Melihat Jae Yeol menyembunyikan hubungan mereka dari orang lain, Hae Soo jadi teringat pada perkataan kakaknya. Kakaknya mengatakan Jae Yeol adalah seorang playboy yang tidak akan terganggu meski putus dengan Hae Soo.
“Apakah begitu sulitnya mengatakan kalau kita berpacaran? Atau kau tidak mau mengatakannya karena telah berencana putus denganku?” tanyanya dengan nada menuduh.
Jae Yeol menatapnya.
“Putus denganmu?”
“Ya, putus denganku. Jika kau tidak berencana menikahiku maka suatu saat kita akan putus, bukan? Kenapa kau tidak menjawabku?”
“Apa yang bisa kukatakan lagi jika yang kaukatakan itu benar?” ujar Jae Yeol.
Lalu ia berkata sebaiknya Hae Soo berhati-hati bicara. “Apa yang baru saja kaukatakan mengenai putus, jangan berani-berani kau mengatakannya lagi.”
“Memangnya apa yang akan kau lakukan jika aku mengatakannya lagi?” tantang Hae Soo.
“Kau ingin tahu? Coba saja,” kata Jae Yeol dengan kemarahan di matanya. Lalu ia meminta Hae Soo membicarakan ini setelah acara radio selesai. Hae Soo mengangguk meski ia tidak yakin dapat tampil dengan baik karena ia tidak profesional seperti Jae Yeol.
Jae Yeol mendapat pesan dari Tae Yong yang menanyakan apakah nomor telepon Kang Woo yang diberikannya adalah nomor yang benar. Ia berkata ia sudah mencoba menelepon tapi itu bukan nomor telepon yang benar. Jae Yeol hanya menjawab bahwa itu nomor yang benar. Tae Yeong mencoba menelepon lagi tapi tetap saja itu bukan nomor terdaftar.
Ia menemui Sang Sook. Dalam surat Sang Sook pada Jae Yeol, disebutkan bahwa Sang Sook melihat seseorang seperti Jae Yeol melempar kerikil ke jendela kamarnya. Tae Yong ingin tahu cerita keseluruhannya dari Sang Sook.
Hae Soo dan Jae Yeol mengudara di radio. Hae Soo merekomendasikan film “Before Midnight” pada para pendengar. Jae Yeol berkata ia tidak menduganya. Dari seri “Before”, ada film Before Sunrise yang menceritakan semangat cinta pada usia 20-an, juga ada Before Sunset yang menceritakan ujian cinta dan patah hati karena cinta pada usia 30-an. Kenapa Hae Soo memilih Befor Midnight yang menceritakan masalah-masalah berat pasangan yang sudah menikah pada usia 40-an?
“Sepertinya kau masih single. Apa kau sudah menikah?” tanya Jae Yeol.
“Tidak, aku benar. Aku masih single,” jawab Hae Soo. Lalu ia menulis di kertas: “Hei, kau pintar berakting. Harusnya kau jadi aktor.”.
Jae Yeol bertanya mengapa Hae Soo memilih film tersebut. Karena adegan terakhirnya, jawab Hae Soo.
Jae Yeol menjelaskan pada para pendengarnya bahwa adegan terakhir yang dimaksud Hae Soo adalah inti dari keseluruhan film itu.
“Pasangan yang menikah itu berbaring di tempat tidur hanya dengan pakaian dalam. Dan mereka saling berumpah serapah dan saling memaki seakan-akan mereka musuh bebuyutan. Seperti dua orang yang tidak pernah saling mengenal sebelumnya.”
“Ya, itu adalah adegan di mana mereka benar-benar saling berhadapan, bukan?” kata Hae Soo dengan sedikit menyindir.
“Seperti kita sekarang?” tulis Jae Yeol di kertas. Hae Soo mencoret tulisan itu dengan kesal.
Ia berkata film Notting Hill dan film romcom pada umumnya memperlihatkan pemeran utama yang muda, cute, seksi, dan menyenangkan. Tapi yang lebih mengesankan baginya adalah jatuh cinta pada seseorang sebagaimana adanya. Apa yang kaulihat, itu yang kaudapat. Meski mereka banyak kekurangan, kacau, dan tua, namun mereka masih saling mencintai.
“Meski mungkin kau tidak tahu seperti apa rasanya,” sindir Hae Soo. Ia menyindir Jae Yeol mungkin tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta pada seseorang karena kepribadian orang itu, bukan karena kelebihan fisiknya.
“Aku tidak yakin aku mengerti,” sahut Jae Yeol. “Bagimu aku pasti terlihat seperti seorang playboy yang tidak tertarik pada hal-hal seperti pernikahan dan hubungan jangka panjang.”
Hae Soo membenarkan. Para kru radio malah senang karena pembicaraan keduanya tambah menarik. Jae Yeol berkata ia kecewa mendengarnya. Ia tidak tahu pendapat orang lain, tapi ia tidak merasa Hae Soo berpendapat seperti itu tentang dirinya sebagai seorang psikiater.
“Meski sebagai manusia kita berpikir bahwa kita bebas dan kita terus berubah, sebenarnya hal yang benar-benar mengendalikan kita adalah kebiasaan yang sudah melekat dalam diri kita.” Maksudnya sekali playboy ya tetap playboy ;p
“Jadi maksudmu, orang-orang yang terbiasa mengucapkan selamat tinggal tidak dipengaruhi oleh perpisahan.”
Tidak selalu, jawab Hae Soo, tapi biasanya seperti itu.
“Atau bisa juga sebaliknya,” kata Jae Yeol, “Ingin menetap dan menemukan sesuatu yang lebih dalam dan lebih bermakna karena mengucapkan kata perpisahan yang tak terhitung banyaknya. Sejujurnya, aku memiliki keingnan besar untuk berhenti berkelana dan menemukan sesuatu yang lebih bermakna.”
“Kau terdengar begitu tulus hingga aku hampir tertipu olehmu,” tulis Hae Soo.
Saat break, Jae Yeol bertanya apakah Hae Soo marah karena tidak memberitahu orang lain kalau mereka berpacaran. Ia berkata ia tidak suka berkoar-koar tentang kehidupan cintanya, dan lagi bukankah Hae Soo yang pernah mengatakan agar ia tidak mengeluarkan uang karena mereka tidak akan menikah. Ia hanya bersikap pengertian.
“Apanya yang pengertian? Kau berbicara seakan kau berpikir untuk menikahiku atau semacamnya.”
“Kau yang aneh karena tidak memiliki pikiran itu (untuk menikah). Kita bukan anak-anak dan usia kita lebih dari 30 tahun. Akhirnya kau bertemu dengan seseorang yang pantas hingga membuatmu ingin menjalani jangka panjang bahkan selangkah lebih jauh ke pernikahan, apa kau tidak berpikir begitu?”
Hae Soo memberi isyarat agar Jae Yeol memelankan suaranya, takut terdengar orang lain. Lah tadi dia marah karena Jae Yeol menyembunyikan hubungan mereka dan sekarang menyuruh Jae Yeol memelankan suara supaya tidak ketahuan orang lain? Benar-benar wanita aneh…
“Kalau seperti ini, bisa-bisa akhirnya berujung pada lamaran,” gurau Hae Soo. Ia berkata ia bukan tipe orang yang menikah.
Jae Yeol bingung, kalau begitu kenapa Hae Soo tersenyum jika tidak suka memikirkan pernikahan. Hae Soo berkata baginya sudah cukup Jae Yeol menganggapnya layak untuk dinikahi.
“Kenapa kau ini begitu bertolak belakang?” tanya Jae Yeol.
“Karena begitulah aku.”
Jae Yeol menyerah. “Mari kita tetap saling mencintai dan meneruskan acara ini.”
Jae Yeol mengakhiri acara radionya dengan mengatakan bahwa masih ada harapan bagi mereka yang telah melalui banyak perpisahan, termasuk dirinya.
Hae Soo menaruh jarinya di paha Jae Yeol, sebagai isyarat agar Jae Yeol menggenggam tangannya. Jae Yeol menggenggam tangan Hae Soo.
Hae Soo menambahkan bahwa banyak orang yang berkata mereka tidak punya pilihan lain selain tetap bersama karena sudah menikah dan memiliki anak. Menurutnya yang lebih dari itu adalah karena tak terhitung banyaknya kenangan yang telah mereka lalui bersama hingga mereka bisa berbaikan.
“Aku juga ingin menemukan seseorang untuk membangun kenangan tak terhitung banyaknya bersama-sama,” tutup Jae Yeol sambil menatap Hae Soo. Hae Soo tersenyum. Mereka terus berpegangan tangan.
Sang Sook menceritakan bahwa ia membuka jendela setelah mendengar kaca jendelanya dilempar. Awalnya ia tidak yakin siapa orang yang berada di luar rumahnya. Ia melihat Jae Yeol berbicara sendirian memperkenalkan Kang Woo seakan Kang Woo ada di sebelahnya.
“Aku tidak mengenal Kang Woo jadi aku tidak tahu siapa yang ia bicarakan. Tapi setelah kulihat lagi, sepertinya ia sangat mirip dengan Jae Yeol. Aku pernah melihatnya di beberapa acara TV jadi aku tahu ia seperti apa. Tapi anehnya aku ingat ia berbicara seakan ada seseorang berdiri di sebelahnya. Apakah itu memang Jae Yeol?” tanya Sang Sook.
Tae Yong menanyakan pakaian yang dikenakan orang itu malam itu. Kemeja kungin, jawab Sang Sook. Tae Yong berbohong bahwa itu bukan Jae Yeol karena Jae Yeol selalu memakai jas. Mungkin ia berbohong agar kondisi Jae Yeol tidak tersebar di luar. Sebenarnya ia tahu jelas bahwa itu adalah Jae Yeol, dan satu-satunya orang yang bisa ia minta tolong adalah Dong Min.
Dong Min sedang mengadakan sesi terapi kelompok pengendalian amarah bersama beberapa pasiennya, termasuk Soo Kwang (entah ia memang ikutan atau ikut meramaikan^^). Nama mereka disamarkan dengan nama benda, seperti apel, awan, payung, dll.
Seorang pria, Tuan Apel, curhat ia terbiasa menggunakan tinjunya dan untuk pertama kalinya dalam sebulan ia meninju anjing untuk mengajarnya karena sudah mengunyah sofa. Sejak itu istrinya terus menerus berkata bahwa ia bukan manusia dan meminta bercerai.
Soo Kwang berkata istri Tuan Apel yang salah. Ini pertama kalinya Tuan Apel menggunakan tinjunya lagi setelah sebulan (biasanya tiap hari), jadi sudah ada kemajuan. Bukankah suami seharusnya lebih penting dari anjing?
“Dan lagi kenapa anjing itu mengunyah sofa?”
“Karena itu seekor anjing!” sergah seorang ahjumma. “Dan seekor anjing tidak tahu mana yang benar.”
Ahjumma itu lalu memarahi seorang peserta wanita yang terus menangis. Pasien lain, seprang pemuda gugup, membela bahwa wanita itu sedang sedih. Bukankah ahjumma itu juga terus menangis saat pertama ikut terapi? Tuan Apel ikut-ikutan memarahi si ahjumma karena terus menerus memarahi orang lain. Apa ahjumma itu datang untuk berkelahi? Si ahjumma marah karena merasa dikeroyok.
“Kita hanya membicarakan seekor anjing, jadi kenapa kalian berdua bertengkar?” Soo Kwang menengahi. “Mari kita bicarakan anjing lagi.”
Tapi semua orang terlanjur emosi. Sebelum keadaan bertambah panas, Dong Min membunyikan bel. Semua orang langsung memejamkan mata menenangkan diri.
Dong Min mengingatkan bahwa terapi kelompok dimaksudkan agar mereka bisa saling mengerti satu sama lain. Tapi tidak mudah untuk mengerti satu sama lain.
“Itu sebabnya sejak awal aku sudah memberitahu kalian agar mendengar dengan tenang saat kalian sulit untuk mengerti orang lain. Dan ada satu hal yang sepertinya kalian lupa. Saat kita berusaha pengertian, kita harus mementingkan orang lain terlebih dulu. Mereka yang tidak hadir di sini bersama kita, seperti pasangan, keluarga, kekasih, dan….anjing itu juga (pffft…). Tidak harus saat ini juga, tapi saat kalian berjalan pulang kalian akan berusaha saling mengerti satu sama lain. Jangan lupa setiap orang di ruangan ini selalu lebih utama.”
Si ahjumma meminta maaf pada Tuan Apel. Ia tadi marah karena ia sangat menyukai anjing.
Dong Min menghibur Tuan Apel. Soo Kwang memegang tangannya untuk menguatkannya. Tuan Apel mulai menangis. Ia meminta Dong Min menolongnya karena ia tidak mau bercerai. Ia ingin memperbaiki temperamennya. Dong Min berkata jika Tuan Apel sungguh-sungguh ingin memperbaiki temperamennya, maka perceraian itu bisa dihindari. Sesi terapi pun dilanjutkan.
Setelah sesi terapi itu, Tae Yong mengantar Dong Min ke suatu tempat. Dalam perjalanan Tae Yong menceritakan tentang Jae Yeol, tapi tidak menyebutkan kalau itu Jae Yeol. Ia berkata temannya berbicara tentang seseorang padahal orang itu tidak ada. Dan juga berkelahi dengan dirinya sendiri seakan berkelahi dengan orang lain. Tapi di luar itu ia sangat normal.
Ia bertanya apakah mungkin orang yang sebenarnya sakit jiwa berperilaku normal setiap hari seperti layaknya orang normal. Tentu saja mungkin, kata Dong Min. Tae Yong bertanya apakah itu penyakit mematikan.
“Tidak mematikan. Meski aku tidak tahu apakah bisa disembuhkan atau tidak. Secara mengejutkan, itu adalah penyakit yang umum. Tapi aku tidak bisa memastikan hanya dengan mendengar apa yang kaukatakan padaku. Sepertinya ia perlu memeriksakan diri di rumah sakit.”
Dong Min turun dari mobil karena ia sudah terlambat dengan janji temunya. Tae Yong menelepon ibu Jae Yeol dan berkata akan mengunjunginya.
Rupanya Dong Min pergi untuk menemui mantan pengacara Jae Beom bersama Choi Ho. Tapi saat ia tiba, ia melihat Choi Ho sedang membujuk Pengacara Kang (yang sekarang adalah Profesor/dosen) agar tidak pergi. Pengacara Kang berkata tidak ada lagi yang bisa ia katakan pada Choi Ho. Meski Choi Ho membujuknya berkali-kali, Pengacara Kang tetap pergi.
Choi Ho memberitahu Dong Min kalau Pengacara Kang tidak mau membicarakan kasus Jae Beom. Dong Min marah-marah untuk apa Pengacara Kang datang kalau tidak mau bicara, menyia-nyiakan waktunya saja. Choi Ho mengakui ia tidak memberitahu Pengacara Kang sebelumnya kalau mereka akan membicarakan kasus Jae Beom.
Alasannya adalah karena Pengacara Kang berhenti menjadi pengacara dan beralih profesi menjadi pengajar setelah kasus Jae Beom.
“Beliau juga mengatakan bahwa putusan kasus itu omong kosong. Baik Jae Beom maupun Jae Yeol tidak bersalah atas kejahatan itu. Dan penjahat sebenarnya adalah orang lain.”
Dong Min terkejut mendengarnya. Orang lain??
Hae Soo dan Jae Yeol pergi berbelanja di supermarket. Hae Soo menanyakan pendapat Jae Yeol mengenai barang-barang yang hendak dibelinya, seperti saus, jus, dll. Tapi ia selalu memilih barang berlawanan dengan apa yang dipilih Jae Yeol. Jae Yeol pasang tampang “buat apa nanya kalau begituuuu…”
Ia bertanya apa Hae Soo benar-benar tidak berniat menikah. Hae Soo berkata ia masih baru dalam menjalin hubungan dan ia sudah cukup senang, jadi ia meminta Jae Yeol berhenti membicarakan pernikahan. Apa Jae Yeol juga seperti ini dengan wanita lain?
Jae Yeol jadi kesal. Ia meminta Hae Soo tidak mengungkit wanita lain lagi. Apa Hae Soo tidak punya etika? Apa Hae Soo merasa bisa bersikap seperti ini karena ia pria pertama baginya?
“Kalau begitu carilah orang lain. Tapi jika kau tidak akan melakukannya, maka diamlah.”
“Apa aku sebaiknya mencari orang lain?” ledek Hae Soo. Jae Yeol masih kesal dan tidak mengatakan apapun.
Hae Soo tiba-tiba mencium Jae Yeol. Jae Yeol terkejut karena Hae Soo melakukannya di tempat umum. Tapi Hae Soo berpendapat itu menyenangkan. Jae Yeol mau tidak mau tersenyum, speechless dengan wanita tak terduga seperti Hae Soo.
Mereka melanjutkan percakapan mereka di halaman rumah. Duh itu halamannya nyaman banget kayanya….tapi kalau di sini pasti banyak nyamuk >,<
Mereka membicarakan bayi. Hae Soo hanya ingin satu anak tapi secara mengejutkan Jae Yeol ingin 3 anak.
“Haei, punya 3 anak berarti akhir kehidupan seorang wanita. Apa kau tidak berpikir kau terlalu egois. Bukan kau yang akan membesarkan anak-anak itu.”
“Aku besar tanpa seorang ayah. Jadi impianku adalah membesarkan anak-anakku sendiri. Aku bahkan belajar mengurus bayi dari internet.”
Hae Soo berpendapat 3 anak tetap saja terlalu banyak. Apalagi bagi wanita yang memiliki karir. Jae Yeol berkata istrinya tidak bisa tetap berkarir, dan hanya menjadi ibu rumah tangga.
Hae Soo melotot.
Jae Yeol menjelaskan bahwa ia sedang membicarakan situasi ideal. Bukankah Hae Soo yang menanyakan seperti apa pernikahan ideal bagi Jae Yeol? Hae Soo membenarkan dan membiarkan Jae Yeol melanjutkan.
“Setelah menikah, aku ingin memiliki kantor di luar rumah. Begitu aku pulang dari kantor, istriku sudah menunggu dengan makanan hangat di atas meja. Hanya itu yang harus istriku lakukan. Setelah makan malam bersama, aku akan mencuci piring. Lalu istriku…..” Ideal banget sih….terlalu ideal….
“Ia akan terlihat lelah dengan perut besar dan berceloteh soal mengurus anak, kan? Satu bayi di punggung, dan dua masing-masing di tangannya. Aku yakin ia akan menangis karena depresi mengurus bayi-bayinya sambil memelototimu dengan penuh kemarahan.”
Jae Yeol berkata hal itu tidak akan terjadi karena tiga anaknya akan dilahirkan dengan jarak 3 tahun. Jadi pada saat anak mereka tiga, dua anak sebelumnya sudah besar dan bisa bermain sendiri di kamar. Istrinya hanya perlu mengurus 1 bayi.
“Ah, tidak mungkin aku menjadi istrimu. Jika anak-anak itu berjarak 3 tahun, maka aku akan melahirkan bayi sampai aku berusia 40 tahun bahkan jika aku mulai memilikinya sekarang. Ah, tidak bisa. Tidak mungkin aku bisa melakukannya.”
“Benar juga. Kenapa kau begitu tua?” ledek Jae Yeol. Hae Soo tertawa.
Sekarang giliran Hae Soo. Ia berkata ia tidak suka pria profesional seperti Jae Yeol. Terlalu melelahkan. Ia lebih suka pria yang tinggal di rumah dan mengurus rumah juga. Dengan begitu ia bisa keluar dan mencari uang yang cukup untuk mereka berdua. Ia juga tidak peduli dengan pria kaya.
Jae Yeol menutup mata Hae Soo dengan tangannya dan menyuruh Hae Soo membayangkan suaminya nanti memakai celemek menelepon dan mencerewetinya agar cepat pulang karena makan malam sudah siap di meja. Hae Soo menggeleng.
“Aku sempurna untukmu. Kau sangat perhitungan dengan uangmu jadi kau tidak akan suka pengusaha karena kau akan takut mereka menghabiskan uangmu. Kau tidak akan suka pegawai sipil karena mereka terlalu stabil dan kau akan bosan. Kau juga tidak akan suka pria karir karena terus menerus mengkhawatirkan kenaikan jabatan. Kau tidak akan suka guru karena mereka tahu semuanya. Kau tidak akan suka musisi karena kau tidak akan suka musik mereka. Dan kau tidak akan suka seniman karena cat mereka akan terciprat ke mana-mana. Aku sempurna untukmu.”
Hae Soo menggeleng sambil tertawa membayangkannya.
“Tapi aku tidak mau menikah.”
“Aku belum memintamu untuk menikah denganku. Tapi aku masih sempurna untukmu.”
Jae Yeol mengajak Hae Soo masuk karena ia harus berkemas. Hae Soo mengancam jika Jae Yeol pindah dari kamar itu, ia akan mencari yang lebih keren dari Jae Yeol untuk pindah ke sana.
“Menemukan pria seperti itu tidak akan mudah,” balas Jae Yeol.
Hae Soo mengambil selang dan menyemprot Jae Yeol. Jae Yeol hendak merebut selang dari Hae Soo, tapi malah mengenai Soo Kwang yang baru pulang. Akhirnya mereka bertiga main air sambil tertawa-tawa gembira. Sigh…..seandainya mereka bisa terus seperti ini :(
Keesokan paginya, Jae Yeol sudah siap pindah. Ia memasukkan barang-barangnya ke mobil. Ia kembali ke halaman untuk berpamitan. Hanya ada Soo Kwang dan Dong Min, Hae Soo tidak terlihat.
Soo Kwang meminta Dong Min memasang iklan untuk penyewa baru. Ia ingin teman serumah wanita cantik. Dong Min berkata tidak semua barang Jae Yeol dipindahkan. Soo Kwang berkata itu alasan yang bagus, apa Jae Yeol takut Hae Soo berselingkuh dengan pria lain hingga tetap meninggalkan barangnya di rumah mereka?
Jae Yeol meminta waktu lebih untuk menangani Hae Soo, setelah itu Soo Kwang boleh mendapat teman serumah wanita. Dong Min tertawa. Ia berkata hanya Jae Yeol yang bisa mentolerir Hae Soo. Siapa lagi yang bisa bersabar dengan temperamennya itu?
“Kau, Soo Kwang, dan aku tahu itu, tapi Hae Soo tidak menyadarinya. Jadi aku akan membiarkannya,” kata Jae Yeol.
Soo Kwang bertanya kenapa Hae Soo tidak keluar mengantar kepergian Jae Yeol. Dong Min berkata Hae Soo sudah pergi kerja. Tadi pagi ia melihat Hae Soo berkeliaran seperti zombie dengan rambut berantakan.Jae Yeol tersenyum.
Ia akan pergi sekarang untuk menghindari kemacetan. Dong Min setuju, perpisahan yang pendak dan manis. Jae Yeol melihat rumah itu lagi sebelum pergi.
Soo Kwang malah tampak tak rela Jae Yeol pergi. Ia memperlihatkan ponselnya pada Jae Yeol. Rupanya ada foto Soo Kwang yang dikirimkan Seo Nyeo berikut kata-kata bahwa ia mulai menyukai Soo Kwang dan ingin berpacaran dengan Soo Kwang. Ia berkata tidak akan mendua dan hanya akan berpacaran dengan Soo Kwang.
Soo Kwang berterima kasih. Ini semua berkat Jae Yeol. Mereka hi-five.
“Tapi, pepatah mengatakan orang yang mencintai lebih adalah orang yang lebih lemah. Aku tidak ingin menjadi yang lebih lemah kali ini. Apa kau tahu bagaimana aku bisa menjadi yang lebih kuat?” tanya Soo Kwang.
“Kau tidak menjadi yang lebih lemah karena kau mencintai lebih. Kau menjadi lebih lemah karena hatimu tidak bebas. Bukan menginginkan balasan cinta sebanyak yang kau berikan, tapi mengetahui bahwa kau bisa mencintai sudah cukup untuk membuatmu bahagia. Itulah yang disebut hati yang bebas.” Daleeeem bro XD
Soo Kwang memeluk Jae Yeol dan pergi dengan gembira. Jae Yeol tertawa lalu masuk dalam mobilnya. Ia melihat spion dan terkejut.
Dong Min berdiri di tengah kamar Jae Yeol. Ia ingat Hae Soo memberitahunya bahwa kunci obsesi Jae Yeol tersembunyi pada lukisan di kamar mandinya. Dan juga Jae Yeol tidak bisa tidur kecuali di kamar mandi.
Dong Min melihat kamar mandi Jae Yeol tidak terkunci. Ia masuk dan melihat bathtub Jae Yeol yang berisi bantal dan selimut, juga lukisan unta di dinding.
Jae Yeol menoleh ke kursi belakang. Hae Soo tersenyum lalu duduk. Rupanya ia bersembunyi di kursi belakang. Lalu Hae Soo menutupi wajahnya dengan ponsel. Di ponselnya muncul tulisan-tulisan berisi pesannya untuk Jae Yeol.
“Apa yang harus dilakukan Jae Yeol setelah pindah.
1. Melihat Ji Hae Soo setiap Jumat.
2. Makan tepat waktu
3. Tidak tidur di kursi tapi di bathtub
Aku malu mengakuinya, tapi kepindahanmu membuatku sedih. Dan aku merasa akan menangis. Karena itu aku mengatakannya melalui pesan ini. Selamat Tinggal..”
Hae Soo menurunkan ponselnya. Ia menangis. Mata Jae Yeol berkaca-kaca. Ia tersenyum sambil mengusap pipi Hae Soo. “Pergilah…” katanya pelan.
Hae Soo mengangguk dan keluar dari mobil Jae Yeol dengan sedih.
Jae Yeol menjalankan mobilnya pelan-pelan mengikuti Hae Soo. Namun saat di tikungan, ia tiba-tiba melihat Kang Woo bersepeda dari belokan dan hampir menabraknya. Jae Yeol membanting setir tapi malah hampir menabrak Hae Soo.
Hae Soo menoleh. Ia hendak menghindar dan terjatuh. Tepat saat itu mobil Jae Yeol membelok menjauhinya. Dan menabrak tembok.
“Jang Jae Yeol!!!” seru Hae Soo panik.
Komentar:
Hae Soo dan Jae Yeol masih bertengkar dan dengan cepat mereka berbaikan. Aku senang karena dalam drama ini….mereka berbicara. Benar-benar berbicara^^ And they’re so sweet too…
Setiap kesalahpahaman yang timbul selalu dibicarakan dengan apa adanya dan penuh kejujuran hingga tidak perlu waktu lama untuk berbaikan kembali. Itu pula yang membuat mereka makin mengenal satu sama lain dan makin mengerti.
Seperti percakapan mereka mengenai pernikahan. Jae Yeol selalu mengejutkan karena di balik pembawaannya yang cool dan perlente, ia ternyata seorang yang konservatif. Mungkin dilatarbelakangi keluarga yang broken, ia memimpikan keluarga ideal seperti di iklan-iklan TV.
Sementara Hae Soo yang seorang psikiater, sudah melihat begitu banyak masalah dalam hidup manusia, termasuk dalam keluarga. Ia tahu betul keluarga yang sebenarnya tidaklah seperti yang digambarkan dalam iklan TV atau film-film romcom. Ia jauh lebih realistis dibandingkan Jae Yeol. Tapi itu juga yang membuatnya menjauhi pernikahan.
Sayangnya walau hubungan mereka semakin dalam, tapi mereka berdua seperti bergerak di atas lapisan es yang sewaktu-waktu akan retak dan menenggelamkan mereka berdua. Apakah Hae Soo akan cukup kuat untuk mengangkat Jae Yeol agar tidak jatuh tenggelam? Atau ia akan ikut tenggelam?
Wahhhhhh...cepet banget sinopsisnya,Mbak Fanny memang the best.
BalasHapusBener- bener si Hae Soo nih,tingkah lakunya bikin gemess..mess..messs....!!!!
Coba aja lihat ekspresi mukanya Jae Yeol pas habis kena cium si Hae Soo waktu belanja di supermarket....sumpah lucuuuuuuu banget...!
kalau aku suka waktu di taman. Waktu Jae Yeol mendaftar tipe-tipe pria yang ngga bakalan disukai Hae Soo^^ Wajahnya deket banget sama Hae Soo XD
HapusSetuju! Setuju! Setuju BANGET mba Fanny .
HapusAku juga suka BANGET bagian itu ..
Sweet abis .. :)
Bak fanny expreess..gak kebayang wife and. Mom's yang. Kesibukannya seabrek (pastinya) ttp tetep konsern nulis kyak bak fanny..daebak.saya pernah komen di blognya bak muzy..bahwa penghianatan,tuduhan palsu, kesaksian palsu mungkin jae bom dan jae yul...sebenarnya.lakukan untuk melindungi...IBU,coz kayaknya. Mulai ada benarnya tuh(sok tau aku), karena dong min pun...mulai ke arah sana,ada scene entah itu ada di ngatan Siapa aku lupa...di cermin setelah insiden penusukan,bayangan Ibu yg sedang memegang korek atau kertas utk menyalakan api..(tebakanku saja sih).kurasa itu sebuah clue...bagaimanapun...trimakasih bak fanny.
BalasHapustebakan yang tepat hehe^^
HapusMantApppppppppppp, thankkss bgt sinopsisnya cepat bgtt
BalasHapusMantApppppppppppp, thankkss bgt sinopsisnya cepat bgtt
BalasHapuspelakunya orang lain? duuh makin puyeng gara2 drama ini?
BalasHapusjgn2 ayah tirinya yg ngerencanain pembunuhan itu supaya Jang's Family tidak bahagia.
Ada yang tau 2 judul lagu yg di nyanyi'in cewek sama cowok tapi yg pake bhs inggris?
BalasHapus