Eun Gi tidak nampak terkejut mendengar pengakuan Maru kalau wanita yang dicintainya adalah Han Jae Hee. Ia lebih terlihat marah. Maru bertanya sejak kapan Eun Gi mengetahui hubungannya dengan Jae Hee.
Eun Gi bertanya apa itu penting. Maru bertanya mengapa Eun Gi tidak memberitahunya. Eun Gi menjawab ia tidak ingin kehilangan Maru. Ia tidak peduli alasan Maru mendekatinya. Baginya yang lebih penting adalah perasaannya pada Maru. Maru tak bisa berkata apa-apa.
Eun Gi bertanya dengan sedikit sinis mengapa sampai sekarang Maru tidak mengajaknya tidur bersama. Dan jawaban Maru benar-benar menyakitkan hati.
“Orang yang kuinginkan adalah Han Jae Hee, bukan Seo Eun Gi. Jika kau masih tidak bisa melepasku, jika kau masih berpikir kita memiliki kesempatan, aku mungkin akan berubah pikiran. Bukan untuk Seo Eun Gi yang melepaskan segalanya demi seorang pria, tapi untuk Seo Eun Gi pewaris Taesan Grup mungkin aku akan mengubah pikiranku.”
Eun Gi tak tahan lagi dan bangkit berdiri. Maru ikut berdiri. Eun Gi berkata ia ingin menanyakan sesuatu. Apakah semua yang Maru lakukan dan katakan padanya selama ini telah direncanakan dan diperhitungkan sebelumnya? Mungkin saja, jawab Maru.
Mata Eun Gi mulai berkaca-kaca. Bahkan ketika Maru mengambil bonekanya di tebing? Mungkin saja, jawab Maru.
Eun Gi menatap mata Maru, mencari kebohongan di sana. Maru tak bisa menatap mata Eun Gi.
“Apakah kau seorang idiot? Kau bisa terjatuh dari tebing dan membunuh dirimu sendiri. Kau melakukan semua itu demi seorang wanita? Baik itu Han Jae Hee atau bukan, kau bisa mati. Apa itu masuk akal? Mengapa kau berbohong? Kang Maru yang kulihat dan kukenal berbeda dengan pria di hadapanku yang mengingkari perkataannya. Itulah sebabnya aku meninggalkan semuanya dan datang padamu. Apa kau mengerti?!”
Eun Gi memeluk Maru dan mengajaknya pergi bersama. Jika mereka tak bisa berada di sini, mereka bisa bersembunyi bersama di luar negeri. Ia akan ikut ke manapun Maru pergi. Ke tempat di mana tak ada seorangpun yang mengenal mereka berdua.
Maru melepaskan pelukan Eun Gi. Ia berkata inilah sebabnya Eun Gi bisa dipermainkan. Jika ada seseorang mempertaruhkan nyawanya, maka wanita temperamental, skeptis dan menjengkelkan seperti Eun Gi baru bisa jatuh cinta padanya. Maru memegang pundak Eun Gi.
“Apakah kau pikir ada hal yang tak bisa kulakukan demi mendapatkan Jae Hee noona kembali?” Maru menatap Eun Gi.
Air mata menetes di wajah Eun Gi. Ia sangat terpukul dengan perkataan Maru. Pelan-pelan ia menurunkan tangan Maru dari pundaknya dan berjalan pergi dengan hati hancur.
Maru bukannya tanpa perasaan tapi ia mengeraskan hatinya.
(Seperti yang Maru katakan pada Jae Hee, ia menyesal dan telah berbuat kesalahan dalam hal Eun Gi. Ia menyesal melibatkan Eun Gi. Itulah sebabnya ia berusaha memperbaiki keadaan dengan menjauhkan Eun Gi darinya. Ia merasa tak berhak jika Eun Gi melepaskan segalanya demi pria sepertinya. Ia mungkin merasa yang terbaik bagi Eun Gi adalah tidak bersamanya.)
Presdir duduk di ruang kerjanya. Jun Ha meneleponnya. Presdir menyalakan speaker ponselnya. Jun Ha melapor ia telah menyelesaikan tahap pertama rencana Presdir.
Jae Hee di kamar Eun Seok. Ia membelai kepala Eun Seok yang sedang tidur. Jae Hee sedih melihat gambar yang dibuat Eun Seok. Gambar keluarga mereka. Presdir, Jae Hee, Eun Seok, dan Eun Gi.
Jun Ha meminta Presdir memikirkan kembali keputusannya untuk terakhir kalinya. Presdir mengalihkan pembicaraan dengan menyebutkan mengenai ulang tahun Eun Gi besok. Tiba-tiba penyakitnya kambuh. Presdir mengernyit menahan sakit.
Jae Hee masuk tanpa mengetuk pintu. Presdir bertanya Jae Hee dari mana saja tanpa memberi kabar sedikitpun. Presdir tidak mematikan ponselnya, hingga Jun Ha mendengar pembicaraan ini. Jae Hee menatap Presdir. Presdir bertanya mengapa ada luka di wajah Jae Hee (luka yang dibuat Jae Hee sendiri untuk menipu Maru). Jae Hee tak menjawab hingga Presdir marah. Tapi itu memperparah rasa sakitnya.
Jae Hee menaruh dokumen yang ia bawa di atas meja. Presdir membukanya. Ia terkejut melihat isi dokumen itu. Bagaimana bisa Jae Hee masih mempunyai dokumen-dokumen itu? (Dalam episode 1, Jae Hee menyerahkan dokumen itu pada Presdir).
Jae Hee mengaku ia menyimpan copy dokumen itu untuk berjaga-jaga. Ia tak mengira akan menggunakannya seperti ini. Presdir terkejut.
“Untuk melindungimu, aku mempertaruhkan nyawaku. Aku bahkan menghancurkan hidup pria yang kucintai lebih dari diriku sendiri (Oh really??? *muter bola mata*). Presdir juga tidak mempercayaiku. Selalu mencurigai dan mengawasi. Mengapa? Karena apa yang dilakukan ibu Eun Gi? Orang yang ada dalam hati Presdir dan Presdir pikiran bahkan sekarang, aku tahu adalah ibu Eun Gi. Itu tidak menggangguku, karena dalam hatiku juga ada orang lain,” kata Eun Gi tajam.
Presdir tak tahan lagi, ia meraih botol obatnya. Botol itu terjatuh di dekat kaki Jae Hee. Jae Hee memungutnya sambil menangis, lalu menyembunyikan obat itu di punggungnya.”
Jae Hee memohon agar Presdir membagi kekayaannya sama rata antara Eun Gi dan Eun Seok. Jika Presdir melakukannya, ia akan pergi meninggalkan semuanya, bahkan keluar dari rumah keluarga Seo tanpa pakaian. Ia juga bersedia menerima hukuman Presdir.
Presdir menggapai-gapai ke arah Jae Hee, ia membutuhkan obat. Jae Hee terus memohon, mengingatkan bahwa Eun Seok juga anak Presdir. Presdir kolaps dan jatuh ke lantai bersama kursi rodanya. Jae Hee terkejut dan menghambur ke arah Presdir. Jun Ha yang mendengarkan via telepon ikut terkejut.
Maru masih berada di pantai sendirian. Hari mulai gelap.
Jae Hee meraih telepon dan memutar nomor ambulans. Seseorang mengambil telepon itu dan meletakkannya kembali ke tempatnya. Min Young. Jae Hee mengambil kembali telepon itu tanpa memperdulikan Min Young. Min Young kembali merebutnya.
Jae Hee menatap Min Young dengan kesal dan mengeluarkan ponselnya. Tapi lagi-lagi Min Young merebutnya.
“Pengacara Ahn!” tegur Jae Hee. Jun Ha terkejut mengetahui Min Young ada di sana.
Min Young berkata Presdir memang sudah sekarat, anggap saja hal ini tak terhindarkan lagi. Presdir telah hidup makmur melebihi orang lain, jika matipun tak akan ada penyesalan.
“Kau gila…Ahjumma!!!” seru Jae Hee. Min Young menutup mulut Jae Hee. Bukankah Jae Hee yang meminta bantuannya? Jae Hee yang ingin selamanya berada di atas dan tak ingin kembali ke tempat sampah. Jae Hee menangis. Min Young melepaskan tangannya dari mulut Jae Hee.
“Kita tidak punya pilihan lain. Pikirkan orang yang harus kulindungi saat ini. Bagiku, orang itu adalah kau. Cukup pikirkan Eun Seok. Pikirkan Eun Seok sebagai satu-satunya alasan kau hidup.”
Jae Hee terduduk lemas di lantai.
Jun Ha terguncang dan marah mendengar semuanya. Ia menelepon Eun Gi tapi Eun Gi tak mengangkat teleponnya. Eun Gi sedang mengemudikan mobilnya kembali ke Seoul. Eun Gi melihat ada pesan sms. Ia membacanya dan terkejut.
Bunyi klakson mobil lain menyadarkannya. Eun Gi membanting setir dan terhindar dari kecelakaan. Maru akhirnya meninggalkan pantai.
Eun Gi membaca pesan sms itu. Pesan itu dari Jun Ha yang meminta Eun Gi menelepon karena Presdir telah meninggal dunia. Eun Gi terpukul, namun ia menjalankan mobilnya kembali.
Di tengah perhalanan tiba-tiba Eun Gi memutar balik arah mobilnya kembali ke arah pantai. Mobil Maru memasuki terowongan.
Tak lama mobil Eun Gi memasuki terowongan dari arah berlawanan. Maru tampaknya mengenali mobil Eun Gi karena ia nampak terkejut melihat mobil Eun Gi kembali.
Eun Gi membanting setirnya hingga berada dalam jalur yang sama dengan mobil Maru. Wajahnya menunjukkan duka dan kemarahan yang dalam. Ia menekan pedal gas kuat-kuat, meluncur ke arah mobil Maru. Air mata mengalir di pipinya.
Mata Maru berkaca-kaca, menyadari apa yang sedang Eun Gi lakukan. Pelan-pelan ia tersenyum. Untuk sesaat ia terlihat damai dan pasrah. Lampu mobil Eun Gi menerangi wajahnya. Layar menjadi putih. Bunyi mobil bertabrakan.
Jae Shik sedang makan malam di sebuah kedai. Televisi di kedai itu menyiarkan kematian Presdir Taesan karena penyakit kronis. Keluarga yang ditinggalkan adalah istrinya, Han Jae Hee, seorang puteri dan seorang putera.
Lalu televisi menyiarkan berita terkini. Seo Eun Gi terluka parah dalam kecelakaan mobil sejam yang lalu. Mobil Eun Gi menabrak mobil lain dari arah berlawanan. Dilaporkan pengemudi mobil satunya juga berada dalam kondisi kritis. Dikabarkan bahwa Eun Gi adalah pewaris Taesan Grup.
Waktu pun berlalu. Jae Gil menghadiri pemakaman ayahnya. Ia merasa sedih namun ia tidak mau kembali ke rumahnya. Ia tahu kakak dan kakak iparnya tak menghendaki ia kembali. Ia juga mendengar kalau kakaknya dua kali lebih kejam dari ayahnya. Jae Gil tak habis pikir, bukankah kita tidak bisa membawa uang kita saat kita mati?
Pencarian terhadap Eun Gi terus dilakukan. Pegawai Taesan membagikan brosur dengan foto Eun Gi untuk mencarinya. Jae Shik mendekati seorang dari antara mereka. Orang itu adalah orang dari serikat buruh yang pernah adu minum dengan Eun Gi.
Jae Shik berkata ia dengar Eun Gi hilang saat dirawat di rumah sakit sebelas bulan lalu. Juga ada rumor kalau Eun Gi telah meninggal karena Eun Gi tak menghubungi siapapun selama sebelas bulan terakhir.
“Jika gadis ini tak kembali, siapa yang akan mengambil alih Taesan?” Jae Shik berbicara sendiri.
Siapa lagi? Jae Hee berjalan keluar dari kantor. Para pegawai berbaris membungkuk saat Jae Hee melewati mereka. Jun Ha ada di antaranya. Ia masih pegawai Taesan.
Apa yang terjadi? Rupanya Min Young mengetahui kalau Jun Ha telah mendengar semua yang terjadi. Gara-gara sebuah telepon masuk ke kantor Jun Ha dan bunyi telepon itu terdengar melalui speaker ponsel Presdir. Min Young mengambil ponsel Presdir. Tertera nama Jun Ha. Ia menaruh ponsel itu di telinganya.
“Pengacara Park? Jun Ha…,” panggil Min Young. Jae Hee terkejut.
“Bagaimana keadaan Presdir? Ia tidak mati, bukan?” tanya Jun Ha.
“Aku percaya kita menjalani jalur yang sama,” kata Min Young.
“Aku tanya apakah Presdir sudah mati?! Percakapan kalian telah direkam. Aku akan membawanya ke kantor polisi sekarang.”
“Baik, pergilah ke kantor polisi,” kata Min Young tenang. Tapi ada satu dokumen lagi yang perlu Jun Ha bawa ke kantor polisi. Bukti yang menunjukkan bahwa ayah Jun Ha terlibat dalam kecelakaan mobil ibu Eun Gi. Mata Jae Hee membesar mendengarnya.
Jun Ha tak percaya, Min Young hanya mengada-ada. Min Young berkata itu kenyataannya karena ia juga terlibat. Ayah Jun Ha selalu berbakti pada Presdir. Dan lagi ibu Eun Gi mengancam Presdir akan membawa pergi Eun Gi.
“Tidak mungkin…itu tidak masuk akal….” Gumam Jun Ha.
Min Young mengancam akan mengirimkan dokumen itu langsung pada Eun Gi. Jika Eun Gi tahu keterlibatan ayah Jun Ha dalam kecelakaan ibunya, bagaimana perasaan Eun Gi?
Jun Ha menurunkan ponselnya dengan perasaan kalah. Dan sekarang ia berdiri di Taesan, menyembunyikan kemarahan pada Jae Hee dan Min Young.
Jae Hee dan Min Young membicarakan pekerjaan dalam perjalanan. Mereka sedang membicarakan lelang sebuah mall. Pesaing mereka adalah Mi Rae dan Jin Seong Grup.
Mereka tiba di sebuah tempat. Seorang wanita kaya telah tiba lebih dulu berjalan masuk. Min Young berkata wanita itu adalah Nyonya Cho, istri Presdir Grup Mi Rae, saingan mereka.
Jae Hee menyusul Nyonya Cho dan memperkenalkan dirinya. Nyonya Cho menyambutnya dengan ramah. Jae Hee dengan sopan meminta bimbingan dari Nyonya Cho. Nyonya Cho memuji kecantikan Jae Hee. Ia juga mendengar usaha Taesan untuk memenangkan lelang mall itu. Ia mengulurkan tangan, mengusulkan agar mereka bersaing dengan adil. Jae Hee menyambut uluran tangannya.
Itu yang terlihat di luar, berbeda ketika mereka bertemu di toilet. Nyonya Cho terlihat tidak menyukai Jae Hee sama sekali. Ia berkata ia melarang Jae Hee menjadi anggota VVIP klub di hotelnya. Jika ia membiarkan orang serendah Jae Hee yang tak berkelas, anggota lain tidak akan senang.
Jae Hee terkejut dengan perkataan Nyonya Cho. Nyonya Cho mengingatkan kalau Jae Hee hanyalah anjing penjaga rumah kosong, bukan pemilik. Jae Hee mengepalkan tangannya dengan marah. Ia berkata Nyonya Cho telah keterlaluan.
Nyonya Cho berkata ia tahu Jae Hee berusaha segala cara memenangkan lelang itu untuk menunjukkan kalau ia mampu menjadi Presdir Taesan, karena selama ini semua orang menjelek-jelekkan Jae Hee. Ia menyarankan agar Jae Hee tidak melakukan apapun sampai pemilik Taesan sebenarnya kembali, Seo Eun Gi.
Sebelum pergi, Nyonya Cho mengungkapkan kalau ia sahabat ibu Eun Gi. Jae Hee sangat marah.
Di suatu tempat, orang-orang mengerumuni sebuah meja. Mereka sedang bertaruh dengan uang. Jika mereka berhasil menebak letak bola di gelas yang tempat, maka mereka akan memenangkan uang. Seorang pria (kasim Hyung Sun!!^^) bernama Jung Molk Il memperhatikan lalu memasang taruhannya.
Bandar taruhan itu melihat pria yang polos ini dan dengan senang memulai permainannya. Jung kalah, tapi petaruh lain mendapat uang banyak sebagai pemenang. Bandar menaikkan taruhan. Orang-orang memasang taruhan mereka. Seorang dari mereka bahkan menaruh segepok uang. Rupanya orang-orang itu berkomplot dengan sang bandar. Mereka berharap Jung menaruh taruhannya lagi.
Jung membalikkan diri hendak meninggalkan tempat itu. Menyadari mangsa mereka akan lolos, bandar berteriak pemenang akan mendapat 20 kali lipat. Jung terpengaruh dan menaruh seluruh sisa uangnya di atas meja. Bandar membuka gelasnya. Jung kalah. Bandar itu meraup uang di meja. Tapi seseorang menarik tangannya dengan keras. Maru keren^^
Maru membongkar penipuan si bandar. Selama ini bola itu digenggam dalam tangan bandar, jadi gelas manapun pasti akan kalah.
Maru mengembalikan uang Jung. Maru menyarankan agar Jung tidak bertaruh lagi. Jung bertanya Maru sebenarnya siapa. Maru menjawab namanya Kang Maru. Ia mengajak Jung makan.
Mereka makan di restoran. Jung tak menyentuh makanannya, jika uang tadi hilang, ia akan menggantung dirinya sendiri. Ia berterima kasih pada Maru sambil berterima kasih berkali-kali.
Maru nampak cuek dan tak tersentuh dengan ucapan terima kasih itu. Maru bertanya mengapa Jung mempertaruhkan uang pinjaman. Jung berkata ia berharap mendapat uang lebih. Biaya pengobatan istrinya sangat mahal. Jung terdiam, bagaimana Maru bisa tahu kalau itu adalah uang pinjaman.
Maru bahkan tahu Jung pergi ke tempat judi setiap malam. Jung sekarang curiga dan bertanya siapa Maru sebenarnya.
Maru menatapnya dan berkata ia akan mengajukan penawaran yang tak bisa ditolak. Ia tahu Jung adalah kepala laboratorium di Joong Oh Elektronik.
“Kau bahkan tahu namaku. Siapa kau?” tanya Jung mulai marah. Ia beranjak pergi.
Maru berkata ia tahu penyakit istri Jung. Jung akan membutuhkan uang yang sangat banyak. Membayar pinjaman bank, pinjaman lintah darat, juga membiayai sekolah anak-anaknya. Jung bertanya siapa yang mengirim Maru.
Maru berkata itu tidak penting. Ia mengeluarkan sebuah USB dan memberi isyarat agar Jung duduk. Jung duduk. Maru menyuruh Jung menaruh hasil penelitiannya mengenai perawatan kanker terbaru ke dalam USB itu. Jika Jung melakukannya, Jung tidak perlu lagi khawatir soal uang seumur hidupnya.
Jung gemetar dan gugup. Ia berkata ia tidak tahu perusahaan saingan mana yang mengirim Maru tapi berapa banyak yang Maru peroleh dari pekerjaan seperti ini. Maru tersenyum, banyak….banyak sekali.
Tiba-tiba sakit kepala yang amat sangat menyerang Maru. Ia muntah-muntah di toilet. Maru tampaknya tahu apa yang terjadi padanya.
Di rumah Maru, Choco sedang berusaha menenangkan seorang pelajar yang sedang menunggu Maru. Karena peljar itu menunggu seharian tanpa makan apapun, Choco berbaik hati menawarinya susu hangat. Tapi pelajar itu menepisnya. Jae Gil marah tapi Choco memberi isyarat agar Jae Gil diam.
Choco berkata kakaknya tidak akan melakukan hal seperti itu. Ia akan menanyainya nanti. Tepat saat itu Maru pulang. Choco berkata pelajar itu yakin Maru memoroti uang ayahnya. Sekarang ayah pelajar itu di rumah sakit setelah berusaha bunuh diri. Ini bukan perbuatan kakaknyam, kan? Choco bertanya penuh harap.
Maru menatap pelajar itu dan bertanya siapa ayahnya. Ayah pelajar itu pensiun tahun lalu dan terlibat dalam penipuan investasi. Uang pensiunnya habis beberapa hari lalu. Choco lagi-lagi berkata ini pasti bukan perbuatan kakaknya, kan?
Maru tersenyum sinis lalu berjalan masuk mengabaikan pemuda itu. Choco menahannya, meminta Maru menjelaskan pada pelajar itu.
Maru menatap pelajar itu dan bertanya mengapa dia rewel di rumahnya padahal ayah pelajar itu yang bodoh dan lemah. Siapa yang akan membunuh dirinya sendiri saat tertipu? Ia tidak meminta ayah pelajar itu tertipu. Salah orang itu begitu mudah mempercayai orang lain. Bagaimana bisa orang itu percaya padanya padahal tidak mengenalnya dengan baik? Ia berkata ayah pelajar itu sangat bodoh karena mempercayainya.
Mendengar itu Choco terduduk lemas dan menangis. Maru melihat pelajar itu sangat marah hingga mengepalkan tangannya. Maru meraih kepalan tangan pelajar itu.
“Apa yang akan kau lakukan dengan tinju selemah ini? Jika kau begitu sedih dan marah, kembalilah saat kau sudah siap. Jika kau ingin balas dendam, datanglah saat kau siap. Mengerti?” ujar Maru. Pelajar itu marah hingga menangis namun tak mengatakan apapun.
Maru berjalan ke kamarnya. Choco berkata kakaknya masih lebih baik ketika mengencani wanita demi uang. Maru berhenti. Dengan marah Choco berkata ia lebih baik melihat Maru mengencani wanita dengan uang. Ia bahkan memanggil kakaknya dengan nama, bukan panggilan “oppa” seperti biasanya. Seakan Choco tak memiliki alasan untuk menghormati Maru lagi.
Maru tak mengatakan apapun dan pergi ke kamarnya. Tapi hal tadi sebenarnya mempengaruhinya. Ia pura-pura tidur saat Jae Gil masuk ke kamarnya.
Mungkin Jae Gil tahu Maru hanya pura-pura tidur, karena itu ia terus berbicara. Ia berkata Choco mengira ada orang lain yang mendiami tubuh Maru sejak kecelakaan mobil itu.
“Kang Maru yang kami kenal sudah mati saat itu dan roh orang aneh masuk dalam tubuhmu. Choco bahkan mengusulkan kita pergi ke shaman untuk mengusir roh jahat. Kau kaget, bukan? Seseorang hampir mati karenamu. Sebenarnya kau shock, kan?”
Maru tetap diam dengan mata terpejam.
“Kau….sebenarnya ingin mati, kan? Dengan segala cara kau hanya ingin mati. Jika biaya hidup dan pengobatan Choco telah cukup, maka kau selesai,” ujar Jae Gil. Maru membuka matanya, namun tetap membelakangi Jae Gil.
“Kau akan mati tanpa penyesalan, bukan? Saat aku melihatmu akhir-akhir ini, kau bagai gurun tanpa kehidupan. Tak memiliki keinginan untuk hidup. Tak ada lagi alasan untuk hidup dan hanya ingin mati,” kata Jae Gil penuh emosi. Ia dan Choco sangat mengkhawatirkan Maru. Mereka sangat takut.
“Maru, jangan seperti itu..” kata Jae Gil sambil menangis, “Kau bisa melewatinya saat Jae Hee meninggalkanmu. Jika itu terjadi padaku, aku mungkin tidak akan berhasil melaluinya. Tapi kau berhasil melewatinya dengan keajaiban. Kau berhasil tapi kenapa sekarang kau bersikap seperti ini? Jangan seperti itu….jangan seperti itu, Maru!!”
Jae Gil memegangi punggung Maru lalu menangis dengan keras.
Jae Hee pulang ke rumah keluarga Seo. Jae Shik telah menunggunya. Jae Hee kesal melihat kakaknya, bukankah kakaknya telah berjanji tidak akan datang lagi setelah ia memberinya uang terakhir kali?
Jae Shik ingin ikut masuk ke rumah tapi Jae Hee menahannya. Apa kakaknya berjudi lagi dan telah menghabiskan semua uangnya? Itukah sebabnya kakaknya kembali mencarinya?
Jae Shik marah dan hendak memukul Jae Hee. Jae Hee menantangnya. Jika kakaknya berani memukulnya, ia akan memastikan kakaknya membusuk di penjara selama 20 tahun. Ia tidak akan memberi kakaknya satu sen pun mulai sekarang. Ia menyuruh kakaknya pergi dan masuk ke dalam rumah.
Suasana hati Jae Hee sangat buruk setelah penghinaan Nyonya Cho dan ulah kakaknya. Ia membanting gelasnya lalu pergi ke kamar Eun Gi. Kata-kata Nyonya Cho terngiang di kepalanya. Bahwa Jae Hee bukanlah pemilik Taesan sesungguhnya.
Jae Hee memanggil pelayan. Ia akan mengubah kamar Eun Gi menjadi kamar bermain Eun Seok. Ia memerintahkan agar seluruh barang Eun Gi dikeluarkan dari kamar ini. Pelayan terkejut, bagaimana jika Eun Gi kembali.
“Siapa yang kembali?!” bentak Jae Hee. Eun Gi telah menghilang hampir setahun dan selama itu pula mereka telah bersusah payah mencarinya hingga ke luar negeri. Seo Eun Gi tidak ada di manapun. Pelayan terpaksa menurut. Jae Hee memerintahkan besok pagi seluruh barang Eun Gi dikeluarkan.
Malam itu Maru tak bisa tidur. Ia memandangi brosur pencarian Eun Gi. Ia teringat pengakuan Eun Gi di tengah hujan. Satu-satunya harapan Eun Gi adalah melihat Mau setiap hari dan menyatakan cintanya. Mendengar ungkapan cinta dari Maru setiap hari dan mewujudkan impian bersama. Memiliki dan membesarkan anak-anak. Menjadi tua bersama. Apakah itu mungkin?
Maru juga ingat kata-kata Eun Gi di pantai. Eun Gi menuduhnya berbohong karena Maru yang dikenalnya berbeda dengan Maru yang berdiri di hadapannya sekarang. Eun Gi rela melepaskan semua demi Maru.
Maru meremas brosur itu dan menghela nafas panjang.
Jae Hee menemui Nyonya Cho di sebuah spa. Ia menunjukkan foto suami Nyonya Cho dengan seorang wanita. Nyonya Cho tak terkejut dan tak peduli. Jae Hee menunjukkan sebuah foto lagi.
Fotonya dengan suami Nyonya Cho, menggoda seperti biasanya. Nyonya Cho bertanya mengapa Jae Hee menemui suaminya. Jae Hee berkata karena Nyonya Cho tidak bersedia membimbingnya, maka ia meminta bimbingan Presdir Park, suami Nyonya Cho, dalam mengurus perusahaan.
“Ia datang menemuiku hanya 10 menit setelah aku meneleponnya. Walau aku bilang aku bisa bertemu dengannya nanti.”
Nyonya Cho marah, menyebut Jae Hee wanita jalang. Jae Hee membenarkan, tak ada pria yang menolak saat ia menginginkannya. Jadi ia ingin melihat sikap Nyonya Cho untuk menentukan sejauh mana ia bisa bertindak.
Nyonya Cho berteriak marah. Jae Hee berkata akan mudah baginya menjadi nyonya rumah menggantikan Nyonya Cho. Nyonya Cho hendak memukul Jae Hee tapi Jae Hee memegangi tangannya. Ia bahkan berhasil menggoda Presdir Seo yang jauh lebih setia daripada suami Nyonya Cho dan melahirkan puteranya. Juga berhasil menjadi Presdir Taesan. Bukankah merayu suami Nyonya Cho akan jauh lebih mudah?
Nyonya Cho menyerah dan bertanya apa yang Jae Hee inginkan. Jae Hee tersenyum. Pertama, memberinya hak untuk lelang mall. Kedua, mengeluarkan tekstik Taesan dari Mi Rae department store. Tiga, Nyonya Cho berlutut dan memohon maaf atas penghinaan yang dilontarkan pada Jae Hee waktu itu.
Choco dengan sedih mengerjakan pekerjaannya di zoo café. Ia teringat kakaknya yang dulu. Perhatian, hangat, dan sering tersenyum. Choco menangis sambil bekerja.
Jae Gil mengetuk kaca jendela. Ia menunjukkan tulisan-tulisan pada Choco. “Ayahku meninggal dunia.” “Aku merasa lebih sedih dari yang kukira.” “Tapi aku terus berusaha tersenyum seperti ini.” Jae Gil tersenyum. Choco ikut tersenyum.
“Jadi kau sebaiknya berhenti marah.” “Tersenyumlah!”
Choco mengangguk.
“Jika kita percaya, Maru akan kembali pada kita.”
Choco kembali menangis. Ia berlari ke luar dan memeluk Jae Gil dengan erat. Tiba-tiba jantung Jae Gil berdetak kencang. Ia buru-buru mendorong Choco. Choco bingung. Jae Gil jadi salah tingkah. Cute^^
Maru menelepon Jung dan menanyakan keputusannya. Mereka akan bertemu hari ini.
Sementara itu Jae Shik berjalan menuju rumah Maru. Di tengah jalan perutnya terasa sakit. Ia membutuhkan toilet. Tak jauh di depannya, dua orang wanita berjalan ke rumah Maru. Sekretaris Hyun….dan Eun Gi.
Sekretaris Hyun ketinggalan kuncinya di mobil jadi ia meminta Eun Gi menunggu sebentar dan tidak pergi ke mana-mana. Ia akan segera kembali. Eun Gi mengangguk.
Jae Shik tak tahan lagi dan masuk ke wc umum.
Maru keluar dari rumahnya. Eun Gi berjalan sendirian dan melihat anak-anak yang sedang menulisi tembok. Ia bergabung dengan mereka dan menggambar wajah Maru. Lalu ia menulis nama Maru. Maru berjalan melewati mereka.
“Kang Ru Ma,” anak-anak itu membaca.
“Bukan Kang Ru Ma, tapi Kang Maru,” Eun Gi membetulkan.
Maru tertegun mendengar namanya disebut. Tapi yang lebih membuatnya terkejut adalah suara itu. Suara yang dikenalnya.
Anak-anak menertawakan Eun Gi yang tidak bisa menulis dengan benar walau sudah dewasa. Eun Gi pasti bodoh.
Pelan-pelan Maru memutar tubuhnya menghadap mereka. Eun Gi tak terganggu dengan ejekan anak-anak itu. Ia tetap berusaha menulis dengan benar. Tapi tulisannya lagi-lagi salah.
Maru memperhatikan Eun Gi, yang tak terlihat wajahnya karena ia berdiri di belakang Eun Gi. Anak-anak itu lagi-lagi menertawakan Eun Gi. Maru memungut sebuah kapur dan menulis namanya di tembok. Anak-anak itu pergi karena dipanggil ibu mereka.
Eun Gi melihat tulisan Maru. Ia teringat itu tulisan yang benar. Kang Maru.
Eun Gi melihat Maru dan nampak terkejut.
“Kau mengenalku, bukan?” tanyanya. Maru hanya menatap Eun Gi.
“Kau orangnya. Kang Maru.”
Eun Gi mencari-cari sesuatu di tasnya dan mengeluarkan sebuah kamera. Ia melihat foto-foto Maru bersamanya di Jepang dalam kamera itu. Memastikan kalau orang yang berdiri di hadapannya adalah Maru. Eun Gi memperlihatkan foto itu pada Maru.
“Aku kehilangan ingatanku dalam kecelakaan mobil. Aku tak ingat apapun. Aku harus mengingat namaku Seo Eun Gi dalam waktu lama. Satu-satunya yang tertinggal adalah kamera ini. Satu-satunya orang dalam foto ini adalah Kang Maru. Wanita yang menjagaku memberitahu kalau namanya adalah Kang Maru. Itulah sebabnya aku datang ke sini.”
Maru menatap Eun Gi, seakan tak percaya Eun Gi berdiri di hadapannya saat ini.
Eun Gi berkata ia tidak ingat siapa Maru hingga beberapa menit yang lalu. Ia tidak ingat siapa pria dalam foto itu.
“Aku baru ingat semuanya setelah melihatmu,” Eun Gi menghampiri Maru. “Aku sekarang ingat siapa kau. Kita sangat saling mencintai, benar kan?”
Eun Gi tersenyum, air mata menetes di pipinya. Mata Maru berkaca-kaca menatap Eun Gi.
Ia teringat kencan mereka di Jepang. Eun Gi berkeras mengambil foto Maru dan foto mereka berdua. Dan sekarang foto itu yang mengantarkan Eun Gi pada Maru.
Komentar:
Banyak pertanyaan yang belum terjawab. Misalnya mengapa Eun Gi tiba-tiba membalikkan arah mobilnya dan memutuskan menabrak Maru. Apakah ada yang terjadi sebelum itu? Mengapa ia tidak segera kembali ke Taesan?
Kurasa perkataan Jae Gil dan Choco mewakili isi hati para penonton. Selama ini aku mengira adegan mereka tidak ada gunanya. Tapi dalam episode ini aku jadi mengerti. Mereka menjadi suara kita dalam tiap episode.
Ketika Jae Gil dipukuli Jae Shik, ia melarang Maru ikut campur, Jae Hee bukan lagi urusan Maru. Dan curahan hati Jae Gil episode ini pun sama dengan isi hati kita.
Semoga harapan Jae Gil dan Choco menjadi kenyataan. “Jika kita percaya, Maru akan kembali.”
akhirnya keluar juga nich eps 9 nya, baca sinop eps 9 ga tega lihat Eun Gi seperti itu, di tambah lg Maru dgn perasaan bersalah nya mungkin terhdp Eun Gi sikap jadi seperti itu,,,
BalasHapussumpah mba fanny n dee ni film bikin penasaran...? mba dee di tunggu eps 10 nya.
Fighting
yahhh,,mdh"an aja kata" jae gil td mnjadi kenyataan.. aamiiinn 0:)
BalasHapussepakat.. moga ucapan jae gil jadi akhir yang indah di episode terakhir tadi aamiiinnn........
Hapuswahh akhirnya keluar sinop lengkapnya..
BalasHapusmakasih mbak Fanny..
berharap akhirnya gak menyedihkan.
Kenapa Faith n Nice guy janjian sama-sama pake caranya Love Actually, ya? Di minggu yang sama lagi..
BalasHapusdi awal eps ini udh dbkin jengkel liat kebusukan jae hee - minyoung..
BalasHapuslg jengkel2nya,
tiba2
whaaaaaa maruu keren .......
^o^
tp ga lama kmudian..
air mata netes aja pas liat pertemuan maru sm eun gi yg hlng ingatan :'(
scriptWriternya pinter bgt mempermainkn perasaan penonton..
DAEBAK
mba fanny sm mba dee jg DAEBAK, cpt bgt update sinopsisnya ^o^
semangat mbaa..
~titaRha~
aku bener penasaran nih mbak eps selanjutnya. Ma Ru dan Eun Gi jadi keliatan mengenaskan gitu ya nasibnya. hmm...
BalasHapusmaksi sinops,a mbak fanny ^_^
BalasHapuskeep spirit y lanjutin nice guy,a ^^
maru makin kasian nasib,a dy skit pndrahan otak .. sementera eun gi jadi amnnesia plus psikis,a uda kyak anak2... really clomplicated :'(
smoga aja script writer,a buat happy ending dah !
uda ckup sedih bgt liat nasib,a maru plus eun gi
huuhuu T.T
hiks..hiks..mbak fanny..pasti saat adegan maru ngeliatin eun gi,ada musik yang mendayu yg bakalan bikin hati nyesek..hiks..hiks..tidak sabar untuk nonton nih..
BalasHapusthx untuk episode yang kutunggu2 ini.
BalasHapusWaaah Daebak !!!!
BalasHapusPenulis serial ini behasil membuatku kagum...selalu memunculkan pertanyaan setiap episodenya...
fighting mbak Fanny & mbak Dee... ^_^
nton nie drama perasaan ga karuan... dicampur2..
BalasHapuspokokman ada 1 yang aku ketahui maru suka eun gi..
wlpun maru gak mw mengakuinya,,
maru kasihan, melampiaskn perasaan bsalahny pd eun gi dgn mnyai2kn hidupnya.. dy ingin mati, mgkn ngira uen gi dh mati ya..
BalasHapuscaranya meliat eun gi ptamakali,,, pengen dliatin kyk gtu m maru,,,
sebel de ma jae hee kenapa bukan dia aja yang ilang dari dunia ini???? semangat meraih cintamu seo eun gi !
BalasHapuswak2 prtma baca dramax krang menarik.. Truz tiap episod demi episod aq lanjutin..
BalasHapusTrnyata weuw.. Bkin pnsaran..
Lanjut truz..
mba Fanny,, salam kenall,,
BalasHapussaya tau, saya komen sangat2 terlambat, amat sangat terlambat,, haha
adegan pas d terowongan, mba merhatiin ga kalo maru sempet senyum pas liat mobil eun gi masuk terowongan juga,,??
dari ma ru masih di pantai dan akhirnya meninggalkan pantai, ma ru keliatan sangat menyesal dan sedih udah menyakiti eun gi, mungkin ma ru juga menyesal dan sedih kenapa harus melepaskan eun gi,,
saat di terowongan dan melihat mobil eun gi, ma ru sempat tersenyum bahagia, mungkin ma ru berpikir, "seo eun gi kembali padaku",,
tapi saat eun gi memindahkan jalur mobilnya, maru kaget dan baru sadar, tidak ada kebahagiaan di wajah eun gi, yang ada rasa marah, rasa frustasi, rasa sedih.. dan saat itu lah ma ru pun merasa hidup nya sangat melelahkan,, sebelum tabrakan ma ru tersenyum ke eun gi menunjukan dia merasa senang bisa mengenal eun gi,, dan mungkin berpikiran kalo mati pun, toh dia mati sama eun gi, ga sendirian (wkwkwk yg terakhir pikiran konyol, tapi masih ingat kan obrolan ma ru sama pengacara ahn di bar, sebelum ma ru nyusul eun gi ke jepang?)