[Klik di sini untuk SINOPSIS BAGIAN 1]
Dalam keadaan menegangkan seperti itu, terdengar suara yang mengumumkan bahwa simulasi telah berakhir. Serentak para perwira menurunkan senjata mereka.
Para komandan dari Utara dan Selatan berjalan ke arah mereka. Jae-ha, Shi-kyeong, Hang-ah, dan Kang-seok baru menyadari kalau semua itu hanya rekayasa. Walau begitu Hang-ah menyentuh bagian yang tadi ditembak Jae-ha. Tak ada darah. Peluru dalam senjata itu bukan peluru tajam. Namun hatinya terasa sakit.
Jae-kang berjalan mendekati mereka. Jae-ha terpana melihat kakaknya.
“Kau…kau melepas tembakan?” tanya Jae-kang, ia terkejut melihat Hang-ah yang lemas.
Raja mengumpulkan semuanya dan memberikan pengumuman. Hang-ah tak ada di sana.
“Apa yang baru saja dijalani oleh kalian adalah tugas akhir pelatihan ini. Akulah yang mengajukannya. Anggota Utara dan Selatan telah menyetujuinya. Ini bukanlah hal yang sulit. Setiap orang hanya perlu mengikuti instruksi tapi tidak semua orang dapat diyakinkan dengan mudah. Selatan melepas tembakan,” kata Jae-kang sedih. Ia tak bisa menyembunyikan kekecewaannya.
“Walau pernah ada ketegangan di antara kita namun sekarang tidak lagi. Melepas tembakan…berarti mengakhiri semuanya (mengakhiri perdamaian). Tapi…” Jae-kang melihat Jae-ha, “Adikku sendiri yang melepas tembakan. Aku ingin semua orang tahu bahwa Selatan dan Utara bisa bekerja sebagai satu kesatuan dan bekerja dengan baik bersama-sama. Itulah sebabnya aku melibatkan adikku. Sepertinya keputusan yang telah kubuat terlalu jauh untuk dicapai. Semuanya, ini adalah kesalahanku.”
Jae-kang keluar dari podiumnya dan berdiri menghadap semua perwira. “Aku minta maaf.” Jae-kang membungkukkan badannya dalam-dalam. Semua membuka topi mereka dan balas membungkuk pada Jae-kang. Kecuali Jae-ha. Matanya berkaca-kaca. Ia yang berusaha untuk tidak mengecewakan kakaknya ternyata telah melakukannya.
Hang-ah berada di ruang perawatan. Ia sangat lemas hingga tak bisa berdiri dan jatuh terpuruk di lantai. Sebenarnya luka di dalam hatinya jauh lebih sakit daripada luka di tubuhnya. Ia teringat saat Jae-ha menembaknya.
Jae-ha menemui kakaknya. Jae-kang bersikap dingin pada Jae-ha. Jae-ha berkata situasi saat itu seperti benar-benar terjadi perang.
“Jadi, muncullah seorang pahlawan?” tanya Jae-kang. Ia membuat gerakan menembak dengan jarinya “Bang!” ke arah Jae-ha.
“Jika itu kakak, apakah kakak bisa berpikir dengan baik pada situasi seperti itu? Semua senjata ditodongkan padaku!!” seru Jae-ha. Ia tak mengerti mengapa ia disalahkan.
“Jadi…kau benar-benar kehilangan akal dan tidak berpikir apapun. Seperti binatang,” ujar Jae-kang dingin. Jae-ha tak bisa berkata apa-apa lagi.
Jae-kang mendapat laporan kalau anggota komita Utara dan Selatan sedang menunggu responnya. Ia mengangkat telepon. Komandan Selatan menanyakan petunjuk Jae-kang mengenai kegiatan selanjutnya.
“Tugas terakhir telah selesai. Apa lagi yang diperlukan? Tim Gabungan Utara dan Selatan akan dibubarkan tengah malam ini,” ujar Jae-kang tegas sambil menatap Jae-ha. Jae-ha menoleh.
Komandan Utara menutup telepon dan memberitahukan keputusan Raja pada komandan lainnya. Semua menghela nafas panjang dan menunduk kecewa tapi tak bisa berbuat apa-apa.
“Dibubarkan?” tanya Jae-ha. Ia bertanya apakah pembubaran itu karena dirinya. Jae-kang tak menjawab dan beranjak pergi.
“Mereka adalah musuh!! Selama 60 tahun, mereka adalah musuh dan aku telah dicuci otak untuk mempercayai itu. bahwa aku tidak boleh mempercayai mereka. Siapa yang melakukannya?!” seru Jae-ha membela dirinya.
“Walau begitu!! Kau harus bisa menyeberangi jurang itu. Kau adalah keluarga kerajaan. Aku juga tahu kau banyak kekurangan. Tapi kau Pangeran, kau harus menjadi teladan. Kupikir jika aku menaruhmu di dalam situasi tertekan kau akhirnya akan mencapai sesuatu. “
Jae-ha berkata ia juga telah berjuang dengan susah payah, dengan senjata ditodongkan di kepalanya.
“Jadi kau hanya akan membunuh dirimu sendiri?! Mengapa kau tidak langsung menembak dirimu sendiri saja?”
Jae-ha tercekat mendengar perkataan kakaknya. Sebenarnya Jae-kang juga tidak bermaksud demikian tapi ia terlampau kecewa. Benar juga sih. Bagi Jae-ha mati adalah tindakan terhormat dan menjadikannya pahlawan tapi bagi Jae-kang itu adalah tindakan termudah dan pengecut. Bunuh diri bukanlah penyelesaian dari masalah, hanyalah tindakan melarikan diri dari masalah.
“Pangeran? Teladan? Baiklah, aku akan menunjukkannya. Kakak tahu tugas akhir yang sebenarnya kan? Berlari 60 km dalam waktu 8 jam. Aku akan melakukannya tapi batalkan pembubaran tim.”
“Apa kau sedang bercanda?” tanya Jae-kang frustrasi.
“Jam berapa sekarang? Sekarang pk. 11.34 malam. Berarti aku harus tiba sebelum pk. 07.34 pagi, bukan? Aku akan segera berangkat. Kakak hanya perlu memberi tahu tujuan akhirnya.” Jae-ha berjalan melewati kakaknya.
“Lee Jae-ha….”
“Sudah cukupkah aku bertanggungjawab?” tanya Jae-ha. Ia meninggalkan kakaknya sendirian.
Hang-ah mendapat dari Young-bae dan Kang-seok kalau Jae-ha akan melakukan tugas lari itu untuk membatalkan pembubaran tim.
“Dia bahkan mulai berlari tanpa pengawalan? Apa yang akan ia lakukan jika ia bertemu perwira lain atau rakyat…” ujar Kang-seok khawatir.
“Biarkan dia. Mungkin dengan membiarkannya sedikit menderita akan membuatnya sadar,” sahut Hang-ah tegas.
Jae-ha berlari dengan seragam lengkap, plus perlengkapan dan senjatanya. Empat orang perwira mengikutinya dari belakang. Lucunya Jae-ha malah mengharapkan kehadiran Hang-ah bahkan setelah tadi dia menembaknya. Kalo orang normal sih pasti malu hati. Kangen kali ya^^
Sama seperti Hang-ah. Walau tadi ia jelas menyuruh Jae-ha dibiarkan tapi ia sendiri yang menyusul Jae-ha dengan mengendarai motor. Jae-ha serta merta tersenyum girang tapi ia buru-buru berwajah serius lagi.
“Minggir,” katanya. Ia lalu berjalan melewati Hang-ah seakan-akan hendak berjalan sendirian. Hang-ah mengulurkan tangannya menghalangi Jae-ha, pura-pura menunjuk ke suatu tempat.
“Lihat desa di sebelah sana? Dulu pernah ada helikopter Amerika terhempas di sana. Para petani datang dan menghancurkan helikopter itu sampai berkeping-keping.”
Hang-ah menunjuk arah berlawanan. “Desa itu adalah tempat para tentara tinggal saat menyelesaikan pelatihan khusus. Para tentara dan warga desa biasanya mengadakan kompetisi bertarung dan menganggapnya sebagai latihan. Para ahjumma yang berani bahkan ikut bertanding.”
Jae-ha mulai terlihat sedikit takut.
“Bangunan ke-tiga di sana adalah tempat tinggal sebuah kelompok yang menamakan dirinya “Sang Iblis”. Mereka adalah para bandit yang suka mencuri mas kawin juga tas-tas para tentara. Siapapun yang berbicara terlalu banyak akan dipukuli. Menggunakan sekop dan batang besi,” ujar Hang-ah.
“Ayo jalan.” LOL^^
Hang-ah pura-pura merasa terpaksa dan mulai berlari. Jae-ha tersenyum dan mengikutinya dari belakang.
Sementara itu Raja menyampaikan keinginan Jae-ha untuk berlari dan meminta masukan dari para komandan Utara dan Selatan. Ia akan mengikuti keputusan mereka.
Hang-ah dan Jae-ha berlari bersama. Seperti biasanya selalu ada perdebatan jika mereka bersama. Hang-ah berkata Jae-ha benar-benar keras kepala hingga kadang menjadi bodoh. Walau Jae-ha sedang menebus kesalahannya, apakah akan mempengaruhi keputusan pembubaran tim? Apalagi berlari 60 km bukanlah hal yang mudah dan Jae-ha berlum pernah berlari sejauh itu sebelumnya.
“Mengapa aku harus berlari sejauh 60 km? Paling banyak 2 km, itu mudah,”ujar Jae-ha tersenyum nakal. Hang-ah menoleh tak mengerti.
“Pikirkan jika kau menjadi anggota komite Selatan. Sebagai Pangeran, aku bersedia menerima hukuman atas kesalahanku. Lalu apa pikiran mereka? ‘Dia Pangeran. Jika dia berlari sejauh itu, ia akan kecapean.’ Mereka akan bertindak dengan memikirkan Raja, bukan? Mereka akan mengambil keputusan dan menemui kakakku. Lalu kakakku bilang, ‘jika kalian memutuskan demikian…’. Kakakku dianggap rendah hati dan para anggota komite akan mendapat penghargaan karena telah melindungi anggota kerajaan. Dan aku bisa kembali ke Selatan dengan selamat. Akhir yang bahagia. OK?”
Gubrak!! Gini nih ekspresi Hang-ah waktu denger perkataan Jae-ha hahaha^^
Hang-ah bertanya sejak kapan pikiran seperti itu muncul di kepala Jae-ha. Baru saja, kata Jae-ha. Ia hanya harus berpura-pura lari semalaman. Lagipula kakinya terluka (karena terjatuh saat di kamar kecil), bagaimana bisa berlari sejauh 60 km?
“Tanggung jawab? Teladan? Jangan bercanda,” gumamnya sambil tertawa geli.
Sebuah mobil menghampiri mereka. Jae-ha menganggap ucapannya barusan akan terjadi.
“Lihat, bukankah mereka datang untuk membujukku (berhenti berlari)? Kurasa aku jenius. Ayo cepat berlari lagi, pura-pura kita kesakitan.”
Hang-ah benar-benar tak habis pikir dengan cara berpikir Jae-ha. Jae-ha berlari mendekati mobil itu dan pura-pura kecapean. Seorang perwira turun.
“Aku datang untuk memberitahukan hasil rapat komite. Waktu mulai adalah pk. 11.34. Pada jalan ini terdapat Sekolah Dasar Dae Dong, 60 km jauhnya. Kalian berdua harus tiba di sana sebelum pk. 07.34 pagi.”
“Mereka benar-benar membiarkanku berlari?” tanya Jae-ha terkejut. Perwira itu menunjukkan alat agar lokasi Jae-ha dan Hang-ah bisa terpantau. Para pengawal yang tadi mengikuti Jae-ha diperintahkan kembali. Perwira itu berharap Jae-ha dan Hang-ah berhasil lalu ia pergi.
Jae-ha bengong. Kasiaaan deh^^ Terpaksa ia berlari. Baru saja berlari beberapa ratus meter, ia bertanya masih seberapa jauh ia harus berlari. Ia ingin beristirahat lebih dulu. Kakinya mulai terasa sakit.
Sebuah mobil medis melewati jalan itu. Jae-ha melambaikan tangannya hendak meminta tumpangan. Mobil itu berhenti. Ternyata anggota tim yang lainnya datang.
Shi-kyeong bertanya apakah Jae-ha baik-baik saja. Jae-ha meminta obat penahan sakit. Tapi perwira pengemudi mobil itu berkata mobil itu hanya bertugas mencegah. Meminta pertoongan sama saja dengan menyerah. Apakah Jae-ha mau menyerah?
“Kalau begitu mengapa kalian di sini?” tanya Jae-ha.
“Kami ingin lari bersamamu,” ujar Shi-kyeong. Dong-ha dan Young-bae melambaikan tangan mereka, dibalas oleh Hang-ah. Mereka merasa ikut bertanggung jawab.
Hang-ah berterimakasih atas kedatangan Shi-kyeong, ia berkata ia sulit menghadapi Jae-ha yang selalu mengeluh.
“Kami seharusnya datang lebih cepat, aku minta maaf,” ujar Shi-kyeong.
“Tapi sejak kapan memutuskan unutk ikut berlari? Sejam lalu aku memikirkan wajah Komrad Eun Shi-kyeong, mungkinkah kau berpikir untuk datang pada saat itu?” tanya Hang-ah. Jae-ha tak senang melihat keakraban keduanya.
Apalagi ketika Shi-kyeong menanyakan keadaan Hang-ah, apakah Hang-ah masih terkejut setelah tembakan tadi. Jae-ha baru teringat apa yang tadi ia lakukan pada Hang-ah.
Hang-ah berkata ia tidak apa-apa. Ia menyindir Jae-ha melakukannya untuk menyelamatkan nyawanya sendiri. Jae-ha mengomel pada Shi-kyeong mengapa ia harus mengungkit masalah memalukan itu.
“Kau ingin membuatku tampak bodoh kan? Kau seharusnya datang lebih cepat. Kau sempat mandi dan makan, itulah sebabnya kau terlambat. Dan kau sempat-sempatnya minta maaf karena kau terlambat? Apa kau mempermainkan aku? Jelas-jelas kau menungguku kelelahan agar saat kita tiba di tujuan akhir, di depan kakakku dan para anggota komite kau akan berkata ‘Pangeran berjuanglah, biar aku menggendongmu’. Sekilas saja aku tahu kau sedang berakting. Di masa yang akan datang kau pasti akan terus mendapat kenaikan pangkat. Kau hebat, Eun Shi-kyeong.”
Shi-kyeong menunduk sedih.
“Jangan tertipu olehnya,” ujar Hang-ah pada Shi-kyeong. “Aku tahu apa yang sebenarnya sedang dipikirkan Komrad Lee. Saat ia merasa malu, ia akan membuat orang lain merasa bersalah. Ia ingin kau ikut menanggung bebannya.”
“Kapan aku seperti itu?” kata Jae-ha gelagapan.
“Aku minta maaf karena tidak bisa melihat niat baik Pangeran. Kami tidak akan menjadi beban Pangeran. Pangeran bisa berlari sendiri. Kami akan memperhatikanmu,” kata Shi-kyeong. Bwahahahaha…. totally salah mengerti.
Shi-kyeong pikir Jae-ha sengaja berkata seperti itu karena tidak ingin Shi-kyeong dan yang lainnya ikut menanggung kesalahannya. Ia pikir Jae-ha benar-benar ingin menebus kesalahannya sendirian. Shi-kyeong ini contoh orang yang berpikiran positif.
Jae-ha tak menyangka Shi-kyeong berpikir seperti itu. “Ba-baiklah, sendirian. Kau mengerti maksud baikku sekarang?”
“Iya, tapi jangan lupa. Kami selalu mendukungmu,” Shi-kyeong membungkuk memberi hormat dan kembali naik ke mobil diikuti yang lainnya.
“Ah, stress,” Jae-ha memegangi kepalanya. Hang-ah tersenyum geli. Jae-ha selalu bersikap tidak baik pada Shi-kyeong tapi Shi-kyeong selalu berpikiran lurus hingga akhirnya Jae-ha yang kena batunya.
Sementara itu, walau Jae-kang tadi sangat marah pada adiknya, tapi ia tidak tidur semalaman. Sebentar-sebentar ia melihat jam. Ia mengkhawatirkan Jae-ha.
Melewati tengah malam, dinginnya udara semakin bertambah dengan turunnya salju. Hang-ah menoleh dan melihat Jae-ha berjalan terseok-seok menyeret kakinya yang sakit. Hang-ah melepaskan ranselnya dan mengambil kotak jarum.
Polonium 102!!
Itulah yang ada di benak Jae-ha saat melihat kotak jarum itu. Ia ketakutan dan mencoba melarikan diri. Hang-ah menariknya dan menjatuhkannya ke tanah. Lalu ia membuka perban luka Jae-ha.
Jae-ha berteriak-teriak kesakitan. Hang-ah tak mempedulikan protes Jae-ha. Ia mengambil jarum dan menusukkan di sekitar luka Jae-ha. (Awalnya aku kira itu jarum jahit tapi ternyata jarum akupunktur)
Jae-ha berhenti berteriak. Rasa sakitnya mereda. Hang-ah merawatnya dengan teliti dan penuh perhatian. Hal ini tidak lepas dari pengamatan Jae-ha.
“Komrad, kau pikir aku ini orang seperti apa?” tanya Hang-ah.
“Partai merah,” jawab Jae-ha. Hang-ah tersenyum. Partai merah = orang Utara.
Keduanya pun melanjutkan perjalanan. Salju turun semakin lebat. Mobil medis pelan-pelan terus mengikuti mereka sekaligus memberi penerangan. Hang-ah melihat Jae-ha kembali merasa kesakitan. Ia menawarkan akupunktur kembali bahkan menawarkan Jae-ha meminta obat pada mobil medis.
“Bukankah itu artinya aku menyerah?” tanya Jae-ha. Ia lalu kembali berjalan.
Jae-ha salah jika berkata ia berlari sendirian. Selain Hang-ah yang berlari di sisinya, teman-temannya di mobil medis, Raja dan para Komandan Utara dan Selatan juga mengorbankan waktu istirahat mereka untuk terus mengawasi perjalanan mereka.
Teman-teman di dalam mobil sangat khawatir melihat Jae-ha jalan tertatih-tatih. Kang-seok berkata Jae-ha pasti tak bisa berpikir jernih didera rasa sakit seperti itu. Dong-ha berkata pada Shi-kyeong sebaiknya mereka meminta Jae-ha menyerah. Shi-kyeong juga mengkhawatirkan keadaan Jae-ha. Ia meminta pengemudi membunyikan klakson agar Jae-ha berhenti.
Klakson terus dibunyikan. Hang-ah melihat Jae-ha dengan khawatir. Jae-ha berusaha terus berjalan. Di kepalanya, perkataan Jae-kang dan Hang-ah terus berkelebat.
Hang-ah: Kau sebenarnya takut, bukan?
Jae-kang: Melepas tembakan berarti mengakhiri semuanya. Dan adikku sendiri yang melakukannya.
Hang-ah: Kau tidak memiliki ketangguhan dan keinginan untuk berjuang. Kau juga tak memiliki harga diri.
Jae-kang membungkuk: Aku minta maaf.
Jae-kang: Aku pikir jika aku menaruhmu dalam situasi tertekan kau akan bisa mencapai sesuatu. Jadi kau akan membunuh dirimu sendiri?!
Hang-ah: Jika kau ingin menyalahkan sesuatu, salahkan dirimu yang pengecut.
Jae-kang: Kau harus bisa melewati jurang itu. Kau adalah Pangeran!!
“Sebaiknya kalian kembali!!” bentak Jae-ha pada mobil medis di belakangnya. Hang-ah memberi tanda dengan tangannya agar mereka berhenti membunyikan klakson. Ia melihat Jae-ha dengan sedih. Ia mengerti Jae-ha sedang berjuang. Secara fisik dan juga mental.
Pagi pun tiba. Mereka tiba di tepi sungai. Jae-ha berjalan menggunakan tongkat dan tampak sangat kelelahan. Hang-ah mengulurkan tangannya untuk membantu Jae-ha berjalan tapi Jae-ha tak menyambutnya.
Hang-ah berjongkok di depan Jae-ha, siap menggendongnya. Jae-ha tak mempedulikannya dan terus berjalan. Baru beberapa langkah, ia tersungkur di tanah. Hang-ah buru-buru pergi untuk mengambil air di sungai.
Tapi Jae-ha memang keras kepala. Ia tetap memaksakan diri berjalan tanpa menunggu Hang-ah kembali. Akhirnya ia terjatuh berguling-guling. Hang-ah segera berlari menghampirinya dan hendak membantunya bangkit.
“Aku tidak mau! Tidak mau, tidak mau!!” seru Jae-ha frustrasi, “Berdiri pada saat seperti ini, aku sudah mencapai batas!! Apa lagi yang kau ingin untuk kulakukan?!! Apakah Pangeran itu peliharaan atau kacung (yang bisa diperintah-perintah)? Aku bukannya ingin menjadi anggota keluarga kerajaan jadi mengapa aku…”
Jae-ha tak tahan lagi. Ia menangis menumpahkan seluruh perasaannya. Hang-ah membiarkannya.
Keduanya duduk berdiam diri. Hang-ah merogoh sakunya dan menaruh saputangan di dekat Jae-ha tanpa mengatakan apapun. Jae-ha bertanya sekarang sudah jam berapa. Pk. 07.09 pagi. Artinya 25 menit lagi waktu mereka habis.
“Aku tidak menakutimu kan? Tembakan itu. Aku bahkan merasa hatiku kosong,” kata Jae-ha pelan.
Hang-ah menoleh. Ia tersenyum. Ia tahu Jae-ha menyesali tindakannya menembak Hang-ah dan itu sudah cukup.
Hang-ah membaringkan dirinya di atas batu dan berkata cuacanya enak sekali. Ia menepuk tempat di sampingnya dan menyuruh Jae-ha ikut berbaring sebentar.
“Tidak mudah menemukan hari cerah pada musim dingin,” kata Hang-ah. “Melakukan yang terbaik hanya demi perdamaian, apa gunanya? Bisa mengalami perasaan seperti ini, barulah merasakan hidup yang sebenarnya.”
Jae-ha ikut berbaring. Keduanya diam-diam saling memperhatikan.
Sementara itu pusat pengawas bingung karena Jae-ha dan Hang-ah tidak menunjukkan pergerakan selama 5 menit.
“Apa yang sebenarnya sedang mereka lakukan?” tanya Komandan Utara.
“Mereka sedang tidur bersama,” jawab seorang perwira. LOL^^
Tak lama kemudian Jae-ha bangkit berdiri dan kembali mengenakan seluruh perlengkapannya. Hang-ah trkejut.
“Ayo jalan,” kata Jae-ha.
“Komrad Lee Jae-ha, ini sudah….”
“Aku adalah Pangeran.” Walau waktunya sudah habis, Jae-ha meneruskan perjalanannya.
Raja mendapat laporan kalau keduanya sudah terlihat. Ia menghela nafas lega.
Jae-ha dan Hang-ah berjalan menuju tempat tujuan yang sduah terlihat di depan mata. Jae-ha terjatuh. Shi-kyeong buru-buru menolongnya. Tapi Jae-ha menepisnya.
“Apa kau ingin menertawakan kekalahanku?” katanya kesal.
“Kekalahan apa?” tanya Shi-kyeong.” Masih ada waktu 5 menit lagi, manfaatkan dengan sebaik-baiknya.”
Jae-ha bingung. Ia memandang Hang-ah. Hang-ah tersenyum. Ia tadi berbohong, sebenarnya bukan tersisa 25 menit lagi melainkan 40 menit. Ia melakukannya karena ia melihat Jae-ha terlihat sangat lelah jadi ia merasa Jae-ha harus menyerah dan beristirahat.
“Tempatnya di sana, ayo cepat dan lihatlah,” ujar Hang-ah.
“Dasar partai merah,” gerutu Jae-ha.
Hang-ah tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk membantu Jae-ha berdiri. Jae-ha kali ini menerima uluran tangan Hang-ah. Mereka berjalan bersama menuju garis akhir.
Para komandan dan perwira lainnya bersorak gembira menyambut kehadiran mereka. Jae-ha melangkah dengan percaya diri, dan melingkarkan tangannya ke pundak Hang-ah. Tim Utara dan Selatan bersatu.
Komentar:
Episode yang komplit. Komplit ketegangannya, frustrasinya, lucunya, tapi berakhir dengan sangat memuaskan. Jae-ha benar-benar dalam proses menemukan jati dirinya. Selama ini ia menganggap status Pangeran adalah status yang melekat pada dirinya sejak lahir karena ia itu ia berhak menggunakannya semaunya. Bukannya ia tidak tahu, tapi ia takut. Ia takut dengan tanggungjawab itu.
Dan sekarang ia diperhadapkan pada tanggung jawabnya sebagai Pangeran. Ia tak tahan melihat kekecewaan di wajah kakaknya. Pada akhirnya ia bisa dengan bangga mengatakan “Aku seorang Pangeran”. Namun semua itu tidak akan berhasil tanpa Hang-ah mendampinginya dan tanpa kakak dan teman-temannya yang mendukungnya. Semakin aku menonton drama ini aku semakin jatuh cinta, drama ini begitu padat isinya hingga kadang aku kehabisan kata-kata untuk mengungkapkannya.
Sekarang tinggal menunggu keduanya jatuh cinta^^
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusfanny, boleh tau pake subs yang dari mana? lengkap banget kayaknya
BalasHapusaku nonton pake subs yang ga terlalu lengkap
Aku biasanya pake darksmurfsub^^
Hapusnurul> klik aja www.dramasub.com. Entar tgl pilih mo drama apa. Klo mo The king2 heart, pilih aja di pilihan huruf T. Klo udah masuk di linknya, tgl pilih yg pake sub eng. Udah sampe episode 6.
BalasHapussuka....
BalasHapusayi semangat kak fanny...
q tunggu ep selanjutnya..
fighting...
^^
Btw, panglima tertinggi dlm drama ini siapa? Ayahnya hang-ah?
BalasHapusPanglima tertinggi Korut adalah Presiden Korut, tidak pernah ditampilkan dalam drama ini.
HapusWah.. Mengharukan bgt bagian terakhirnya. Hrs milih masalah pribadi atau untuk orang bnyak..
Hapus