Su Ni masih tidak mau makan bersama keluarganya karena pemuda aneh itu masih makan bersama mereka dan meja makan selalu berantakan. Bahkan Sun Ja mulai protes karena ia juga sulit untuk makan. Tapi tatapan Su Ni pada pemuda itu tidak lagi dipenuhi rasa tidak suka.
Su Ni mulai belajar untuk ujian. Tapi rasa penasarannya pada pemuda itu membuatnya mulai mempelajari cara melatih anjing dari buku.
Keesokan harinya, Su Ni merebus kentang. Ia bertanya pada ibunya di mana pemuda aneh itu.
“Chul Soo?” tanya ibunya.
“Chul Soo?”
“Ya, aku memutuskan untuk menamainya Chul Soo,” kata ibu Su Ni. Ia bercerita dulu ayah Su Ni ingin seorang putera bernama Chul Soo. Tapi yang lahir malah Sun Ja. Walau itu bukan kesalahannya, tetap saja ibu Su Ni merasa bersalah pada ayah Su Ni. Ia berkata Chul Soo pergi keluar bersama Sun Ja.
Ibu Su Ni berkata Chul Soo seorang pemberani, baru sebentar tinggal di sini sudah bisa bermain dengan anak-anak lain. Su Ni mendengar penjelasan ibunya hingga lupa ia sedang memegang panci panas.
Sun Ja dan anak tetangga, Dong Seok, sedang bermain kejar-kejaran. Adik Dong Seok yang masih kecil, Dong Mi, berusaha mengejar kakaknya dan Sun Ja. Sementara itu Chul Soo muncul belakang mereka dan segera menyusul karena ia bisa berlari sangat cepat.
Dong Mi yang masih kecil tersandung dan jatuh. Ia menangis keras-keras. Chul Soo mengangkatnya lalu berlari sambil membawa Dong Mi. Cute^^
Mereka lalu bermain kasti. Sun Ja bermain bersama Dong Seok, sedangkan Dong Mi dan Chul Soo menunggu di pinggir. Chul Soo masih saja asik mencoret-coret tanah dengan pensil. Dong Mi yang bosan mulai menangis karena tidak diajak bermain. Chul Soo menatap Song Mi bingung.
Dong Seok kakak yang baik. Ia akan memukul bola untuk terakhir kali lalu giliran Dong Mi. Serta merta Dong Mi berhenti menangis.
Dong Seok lalu memukul bola dengan tongkatnya. Bola itu melambung sangat jauh. Sun Ja berkata sekarang giliran Dong Mi lalu Chul Soo yang memukul bola. Tiba-tiba mereka menyadari Chul Soo menghilang. Mereka menoleh ke sana kemari mencarinya.
Ternyata Chul Soo mengejar bola itu dan menangkapnya dengan mulut. Sun Ja menyuruh Chul Soo melempar bola ke arahnya. Chul Soo memandang bola di tangannya.
Sun Ja menyuruhnya melempar bola dengan sangat keras. Maka Chul Soo pun melempar sekuat tenaga hingga bola itu lenyap di hutan seberang.
Dong Seok protes ini tidak adil, siapa yang bisa mengambil bola sejauh itu. Sun Ja melihat Chul Soo dengan kesal.
“Chul Soo bodoh,” ujar Dong Mi. Chul Soo menunduk (padahal dia ngga ngerti kan ya, tapi dia bisa merasa kalau dia lagi dimarahin^^).
Terdengar suara Su Ni berteriak memanggil mereka. Ia menghampiri mereka dengan nafas terengah-engah karena telah berjalan jauh. Sun Ja bertanya apa yang ada di kantung kakaknya. Kentang rebus.
Eksperimen pun dimulai. Ehem…lebih tepatnya pelatihan.
“Chul Soo, jika aku mengatakan tunggu, maka kau harus menunggu dan tidak boleh memakannya,” kata Su Ni sambil duduk di depan Chul Soo.
Chul Soo menanti Su Ni penuh harap. Ia bisa mengendus wangi kentang rebus di saku mantel Su Ni. Su Ni mengulurkan sebutir kentang rebus ke arah Chul Soo.
“Baiklah, tung…gu…”
Tidak sampai dua detik kentang itu lenyap di mulut Chul Soo. Su Ni cuma bisa tepok jidat ;D
Sun Ja, Dong Seok, dan Dong Mi meninggalkan Su Ni dan Chul Soo karena merasa itu bukan permainan menyenangkan.
Su Ni memarahi Chul Soo. “Jika aku bilang tunggu, maka jangan memakannya, ya? Tunggu. Jangan makan,” Su Ni memberi isyarat dengan tangannya. “Jangan makan!”
Ia kembali mengulurkan sebutir kentang. Chul Soo siap menerkam.
“Tunggu, bodoh!” Su Ni menarik kentang dari hadapan Chul Soo. Chul Soo menggeram marah. Su Ni agak takut juga melihat Chul Soo seperti itu.
Tiba-tiba Chul Soo menerjang dan berusaha menggigit kentang di tangan Su Ni. Su Ni berteriak-teriak,” Tunggu! Jangan!” Su Ni memukuli Chul Soo dan lagi-lagi menjambaki rambutnya.
Chul Soo menggigit tangan Su Ni. Su Ni berteriak-teriak kesakitan. Chul Soo terkejut saat ia menyadari telah melukai Su Ni. Ia melihat tangan Su Ni yang berdarah dan mundur kebingungan.
Su Ni duduk. Kentang di tangannya telah hancur karena ia meremasnya terlalu kuat. Melihat itu, Chul Soo hendak kembali menerjang.
“Tunggu! Kau…telah menggores tanganku!” omel Su Ni. Chul Soo kali ini diam, mungkin bingung melihat Su Ni meringis kesakitan. Su Ni memujinya karena telah belajar menunggu.
“Nah, sekarang kalau aku bilang makan, kau harus memakannya. Bila aku bilang makan, aku harus makan.”
Ia kembali mengulurkan tangannya yang menggenggam kentang.
“Baik, tunggu!”
Chul Soo berhenti mendekati Su Ni.
“Belum….belum….belum….”
Chul Soo siap siaga menanti di depan tangan Su Ni.
“Bagus….sekarang….makan.”
Chul Soo malah bengong menatap Su Ni.
“Makanlah,” kata Su Ni. “Makanlah!” Ia menjejalkan kentang ke mulut Chul Soo. “Jika aku bilang makan, kau harus makan seperti ini.”
Chul Soo menatapnya bingung. Sebentar tak boleh makan, sebentar boleh, apa maunya? Su Ni mengulurkan tangannya lalu mengelus kepala Chul Soo sambil tersenyum.
“Ah, Chul Soo kita pintar sekali. Aku tidak melakukan ini karena kau tampan, tapi karena aku benci makan bersamamu.”
Su Ni berhenti mengelus kepala Chul Soo lalu membaui tangannya. Ia mengernyit karena tangannya bau. Ia terus melatih Chul Soo.
Ibu Su Ni heran karena kali ini Su Ni mau makan siang bersama mereka. Bagaimana jika Chul Soo makan bersama mereka?
“Tidak apa-apa, panggil dia,” kata Su Ni tenang.
Ibu Su Ni tentu saja senang. Ia mengangguk pada Sun Ja yang sedang berjaga di depan pintu, lalu memberi aba-aba pada Deong Seok dan Deong Mi untuk melindungi mangkuk mereka masing-masing.
Sun Ja membuka pintu. Chul Soo berlari memburu ke meja makan. Ia meraup nasi dengan tangannya dan memasukkannya ke mulut.
“Tunggu,” ujar Su Ni tenang.
Chul Soo terdiam. Ia melirik Su Ni. Ibu Su Ni dan yang lainnya terheran-heran.
“Makanlah,” kata Su Ni.
Chul Soo makan dengan lahap lalu meraup sayur tauge di piring.
“Tunggu.”
Bak di-pause, gerakan Chul Soo berhenti seketika itu juga.
“Makanlah sedikit-sedikit.”
Chul Soo melepaskan tauge di tangannya, dan hanya memasukkan sebuah tauge ke mulut. Su Ni mengelus-elus kepala Chul Soo dan memujinya. Wow, kemajuan besar bagi keduanya^^
Su Ni tidak lagi mengisi buku hariannya dengan kata-kata putus asa dan tidak lagi menangis setiap malam. Sebaliknya, ia sibuk membaca buku mengenai cara melatih anjing.
Su Ni mulai melatih Chul Soo membersihkan diri sendiri. Dimulai dengan menggosok gigi. Su Ni menyuruhnya berkumur dan meludah. Chul Soo malah menelan semua busa dan bersendawa.
Lalu Su Ni mengajarkan Chul Soo membereskan kamar. Melipat alas tidur dan menaruhnya di lemari. Setiap kali Chul Soo menurut, ia menghadiahinya dengan elusan di kepala dan pujian. Chul Soo nampaknya sangat menyukai elusan itu.
Su Ni juga mengajari Chul Soo memakai sepatu dan menalikannya sendiri. Chul Soo berhasil melakukannya tapi kali ini Su Ni lupa mengelus kepalanya. Chul Soo pelan-pelan menyodorkan kepalanya ke hadapan Su Ni. Su Ni mengelusnya.
Sejak saat itu, tiap kali Chul Soo selesai melakukan sesuatu, ia akan mengulurkan kepalanya pada Su Ni. Minta dielus. Lama-lama Su Ni bosan juga.
Su Ni lalu memotong rambut Chul Soo yang sangat berantakan hingga Chul Soo tertidur. Ibu Su Ni keluar dan menyuruh Su Ni segera bersiap karena mereka akan segera pergi ke pasar.
Chul Soo terbangun. Ia nampak ketakutan dan panik ketika tahu Su Ni juga akan pergi. Su Ni meminta ijin pada ibunya agar Chul Soo diajak pergi bersama mereka.
“Terserah kau saja,” kata ibu Su Ni.
Su Ni senang sekali. Ia dan Chul Soo segera berlari ke dalam rumah untuk mengenakan sepatu.
Di pasar, Chul Soo melihat begitu banyak orang dan hal-hal yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Lambat laun ia tertinggal dari Su Ni dan keluarganya. Chul Soo melihat seekor sapi digiring melewati pasar, ia segera mengikuti sapi itu. Omo…apa ia akan menggigit dan memakan sapi?
Ibu Su Ni berbelanja pakaian dan sepatu untuk Chul Soo. Tapi saat ia berbalik, Chul Soo tidak ada di belakang mereka. Tidak ada di manapun. Mereka segera mencarinya.
Untunglah Sun Ja melihatnya sedang berdiri di depan tukang kue. Chul Soo melihat tukang kue itu membagi-bagikan kue pada anak-anak di sebelahnya. Ia mengira ia pun boleh mengambil satu, maka ia mengulurkan tangannya hendak mengambil sebuah kue.
Penjual kue memergokinya dan membentaknya. Ia berkata apakah Chul Soo tidak tahu kalau harus membayar untuk kue itu. Chul Soo hanya bengong.
“Mengapa kau membentak anakku?” ibu Su Ni datang menghampiri. Penjual kue jadi tak enak hati. Ibu Su Ni membelikan kue untuk Chul Soo dan anak-anaknya.
“Anak-anakmu terlihat pintar,” kata penjual kue, “Aku juga memiliki dua orang puteri dan seorang putera.”
Chul Soo dengan polos menggigit kuenya yang masih panas dan terkejut karena kue itu membakar lidahnya.
“Astaga nak, makanlah perlahan-lahan. Mengapa kau selalu makan tanpa mengunyah?” tegur ibu Su Ni.
I really like this scene. Mereka benar-benar seperti satu keluarga. Aku paling suka dengan ibu Su Ni yang sangat keibuan *mungkin karena sama-sama ibu-ibu hehehe^^*.
Tiba-tiba terdengar suara keras. Chul Soo mendongak ke atas. Rupanya ada beberapa orang yang sedang memperbaiki gedung. Su Ni menegur Chul Soo agar memberitahu dulu sebelum pergi.
Tiba-tiba terdengar teriakan dari atas. Sebatang besi meluncur jatuh dari atas dan menghancurkan sebuah gerobak di dekat mereka. Sebatang besi kembali jatuh. Kali ini tepat di atas Su Ni dan Sun Ja.
Mereka mendongak dan terpaku. Tanpa berpikir panjang Chul Soo merangkul mereka dan menunduk. Batang besi itu tepat menghantam pundak dan punggungnya. Tapi anehnya Chul Soo tetap kokoh berdiri, padahal batang besi itu sangat berat.
Ibu Su Ni jatuh terduduk di lantai saking kagetnya. Semua orang terpana melihat kejadian itu. Su Ni dan Sun Ja pelan-pelan melepaskan diri dari pelukan Chul Soo dan menatapnya dengan aneh.
Chul Soo dengan polos meraih batang besi di punggungnya dan menjatuhkannya ke jalan. Semua orang menatapnya kebingungan. Jika manusia biasa pasti orang itu sudah mati. Penjual kue berkata mungkin Chul Soo harus dibawa ke rumah sakit. Chul Soo dengan cuek kembali menggigit kuenya.
Keluarga Su Ni membawa Chul Soo ke tabib. Punggung Chul Soo hanya sedikit memar dan ada beberapa goresan. Ibu Su Ni bertanya apakah ada rumah sakit yang lebih besar di daerah ini, tampaknya mereka harus ke sana. Ia bercerita kalau Chul Soo telah tertimpa besi yang sangat besar.
Sang tabib tersinggung. Ia menyuruh mereka pergi. Ibu Su Ni jadi tak enak hati dan berusaha meminta maaf tapi tabib itu tetap menyuruh mereka pergi. Akhirnya mereka beranjak pergi tapi tabib itu malah menyuruh mereka duduk kembali lalu memeriksa nadi Chul Soo.
Ia mengomel ia sudah menjadi tabib selama 30 tahun. Ia memiliki semua yang dibutuhkan. Tapi ia terdiam setelah merasakan nadi Chul Soo. Ia menyarankan agar mereka ke rumah sakit lain kali.
Sun Ja membagi permen karamel pada Dong Seok, Deong Mi, dan Chul Soo. Masing-masing mendapat 2. Chul Soo melihat permen di tangannya dan menoleh melihat Su Ni di dalam rumah.
Sementara itu Su Ni diam-diam telah berpakaian rapi dan pura-pura sedang membersihkan rumah. Sun Ja berteriak mengajaknya pergi. Su Ni pura-pura enggan pergi bersama mereka tapi sebenarnya ia sejak tadi menunggu diajak. Chul Soo tersenyum melihat Su Ni akan ikut bersama mereka.
Dong Mi menariki mantel Chul Soo. Ia menyerahkan sebuah pot kecil pada Chul Soo yang telah ditanami tanaman kecil.
“Ini kacang. Dengan air, maka akan tumbuh.” Chul Soo memandangi pot di tangannya.
Sun Ja, Dong Seok, dan Dong Mi berlari pergi. Chul Soo serta merta menyusul mereka. Su Ni kesal karena tertinggal. Tidak sampai 5 detik Chul Soo kembali. Su Ni berjalan pergi, yang langsung diekori Chul Soo.
Mereka pergi ke kandang domba milik ahjusshi Jeong (ahjusshi tetangga). Mereka memberi makan kertas pada domba-domba itu. Mereka lalu meniru suara domba dan meminta Su Ni memberi contoh.
Su Ni malu, tapi karena semua menunggunya, ia pun mencoba. “Mbeeeee…” ujarnya dengan suara lembut. Sun Ja dan teman-temannya tertawa. Chul Soo tersenyum. Su Ni langsung memelototinya.
Ahjusshi Jeong datang hingga mereka segera melarikan diri. Mereka bermain bola dengan gembira di padang rumput yang sangat luas. Sigh, ngiri deh masih ada tempat seindah dan seluas itu di dekat rumah.
Tentu saja pertandingan tidak berlangsung adil karena Chul Soo sepenuhnya hanya mengikuti perintah Su Ni walau mereka berada di tim berbeda. Jika Su Ni menyuruh diam, ia akan diam, bahkan memberikan bolanya dengan sukarela pada Su Ni. Hehehe….Sun Ja sampai kesal pada Chul Soo.
Menjelang sore, nenek Dong dan ibu Su Ni berteriak di pintu rumah.
“Waktunya makaaaaaan!!! Waktunya makaaaaan!!”” Jaman dulu belum ada ponsel sih ya ;p
Saat makan malam, Sun Ja meminta ibunya membelikan bola baru karena Chul Soo telah menendang bola itu hingga ke kandang kambing. Ibu Su Ni tidak marah, ia malah memuji Chul Soo berbakat jadi atlet.
Sun Ja bertanya pada ibunya sampai kapan Chul Soo akan tinggal bersama mereka. Ibu berkata ia akan mengusahakan agar Chul Soo berada di tempat yang lebih baik. Su Ni mendengar dengan diam.
“Ada teman di kelasku yang tinggal di panti asuhan, dan dia tidak membawa bekal makan siang. Juga mengenakan pakaian yang sama tiap hari,” kata Sun Ja.
Ibu Su Ni menghela nafas sedih, sebenarnya panti asuhan juga bukan tempat yang begitu bagus. Su Ni melihat Chul Soo, yang lain ini sudah bisa makan dengan menggunakan sumpit. Ia nampak merenung.
Ji Tae mengendarai mobilnya dalam keadaan mabuk. Ia sesumbar akan membalas 10 kali lipat pada siapapun yang telah melecehkannya. Ia memiliki banyak uang. Di sebelahnya duduk seorang gadis berpakaian menor yang juga mabuk.
Gadis itu ingin ikut ke rumah Ji Tae dan melanjutkan minum untuk bersenang-senang. Saat mereka asyik berbicara tiba-tiba mereka menabrak sesuatu. Kandang domba ahjusshi Jeong.
Seseorang melihat kejadian itu. Ia adalah Chul Soo yang datang malam-malam untuk mengambil bola Sun Ja. Ji Tae segera memundurkan mobilnya dan mengomeli gadis di sebelahnya.
Seekor domba rupanya tertabrak oleh mobil Ji Tae dan mati. Chul Soo melihat domba itu lalu menggendongnya. Ji Tae tidak takut Chul Soo mengadukannya karena Chul Soo tidak bisa bicara. Ia pun segera memacu mobilnya dari TKP.
Ahjusshi Jeong keluar setelah mendengar suara ribut-ribut. Chul Soo menaruh domba yang sudah mati di depan ahjusshi Jeong. Lalu pergi tanpa mengatakan apapun. O-ow jangan sampai menjadi salah paham nih >,<
Su Ni mulai mengajar Chul Soo menulis. Ia juga hendak mengajari Chul Soo berbicara.
“Chul Soo, ikuti aku. Dee Geut. Ayo ikuti, gerakkan lidahmu seperti ini. Dee Geut.”
Chul Soo berusaha mencobanya tapi tidak ada suara yang keluar. Ia malah menatap Su Ni. Su Ni jadi salah tingkah dan menyuruh Chul Soo terus menulis. Perhatian Chul Soo teralih pada gitar di dekat meja.
Su Ni mengambil gitar lalu memainkannya sambil menyanyi. Ia berkata ini lagu buatannya sendiri jadi Chul Soo jangan menertawakannya. Bagaimana bisa Chul Soo menertawakan Su Ni? Baginya suara Su Ni adalah suara paling merdu yang pernah ia dengar. Ia terpesona mendengar alunan suara musik dan nyanyian Su Ni. Tatapannya terus terpaku pada Su Ni.
Setelah Su Ni menyanyi, Chul Soo mendekat. Ia lalu mengelus kepala Su Ni dengan lembut, seakan memuji Su Ni. Su Ni berdehem dan wajahnya memerah.
Terlepon berdering, buru-buru Su Ni mengangkatnya. Ternyata itu dari kantor daerah yang memberitahu ada fasilitas terpercaya untuk Chul Soo, tapi bukan di panti asuhan. Ia hendak membawa Chul Soo ke sana.
“Tidak ada anak semacam itu,” kata Su Ni cepat. Lalu ia menutup telepon.
Ketika ia berbalik, ia melihat Chul Soo sedang mencari-cari sesuatu di balik sofa. Su Ni menebak Chul Soo menyembunyikan makanan lagi. Ia lalu mencium bau pakaian Chul Soo yang tidak pernah diganti dan membawanya ke lemari pakaian.
Su Ni mencari-cari baju yang cocok untuk Chul Soo. Ia melihat sebuah hanbok dan ide nakal terlintas di kepalanya.
Ia memakaikan hanbok itu pada Chul Soo lalu mendandaninya. Ia tak henti-hentinya tertawa sementara Chul Soo tetap berwajah polos. Astaga….wajah Joong Kiiiii >,<
Ibu Su Ni pulang. Su Ni terkejut. Ia tidak mau terlihat seperti ini di depan ibunya. Su Ni juga telah mendandani wajahnya sendiri. Ia menghentikan Chul Soo yang hendak membuka pintu dan menyuruhnya bersembunyi. Mereka tidak ketahuan oleh ibu Su Ni.
Su Ni memperingatkan agar Chul Soo tidak keluar sampai ia menyuruhnya keluar. Tapi belum sempat ia keluar, Sun Ja juga pulang. Su Ni kembali bersembunyi bersama Chul Soo. Bukan cuma itu, nenek Dong dan kedua cucunya juga datang.
Su Ni melihat mereka dari tempat persembunyiannya dengan panik. Ia takut ketahuan dan tidak tahu harus berapa lama bersembunyi di situ. Masalah lain adalah Chul Soo yang matanya tertuju pada ubi rebus yang sedang dimakan teman-temannya.
Dong Mi rupanya melihat Chul Soo. Ia berjalan ke arah tempat persembunyian Chul Soo sambil membawa ubi rebus. Chul Soo tersenyum melihatnya. Ia langsung melahap ubi pemberian Dong Mi.
Tiang pakaian yang menyembunyikan Su Ni dan Chul Soo pun roboh. Su Ni segera membalikkan tubuhnya menghadap tembok.
Ibu Su Ni dan yang lainnya terbengong-bengong melihat mereka. Su Ni tahu tidak ada gunanya menyembunyikan diri lagi. Ia membalikkan tubuhnya lalu dengan pura-pura tidak ada apapun ia pergi ke kamarnya dan meminta tidak diganggu. Ia lalu bergegas ke kamarnya karena sangat malu. Sementara Chul Soo langsung menyerbu ubi rebus.
Chul Soo duduk menatap pintu. Ia tidak menghiraukan ibu dan Sun Ja yang mondar-mandir. Ia hampir tertidur ketika pintu tiba-tiba terbuka. Serta merta ia kembali duduk dengan tegak. Rupanya sejak tadi ia menunggui Su Ni mandi.
Su Ni tersenyum lalu berjalan ke kamarnya. Ia tahu Chul Soo akan mengikutinya. Benar saja, Chul Soo terus mengikutinya. Su Ni tidak memperbolehkan Chul Soo masuk ke kamarnya dan menyuruhnya menunggu.
Dan itulah yang dilakukan Chul Soo. Ia membaringkan diri di lantai depan kamar tidur Su Ni. Su Ni menarik alas tidurnya ke dekat pintu lalu tidur. Seakan-akan mereka sedang tidur berdampingan.
Malam itu, Ji Tae yang mabuk masuk ke rumah Su Ni. Karena ia pemilik rumah, ia memiliki semua kuncinya. Ia naik ke lantai atas, menuju kamar Su Ni. Ia tak tahu kalau Chul Soo mengawasinya. Dan rupanya Su Ni juga telah mendengar kedatangan Ji Tae karena ia membuka pintu kamar sebelum Ji Tae membukanya dengan kunci yang dibawanya.
Su Ni mengajak Ji Tae berbicara di luar rumah karena tak mau membangunkan ibunya dan Sun Ja. Ia bertanya apa yang dilakukan Ji Tae malam-malam begini.
Ji Tae kesal karena Su Ni berbicara dengan bahasa banmal padanya. Ia berkata Su Ni tidak tahu berterima kasih. Ia lalu mengajak Su Ni pergi jalan-jalan bersamanya. Di mobil juga terdapat beberapa orang pemuda.
Su Ni tak mempedulikan ajakan Ji Tae dan membalikkan tubuhnya hendak kembali ke rumah. Tapi Ji Tae memegang tangan Su Ni dan tidak mau melepasnya. Chul Soo melihat itu dengan marah dan mulai menggeram.
“Chul Soo, tetap di sana,” kata Su Ni khawatir.
Ji Tae tertawa menyebalkan. Teman-temannya keluar dari mobil dan berjalan menghampiri mereka.
Chul Soo semakin marah. Matanya berkilat dan geramannya semakin keras.
“Bagaiamana kau bisa mengeluarkan suara seperti itu? Kau bahkan bukan anak anjing,” ejek Ji Tae.
Bukan ejekan itu yang membuat Chul Soo marah, tapi karena melihat Su Ni terancam. Su Ni berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Ji Tae. Ia menggigit tangan Ji Tae sekeras-kerasnya.
Ji Tae berteriak kesakitan dan menarik tangannya kuat-kuat hingga Su Ni terjatuh ke tanah. Melihat Su Ni terbaring di tanah, Chul Soo tak bisa menahan diri lagi.
Ia menggeram keras. Matanya Giginya taringnya memanjang, tumbuh bulu di sekujur tubuh dan wajahnya. Kukunya bertambah panjang, tulang-tulang di punggungnya bertonjolan. Astaga….ia beneran werewolf!!!
Ji Tae dan rekan-rekannya terkejut melihatnya. Demikian juga Su Ni.
Chul Soo menggeram keras, memperlihatkan gigi-gigi taringnya. Ji Tae dan teman-temannya ketakutan, mereka berusaha meraih alat apapun yang bisa digunakan sebagai senjata.
Tapi Chul Soo bukan lawan mereka. Ia bisa melempar orang. Tongkat besi yang diayunkan ke tubuhnya mlah jadi bengkok. Ia lalu mencekik salah satu teman Ji Tae dan mengangkatnya ke atas, kemudian melemparnya.
Ia berjalan menghampiri Su Ni. Su Ni meringkuk ketakutan. Tapi bukan mereka yang dihampiri Chul Soo. Ia kembali melempar teman Ji Tae ke mobil hingga kaca mobil pecah berhamburan.
Hanya tersisa Ji Tae. Ji Tae berteriak-teriak ketakutan agar Chul Soo tidak mendekat. Ia bahkan mengaku bersalah. Chul Soo mendekatinya lalu memasukkan tangannya ke mulut Ji Tae, mungkin hendak merobeknya.
“Tunggu!!” seru Su Ni.
Chul Soo terdiam. Matanya yang merah kembali hitam. Ia lalu berdiri menjauhi Ji Tae dan kembali menjadi manusia.
Su Ni menatapnya dengan khawatir. Hmm….apakah hubungan mereka akan berubah setelah peristiwa ini?
[Bersambung ke Bagian 3]