu Na-yoon pergi karena ia sedang sibuk.
Berikutnya, Eun-seol ditemui ibu Moo-woon. Eun-seol berkata ia tidak punya niat sedikitpun berhubungan dengan chaebol generasi kedua. Ia hanya ingin hidup tanpa batasan. Ibu Moo-woon terkejut, kekayaan dianggap sebagai penjara oleh Eun-seol.
Berikutnya, nenek. Eun-seol mengeluh mengapa nenek juga memperlakukannya seperti itu. Nenek kebingungan, ia hanya ingin meminta maaf karena telah membohongi Eun-seol mengenai statusnya. Nenek bertanya apa yang terjadi. Eun-seol bercerita ia baru saja ditemui oleh ibu Na-yoon dan ibu Moo-woon di tempat ini, 20 dan 40 menit yang lalu. Nenek terkejut.
Dalam perjalanan pulang, nenek bertanya-tanya mengapa menantunya mencari Eun-seol. Jangan-jangan Moo-woon juga? “Astaga, kedua sepupu pada waktu yang bersamaan…” Nenek pusing kedua cucunya menyukai Eun-seol.
Eun-seol menemui Moo-woon. Sepertinya ia menceritakan ibu Moo-woon mencarinya. Ia ingin kesalahpahaman ini diselesaikan. Moo-woon meminta maaf telah membuat Eun-seol khawatir. Eun-seol tidak menyalahkan Moo-woon, hanya saja jika kesalahpahaman ini tidak diselesaikan maka ke depannya akan sulit.
“Bagaimana jika ini bukan kesalahpahaman?” ujar Moo-woon. Eun-seol tercengang.
Ji-heon yang sejak tadi mencari Eun-seol ke mana-mana, menemukan mereka sedang berbicara di restoran.
“Kau bilang aku Moo Neunim bukan? Tidak mau, biarkan aku jadi manusia. Aku ingin kau melihatku sebagai pria,” kata Moo-woon.
Eun-seol terkejut mendengar ucapan Moo-woon. Ji-heon melihat mereka (heartbreeeek)
Komentar:
Aku senang drama ini tidak memperpanjang masalah. Mereka semua berani jujur dengan perasaan dan perbuatan mereka hingga setiap kesalahpahaman dan masalah cepat diselesaikan.
Selain itu tokoh Ji-heon sangat menarik sebagai tokoh utama pria. Setidaknya para tokoh utama pria Kdrama umumnya: tampan, cool, hebat dalam bisnis, walalu mereka juga memiliki kelemahan. Tapi Ji-heon lebih menonjol kelemahannya daripada kelebihannya. Dan No Eun-seol??? Best female role ever. Ngga tanggung-tanggung. Pemberani. Jujur. Gigih. Berani menghadapi ibu mertua model apapun^^
Setuju dengan Dee, semua tokoh dalam drama ini mengesankan. Konglomerat mana yang cute seperti ini?
Ada kisah sedih dalam kehidupan nyata Park Young-kyu (pemeran ayah Ji-heon). Baru-baru ini aku membaca di blog softy, bahwa dalam kehidupan nyata ternyata ia juga pernah kehilangan anaknya. Anak laki-laki-lakinya meninggal karena kecelakaan. Dan kebetulan dalam drama ini ia juga kehilangan anak sulungnya, kakak Ji-heon. Dan ia masih sangat sedih setiap kali membicarakan anaknya. Akankah aktingnya terlihat nyata dalam drama ini? Kurasa kita semua akan terharu saat melihatnya.
Note: Sinopsis PTB episode selanjutnya tidak bisa kami posting minggu depan^^
Sinopsis Episode 7 di Kutudrama : [klik di sini]