“Musuh negara: Lee Jae-ha. Bunuh begitu terlihat. Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku menuruti perintah itu?” tanya Hang-ah pada Jae-ha yang terpana di lantai.
“Aku akan bersikap baik,” ujar Jae-ha cepat. “Katakan saja apa yang kauinginkan dan aku akan melakukannya sebaik-baiknya.”
Hang-ah tersenyum dan melepaskan tongkat pel yang tadi ia pakai untuk menahan Jae-ha. Hang-ah berkata ia tadi hanya bercanda. Ia datang ke sini untuk berlatih jadi untuk apa ia membunuh Jae-ha. Ia mengulurkan tangannya untuk membantu Jae-ha berdiri.
Jae-ha menghindar ketakutan dan melihatnya dengan curiga. Hang-ah menarik kerah baju Jae-ha dan menariknya berdiri.
“Jangan takut,” kata Hang-ah sambil menepuk dada Jae-ha, ”Dulu memang sering terjadi hal seperti ini (antara Korut dan Korsel) tapi sekarang kita hidup dalam masa damai dan saling mengerti.” Sekali lagi ia berkata ia hanya bercanda dan ia berharap mereka bisa bekerja sama dengan baik di masa yang akan datang.
Jae-ha sepertinya benar-benar ketakutan karena ia tidak berani berbicara satu patah katapun. Seakan-akan jika ia salah bicara maka habislah riwayatnya.
“Mengapa wajahmu seperti itu? apa kau pikir aku akan memakanmu hidup-hidup?” tanya Hang-ah dengan nada bergurau. “Ayo bersemangatlah!” ujarnya seakan-akan tidak pernah terjadi apapun.
Frankfurt, Jerman.
Seorang pria tua terbaring sakit. Ia diperiksa oleh dokter asing. Pria tua itu melihat ke ujung tempa tidurnya, pada seorang pria berwajah sedih yang memotongi kuku kakinya. Pria tua itu tersenyum dan memberi isyaat agar para dokter pergi. Tampaknya pria tua itu seorang yang sangat kaya atau paling tidak sangat berpengaruh karena ia dirawat dalam kamar yang sangat luas.
Begitu para dokter pergi. Pria berbaju merah yang memotongi kuku pria tua segera menghambur ke sisi pembaringan. Ia memegangi tangan si pria tua dan menangis.
“John, Ayah minta maaf. Ayah terlalu mengabaikanmu,” kata si pria tua.
“Tidak, Ayah. Ayah memberiku sesuatu dan itu cukup bagiku,” kata pria bernama John (Yoon Jae-moon) itu sambil menangis. John tampaknya sudah berumur namun sikapnya agak aneh, seperti anak-anak.
Ia mengeluarkan sebuah bolpen. Ternyata ia adalah anak yang dulu menikam Jae-ha dengan bolpen dan menulis di jendela. Bolpen itu adalah hadiah Natal dari ayahnya.
“Teman-temanku sangat iri karena bolpen ini dari Amerika. Jadi Ayah, tolong…,” John menangis.
Pria tua itu mengulurkan tangannya. John menyalakan musik. Ayah John menyingkap selimutnya dan mengeluarkan sebuah map berisi surat wasiatnya.
“Surat ini kutulis bersama pengacaraku. Mulai sekarang, kau akan menjadi pemilik Klub M.”
John terpana melihat surat itu. Ia menangis keras dan bertanya mengapa ayahnya berkata demikian. Ayahnya meminta segelas air minum.
John berdiri dan membawa map wasiat ke ujung kamar yang jauuuuuh untuk menelepon perawat. Ia berkata ayahnya menginginkan segelas air.
Raja Jae-kang mendapat laporan dari Sekretaris Eun bahwa komisi gencatan senjata di PBB telah menyetujui kerjasama Korut dan Korsel. Amerika dan Cina sedang mengawasi setiap perkembangan dengan ketat. Jae-kang berkata PBB tidak memiliki alasan untuk tidak menyetujuinya tapi harus dipastikan agar mereka tidak menemukan alasan untuk membubarkan krejasama ini. (Jika Korut dan Korsel bersatu maka akan menjadi nergara besar yang harus diwaspadai dunia)
Jae-kang menghela nafas panjang. Sekretaris Eun bertanya apakah Raja ingin tahu berita terakhir mengenai Klub M. Raja berkata akhir-akhir ini tampaknya tidak ada pergerakan. Sekretaris Eun melaporkan Tn. Mayer saat ini sedang sakit parah dan sudah ada beritanya. Sepertinya untuk sementara Klub M akan berkutat dengan masalah internal mereka.
“Siapa yang akan mengalami kerugian terbanyak dengan adanya WOC?” tanya Raja.
“Tentu saja Klub M,” jawab Sekretaris Eun.
Klub M adalah penjual senjata. Menjual senjata untuk mendapatkan uang. Mereka memiliki jaringan luas yang tersebar di seluruh dunia. Tidak ada yang tahu apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Sekretaris Eun berkata ia akan mencari tahu lebih banyak.
Seoang wanita asing, yang sudah pasti bukan seorang perawat (dandanannya menyeramkan dan alisnya ditindik), membawa segelas air ke kamar Tn. Mayer (pria tua yang terbaring sakit). John duduk dengan wajah tegang sambil menekan-nekan bolpennya hingga terdengar suara “klik” terus menerus. Wanita itu berjalan melewati John tanpa melirik sedikitpun.
Setibanya di sisi pembaringan Tn. Mayer, wanita itu mengeluarkan alat suntikan dan menyuntikkan sesuatu ke dalam selang infus. Tn. Mayer membuka matanya dan mulai kejang-kejang. Bunyi “ klik” dari bolpen John semakin cepat dan semakin intens. Tiba-tiba hening… Tn. Mayer meninggal dunia.
Tanpa berkata sepatah katapun John turun ke ruangan bawah yang sepi. Ia melhat map berisi surat wasiat dan bolpen di kedua tangannya. Pelan-pelan senyum mengembang di wajahnya. Lalu ia mulai tertawa terkikik dan berguling di lantai. Crazy I’d said >,<
John mengangkat kedua tangannya dan berteriak. Tulisan “I am King” bergema di benaknya. Sekarang ia adalah ketua Klub M yang baru.
Jae-ha meminta seorang perwira menelepon kakaknya. Karena ini jaman canggih, mereka menggunakan telepon video^^ Jae-kang dan Sekretaris Eun melihat Jae-ha dari layar televisi.
“Kak, apa kau tahu apa yang baru saja terjadi? Wanita itu, pemimpin WOC dari Utara, berani mengancam untuk membunuhku di kamar kecil,” katanya berapi-api.
Jae-kang memejamkan mata dan menarik nafas panjang. “Jae-ha---ya….”
“Dan juga, seorang perwira dari pihak kita telah menodongkan senjata padaku. Tebak siapa orangnya? Putera Sektretaris Eun.”
Sekretaris Eun mengerutkan kening. Sepertinya Jae-ha tidak tahu Sekretaris Eun juga berada di sana.
“Kakak tidak bisa mempercayainya bukan? Aku juga sama, tapi itulah kenyataannya. Kakak, WOC yang selama ini Kakak nantikan sebenarnya berisi orang-orang yang tidak bisa dipercaya..”
Jae-kang langsung mengambil remote dan mematikan koneksi. Ia melempar remote itu ke atas meja dengan kesal dan berdiri marah.
“Anak ini semakin memburuk!”
Ia meminta Sekretaris Eun jangan khawatir, Jae-ha hanya bicara sembarangan. Ia berkata tidak akan menerima telepon Jae-ha lagi di masa yang akan datang.
Tak berhasil meyakinkan kakaknya, Je-ha terpaksa kembali ke asrama. Di depan kamarnya tertulis Kim Hang-ah, Lee Jae-ha. Jae-ha menarik nafas pasrah. Mereka sekamar…yeaaayy^^
Ia masuk dan melihat Hang-ah sedang memasukkan pakaian dalamnya ke sebuah tas kecil. Jae-hae berkata siapa yang mau melihat pakaian dalam bekas. Hang-ah terkejut saat mengetahui Jae-ha sudah berada di kamar. Ia segera menutup tasnya dan menguncinya.
“Kudengar banyak hidung belang di sini,” ujarnya santai.
Jae-ha juga mulai membongkar tas. Ia mengeluarkan berbotol-botol produk perawatan kulit. Hang-ah terkagum-kagum melihat semuanya.
“Bolehkah aku mencoba beberapa?” tanya Hang-ah riang sambil menghampiri meja.
Jae-ha buru-buru menghalanginya. Ia bergumam mengapa Hang-ah tidak menggunakan milik sendiri dan malah ingin menggunakan miliknya. Apalagi setelah peristiwa tadi, apakah Hang-ah tidak punya malu.
“Mengapa kau bergumam? Jika kau ingin mengatakan sesuatu bicaralah yang jelas!”
“Aku ingin memberimu ini,” Jae-ha cepat-cepat menyodorkan sebotol perawatan kulit miliknya. Sepertinya ia masih takut. Hang-ah mengulurkan tangannya, siap menerima sedikit krim. Jae-ha tersenyum nakal.
“Daripada yang ini…”Jae-ha mencari-cari di antara botolnya. “Ah, ini!” Ia mengambil sebuah botol.
Ia mengocok botol itu lalu menumpahkannya ke tangan Hang-ah. Hang-ah sangat senang, ia berkata tidak perlu banyak-banyak. Jae-ha berkata krim itu harus dipakai banyak-banyak agar menyerap dengan baik.
Hang-ah mengangguk mengerti. Ia mulai mengusapkan krim itu di wajahnya. Tapi wajahnya terasa panas. Ia bertanya krim apakah itu.
“Ah…maaf ternyata ini krim cukur. Jelas bukan untukmu. Merk itu aku gunakan untuk kulit wajah yang sensitif,” kata Jae-ha pura-pura terkejut.
Hang-ah mendelik kesal.
Pelatihan dimulai. Anggota tim mendapat pengarahan dari Shi-kyeong mengenai WOC. WOC diadakan setiap dua tahun oleh Komisi Gencatan Senjata PBB dan tahun ini diadakan untuk ketiga kalinya. Kriterianya adalah bagaimana merespon situasi darurat dan diikuti oleh 16 negara. Slogan kompetisi ini adalah persahabatan. Dengan demikian kerja sama dan kerja tim sangat penting.
Hang-ah berterima kasih atas penjelasan Shi-kyeong. Ia bertanya pada Jae-ha apakah Jae-ha tahu siap pemenang pertama WOC.
“Hm…tentara luar angkasa,” jawab Jae-ha asal. Peserta lain langsung menoleh. Suasana ketegangan mulai muncul. Tapi Hang-ah tidak memperpanjangnya.
“Pemenangnya adalah tim perwira yang didik oleh Sekolah Militer West Point di Amerika Serikat. Pemenang pertama pada WOC kedua juga Amerika dan pemenang keduanya adalah Inggris. Sedangkan Korea, karena perbedaan prinsip antara Utara dan Selatan belum pernah mengikuti kompetis ini. Sungguh disayangkan.”
Jae-ha tertawa tak percaya.
“Itu benar. Itulah sebabnya Utara dan Selatan menggabungkan kekuatan kali ini. Kta harus melakukan yang terbaik,” kata pemimpin pelatihan, “Itulah sebabnya latihan kita akan di….”
Prang!! Lampu di ruangan itu mendadak pecah. Hang-ah menoleh ke jndela. Seseorang berpakaian hitam dan bertopeng menerobos masuk lewat jendela. Semua anggota tim bergerak cepat menjauhi jendela untuk berlindung. Jae-ha bersembunyi di bawah meja.
Penerobos berpakaian hitam itu melepaskan tembakan bertubi-tubi ke segenap penjuru ruangan. Ia melpompat naik ke atas meja dan memerintahkan semua orang merunduk dan tidak boleh bergerak. Semua diam dan berpikir apa yang harus dilakukan (kecuali Jae-ha tentunya).
Penerobos kedua menerobos masuk dan mulai melepaskan tembakan. Diikuti penerobos ketiga. Seorang penerobos mengisi kembali senjatanya. Kesempatan itu dipergunakan pemimpin pelatihan untuk berlari menuju pintu. Dorr! Ia ditembak. Darah memercik ke tembok dan pemimpin pelatihan roboh ke lantai.
Hang-ah menoleh pada Shi-kyeong. Shi-kyeong mengangguk. Mereka mulai beraksi. Hang-ah berhasil mengambil alih senjata salah satu penerobos. Jae-ha merangkak ke pintu dan berusaha membuka pintu tapi pintu itu terhalang oleh tubuh pemimpin pelatihan.
Shi-kyeong dan Kang-seok juga berhasil mengambil alih senjata lawan dan balik menodong mereka. Tapi Kang-seok terpaksa menembak karena posisinya kurang baik.
Anehnya, penerobos itu tetap berdiri. Kang-seok kembali menembak. Penerobos itu tetap berdiri santai. Semua mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi.
Tiba-tiba pemimpin pelatihan yang berlumuran darah bangkit berdiri. Jae-ha berteriak ketakutan. Pemimpin pelatihan melepaskan kantung darang palsu yang tadi ditembak oelh penerobos “palsu”.
Ia berkata pelatihan barusan adalah misi yang berhasil diselesaikan oleh tim Inggris dalam WOC pertama.
“Jangan terlalu bangga karena kalian tidak tertembak. Selain peruru pertama (yang mengenai lampu), peluru lainnya adalah peluru karet. Tugas sebenarnya dimulai sekarang. Jelaskan apa yang baru saja terjadi.”
Ia menyuruh Jae-ha berdiri dan bergabung dengan timnya. Seluruh anggota tim mulai mencoba merekonstruksi ulang kejadian itu dengan menggunakan maket dan mainan.
Dong-ha dan Young-bae hanya mengingat sepotong-sepotong. Hang-ah dan Shi-kyeong yang berkepala dingin dapat menganalisis dengan baik. Bahkan begitu penerobos pertama masuk, dari senjata yang digunakan mereka langsung bisa menebak kalau ini hanya latihan. Senjata itu terlalu lemah untuk menyebabkan kerusakan dan penyerangan.
“Kalian semua melupakan hal yang paling penting,” ujar Jae-ha serius. Semua bingung.
Jae-ha berjalan ke papan tulis dan mulai menjelaskan. Ia menggambar sebuah lingkaran. “Ini adalah musuh.” Lalu ia menggambar lingkaran kedua. “Ini adalah kita.”
Di tengah kedua lingkaran itu, ia menggambar garis merah yang memisahkan keduanya. Semua memperhatikan dengan serius.
“Hentikan mereka,” ujar Jae-ha tegas. Rasa penasaran membuat semua menunggu perkataan Jae-ha berikutnya.
“Tanpa melibatkan aku.”
Gubrakk!! Penonton kecewa LOL^^
Jae-ha berkata sebaiknya mereka ingat baik-baik hal itu lalu ia melenggang pergi.
Hang-ah menemui Shi-kyeong dan protes mereka tidak bisa memulai latihan dengan benar karena Jae-ha.
“Apakah kau tidak melihat ia bahkan tidak bisa lari mengelilingi lapangan satu kali saja? Kita seharusnya melatihnya secara fisik atau…”
“Aku akan menanganinya dengan caraku,” sahut Shi-kyeong tegas. Lalu ia berjalan pergi.
Malam itu Shi-kyeong mengenakan seragam tentara lengkap berikut perlengkapannya berlari mengelilingi lapangan. Hang-ah dan Kang-seok memperhatikannya dari balkon.
“Komrad Eun Shi-kyeong telah memilih jalur yang paling sulit. Ia memperlihatkan contoh sebagai pemimpin,” ujar Kang-seok.
Jae-ha bergabung dengan mereka di balkon. Kang-seok meliriknya dengan sebal.
“Karena satu komrad menghalangi tim, ia (Shi-kyeong) bahkan berusaha lebih keras. Apa kau tidak merasakan sesuatu melihatnya seperti itu?” tanyanya pada Jae-ha.
“Hmm.aku merasakannya. Sekarang aku tahu ia orang seperti apa,” ujar Jae-ha. Hang-ah dan Kang-seok menoleh, mengira Jae-ha “akhirnya” sadar.
“Dia gila… dia benar-benar gila kerja. Aku tak mengerti. Wah dia benar-benar…” Jae-ha bergidik, lalu masuk kembali ke dalam.
Hang-ah dan Kang-seok tak percaya Jae-ha bisa-bisanya berkata seperti itu. Kang-seok berkata jika Jae-ha ada di Utara, wajahnya pasti sudah lama dibanjiri air mata dan ditendang keluar. Hang-ah meminta Kang-seok bersabar seminggu lagi.
Mengapa? Ternyata mereka berlatih bergiliran tempat. Seminggu kemudian tim WOC menuju Korea Utara untuk berlatih. Jae-ha terlihat gugup datang ke Korea Utara. Hihi sepertinya perkataan Hang-ah, mengenai bunuh di tempat saat melihat Jae-ha, telah merasuk di hatinya.
Young-bae dan Kang-seok senang sekali bisa kembali ke negara mereka. Kang-seok menghampiri Jae-ha dan memberinya sebuah ponsel yang khusus digunakan di Utara dan pemerintah memberikannya gratis untuk Jae-ha. Bukannya berterima kasih, Jae-ha mengomel ia diberi ponsel kuno dan menaruhnya begitu saja di kantung kursi bus.
“Bagaimana? Melihat langsung pemandangan Utara, bukankah sungguh indah?” tanya Kang-seok.
“Indah apanya?” sembur Jae-ha, “Bul-go-gi (daging sapi panggang)?” Jae-ha menunjuk papan reklame bergambar sapi.
“Jangan bicara sembarangan, kami semua tahu kau ketakutan,” ledek Kang-seok.
“Lihat itu!” Jae-ha menunjuk sebuah papan lagi dengan tulisan sebuah slogan. “Walau anjing menyalak, barisan terus berjalan? Apa hubungannya dengan anjing menyalak? Apa pemimpin kalian seekor anjing?”
Deg! Wajah Kang-seok berubah. Ketegangan terasa di dalam bus. Shi-kyeong buru-buru keluar dari tempat duduknya dan menghampiri Kang-seok. Kang-seok sepertinya sudah siap memakan Jae-ha hidup-hiidup. Jae-ha ini ngga kapok-kapok ya, ia malah menantang apakah Kang-seok akan memukulnya.
“Kami ini tamu. Tamu!”
Kang-seok menenangkan dirinya. Jae-ha terus berceloteh bagaimana mereka bisa berpartisipasi dalam kompetisi jika mereka terus seperti ini. Apakah Kang-seok juga akan memukul jika tentara Amerika yang datang. Ia menyuruh Kang-seok duduk dengan menepuk-nepuk pundaknya.
Kang-seok tak tahan lagi, ia menepis tangan Jae-ha dan siap maju. Shi-kyeong menahan lengan Kang-seok.
“Komrad Rhi Kang-seok, kembali ke tempat dudukmu,” ujar Hang-ah tegas sambil terus menatap ke depan.
“Komrad Kim Hang-ah,” protes Kang-seok.
“Kita harus memperlakukan tamu dengan baik.”
Kang-seok menepis tangan Shi-kyeong dan kembali ke tempat duduknya. Jae-ha terlihat sedikit takut dengan apa yang akan menimpanya tadi.
Mereka tiba di asrama tempat pelatihan. Jae-ha masuk ke kamarnya, yang tentu saja berbeda dengan kamar di Korsel walau tidak terlalu buruk juga. Ia mendengar suara lalu melihat ke luar jendela. Timnya sedang berkumpul mengelilingi api unggun. Jae-ha mengomel ia telah dikucilkan. Salah siapa??
Kelima anggota tim lainnya mengelilingi api unggun untuk mengakrabkan diri. Hang-ah menyanyi lagu dari Utara diiringi permainan gitar Young-bae dan akordeon Kang-seok. Giliran tim selatan yang didaulat untuk menyanyi.
Dong-ha dan Shi-kyeong awalnya menolak tapi Dong-ha berkata Shi-kyeong terkenal dengan permainan gitarnya yang mendayu-dayu. Ia mengambil gitar Young-bae dan memberikannya pada Shi-kyeong. Akhirnya Shi-kyeong setuju untuk mengiringi Dong-ha menyanyi.
Dong-ha mulai menyanyi. Suranya ngga jelek sih tapi kurang pas nadanya. Lambat laun Shi-kyeong mulai menyanyi dan terbawa suasana hingga ia menyanyi sepenuh hati. Semua terkagum-kagum. Dong-ha tahu ia bukan tandingan Shi-kyeong, ia berhenti menyanyi dan langsung melempar “mic”nya ke tanah haha…suara Shi-kyeong bagus lho, coba kalau Jae-ha ikut nyanyi juga^^
Hang-ah terpesona dengan alunan suara Shi-kyeong. Mereka semua menikmatiya. Jae-ha memperhatikan mereka dari jendela. Entah ia tidak suka karena dikucilkan, entah karena cemburu melihat Hang-ah terpesona, wajahnya terlihat kesal.
Shi-kyeong yang sedang menyanyi tiba-tiba berhenti karena suara telepon. Telepon dari Jae-ha. Anggota tim yang lain mengomel lagi-lagi Jae-ha. Pangeran satu ini bena-benar ahli membunuh mood orang lain.
Pangeran menjebalkan Lee Jae-ha bertanya pada Shi-kyeong apakah ia tidak akan diberi makan. Shi-kyeong mengajak Jae-ha bergabung, mereka sedang makan kerang.
“Apa kau pikir aku orang primitif? Kerang bisa dimakan kapan saja. Di mana donat yang kita bawa dari airport?”
Shi-kyeong berkata ia menyimpannya di kantin. Jae-ha langsung menutup teleponnya. Young-bae dan Kang-seok tak habis pikir ada yang lebih merepotkan daripada para petinggi negaranya. Dong-ha ikut-ikutan mulai mengeluh.
Shi-kyeong menatap Dong-ha tajam. Hang-ah mencoba mengalihkan pembicaraan dengan mengajak mereka melanjutkan. Tapi Shi-kyeong sudah tidak ingin menyanyi. Ia menyuurh Dong-ha meneruskan ceritanya (mengenai komandan mereka yang marah dan akting para prajurit yang meyakinkan). Hang-ah tiba-tiba mendapat ide.
Jae-ha keluar dari kamarnya. Ia mengomel mengapa ia harus berjalan sendiri ke kantin. Baru beberapa langkah, ia melihat dua lembar foto di lantai. Jae-ha memungutnya. Dua foto wanita cantik dan seksi. Jae-ha senang sekali.
Tiba-tiba ia mendengar suara orang mengobrol dari sebuah kamar. Jae-ha penasaran dan menguping pembicaraan mereka.
Kang-seok: “Mengapa kita harus mengalah padanya? Menurut pemikiranku, Pangeran itu seharusnya di….”
Hang-ah: “WOC adalah proyek sangat penting bagi negara kita. Apa kau akan bertindak karena emosi?”
Kang-seok: “Tapi apakah masuk akal mengikuti semua kehendaknya?”
(Di balik pintu, ternyata Hang-ah, Kang-seok dan Young-bae sedang bersandiwara. Mereka sengaja berdialog seperti itu agar didengar Jae-ha. Mengetahui Jae-ha masuk perangkap, Young-bae menyuruh teman-temannya meneruskan sandiwara mereka.)
Kang-seok: “Coba pikirkan. Jika terus seperti ini apakah akan terjadi perdamaian di antara dua Korea? Serahkan saja padaku. Aku akan…”
(Hang-ah menghentikan Kangseok dan menyuruhnya kembali ke naskah LOL :D)
Kang-seok: “Aku tidak berkata agar kita melakukannya dengan terang-terangan. Apakah kita mempunyai Polonium 102?”
Hang-ah: “Polonium 102? Bukankah itu senjata pembunuh yang dibuat Intsitur Penelitian Senjata Nuklir?”
(“Baca ini,” bisik Kang-seok pada Young-bae. Young-bae awalnya menggeleng tapi akhirnya ia membacanya.)
Young-bae: “Senjata yang dimaksud adalah jarum beracun yang 25 juta kali lebih beracun daripada asam sianida. Apakah kita harus menggunakan jarum beracun itu?”
Kang-seok: “Cukup satu suntikan. Kau harus melakukannya ketika tidak ada orang. Saat dia tidur. Kita akan membuat jantungnya berhenti berdetak.”
Jae-ha terhenyak.
Kang-seok: “Aku akan melakukannya. Jika Komrad Kim Hang-ah tidak mau, aku yang akan melakukannya. Jangan hentikan aku!”
Hang-ah: “Jangan bicara seperti itu! Walau Pangeran Jae-ha tidak kita sukai, bagaimana bisa kita membunuh Pangrean Korea Selatan?”
Hang-ah mengintip dari lubang pintu dan melihat Jae-ha sudah mendengar seluruh pembicaraan mereka. Ia membuka pintu. Jae-ha mundur ketakutan dan mengambil sikap waspada (dengan memegang dua foto gadis seksi…Omo drama ini bener-bener kocak^^).
Hang-ah pura-pura terkejut. Jae-ha memasukkan foto tadi ke saku selananya.
“Berapa banyak yang kaudengar? Kami hanya bermain-main. Jadi lupakan saja,” kata Hang-ah khawatir.
“Ooo..tentu saja,” sahut Jae-ha gugup. Ia berkata Hang-ah sebaiknya menenangkan Kang-seok.
“Kau benar,” kata Hang-ah serius. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kotak.
Kotak itu dibuka. Isinya berbatang-batang jarum^^
“Tapi pekerjaan pembunuh tidak diketahui siapapun,“ Hang-ah mengeluarkan sebatang jarum yang panjang. Jae-ha mulai was-was.
“Dalam sesaat seseorang bisa…Wack!” Hang-ah membuat gerakan menusuk jarum itu ke dahinya. Jae-ha bertambah gugup.
“Dan ia seorang yang mudah emosi,” ujar Hang-ah bergidik ngeri lalu pergi meninggalkan Jae-ha yang ketakutan.
Jae-ha langsung menemui Shi-kyeong. Ia b erkata akan berlatih dengan sebaik-baiknya mulai sekarang. Poor shi-kyeong. Ia sangat terharu sampai terlihat akan menangis. Shi-kyeong maju dan menggenggam tangan Jae-ha dengan penuh perasaan.
Jaeh menyuruh Shi-kyeong masuk karena ia akan berlatih dengan Hang-ah. Shi-kyeong kebingungan sementara Hang-ah senyum-senyum. Jae-ha menarik tangan Jae-ha dan berbicara tanpa mengeluarkan suara untuk memberi isyarat. Shi-kyeong tak mengerti.
Jae-ha menarik kepala Shi-kyeong dan kembali berbicara tanpa mengeluarkan kata-kata. “Jarum beracun berisi bahan atomik”. Hang-ah berdiri di antara mereka berdua dan berbisik, “Apa yang kaukatakan?”
Jae-ha buru-buru tertawa pada Shi-kyeong dan memintanya masuk sambil memegangi kerah Shi-kyeong erat-erat seakan-akan tak mau ditinggalkan berdua dengan Hang-ah. Tapi Shi-kyeong tak mengerti sinyal Jae-ha. Ia tersenyum senang dan mengangguk lalu meninggalkan Jae-ha berdua dengan Hang-ah.
Jae-ha terpaksa berlatih. Sebagai ganti lari di lapangna, ia berlari bersama Hang-ah di treadmill. Shi-kyeong datang mengunjunginya dan hanya mengucapkan dua patah kata.
“Pangeran, fighting!!” lalu ia pergi.
Jae-ha mengomel Shi-kyeong lagi-lagi membuatnya speechless. Jika Shi-kyeong tidak mempunyai mata setidaknya ia harus mempunyai otak. Hang-ah membela shi-kyeong, bahkan di Utara tidak banyak pria yang seperti Shi-kyeong. Jae-ha berkata jika Hang-ah menyukai Shi-kyeong mengapa tidak menyimpannya di sini saja (Utara).
Keesokan paginya, Ibunda Raja (kalau jaman sekarang ngga disebut Ibu Suri kali ya?) menanyai Jae-kang mengenai rumor yang beredar. Jae-ha dikabarkan akan menikah dengan wanita dari Korea Utara.
“Tentu saja tidak, Ibu. Sebaik apapun perkembangannya, pernikahan tidak terpikirkan olehku,” sahut Jae-kang. Ia bertanya pada istrinya apakah istrinya mendengar rumor tersebut. Istrinya juga tidak tahu menahu.
Ibunda Raja berkata mereka harus segera menikahkan Jae-ha. Rumor seperti ini timbul karena Jae-ha belum juga menikah dan usianya semakin dewasa.
Tapi tampaknya rumor itu benar karena Raja curhat pada ayah Hang-ah bahwa ia merasa bersalah karena telah membohongi ibunya. Ia bertanya pada ayah Hang-ah apakah ada wanita yang cocok untuk Jae-ha. Wanita modern yang akan disetujui rakyat Korsel. Jae-kang berkata ia telah melihat beberapa rekomendasi tapi tidak ada yang cocok (hmmm…aneh juga ya, kan Jae-ha yang mau menikah?).
“Bagaimana dengan puterimu? Ia cukup cantik.”
“Puteriku masih sangat muda,” elak ayah Hang-ah.
Jae-kang berkata bukankah usia Hang-ah sudah 30 tahun dan di Utara banyak wanita yang menikah pada usia muda. Ayah Hang-ah berkata masih banyak yang ingin dilakukan Hang-ah. Hang-ah belum memikirkan pernikahan dan banyak pria yang mengantri untuk mendapatkan puterinya. Ckckck…seandainya ia tahu >,<
Raja berkata ia mengerti, ia minta ayah Hang-ah jangan khawatir. Ia bisa melihat ayah Hang-ah sangat menyayangi puterinya. Ia bertanya-tanya apa rencana ayah Hang-ah untuk menikahkan puterinya kelak.
Komentar:
Episode 2 semakin seru karena kita semakin mengenal para tokohnya. Aku menyukai kekompakan tim Utara dan Kang-seok yang sangar menambah kelucuan (walau kadang tidak bisa melupakan kalau ia adalah Manajer Jang yang telah menampar Ae-jung di The Greatest Love). Persahabatan dan perasaan senasib mulai menyatukan kedua tim (kecuali Jae-ha). Ada ketegangan, aksi, orang gila, tapi juga banyak adegan dan ucapan kocak^^
Jae-ha bener-bener parah. Wajar kalau semua orang tidak menyukainya karena ia sangat kekanakkan dan egois. Dan Shi-kyeong…ngga nyangka kalau Shi-kyeong berhati sangat lembut dibalik penampilannya yang kaku.