[Sinopsis Bagian 1 klik di sini]
Su Ha berjalan dengan hati riang di stasiun bawah tanah. Ia sudah menemukan orang yang dicarinya selama ini. Tapi ia menangkap sosok seseorang yang dikenalnya. Sung Bin.
Sung Bin duduk dengan sedih di stasiun. Awalnya Su Ha tidak mempedulikannya. Tapi tiba-tiba…
“Bagaimana ini bisa terjadi? Aku tidak melakukan kesalahan apapun. Mengapa mereka tidak mendengarku? Jika dituduh percobaan pembunuhan, aku pasti akan masuk penjara kan? Di penjara…. Apakah sebaiknya aku mati saja? Teman-teman…dan pengacara juga…tidak ada seorangpun yang percaya padaku. Apa gunanya aku hidup? Jika aku mati, apakah mereka akan percaya padaku? Apakah mereka akan menyesal karena tidak percaya padaku?”
Su Ha terkejut mendengar suara hati Sung Bin. Ia melihat Sung Bin berdiri dan melangkah pelan menuju rel kereta. Su Ha berteriak-teriak panik memanggil nama Sung Bin. Sung Bin melihat Su Ha.
“Diam di sana! Aku akan ke sana!” seru Su Ha.
“Apakah Su Ha percaya padaku? Tidak. Ia bahkan tidak tahu kalau aku pergi.”
“Go Sung Bin, jangan berani-berani! Diam di sana!”
Su Ha berlari menuju lintasan seberang (beda dengan di sini, ia tidak bisa langsung menyeberang rel kereta api begitu saja). Sung Bin berdiri dekat sekali dengan rel. Ia menanti kereta melintas di dekatnya dan siap menjatuhkan diri. Air mata terus mengalir di pipinya.
Untunglah Su Ha menangkapnya tepat saat kereta melintas. Ia mengguncang pundak Sung Bin.
“Kau gadis bodoh! Apa yang kaulakukan?!”
“Su Ha….Su Ha….” Sung Bin menangis tersedu-sedu.
Mereka bicara di taman. Sung Bin berterima kasih pada Su Ha. Su Ha pasti mendengar tentang dirinya.
“Apa kau juga berpikir aku mendorong Ssang Koo…bukan, Dong Hee?”
“Tidak.”
“Bohong. Ia berbohong agar aku tidak mati,” kata Sung Bin dalam hatinya.
Su Ha berkata ia benar-benar percaya pada Sung Bin. Ia bertanya apakah Sung Bin sudah menemui pengacara pembela. Sung Bin mengangguk. Akan lebih menyenangkan jika pengacaranya juga percaya padanya.
“Siapa pengacaramu?”
“Kenapa? Apa kau mau memukuli mereka untukku?”
“Jika bisa, aku akan melakukannya. Siapa?”
“Namanya Jang Hye Sung.”
Su Ha terkejut. Jang …Hye Sung??
Ia kembali ke apartemennya. Hmmm…aneh juga ya anak yatim piatu bisa punya apartemen bagus. Jadi pengen tahu selama ini bagaimana kehidupan Su Ha^^
Su Ha mengambil diarinya dan potongan artikel mengenai Hye Sung. Ia teringat perkataan Sung Bin tadi. Bahwa Hye Sung sama sekali tak percaya padanya. Bahkan Hye Sung menakut-nakutinya akan mendapat hukuman berat jika ia tidak mengaku bersalah. Hye Sung bahkan lebih menakutkan daripada penuntut.
Su Ha menatap foto Hye Sung. Ia berpikir ini pasti salah paham. Mungkin saja ada Jang Hye Sung yang lain. Hye Sung tidak akan melakukan hal seperti itu.
Saat Hye Sung tiba di kantor keesokan harinya, ia melihat Pengacara Shin sedang mempersiapkan Kwan Woo yang hendak maju sidang untuk pertama kalinya. Pengacara Shin berkali-kali mengingatkan Kwan Woo mengenai nasihatnya.
“Itulah sebabnya mereka dijuluki dua orang paling cerewet,” gumam Hye Sung.
Baru beberapa detik, terdengar Kwan Woo berseru memanggilnya. Ia mengajak Hye Sung menyaksikan sidangnya.
“Untuk apa?”
“Aku akan tunjukkan padamu. Betapa kuatnya seorang pengacara jika ia percaya pada terdakwa.”
Sidang dimulai. Kwan Woo menanyai terdakwa dengan bahasa isyarat. Terdakwa hidup bersama ibunya yang berusia 80 tahun. Dan untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama ibunya, terdakwa berusaha melakukan apapun.
Hye Sung terlihat duduk di kursi pengunjung sidang.
Terdakwa membenarkan perkataan Kwan Woo. Seberapa banyak ia bekerja, tetap uangnya tidak cukup. Itulah sebabnya ia mengambil uang itu, karena ia ingin hidup bersama ibunya. Terdakwa menjawab dengan bahasa isyarat dan wajah seakan hendak menangis. So far so good...
Tiba-tiba penuntut umum menyela. Ia berkata ibu terdakwa telah meninggal 7 tahun lalu. Kwan Woo terkejut.
“Apa ibu Anda telah meninggal?”
“Benar, tapi ia tetap hidup di hatiku.”
Gubrakk!!
Kwan Woo langung garuk-garuk kepala.
“Ketika Anda ditangkap, Anda dilecehkan oleh petugas polisi?”tanya Kwan Woo. “Karena itu Anda tidak punya pilihan selain mengacungkan pisau, iya kan?”
Penuntut kembali menyela. Polisi yang menangkap terdakawa semuanya adalah wanita. Rambut Kwan Woo makin kusut.
“Semuanya polisi wanita?” tanyanya pada terdakwa.
“Betul. Walau mereka wanita, tapi sama kuatnya dengan polisi pria.”
Hye Sung langsung pergi dari ruang sidang.
Tapi dasar Hye Sung. Setelah sidang selesai, ia malah mengejek Kwan Woo.
“Aku menikmati menonton sidangnya, Pengacara Cha. Berkat kau aku mempelajari banyak hal. Aku belajar betapa berbahayanya percaya membabi buta pada terdakwa. Aku juga melihat betapa seorang pengacara bisa begitu tidak efektif. Terima kasih.”
Untuk pertama kalinya Kwan Woo tidak bisa berkata-kata.
Setelah Hye Sung pergi, Kwan Woo bertanya-tanya mengapa Hye Sung menjalani hidupnya seperti itu. Sulit untuk tidak disumpahi orang jika hidup seperti itu. Pengacara Shin setuju, kepribadian Hye Sung memang buruk.
Kwan Woo tetap membela ahjumma terdakwa yang tadi dibelanya. Ahjumma itu benar-benar miskin, jadi mana mungkin ia berbohong. Pengacara Shin memberi isyarat agar Kwan Woo berhenti bicara. Ia menggelengkan kepala.
“Apa kau pikir jika mereka miskin maka mereka orang baik? Jika mereka miskin, maka mereka mendapat perlakuan tidak baik? Baiklah, anggap mereka miskin. Apa yang akan kaulakukan jika seorang yang bukan korban datang menemuimu?” (jika seorang yang bersalah menemui Kwan Woo)
Kwan Woo bingung.
“Orang-orang yang mencari pengacara umum adalah mereka yang mengambil uang dan nyawa orang lain. Tidak efektif membela mereka dan tidak ada yang berpikir para kriminal layak dibela. Tapi walau mereka kriminal, kita sebagai pengacara tetap harus membela mereka. Jadi bagaimana rencanamu untuk membela mereka?” tanya Pengacara Shin.
Tampaknya hal seperti itu tidak pernah muncul di pikiran Kwan Woong.
Su Ha menunggu Sung Bin di seberang gedung pengadilan. Sung Bin muncul dengan penampilan yang tidak biasanya. Ia berseragam rapi, berambut hitam, dan tidak bercat kuku.
“Apa kau benar-benar Go Sung Bin?” ledek Su Ha.
“Aku akan berusaha untuk tidak memaki hari ini,” kata Sung Bin.
Hye Sung menunggu lift bersama Kwan Woo dan Pengacara Shin. Dengan nada meledek, ia bertanya apakah Kwan Woo memiliki saran untuknya yang akan maju sidang sebentar lagi. Kwan Woo hanya bisa merengut.
Mereka masuk ke dalam lift. Hye Sung masuk terakhir. Alarm lift langsung menyala karena lift terlalu penuh. Pengacara Shin berkata bukankah ada aturan tak tertulis kalau orang yang terakhir masuk harus keluar jika lift penuh. Hye Sung berusaha tetap cuek. Pengacara Shin mendorong Hye Sung agar keluar dari lift.
“Pengacara Shin!” seru Hye Sung.
Pengacara Shin segera menutup pintu lift. Hye Sung menekan tombol lift sebelah. Seseorang juga hendak menekan tombol.
Mereka menoleh. Seteru lama bertemu kembali. Do Yeon vs Hye Sung.
“Hye Sung, mengapa kau di sini?”
“Bagaimana denganmu? Mengapa kau di sini?”
Tampaknya sudah menjadi kebiasaan mereka untuk saling bertanya lebih dulu tanpa langsung menjawab pertanyaan.
Awalnya mereka berbasa basi dengan sopan saling menanyakan pekerjaan masing-masing. Do Yeon berkata mudah-mudahan mereka bertemu di sidang suatu saat nanti. Hye Sung mengiyakan. Ia juga berharap begitu.
Siapa disangka kesempatan itu memang datang hari ini. Sung Bin tiba dan langsung menyapa keduanya. Keduanya langsung menyadari siapa lawan mereka di sidang hari ini. Su Ha melihat mereka.
Hye Sung menenangkan diri dengan membasuh wajahnya di toilet. Ia teringat pada fitnah dan perlakuan buruk yang ia dan ibunya terima beberapa tahun lalu. Suasana hatinya langsung memburuk saat iu juga.
Hye Sung menarik Sung Bin untuk berbicara. Su Ha mengikuti mereka.
“Hei, siapa dia yang mengikuti kita terus seperti permen karet?” tanya Hye Sung.
“Dia temanku,” jawab Sung Bin.
“Hei, permen karet. Suasana hatiku sedang tidak baik jadi diamlah di sini.”
Tapi Su Ha tetap mengikuti mereka, toh dia bukan permen karet ;p Hye Sung memberikan pada Sung Bin daftar pertanyaan yang akan ia tanyakan pada sidang nanti. Alu ia berubah pikiran , Sung Bin tidak perlu membaca pertanyaan itu.
“Pokoknya jawab “ya” untuk semua pertanyaan,” desak Hye Sung.
“Tidak mau. Aku tidak mendorongnya. Aku ingin mengatakan yang sebenarnya,” Sung Bin berkeras.
“Tidak. Pokoknya tidak. Kau lihat sendiri penuntut tadi, kan? Jika kau ketahuan bersalah oleh penuntut tadi, maka kau dan aku akan habis. Jika terjadi kesalahan, kau akan dituduh percobaan pembunuhan dan berbohong di pengadilan. Dan aku akan dipermalukan. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi. Jadi kau bersalah dan kau akan meintropeksi diri atas kesalahanmu. Jadi aku berharap keringanan hukuman. Itu adalah jalan terbaik. Apa kau mengerti?”
Su Ha yang mendengar sejak tadi mulai kesal. Ia meraih tangan Hye Sung dan menyuruh Sung Bin masuk. Ia hendak berbicara dengan Hye Sung.Hye Sung terkejut, tentu saja ia tidak mau berbicara dengan Su Ha. Su Ha langsung memanggulnya dan membawanya pergi.
Begitu Su Ha menurunkannya, Hye Sung langsung memarahinya habis-habisan. Ia berkata Su Ha bisa mendapat hukuman karena perbuatannya ini. Tapi Su Ha tidak mau membiarkan Hye Sung pergi.
“Sung Bin tidak bersalah,” ujarnya. “Kau harus membersihkan namanya.”
“Memangnya siapa kau? Apa kau tahu sesuatu mengenai kasus ini? Apa kau melihat TKP?”
“Aku teman sekelasnya. Sung Bin hendak membunuh dirinya sendiri kemarin setelah bertemu denganmu.”
“Jadi? Apa itu bukti?” tanya Hye Sung.
“Kau yang terburuk. Apa kau benar-benar seorang pengacara?”
“Memangnya kau anggap siapa dirimu? Di mana kau belajar sopan santun? Kau lebih muda dariku tapi kau tidak sopan, menculik dan menguliahiku,. Jika kau anak kecil, bersikaplah seperti anak kecil.”
“Jika kau pengacara, bersikaplah seperti pengacara. Bukankah seorang pengacara seharusnya mendengar apa yang dikatakan terdakwa? Apa bedanya kau dengan penuntut jika kau menyatakan mereka bersalah tanpa mau mendengar perkataan mereka?”
Hye Sung berkata tidak ada buktinya kalau Sung Bin tidak bersalah. Jadi apa yang harus ia lakukan? Su Ha boleh berdebat dengannya jika Su Ha memiliki bukti.
“Aku punya buktinya.”
“Apa?”
Su Ha menatap mata Hye Sung. Dan berikutnya ia sudah mengikuti kata-kata Hye Sung. Bukan membeo, tapi mengucapkan apa yang sedang dan akan dikatakan Hye Sung. Hye Sung terpana.
“Tidak mungkin,” ia mulai terlihat takut dan hendak menjauh dari Su Ha.
Su Ha memegang bahunya dan menatap matanya.
“Aku bisa membaca pikiran orang lain. Itulah buktiku.”
Hye Sung masih ketakutan. Ia tidak memperbolehkan Su Ha mendekatinya.
“Jangan melihatku seakan aku ini monster. Di dunia ini ada orang-orang yang ber-IQ 200 dan orang yang bisa berlari 100 meter dalam 9 detik. Menjadi spesial bukan berarti kau monster.”
Hye Sung mengamatinya.
“Ah...kekanakkan sekali. Aku bukan alien! Aku lahir di bumi!” sergah Su Ha setelah membaca pikiran Hye Sung. LOL^^
Hye Sung meminta Su Ha tidak membaca pikirannya lagi. Rasanya lebih mengerikan daripada pelecehan.
“Aku juga tidak ingin mendengar pikiran orang. Tapi apa yang harus kulakukan? Aku mendengar saat aku melihat mata mereka.”
Hye Sung langsung menutupi matanya, tidak mau melihat Su Ha. Ia bertanya-tanya apakah ia harus memanggil polisi. Su Ha meminta Hye Sung fokus untuk membuktikan bahwa Sung Bin tidak bersalah. Pikiran lebih jujur daripada perkataan. Ia mendengar pikiran Sung Bin bahwa ia tidak bersalah. Dan Hye Sung harus membuktikannya.
“Aku tidak bisa.”
“Apa kau benar-benar tidak akan membelanya?” ujar Su Ha kesal.
Hye Sung berkata ia tidak bisa membuktikan Su Ha bisa membaca pikiran orang lain. Ia tidak bisa membela Sung Bin atas dasar itu. Bagaimana membuktikan pada semua orang bahwa Su Ha bisa membaca pikiran orang lain? Bisa-bisa mereka dituduh gila dan diusir keluar.
Su Ha jadi teringat pada masa persidangan pembunuh ayahnya dulu. Semua orang menertawakan dan tidak mempercayainya saat ia mengaku bisa membaca pikiran orang lain.
Hye Sung berkata dan lagi walau mereka percaya pada kemampuan Su Ha, tapi bagaimana caranya membuktikan Su Ha memang mendengar pikiran Sung Bin bahwa Sung Bin tidak bersalah? Bagaimana jika Su Ha bohong?
“Aku tidak bohong.”
“Bagaimana aku bisa tahu? Orang lain tidak bisa membaca pikiranmu. Bagaimana kau membuktikan kau tidak berbohong di sidang? Karena itu buktimu tidak bisa diterima. Kemampuanmu hebat, tapi tidak berguna dalam situasi ini. Dalam persidangan, yang penting bagi pengacara bukanlah kebenaran, tapi apakah ada bukti atau tidak.”
Hye Sung berjalan pergi.
“Kebenaran! Kebenaran akan menang di sidang, bukan?” tanya Su ha frustrasi.
“Tentu saja tidak, bocah. Urutannya salah. Bukan kebenaran yang menang dalam persidangan. Tapi kemenangan lah yang menyatakan kebenaran dalam sidang.”
Hye Sung pergi meninggalkan Su Ha. Su Ha mengambil diarinya dari dalam tas lalu membuangnya.
Tapi tak berapa lama kemudian ia memungutnya kembali.
Hye Sung mempersiapkan diri di toilet. Ia bertanya-tanya bagaimana caranya Su Ha membaca pikiran orang. Tapi ia mengenyahkan pikiran itu.
“Mulai sekarang, pikirakan Do Yeon,” gumamnya.
“Apa yang kaupikirkan tentang aku?” tanya Do Yeon menghampiri Hye Sung.
Sudah 10 tahun sejak mereka terakhir bertemu.
“Apa kau ingat? Kau melarikan diri di depan pintu ruang sidang.”
“Begitukah?” tanya Do Yeon cuek.
“Ada banyak hal yang ingin kukatakan padamu jika kita bertemu lagi. Tapi aku tak ingat satupun sekarang. Aku tidak tahu kita akan bertemu seperti ini.”
“Benar, Pengacara dan penuntut.”
“Dunia ini kecil ddan lucu, bukan?” seloroh Hye Sung.
Ia keluar dari toilet diikuti Do Yeon. Do Yeon bertanya apa yang akan dilakukan Hye Sung dalam sidang hari ini.
“Apa kau akan mengajukan pernyataan tidak bersalah?”
“Tidak, ia menuliskan semuanya dengan jelas. Setelah membaca semua itu siapa yang akan berkata ia tidak bersalah?”
“Kenapa? Kau seharusnya mencobanya. Kurasa mungkin saja.”
“Aku tidak mau. Aku tidak mau dipermalukan di depan seseorang yang tidak kulihat selama 10 tahun.”
Do Yeon menatap Hye Sung. Sepertinya Su Ha membaca pikirannya.
“Ada kemiripan,” gumam Do Yeon.
“Siapa?” tanya Hye Sung.
“Tidak ada apa-apa. Sampai bertemu di persidangan.”
Hye Sung berbalik dan langsung menutup matanya dengan tangan saat melihat Su Ha. Su Ha bertanya siapa Do Yeon. Hye Sung berkata Su Ha tidak perlu tahu. Ia juga tidak mau bertemu Su Ha lagi.
“Apa itu peristiwa kembang api?” tanya Su Ha.
“Bagaimana kau bisa tahu?” tanya Hye Sung kaget.
“Aku tadi membaca pikiran orang itu.”
Hye Sung meminta Su Ha mengatakan apa yang dipikirkan Do Yeon tadi.
Tak berapa lama kemudian, Hakim Kim melihat Hye Sung berjalan memutari pintu putar.
“Sung Bin mirip denganmu. Mirip kau saat peristiwa kembang api 10 tahun lalu,” itulah isi pikiran Do Yeon yang didengar Su Ha. Dan sekarang Hye Sung memikirkannya sambil memutari pintu putar.
Hakim Kim dan dua rekannya melihatnya. Mereka mengenali Hye Sung sebagai orang yang diterima Hakim Kim karena ceritanya yang menyedihkan.
Tiba-tiba Hye Sung berteriak frustrasi sambil memaki dan menghentak-hentakkan kaki ke lantai. Hakim Kim beralasan waktu itu Hye Sung terlihat seorang yang baik, tidak gila seperti sekarang.
Sidang dimulai. Seluruh isi ruangan hening. Penuntut Seo Do Yeon menyatakan terdakwa (Sung Bin) selalu meneror korban. Dan terdakwa iri karena korban direkrut di jalan oleh agensi entertainment. Terdakwa mendorong korban yang sedang duduk di jendela. Akibatnya korban terbaring koma dan menderita patah tulang di berbagai tempat. Ia menuntut Sung Bin dengan tuduhan percobaan pembunuhan.
Hye Sung melirik Sung Bin yang gemetar.
“Kau…apa kau yakin ia tidak bersalah. Bisakah aku percaya padamu?” Hye Sung menatap Su Ha. Su Ha mendengar pikiran Hye Sung. Ia mengangguk.
Giliran Hye Sung. Ia menerima tuduhan penuntut atau tidak?
Hye Sung bangkit berdiri.
“Kami menolak semua tuduhan. Pembela mengajukan pernyataan tidak bersalah.”
Hakim Kim yang memimpin sidang garuk-garuk kepala. Hye Sung menatap Su Ha yang tersenyum.
Komentar:
Hye Sung memang berkepribadian buruk, tapi apakah ia pengacara yang buruk juga? Bagaimana caranya membuktikan Sung Bin tidak bersalah?
Su Ha memang kecewa dengan Hye Sung yang sekarang. Tapi ia teringat pada janjinya untuk melindungi Hye Sung dan sepertinya ia percaya jauh di dalam hatinya, Hye Sung adalah seorang yang baik.