Finally!! The final episode . Sorry, nunggunya lama…setelah berkutat dengan kabel-kabel dan telepon operator, akhirnya inetku kembali normal^^
Episode terakhir ini mengharukan, menggetarkan hati, dan tentu saja menyenangkan dengan kelucuan-kelucuan yang terselip di dalamnya. So, let’s cekidot!
Sinopsis Protect The Boss Episode 17-part 1 di Kutudrama: [klik di sini]
Sinopsis Protect The Boss Episode 17-part 2 di Kutudrama: [klik di sini]
Sinopsis episode 18
Para wartawan menanyakan hubungan Eun-seol dengan Ji-heon. Mereka ingin tahu apakah dia yang membocorkan dokumen rahasia perusahaan.
Eun-seol berusaha membantah kalau dia dan Ji-heon terlibat hubungan asmara dan bukan dia yang membocorkan rahasia perusahaan.
“Ya, itu benar,” jawab Ji-heon tiba-tiba.
Eun-seol menoleh pada Ji-heon, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
“Dia keren bukan? Dia punya keberanian untuk melawan apa yang salah. Itu hebat. Bukankah kalian setuju? Itulah sebabnya aku jatuh cinta padanya. BOOM! Itu adalah cinta pada pandangan pertama,” seru Ji-heon bangga.
Eun-seol melongo.
Segera saja hal itu menjadi headline news. Dan beginilah reaksi mereka ketika melihat berita tersebut.
Ji-heon membawa Eun-seol kabur dari kerumunan wartawan. Eun-seol bertanya apa yang Ji-heon rencanakan dengan melarikan diri seperti ini.
“Kalau begitu apa kau mau kembali ke sana? Kau mau menangani kejadian yang berbalik mengejutkan ini?” tanya Ji-heon.
Eun-seol berkata Ji-heon seharusnya mengatakan hal yang sebenarnya, bahwa dia bukanlah pembocor rahasia perusahaan. Dan satu lagi, mereka bukan lagi pasangan kekasih.
“No Eun-seol, kau tahu siapa pengkhianat sebenarnya kan? Dan kau tahu niat orang itu tidak baik. Kalau begitu, apa kau bisa mengungkapkan kebenarannya?”
“Bukan begitu…”
“Orang-orang tidak akan percaya sampai kau mengatakan pelaku sebenarnya. Walau kau berkata kau tidak bersalah 1.000 atau 10.000 kali, mereka tidak akan percaya padamu. Bukankah lebih baik mengatakan ‘ya, kau benar, memangnya kenapa?’. Dan lagi apa salahnya menjadi informan? Itu keren, kau tidak melakukan kesalahan apapun. ”
“Baiklah, anggap itu benar. Lalu bagaimana dengan gosip kita berpacaran?”
“Jika kita tidak berpacaran, lalu apa yang sedang kita lakukan? Aku selalu berpacaran denganmu dan tidak pernah berhenti,” ujar Ji-heon sambil tersenyum.
Eun-seol mulai tersentuh, “Jangan pikir aku melupakan beberapa bulan terakhir ini hanya karena kau berkata demikian.”
Ji-heon mempersilakan Eun-seol tetap berpura-pura. Berpacaran tapi pura-pura tidak berpacaran. Eun-seol masih khawatir bagaimana cara membereskan masalah yang baru saja timbul.
“Apa yang perlu dibereskan? Aku tidak berbohong maupun melakukan kesalahan,” sahut Ji-heon cuek.
Ji-heon berkata pekerjaan orang-orang itu memang seperti itu, ingin mengetahui urusan orang lain. Itu adalah hobi dan pekerjaan mereka Seharusnya mereka senang karena menemukan sesuatu untuk dikerjakan.
Tapi Eun-seol tidak bisa membiarkannya begitu saja. Bagaimana jika Ji-heon benar-benar dikeluarkan dari perusahaan? Bukankah Ji-heon pernah berkata lebih baik berjalan keluar sendiri daripada diusir keluar? Ji-heon minta Eun-seol jangan khawatir, hal itu tidak akan terjadi. Dan lagi ia memiliki seseorang yang akan membereskan semuanya.
Ji-heon mengeluarkan ponselnya yang berdering dan menunjukkannya pada Eun-seol.
“Bukankah selalu seperti ini? Ksatria datang menolong,” ujar Ji-heon tersenyum lalu mengangkat teleponnya,” Ya, Direktur Cha?”
“Apa-apaan ini? Kau membuat kekacauan dan pergi begitu saja?” omel Moo-woon.
“Benar. Kau akan membereskan semua masalah kan? Kalau begitu bekerjalah yang baik, Direktur Cha.”
“Apa-apaan? Dasar…” Belum selesai Moo-woon berbicara, Ji-heon sudah menutup telepon. Moo-woon tertawa tak percaya. Ji-heon merasa semua sudah beres dan mengajak Eun-seol berjalan.
Ji-heon meraih tangan Eun-seol dan menggandengnya.
“Aigooo…lakukan sesukamu tapi aku sedang tidak pura-pura berpacaran,” gerutu Eun-seol. Ji-heon meraiih kembali tangan Eun-seol dan tidak melepaskannya, “Kita bisa terus seperti ini dan kau bisa terus pura-pura tidak berpacaran.” Eun-seol menyerah hehe^^
Presdir Cha sedang menyapu taman ketika dua orang siswi sekolah lewat. Kedua siswi tersebut bertingkah seperti jagoan. Presdir Cha langsung teringat pada Eun-seol. Ia terus memandangi kedua siswi itu sambil tersenyum.
Tentu saja kedua siswi itu menganggap Presdir Cha orang aneh yang suka melecehkan wanita. Presdir Cha membantah tapi kedua siswi itu tak percaya dan pergi begitu saja. Presdir Cha berkata itulah sebabnya tidak bisa preman seperti mereka, tidak bisa No Eun–seol. Ia menguatkan hatinya agar tidak lemah untuk urusan Eun-seol.
Sekretaris Jang berlari menghampiri. Sepertinya ia hendak melaporkan kekacauan yang ditimbulkan Ji-heon di depan wartawan.
Moo-woon mengalami kesulitan mencegah berita itu. Ia berkata pada Sekretaris Yang bahwa ia marah sekali saat ini. Ji-heon yang bertindak keren dan ia yang harus membereskan semuanya. Tapi wajahnya tidak tampak marah, malah tersenyum.
Moo-woon berpapasan dengan ibunya. Puteraku, panggil ibu Moo-woon. Tapi ia cepat-cepat meralat dengan memanggil Direktur Cha. Moo-woon bertanya apa rumor hubungan Ji-heon dan Eun-seol juga mengenai Eun-seol yang membocorkan rahasia perusahaan, dibuat oleh ibunya? Ibu Moo-woon kesal.
Moo-woon tahu pelakunya bukan ibunya. Semua orang akan mengira ibu Moo-woon yang membuat skandal itu jadi tidak mungkin ibunya melakukannya. Ibu Moo-woon membenarkan.
“Tapi tetap saja orang tidak akan percaya bukan ibu yang membuatnya,” ujar Moo-woon tenang.
“Astaga, kenapa begitu?” tanya ibu Moo-woon kaget.
“Bersiap-siaplah dicurigai,” sahut Moo-woon lagi.
Dalam rapat, para pemegang saham menginginkan Ji-heon keluar dari perusahaan. Ibu Moo-woon tak berani bertindak. Jika ia mengeluarkan Ji-heon maka semua orang akan percaya dia yang sengaja menyebar isu agar Ji-heon dikeluarkan. Moo-woon mengusulkan agar mereka menunggu penjelasan Ji-heon terlebih dahulu. Ibu Moo-woon segera menyetujui usul tersebut.
“Apa yang sebenarnya terjadi?! Siapa yang melakukan hal seperti ini lagi?!!” Presdir Cha tiba-tiba masuk ruang rapat.
Presdir Cha mengikuti ibu Moo-woon masuk ke ruang Presdir. Ibu Moo-woon mengeluh mengapa ia yang selalu dicurigai dan disalahkan. Presdir Cha terus marah-marah.
“Tutup mulut, ini ibu,” kata ibu Moo-woon sambil mengangkat telepon.
“Apa kau pelakunya? Turun sekarang juga! Serahkan jabatanmu!” seru Nenek marah.
Ibu Moo-woon berusaha menyakinkan Nenek, bukan dia pelakunya. Presdir Cha menanyakan keberadaan Ji-heon pada Moo-woon. Moo-woon berkata ia juga ingin tahu.
Ji-heon dan Eun-seol sedang asyik makan di taman. Ji-heon kagum Eun-seol masih punya selera makan di saat seperti ini. Eun-seol berkata ia perlu tenaga untuk menghadapi apapun masalahnya.
Ji-heon berkata ia sudah menemukan apa yang ingin ia lakukan. Apa yang ia inginkan, dan di mana ia ingin berada.
“Apa itu?” tanya Eun-seol mencoba tidak terdengar penasaran.
“Aku akan berada di tengah-tengah. Di antara duniamu dan duniaku.”
“Di mana itu?” tanya Eun-seol lagi, kali ini ketara banget penasarannya.
Ji-heon hendak menjawab tapi perhatiannya teralihkan oleh sekeliling bibir Eun-seol yang belepotan krim kue. Ji-heon mengulurkan tangannya untuk membersihkan krim itu. Eun-seol terkesiap dan berusaha tidak terpengaruh.
“Daripada berpacaran, berpura-pura tidak berpacaran lebih menyenangkan bukan?” ujar Ji-heon menggoda. Eun-seol tidak menjawab.
Ji-heon mendapat sms dari Moo-woon yang memperingatkan bahwa ayah Ji-heon sebentar lagi pasti menelepon. Ia juga mengirim cuplikan video saat Ji-heon mengungkapkan cinta di depan wartawan. Ji-heon menunjukkannya pada Eun-seol yang berseru kaget karena wajahnya terlihat sangat jelas.
“Karena wajahmu terlihat jelas, kau tidak bisa melarikan diri ke manapun,” ujar Ji-heon senang.
Ponsel Ji-heon berdering. Ji-heon menunjukkan pada Eun-seol siapa peneleponnya, baru mengangkat telepon. Presdir Cha menyuruh Ji-heon menghadap bersama Eun-seol dengan suara menggelegar.
Ibu Moo-woon mendatangi ibu Na-yoon. Ia mengira ibu Na-yoon yang memulai berita itu agar ibu Moo-woon terlihat jahat dan mengakibatkan ibu Moo-woon bersitegang dengan Nenek. Ibu Na-yoon membantah bukan dia yang melakukannya.
Ibu Moo-woon tak percaya dan mengayunkan tangan seperti hendak memukul. Wah ketularan mertuanya nih^^
“Apa kakak ada bukti aku pelakunya? Ada?” tanya ibu Na-yoon mengejek.
“Apa ada yang tidak bisa kaulakukan? Ada?” ejek ibu Moo-woon balik sambil mendorong-dorong bahu ibu Na-yoon dengan jarinya.
Ibu Na-yoon tak mengerti mengapa ibu Moo-woon kesal dengan masalah ini. Bukankah dengan keluarnya Ji-heon (akibar skandal) berakibat baik bagi Moo-woon? Mereka juga bisa berbesan.
Tapi hal ini malah membuat ibu Na-yoon benar-benar terlihat sebagai pelakunya. Ibu Na-yoon juga tidak membantah. Tanpa disangka-sangka ibu Moo-woon menjambak rambut ibu Na-yoon. Ibu Na-yoon balas menjambak rambut ibu Moo-woon. Keduanya saling menarik dengan kuat. Tarik ke kiri…tarik ke kanan…lalalalalala^^
Na-yoon yang baru datang segera berusaha memisahkan keduanya. Na-yoon tak berhasil hingga ia menelepon Moo-woon dengan panik.
Ibu Moo-woon menangis dengan kesal di mobil. Moo-woon tidak merasa kasihan sedikitpun. Ibu Moo-woon berkata ia sampai kapanpun tidak akan merestui Na-yoon. Ia tidak bisa berbesan dengan orang seperti ibu Na-yoon. Moo-woon masih bisa meledek ibunya, bahwa rambutnya tidak banyak yang lepas dan banyak tidur akan baik bagi kulit. Ibu Moo-woon heran Moo-woon hendak pergi ke mana.
“Selain ibu, ada seorang wanita lain yang sedang menangis,” jawab Moo-woon santai.
“Siapa? Siapa? Hei! Kau tidak boleh bertemu dengan Na-yoon!” protes ibunya. Moo-woon hanya tersenyum.
Moo-woon tetap menemui Na-yoon. Na-yoon bercerita kalau ibunya mengancam tidak mau hidup lagi jika ia terus bertemu dengan Moo-woon. Moo-woon menjamin ibu Na-yoon tidak akan melakukan hal itu. Ia minta Na-yoon tidak menangis lagi.
“Bukankah kau bilang cinta tetap tumbuh bahkan di saat perang? Anggap saja kita sedang berada dalam situasi yang sama dengan perang. Kita bisa terus melakukan apa yang kita lakukan” kata Moo-woon.
“Akhirnya…kau juga merasakan hal yang sama?” tanya Na-yoon kaget.
“Apanya yang sama?” Moo-woon mendorong dahi Na-yoon dengan jarinya.
“Apakah ini benar?” tanya Na-yoon penuh harap.
Moo-woon diam dan tersenyum kecil. Na-yoon segera menggeser tubuhnya mendekati Moo-woon dan menyandarkan kepalanya di bahu Moo-woon.
“Kau berat,” protes Moo-woon.
“Bertahanlah,” sahut Na-yoon.
Moo-woon tak mengatakan apapun tapi ia mengangkat tangannya untuk merangkul bahu Na-yoon. Na-yoon tersenyum. Moo-woon juga. Aaahh….beres deh satu pasangan^^
Sementara pasangan yang lain…..sedang menghadapi interogasi dari Presdir Cha. Ji-heon menjelaskan bahwa ia sudah berusaha sekuat tenaga tapi ia tidak cocok dan tidak ingin menjadi Presdir. Presdir Cha berdiri siap memukul. Tapi Nenek menahannya dan menyuruhnya duduk.
Ji-heon minta maaf telah mengecewakan ayahnya. Ia hanya bisa menepati janji hingga kembali ke kantor pusat, Ia benar-benar tidak ingin menjadi Presdir. Ia hanya ingin menggunakan kemampuannya untuk tinggal dalam satu jabatan dan hidup tenang. Itu lebih membahagiakan untuknya.
Presdir Cha berdiri lagi. “Kau!…Apa ini karena dia? Apa karena No Eun-seol?” tanya Presdir Cha marah sambil menunjuk Eun-seol.
“Bukan, ini dua masalah yang berbeda,” tegas Ji-heon. Ji-heon menjelaskan dirinyalah yang mengejar Eun-seol dan bukan sebaliknya.
“Jadi, kau melakukan semua ini hanya untuk seorang gadis yang tidak menginginkanmu?” Presdir Cha tanbah marah.
“Aku juga menyukainya, Presdir,” ujar Eun-seol tiba-tiba.
Semua terkesiap kaget. Nenek menarik Presdir duduk kembali.
Eun-seol berkata ia tahu Presdir tidak menyetujuinya tapi ia akan berusaha sebaik-baiknya. Ji-heon memandang Eun-seol keheranan. Eun-seol memohon Presdir kembali seperti dulu. Bahkan jika tidak bisa, setidaknya ijinkan mereka untuk bertemu. Ji-heon tersenyum senang.
“Apa ia (Eun-seol) yang merencanakan ini semua? Apa ia yang menyuruhmu melepaskan semuanya?” tanya Presdir Cha pada Ji-heon dengan marah.
“Kubilang bukan!” “Ya, itu benar!” Sahut Ji-heon dan Eun-seol berbarengan.
“Aku menyuruhnya melakukan apapun yang ia inginkan. Jadi mungkin ia memutuskan demikian karena aku berkata begitu,” Eun-seol menjelaskan.
“Bukan begitu,” kata Ji-heon pada Eun-seol. Presdir Cha dan Ji-heon terus berdebat. Akhirnya Presdir Cha mengeluarkan kartu As-nya, bagaimana bisa Ji-heon tidak memenuhi permintaan ayahnya, seorang penderita kanker.
“Ayah, sudahlan, kita tahu ayah sudah sembuh sekarang. Mengapa ayah harus mengungkitnya?” protes Ji-heon.
Presdir Cha berdiri untuk ketiga kalinya. Eun-seol langsung berlutut menghadang. Presdir Cha bertanya apa Eun-seol tidak takut terpukul lagi seperti waktu itu. Eun-seol langsung memegangi pipinya. Ji-heon membantu Eun-seol duduk sementara Nenek menarik Presdir Cha duduk.
“Kau akan dipukul olehku,” kata Nenek pada Presdir Cha. Presdir Cha tak mengerti mengapa ibunya tidak membelanya.
“Aku netral,” ujar Nenek.
“Tidak ada gunanya membicarakan ini lagi. Jika kau terus menentang keinginanku maka pergilah dari rumah ini sekarang juga! Jangan pernah perlihatkan wajahmu lagi! Keluar!” Presdir Cha menjatuhkan ultimatum.
Ji-heon mengerti. Ia menarik Eun-seol pergi.
“Hei anak nakal! Ketika kusuruh kau patuh, kau malah membangkang. Ketika kusuruh pergi kenapa kau malah menurut?”
“Kalau begitu apa aku tidak perlu menurut pada ayah? Apa aku harus duduk lagi?” tanya Ji-heon polos.
“Dasar anak nakal! Pergi!” bentak Presdir Cha.
Ji-heon menarik Eun-seol pergi. Eun-seol melepaskan tangannya dan berlutut memohon pada Presdir Cha tapi Ji-heon menariknya keluar.
Presdir Cha terduduk lemas di kursi. Nenek diam saja dan menarik nafas panjang.
Eun-seol protes pada Ji-heon, bagaimana jika penyakit Presdir kambuh? Ji-heon berkata ayahnya sudah bebas kanker dan sangat sehat. Apa kau tidak dengar suaranya tadi begitu keras?
Ji-heon berkata sekarang mereka bisa berhenti berpura-pura dan bebas berpacaran. Eun-seol berkilah, tadi ia mengaku menyukai Ji-heon karena tidak mau melihat Ji-heon dimarahi sendirian.
“Cukup. Aku tahu harga dirimu,” ujar Ji-heon. Eun-seol tersenyum.
Presdir Cha masih duduk lesu di kursinya. Nenek akhirnya bersuara.
“Mangapa kau duduk seperti ini? Menurutku, kau malah menyatukan mereka.”
“Kapan aku melakukannya?”
“Kau mengusir mereka berdua agar mereka bisa bersama, bukan?”
Presdir Cha tidak menjawab dan semakin menundukkan kepalanya.
“Akui saja kekalahanmu,” kata Nenek.
“Apa maksud ibu kalah? Aku belum dikalahkan, Ibu,” protes Presdir Cha.
“Kau kalah.”
Myung-ran mendengar suara Ji-heon dan Eun-seol di depan rumah. Ia mendengar Ji-heon akan menginap di rumah Moo-woon tanpa sepengetahuan ibu Moo-woon. Dengan kesal Myung-ran membuka pintu. Ia kesal karena wartawan seharian ini terus merongrong di depan rumah.
“Apa kau mengusir mereka dengan kekuatanmu, Nn. Pegulat?” ledek Ji-heon.
Myung-ran menganggap gurauan Ji-heon tak lucu, ‘Apa aku perlu mengusirmu juga?”
Eun-seol buru-buru minta maaf pada Myung-ran. Sepertinya ia bukan teman yang baik. Myung-ran membenarkan, ia tidak mau tidur dengan Eun-seol malam ini. Ia akan ke tempat Es Krim (Na-yoon).
Ji-heon terkekeh-kekeh senang, berpikir Myung-ran sengaja pergi agar ia bsia berduaan dengan Eun-seol. Myung-ran siap menghajarnya lagi.
Myung-ran menonton gulat di rumah Na-yoon. Na-yoon asyik bertelepon ria dengan Moo-woon. Moo-woon menyuruh Na-yoon tidur tapi Na-yoon ingin di-ninabobo-kan oleh Moo-woon.
Myung-ran iri melihat Na-yoon begitu berbunga-bunga. Ia mengambil ponselnya dan mengirim sms pada Sekretaris Kim. Menanyakan kabarnya hihihi^^
“Aku hanya memikirkan kau begitu lelah hingga bisa tidur nyenyak seharian,” kata Moo-woon pada Na-yoon.
“Aku mengerti. Daaahh…” ujar Na-yoon kecewa.
Moo-woon tersenyum, ia berdehem lalu mulai menyanyi lagu nina bobo (versi Korea tentunya). Na-yoon langsung terbuai mendengar suara merdu Moo-woon. Tapi belum selesai menyanyi, Moo-woon melihat berita di komputernya. Preman Eun-seol menduduki peringkat 3 pencarian internet (No 1 Eun-seol, No. 2 Ji-heon).
Moo-woon menyuruh Na-yoon melihat komputer. Myung-ran dan Na-yoon terkejut melihat berita dan foto-foto Eun-seol masa SMA di internet. Ada foto Myung-ran juga.
Eun-seol menyembunyikan wajahnya di dalam leher sweaternya sementara Ji-heon membaca berita-berita itu. Ia membaca berita Eun-seol bersikap seperti preman di kantor. Inget kan waktu Eun-seol mengancam dua sekretaris senior di kantor?
Eun-seol menuduh semua ini gara-gara Ji-heon hingga dirinya ikut terseret. Eun-seol malu hingga menyembunyikan wajahnya lagi. Ia sekarang dijuluki “preman nasional”.
Ji-heon berkata yang seharusnya malu itu dirinya. Lihat saja gaya rambut Eun-seol waktu SMA dan lagi ia tidak tahu Eun-seol seorang preman. Ia merasa kecewa.
Eun-seol menghukum Ji-heon tidur di luar. Ji-heon tak terima dan mengikuti Eun-seol ke dalam.
“Hei, preman nasional!”
“Apa? Anak papa nasional!”
Eun-seol tak bisa menahan tawanya. Ia merasa julukan-julukan itu lucu.
“Jika kau tak berhenti tertawa, aku akan….” Ji-heon menarik Eun-seol dalam pelukannya.
“Kau akan apa?”
“Kau tidak tahu?”
Ji-heon kesal karena Eun-seol pura-pura tidak tahu. Eun-seol ingin segera tidur. Aku tidak mengantuk, sahut Ji-heon cepat. Eun-seol buru-buru mengambilkan segelas susu untuk Ji-heon. Apa aku ini bayi, protes Ji-heon. Tapi akhirnya ia meminum susunya juga. Setelah itu ia mengecup bibir Eun-seol. Sekarang waktunya tidur, kata Ji-heon senang. Ia mendorong Eun-seol hingga berbaring.
Keeseokan paginya Ji-heon dan Eun-seol mengendap-endap ke kantor. Untunglah para wartawan telah pergi. Tapi sekretaris lain terus memperhatikan Eun-seol. Mereka iri Eun-seol menjadi pusat perhatian sekarang. Eun-seol berkata itu berkat mereka. Para sekretaris itu bingung, bukan mereka yang memuat berita di internet. Eun-seol tidak peduli, ia memutuskan pergi belajar. Karena tatapan mata di kantor ini begitu panas hingga ia tidak bisa duduk.
Ji-heon sedang menghadapi para pemegang saham dalam rapat.
“Apa salahnya aku berhubungan dengan si pembocor”? Mana yang terburuk? Pegawai yang benar di antara yang jahat? Pegawai yang jahat di antara pegawai yang beanr? Menurutku, kita semua bersalah. Bahkan jika No- Eun-seol yang terjahat di antara yang jahat, siapa yang bisa menyalahkannya? Pihak ini dulu yang bersalah. Tapi karena ini sebuah organisani, aku mengaku telah menyebabkan masalah bagi perusahaan. Jadi, walau kami tidak bersalah, kami akan meninggalkan perusahaan. “
Moo-woon tersenyum. Presdir Shin terkejut, demikan juga para pemegang saham lainnya.
“Tapi karena aku pemegang saham besar,mulai sekarang tolong bekerjalah yang benar,” Ji-heon menambahkan.
Eun-seol menunggu Ji-heon keluar ruang rapat. Para pemegang saham lain menatap Eun-seol dengan pandangan tidak suka. Ji-heon berdiri di samping Eun-seol dan membelanya.
“Kenapa kalian memandanginya terus? Apa karena dia cantik? Apa karena dia terkenal? Kalian mau tanda tangannya?”
Moo-woon berbicara dengan Ji-heon. Ia merasa Ji-heon sudah merencanakan keluar dari perusahaan sejak awal. Ji-heon berkata ini rencana dadakan. Selama ini ia memikirkan perlukah ia membuat pernyataan atau keluar diam-diam. Lalu tiba-tiba skandal ini meledak. Akhirnya ia bisa mengakhiri semuanya.
Moo-woon meninju perut Ji-heon. Bukankah Ji-heon yang berkata akan mengenyahkan Moo-woon sekembalinya ke kantor utama? Ji-heon balik meninju perut Moo-woon. Ia menjelaskan dulu ia melakukannya untuk membuat Moo-woon gugup. Ia adalah pemegang saham besar jadi ia akan terus mengawasi Moo-woon. Bekerja yang baik dan jangan seperti Presdir Shin.
“Apa kau tidak mneyesal? Aku tidak akan menerimamu bekerja kembali,” ujar Moo-woon. Ji-heon tidak khawatir soal itu. Ia lebih memikirkan bagaimana caranya agar ayahnya merestui hubungannya dengan Eun-seol. Moo-woon berkata ia juga berada dalam posisi yang sama, kedua ibu bertengkar hingga saling menjambak rambut.
Mereka pikir mereka harus melakukan sesuatu mengenai hal itu. Moo-woon mengeluh, banyak hal yang harus ia lakukan dan itu melelahkan. Tidak ada yang kulakukan tapi tetap melelahkan, keluh Ji-heon.
Na-yoon pergi ke kantor Ji-heon dan bertemu dengan Eun-seol. Ia menanyakan kabar Eun-seol. Eun-seol berkata ia bingung. Sebentar dipekerjakan, sebentar dipecat, dipekerjakan lagi, dipecat lagi. Hal ini membuatnya pusing. Itulah sebabnya orang berkata hidup pekerja itu seperti lalat (sewaktu-waktu bisa dipukul keras), ujar Na-yoon prihatin. Ia lalu memeluk Eun-seol untuk menghiburnya.
Ketika Eun-seol menemani Na-yoon keluar, dua orang pegawai wanita berbisik-bisik sambil terus melirik pada Eun-seol.. Na-yoon tentu saja tak terima sahabatnya diperlakukan seperti itu.
“Tunggu! Mengapa kalian melihatnya seperti itu? “
Dua orang pegawai itu tertawa meremehkan. Eun-seol mengajak Na-yoon pergi tapi Na-yoon tidak mau.
“Karena seorang pria, dia dipekerjakan lalu dipecat lalu dipekerjakan dan dipecat. Orang ini benar-benar patut dikasihani! Dia itu seperti kalian, hidup seperti lalat!” Na-yoon menguliahi. LOL.
Kedua pegawai itu terus tak mempedulikan kuliah Na-yoon dan terus berjalan sambil berkata mereka tidak sama dengan Eun-seol karena tidak punya kekasih seorang chae-bol. Na-yoon hendak menguliahi mereka lagi tapi Eun-seol cepat-cepat menariknya pergi. Ia tahu Na-yoon membelanya dan ia berterima kasih untuk itu. Na-yoon mengusulkan mereka berkencan ganda untuk refreshing.
“Lakukan sesukamu. Sejak kapan aku bisa menghentikan kalian?” ujar Eun-seol.
Kencan ganda mereka berhasil. Masing-masing berusaha menjadi yang paling mesra. Kecuali Moo-woon^^
Tak berapa lama kemudian, skandal baru merebak. Ibu Na-yoon dan ibu Moo-won dilaporkan untuk penggelapan pajak. Kali ini mereka yang harus menghadapi para wartawan.
Mendadak mereka berteman lagi, walau ibu Moo-woon masih kesal dengan ibu Na-yoon. Perbuatan siapakah ini semua? Manager Park. Ia melihat berita di koran dengan puas.
“Itulah sebabnya mereka menjulukiku hantu air,” gumamnya senang. Ia lalu menghubungi Presdir Cha.
Presdir Cha sedang menjaga zebra cross ketika Manager Park datang memohon maaf. Ia melapor telah mengenyahkan Presdir Shin dari jabatannya. Permintaannya hanya satu, jangan mengajaknya memancing ke laut lepas. Presdir Cha memaafkannya dan menyuruhnya pergi.
Tak lama kemudian giliran Eun-seol yang mendatangi Presdir Cha. Ia ingin meminta maaf dan meminta Presdir Cha merestui hubungan mereka. Presdir Cha ingin Eun-seol mengembalikan posisi Ji-heon pada posisi pewaris perusahaan kembali, baru ia akan memberikan restu.
“Kupikir Presdir harus menghargai keputusannya,” kata Eun-seol.
“Sekretaris NO!!”
Anak-anak yang menunggu menyeberang langsung mundur ketakutan. Presdir Cha menenangkan mereka dan menyuruh Eun-seol pergi. Ia tidak lagi menyukai Eun-seol.
“Orang yang kubenci di dunia ini, No. 1 adalah ayahmu dan No.2 adalah kau. Ok?”
Eun-seol menunduk sedih.
Tapi ia tidak menyerah. Ketika Presdir Cha membagikan makanan pada lansia, Eun-seol ikut membantu. Juga ketika Presdir Cha ikut demo, Eun-seol memberi semangat. Hihihi…gimana bisa Presdir Cha ngga suka sama Eun-seol yang begitu cute dan bersemangat^^ Lama-lama ia ikut tersenyum walau menyuruh Eun-seol pergi.
Tapi itu ternyata bukan hanya perjuangan Eun-seol. Na-yoon juga ikut membujuk ibunya dan ibu Moo-woon untuk memberi restu. Kedua ibu juga sedang menjalani hukuman pelayanan masyarakat akibat kasus penggelapan yang melibatkan mereka. Tapi usahanya belum berhasil juga.
Tak sengaja mereka berpapasan dengan Presdir Cha yang juga sedang dibujuk Eun-seol. Presdir Cha menertawakan kedua ibu itu. Mereka berjongkok membersihkan trotoar bersama. Bahkan Presdir Cha mengajari cara membersihkan yang benar :D
Ibu Moo-woon heran mengapa Presdir Cha bersama Eun-seol. “Dia seperti lem. Aku selalu menyuruhnya pergi tapi dia tak mau pergi,” ujar Presdir Cha cuek. Na-yoon berbisik pada Eun-seol, apakah usahanya sudah berhasil. Eun-seol menjawab belum berhasil. Na-yoon balas berbisik, kita berada dalam situasi yang sama. Eun-seol mengangguk setuju.
Ji-heon juga sedang berusaha meyakinkan ayah Eun-seol. Tidak bisa, jawab ayah Eun-seol tegas. Eun-seol yang baru datang langsung mengambil alih. Ia menantang ayahnya berduel. Jika ayahnya menang maka ia akan menyerah tapi jika ia menang maka ayahnya harus merestui. Eun-seol langsung mempersiapkan jurus pertamanya. Hiat!! Ayahnya tampak ragu. Tapi ternyata jurus pertama Eun-seol adalah memohon dengan wajah memelas, “Ayahhh….”
Nenek ingin tahu apakah Moo-woon berniat menjadi pewaris Grup DN (karena Ji-heon jelas menolak). Tapi kali ini Moo-woon tidak memberi alasan pasti. Ia merasa Nenek sedang mengujinya dan lagi ia harus mengetahui pendapat dari seseorang. Nenek bingung, siapa? Moo-woon tersenyum.Nenek langsung mengerti.
“Kedua cucuku benar-benar tergila-gila pada wanita,” gerutunya. Moo-woon tersenyum meminta maaf.
Na-yoon sedang asyik bersantai ketika tiba-tiba Moo-woon menelepon dan berkata akan datang ke apartemen Na-yoon. Na-yoon terkejut dan buru-buru membereskan rumah yang mirip kapal pecah. Ia juga pergi berbelanja dan mencoba memasak.
Kita segera tahu kalau Na-yoon tidak bisa masuk kontes Master Chef, Ia bahkan takut memegang udang. Dengan segera, kapal pecah beralih ke dapur Na-yoon.
Moo-woon datang di tengah kekacauan. Na-yoon berusaha menghalangi tapi Moo-woon terus masuk ke dapur dan terkagum-kagum melihat hasil karya Na-yoon. Na-yoon beralasan ia biasa memasak di Amerika. Moo-woon hanya bertanya, “Apa kau tidak terluka?” Tidak, jawab Na-yoon.
“Kalau begitu mulai sekarang aku harus menunjukkan hobiku,” kata Moo-woon. Maka beraksilah Chef Boss Moo-woon di dapur. Na-yoon lagi-lagi terpesona. Ia berkata Moo-woon benar-benar tidak ada celahnya.
Sepanjang malam itu Na-yoon terus memandangi Moo-woon. Moo-woon tersenyum geli. Ia minta Na-yoon berhenti menatapnya dan dengarkan perkataannya.
“Aku…ingin menjadi pengusaha yang bersih. Orang cenderung berkata akan bisa mengubah segalanya dengan mudah. Tapi itu semua bohong. Itu hanyalah akting. Tapi aku ingin benar-benar melakukannya. Artinya aku akan berjalan di jalan yang berbeda dari orang lain. Dan ada kemungkinan aku terdepak. Orang tidak terlalu suka untuk benar-benar “bersih”, karena hal itu akan mengacaukan kepercayaan diri mereka. Aku orang yang kompetitif. Jika seorang jenius datang maka orang-orang bodoh akan bersatu untuk melawannya. Jadi ini tidak akan mudah. Aku mungkin dihancurkan. Dan terusir keluar. Apa itu tidak apa-apa bagimu?”
Na-yoon bengong.
“Seperti biasa kau tidak mengerti,” ujar Moo-woon geli,” Tapi apa kau akan tetap bersamaku?”
Na-yoon baru tersadar apa yang sedang Moo-woon bicarakan,” Dasar nakal! Bagaimana bisa kau melamarku seperti ini?”
“Ini bukan lamaran.”
“Itu adalah lamaran,” Na-yoon bersikeras. Ia memeluk Moo-woon dengan bahagia. Moo-woon tersenyum.
“Baiklah anggap saja itu lamaran, tapi aku tidak bisa langsung menikahimu.”
“Aku tahu, kau sangat sibuk. Tapi bisakah kau sibuk setelah menikah saja?” ujar Na-yoon.
“Tetap tidak bisa.”
“Kenapa??”
“Karena kau masih anak-anak! Kita akan menikah setelah kau sedikit lebih dewasa.”
“HEI!! Aku akan tumbuh dengan cepat,” Na-yoon berjanji. Keduanya tertawa dan kembali berpelukan.
Ji-heon kembali berusaha berbicara dengan ayahnya. Ia yakin ayahnya sudah tahu tidak bisa menang melawannya, walau dengan dipukul berkali-kali sekalipun. Ia juga mengancam akan membuat pengumuman pada publik bahwa dia tidak akan menjadi pewaris DN Grup.
Akhirnya ia berjanji akan menggosok punggung ayahnya saat sauna, pergi bertamasya bersama, memakan semua masakan ayahnya tanpa mengeluh. Dan juga mendapat pengakuan walau bukan dengan cara seperti yang diharapkan ayahnya. Namun, ia tidak bisa melakukan itu semua jika mereka hidup terpisah. Ia minta ayahnya memikirkan baik-baik hal ini sebagai pria yang gentleman. Presdir Cha menarik nafas panjang. Setelah Ji-heon keluar, ia terus merenung.
Akhirnya Presdir Cha menyusul Ji-heon yang sedang duduk di taman.
“Hei anak nakal, jadi jika aku tidak merestuimu, kau akan pergi dan tidak mau bertemu lagi denganku, seperti dalam drama-drama?”
“Jika aku punya anak, aku tidak akan menunjukkannya pada ayah.”
“Berandal!! Kau harus memastikan cucuku jadi penerusku, dasar berandal!”
Ji-heon langsung bangkit berdiri, “Apa… itu artinya ayah memberi restu?”
Presdir Cha diam saja. Ji-heon tersenyum dan langsung menubruk ayahnya, memeluknya dengan erat. Presdir Cha terkesiap. Pelan-pelan ia memeluk anaknya dan menepuk punggungnya, memberi restu.
“Terima kasih ayah,” Ji-heon menahan air matanya. Presdir Cha mengangguk.
Tak lama kemudian, Presdir Cha tampil dalam acara TV. Ia minta maaf dan menyatakan telah bertobat dari segala kesalahannya. Karena itu anaknya tidak akan mewarisi perusahaan. Itu adalah keputusannya dan janjinya pada masyarakat. Ji-heon geli ayahnya menggunakan hal itu untuk menarik simpati. Tpai Nenek berkata , jika Presdir Cha mengumumkan hal itu di depan publik, itu berarti Presdir Cha sudah merasa lebih baik.
Untuk merayakan hal itu, Ji-heon mengajak Eun-seol kencan di restoran yang mewah. Eun-seol ingat pada kencan pertama mereka di tempat seperti itu, Ji-heon berkata itu akan menjadi yang terakhir kalinya.
“Tenang saja, ini benar-benar terakhir kalinya menggunakan uang seperti yang kau benci.”
“Tidak, aku tidak menyukainya tapi tidak membencinya. Bukankah lebih baik berefisiensi dalam biaya?” Sebuah ide melintas di otak Eun-seol, “Apa kau sedang melamarku?”
Prang!! Sendok Ji-heon langsung terjatuh dari pegangannya. Eun-seol ternganga. Ji-heon juga.
“Maafkan aku,” ujar Eun-seol cepat,” aku begitu tidak peka. Aku harusnya pura-pura tidak tahu…”
Wajah Ji-heon masih shock tapi ia memberi isyarat pada pelayan. Pelayan datang membawakan secangkir teh.
“Karena kau sudah mengetahuinya, aku akan memberitahumu lebih dulu. Aku mencoba untuk melakukannya dengan cara yang belum pernah dilakukan orang lain. Tapi sayangnya dunia ini sudah berputar terlalu lama dan terlalu banyak orang hingga tak ada cara baru. Walau kau sudah pernah mendengar dan melihatnya, kau harus tahu aku sudah memikirkannya betul-betul.”
Eun-seol mengangguk.
“Mengapa kau tidak meminum tehmu?” tanya Ji-heon dengan nada mendesak.
“Karena aku sudah kenyang.”
Kekecewaan terlihat jelas di wajah Ji-heon. Eun-seol tersadar dan cepat-cepat meminum tehnya sampai habis. Di pinggir bagian dalam cangkir teh tertulis, “Aku mencintaimu! No Eun-seol!”
Eun-seol tersenyum bahagia. Ji-heon tersenyum dan hendak membukakan kue keberuntungan (biasanya ada di restoran cina, berbentuk seperti pastel kecil. Jika kue itu dipecahkan, di dalamnya ada kertas kecil berisi tulisan-tulisan. Umumnya berisi ramalan kacil hari itu mengenai peruntungan orang yang membukanya. Just for fun^^). Eun-seol cepat-cepat mengambil kue itu dan membukanya.
Tapi kue itu hancur karena Eun-seol terlalu kuat memecahkannya. Ji-heon cemberut lagi, mengira kertas itu hilang. Eun-seol melihat kertas di tangannya dan membaca: Aku mencintaimu, No Eun-seol.
Melihat senyum Eun-seol, Ji-heon ikut tersenyum dan mengeluarkan bonekanya. Ia memencet boneka itu dan boneka itu berkata (dengan suara Ji-heon): Aku mencintaimu, No Eun-seol.
Eun-seol tak bisa berhenti tersenyum, “Terima kasih, itu kombo 3 kali ucapan cinta.”
Ji-heon malu-malu memberi isyarat. Musik lembut pun dimainkan. Eun-seol mengenali lagu itu. Ji-heon berdiri dan mulai menyanyi.
Eun-seol tak pernah merasakan kebahagiaan seperti saat ini. Ia mengingat awal pertama kali berjumpa dengan Ji-heon. Segala hal yang telah mereka lalui bersama.
Ji-heon menghampiri Eun-seol.
“No Eun-seol, saat kita menikah, mari kita menikah karena cinta.”
Eun-seol tak sanggup berkata-kata saking bahagia. Ji-heon mengeluarkan sebentuk cincin dan memasangkannya di jari manis Eun- seol. “Jawabanmu?”
“Apa ini cukup?” tanya Eun-seol. Ia berdiri dan mengecup bibir Ji-heon. Lalu memeluknya erat-erat.
“Lebih dari cukup,” ujar Ji-heon tersenyum.
Wedding day!! Na-yoon dan Myung-ran menjemput Eun-seol, mereka bisa terlambat datang. Ji-heon terpesona melihat Eun-seol dalam belitan gaun pengantin.
Tiba-tiba seekor pencopet menyambar dompet Na-yoon. Na-yoon berteriak. Eun-seol langsung beraksi. Ia mengambil kaleng kosong dan menyepaknya tepat mengenai kepala si pencopet. Ji-heon dan Moo-woon sampai ternganga. Hehe…jangan macem-macem sama istrimu ya Ji-heon^^
Mereka buru-buru mengambil dompet Na-yoon dan melihat apakah cincin pernikahan mereka masih di dalam. Moo-woon langsung tersenyum geli. Eun-seol terbelalak. Mana cincinnya?
“Bagaimana ini? Aku meninggalkannya di rumah,” seru Na-yoon tersadar. Ia merasa bersalah. Ji-heon dan Eun-seol tak percaya cincin mereka tak ada.
Tapi pernikahan tetap berjalan. Ji-heon dan Eun-seol berjalan masuk melewati deretan para tamu. Eun-seol melihat mereka semua sambil berpikir.
Eun-seol: Bagaimana masa depan mereka?
Sekretaris Jang memohon Presdir Cha untuk berhenti menjodohkannya. Ia sudah berkali-kali ditolak hingga merasa depresi. Dan lagi ia juga tidak menyukai para wanita itu. Tapi pandangannya teralihkan pada seorang wanita yang baru tiba. Sekretaris Jang terpana….
Ji-heon: “Beberapa dari mereka menghadapi peralihan yang mengejutkan.”
Manager Park menjadi penjual pie dan waffle yang sukses dan memiliki toko sendiri.
Eun-seol: ”Beberapa meninggalkan kehidupan mereka yang hancur dan memulai hidup baru. Promosi dari direktur menjadi CEO.”
Sekretaris Kim mengantar Myung-ran ke bandara. Ia tak mengerti mengapa Myung-ran tidak memperbolehkan Eun-seol dan Na-yoon mengantar. Myung-ran berkata kehadiran mereka akan sangat berisik dan kacau hingga iamungkin tak bisa naik ke pesawat. Sekretaris Kim tertawa saat melihat Myung-ran menangis. Myung-ran langsung meninjunya. Ternyata Myung-ran pergi untuk pertandingan gulat. Ia bertekad walau tidak berhasil menjadi pegulat profesional, setidaknya ia akan mencapai babak 3.
Ji-heon: “Beberapa orang terlihat bersemangat meraih tujuan yang mungkin saja berakhir dengan kegagalan.”
Ibu Na-yoon masih membujuk ibu Moo-woon untuk menjadikan Moo-woon di puncak.
Eun-seol: “Beberapa orang menjalani kehidupan yang sama seperti yang mereka jalani kemarin.“
Nenek menjalani hari tuanya dengan menikmati hidup. Seperti anak muda, ia nongkrong di kafe dan menggunakan tablet PC dengan lancar.
Ji-heon: “Bagi beberapa orang, syukurlah banyak hal yang bisa dipelajari di dunia ini.”
Presdir Cha kembali memangku jabatan Predir DN.
Eun-seol: “Beberapa melihat masa lalunya dan mempersiapkan masa depan baru.
“Akhirnya mereka menghadapi masa depan yang mereka nantikan. Bertekad untuk menjalani hidup yang bersih esok, berbeda dari kemarin.”
Ji-heon memasangkan cincin dari jari Eun-seol. Mereka menatap Na-yoon. Na-yoon menunduk merasa bersalah. Moo-woon tersenyum , menepuk-nepuk Na-yoon untuk menghibur. Cincin terpaksa diganti dengan kawat. Tapi itu tidak mengurangi kebahagiaan mereka.
Ji-heon: “Dan masa depan apa yang menanti kita?”
Eun-seol: “Aku tidak tahu.”
Beberapa waktu berlalu. Ji-heon sekarang menggunakan kacamata (kebanyakan liat kompi kayanya^^. Ji-heon telah sukses dan diwawancarai dalam sebuah acara TV. Selain usahanya yang semakin luas, ternyata Ji-heon juga menjadi penceramah di universitas. Wow, kemajuan besar buat orang yang dulu fobia berbicara di depan umum.
Motto Ji-heon adalah untuk menjadi manager yang baik, harus mencintai seseorang yang baik.
Saat ditanyakan mengenai mottonya, Ji-heon merasa sedikit malu. Ia mengakui ia masih “anak papa” nasional seperti dulu. Tapi ia percaya bahwa untuk menjadi manager yang baik, orang yang ia cintai juga harus mencintai pekerjaan yang ia lakukan. Atau apakah pekerjaannya akan membawa rasa malu bagi mereka yang ia cintai? Tapi harus ada satu syarat, baik subjektif maupun objektif kau harus bertemu pasangan yang baik. Dan ia beruntung menemukan orang yang sangat baik.
Eun-seol melihat wawancara itu dan sangat senang walau merasa malu.
Bagaimana dengan Moo-won dan Na-yoon? Apakah mereka sudah menikah? Belum^^ Na-yoon iri melihat Ji-heon yang terus mesra pada Eun-seol walaupun melalui TV. Ia bertanya pada Moo-woon, kapan mereka akan menikah? Bukankah ia sudah bertumbuh sekarang?
Moo-woon tersenyum. Ia menegakkan tubuh Na-yoon dan mengukur tingginya dengan tangan. “Mari kita lihat, kau harus bertumbuh sedikit lagi.” Na-yoon meninggikan tubuhnya agar mengenai tangan Moo-woon.
“Aku sudah sampai, aku sudah sampai,” serunya girang, “Kita menikah!”
Moo-woon tertawa geli dan menggodanya, kau harus tumbuh sedikit lagi.
Ji-heon dan Eun-seol berjalan menyusuri taman di tengah hujan.
“Hei murid lama,” panggil Ji-heon.
“Murid lama ini sedang belajar, ada apa?”
“Murid lama juga harus berkencan.”
Mereka berdua tertawa dan hidup bahagia selamanya….
Komentar
Akhir yang manis untuk semua pemerannya. Drama ini banyak keluar dari jalur Kdrama biasanya, hingga terasa menyegarkan. Di tiap episodenya selalu terselip kelucuan-kelucuan yang membuat kita terkekeh, terbahak, tersenyum, bahkan nyengir hingga gigi kering :p
Romantisme antara Eun-seol dan Ji-heon, Moo-woon dan Na-yoon, bisa dibilang lebih natural dibandingkan dengan Kdrama biasanya yang terasa lebih melankolis. Contohnya cara Ji-heon dan Moo-woon mengungkapkan cinta, cara Na-yoon dan Eun-seol mencintai, cara mereka melamar, semuanya out of the box. But I like it, tetap terasa di hati ketika Ji-heon menatap Eun-seol, dan ketika Moo-woon tersenyum geli melihat tingkah Na-yoon.
Disamping keeempat tokoh utama kita, para pemeran lain pun sangat mudah disukai. Presdir Cha, Nenek, Sekretaris Jang, Myung-ran, Sekretaris Kim. Bahkan pemeran yang seharusnya antagonis malah sering membuat kita tersenyum juga, seperti ibu Moo-won, ibu Na-yoon, dan Manager Park.
Menonton Protect The Boss adalah pengalaman yang menyenangkan. Seperti makan es krim di tengah hari yang cerah (hari libur pastinya^^). Membuat sinopsisnya? What can I say? Pengalaman tak ternilai...Melalui drama ini, aku menemukan sahabat-sahabat baru…sama seperti Na-yoon^^
Aku berterima kasih pada Dee (Kutudrama) yang mengajakku bekerja sama membuat sinopsis drama ini. Kita berhasil ya dee? Toss!! Aku juga berterima kasih buat teman-teman yang terus memberikan semangat . Saranghae^^