Jae Yeol turun dari taksi dan melambaikan tangan pada Hae Soo yang sedang menunggunya di halte bus seberang jalan. Sayangnya, Hae Soo tidak melihat ke arahnya.
Jae Beom menghantam punggung Jae Yeol dengan sebatang sebatang kayu. Jae Yeol jatuh berlutut. Jae Beom memegangi Jae Yeol lalu menghunjamkan suntikan ke leher Jae Yeol.
Jae Yeol melihat ke arah Hae Soo. Tapi saat Hae Soo menoleh, pandangannya terhalang oleh mobil yang melintas. Jae Beom menyeret Jae Yeol ke balik tanaman. Hae Soo menelepon Jae Yeol tapi Jae Yeol tidak bisa mengangkat teleponnya. Jae Beom terus menyeret Jae Yeol hingga ke tempat agak sepi.
Jae Beom memasukkan seluruh isi suntikan ke leher Jae Yeol. Lalu ia memaksa Jae Yeol melihat ke arahnya.
“Halo adikku yang sukses. Ini kakakmu.”
Jae Yeol tidak melawan ketika kakaknya mulai menyiksanya dengan menusukkan jarum suntikan berkali-kali ke berbagai bagian tubuh tubuhnya. Belum puas. Jae Beom menendangi dan menginjak-injak Jae Yeol yang jatuh terkapar.
“Bagaimana rasanya? Mengingatkanmu pada masa lalu, bukan?” ujar Jae Beom.
Jae Yeol teringat ketika dulu ia jugda disiksa kakaknya seperti ini. Kakaknya menginjaknya dan menendangnya dengan penuh kemarahan.
“Bagaimana rasanya kembali ke masa lalu, hah? Menyenangkan?” tanya Jae Beom sambil terus melampiaskan kemarahannya.
Jae Yeol ingat ia ditendangi kakaknya karena ia melarikan diri saat melihat kakaknya itu. Kakaknya menganggapnya tak patuh dan tidak menganggapnya kakak. Jae Beom saat itu menendanginya sambil menyuruhnya mati.
Jae Yeol berusaha bangkit berdiri. Jae Beom menerjangnya hingga mereka menabrak kaca etalase sebuah toko. Keduanya terjatuh di lantai toko. Ponsel Jae Yeol terlempar dari sakunya. Ponsel itu terus berdering. Dari Hae Soo.
Dong Min memeriksa suntikan dari kantungnya (suntikan yang diamankannya dari Jae Beom) dan suntikan dari lemarinya. Ternyata kedua suntikan itu berbeda. Dong Min kesal menyadari Jae Beom telah menukar suntikan itu saat ia sedang membawakan minuman.
Young Jin menghampiri Dong Min karena hendak menanyakan sesuatu. Tapi Dong Min sedang panik menelepon Tae Yong. Dalam kepanikannya, ia membentak Young Jin agar pegi dan bicara nanti saja. Terluka dengan sikap Dong Min, Young Jin pergi tanpa mengatakan apapun dan membanting pintu.
Jae Beom masih belum berhenti meski ia dan Jae Yeol terluka setelah menghantam kaca toko. Ia kembali mencekik Jae Yeol.
“Bagaimana keadaanmu setelah mengirimku ke penjara? Apa kau dan Ibu senang hidup hanya berdua saja? Tapi apakah aku benar-benar membunuhnya?” tanya Jae Beom. Ia bertanya-tanya kenapa Jae Yeol tidak menjawab sama sekali. Apa obat kejujuran itu dosisnya kurang?
“Tapi bagaimana pun juga aku sudah membusuk selama 13 tahun di penjara. Apa aku bilang saja bahwa aku pembunuhnya?”
Nyonya pemilik toko datang dan berteriak histeris melihat tokonya hancur berantakan. Jae Yeol seketika mengambil alih situasi. Ia berontak dari cekikan kakaknya dan bangkit berdiri, lalu menenangkan si pemilik toko. Ia berkata ia akan mengganti kerusakan tokonya dengan uang dan mereka hanya adik kakak yang sedang bertengkar.
“Kau dan Ibu berkomplot untuk mengenyahkan aku dan si brengsek, itu kan?” Jae Beom menghampiri Jae Yeol lagi. Entah ia menyadari kehadiran si pemilik toko atau tidak, ia terlalu terpaku pada Jae Yeol.
Jae Yeol meninju kakaknya lalu memeganginya. Si pemilik toko berteriak dan menyuruh orang memanggil polisi. Jae Yeol meminta kakaknya diam. Jika Jae Beom masuk penjara lagi, selamanya tidak akan bisa keluar.
Jae Yeol memohon agar pemilik toko tidak memanggil polisi, ia akan mengganti semua kerugian si pemilik toko. Jae Beom terlihat ketakutan. Ia memeluk Jae Yeol lalu ikut memohon pada si pemilik toko agar tidak memanggil polisi.
“Tolong jangan panggil polisi. Kami kakak adik. Aku bukan orang jahat. Adikku punya banyak uang dan ia akan memberi kompensasi. Adikku punya banyak uang. Maafkan kami. Kami akan memberimu uang. Kami akan memberimu uang.” Jae Beom terus memeluk Jae Yeol seperti anak kecil yang ketakutan.
Tae Yong menjemput mereka di toko tersebut. Ia sangat marah ketika melihat Jae Beom. Ia berkata Dong Min akan menelepon polisi dan menangkap Jae Beom jika Jae Beom terus berulah.
“Apa kau mau menghabiskan sisa hidupmu di penjara?”
Jae Beom memukul kening Tae Yong. Tae Yong balas menampar Jae Beom.
“Beraninya kau memukulku? Aku bersikap longgar padamu karena kau lebih tua,” kata Tae Yong.
Jae Yeol menghampiri mereka. Tae Yong khawatir melihat kondisi Jae Yeol yang babak belur. Aku tidak apa-apa, kata Jae Yeol.
“Hei, Jang Jae Beom,” tiba-tiba Dong Min datang dan memarahi Jae Beom karena membuat masalah saat masih menjalani hukuman. Tae Yong memeganginya untuk menenangkannya. Jae Yeol bingung melihat Dong Min mengenal kakaknya.
“Aku memberinya suntikan itu tapi ia masih belum bicara. Kenapa? Apa kau yakin itu serum kejujuran?”
“Bagaimana bisa aku mempercayaimu dengan serum itu?!” kata Dong Min marah.
“Kalau bukan, lalu itu apa?”
“Apalagi? Itu hanya air!” jawab Tae Yong. “Kak Dong Min sudah bisa menduga akan terjadi hal seperti ini.” Hehe…ternyata Dong Min tidak seceroboh yang kita kira^^ Tapi akibatnya kita masih belum tahu siapa yang sebenarnya membunuh ayah Jae Yeol ;p
Tae Yeong meminta maaf dan menjelaskan pada Jae Yeol bahwa ia yang meminta Dong Min menangani Jae Beom demi Jae Yeol dan ibunya. Jae Yeol tidak mengatakan apapun.
Jae Beom kesal karena merasa ditipu Dong Min. Dengan tegas Dong Min berkata akan memanggil polisi jika Jae Beom masih terus berbicara. Jae Beom berkata ia kira Dong Min adalah seorang dokter, tapi ternyata hanya seorang penjahat. Tae Yong meminta Jae Bom berhenti bicara. Jika Dong Min memanggil polisi maka berakhir sudah hidup Jae Beom.
“Baik maafkan aku. Kembalikan saja aku ke penjara. Sebentar lagi aku dibebaskan. Ini belum berakhir, Jae Yeol-ah. Begitu aku keluar dua bulan lagi, aku akan mengakhiri semuanya.”
Yae Yong membawa Jae Beom pergi.
Jae Yeol mengangkat telepon dari ibunya. Ia memberitahu ibunya bahwa ia sudah bertemu kakaknya namun mereka tidak bisa pergi ke rumah ibunya. Ibunya heran, kenapa tidak bisa? Jae Yeol beralasan mereka pergi minum-minum dengan Dong Min.
Ibunya berkata ia sudah menyiapkan banyak makanan (benar-benar banyak) bersama para tetangga seharian. Lau ia sadar dan bertanya apa telah terjadi sesuatu. Jae Yeol berkilah tidak ada yang terjadi. Jika terjadi sesuatu, bagaimana ia bisa mengangkat telepon seperti ini.
Ibunya tidak percaya begitu saja, tapi Jae Yeol tidak mau menjelaskan lagi dan meminta ibunya tidak bertanya apa-apa lagi. Ia akan menjelaskannya suatu saat nanti. Ibunya menyerah dan tidak bertanya lagi.
Dong Min mendengarkan selama Jae Yeol berbicara di telepon. Ia tahu Jae Yeol sedang menutupi insiden ini pada ibunya. Dan dengan begitu Jae Yeol tidak akan melaporkan insiden ini ke polisi. Tapi ia tidak setuju.
Ia berkata selama sebulan ia menangani Jae Beom, ia mendapati bahwa Jae Beom adalah orang yang berbahaya. Setiap kali merasa orang lain berbuat salah padanya, Jae Beom akan membalas tanpa ragu dan melakukan apapun untuk membalas dendam. Dong Min menyarankan agar Jae Yeol melapor pada polisi.
Tapi Jae Yeol tidak mau. Baginya sudah cukup dengan mengembalikan kakaknya ke penjara untuk saat ini. Dan lagi ini adalah urusan keluarga. Ia meminta Dong Min membiarkan kejadian ini.
Dong Min berkata bagaimana bisa ia membiarkannya. Jika ia tidak menduga akan terjadi hal seperti ini dan tidak menukar suntikan itu, apa yang akan terjadi pada Jae Yeol?
“Kau akan diseret ke sana kemari dalam keadaan tidak sadar seperti boneka. Bagaimana jika terjadi kecelakaan dan kau ditabrak? Kakakmu akan dituduh membunuh.”
Jae Yeol berkeras ia tidak apa-apa, jadi apa masalahnya? Ia berkata bukan saat ini ia memerlukan perhatian orang lain, tapi ketika ibunya dan ia yang berusia 16 tahun dipukuli ayah tirinya. Juga 14 tahun lalu ketika kakaknya dihukum selama 11 tahun penjara karena dianggap membunuh. Padahal itu tindakan pembelaan diri, dan kakaknya dihukum tanpa pemeriksaan kondisi kejiwaan hanya karena memiliki sejarah kejahatan dengan kekerasan. Bukan sekarang mereka membutuhkan bantuan, tapi belasan tahun lalu ketika semua itu terjadi.
Dong Min meminta Jae Yeol tiak melibatkan perasaan dalam hal ini karena Jae Beom jauh lebih berbahaya dari yang Jae Yeol pikirkan.
“Jika kakakku orang yang benar-benar berbahaya, ketika ia menusukku dengan garpu 3 tahun lalu, ia akan menusukku di leher bukan di bahu. Jika ia benar-benar berbahaya, ia akan menusukku dengan pisau dan bukannya dengan suntikan. Jika kakakku benar-benar berbahaya, ” Jae Yeol melihat ke dalam toko di mana kakaknya sedang asyik menikmati rotinya, dan menahan tangisnya, “ia tidak akan seperti anak kecil yang sedang memakan rotinya.”
Jae Yeol berkata kakaknya mungkin saja pendendam yang ingin membalas dendam pada adiknya yang bersaksi memberatkannya. Mungkin saja suatu saat nanti Jae Beom benar-benar akan menusuknya dengan pisau. Tapi ia tidak bisa membiarkan kakaknya dipenjara menyia-nyiakan hidup karena hal yang belum terjadi.
“Nanti…jika terjadi sesuatu seperti itu, maka aku akan meminta bantuanmu. Aku akan memintamu melaporkannya pada polisi.”
Dong Min tidak mendebat lagi. Tapi ia meminta Jae Yeol membiarkannya yang mengantar Jae Beom kembali ke penjara, dan ia ingin Jae Yeol menurut kali ini. Ia masuk ke dalam toko roti, sementara Jae Yeol pergi dengan hati yang masih diliputi kesedihan.
Hae Soo ditelepon oleh Hwan Hee. Rupanya Hwan Hee ingin menunjukkan lukisan muralnya pada Hae Soo. Ini adalah gambar pertama yang ia buat setelah berhenti menggambar alat kelamin. Dan ia ingin menunjukkannya pada Hae Soo. Itu adalah lukisan bunga.
“Kau boleh juga,” puji Hae Soo.
Hwan Hee berkata ia selalu ingat perkataan Hae Soo bahwa keinginan untuk sembuh lebih penting dari pengobatan. Setiap kali ia merasa gelisah, ia melampiaskannya dengan menggambar dan menari. Meski ia belum kembali ke sekolah dan belum bicara dengan ibunya, ia memakan obatnya dengan teratur dan menjalani terapi. Sekarang keadaannya cukup baik.
Hae Soo berkata ia iri pada Hwan Hee. Lalu ia curhat bahwa sebenarnya ia juga memiliki kegelisahan jika menyangkut soal cinta. Hari ini ia mengumpulkan keberanian untuk mengatasi kekurangannya itu.
“Aku mengirimkan sinyal pada seorang pria yang kukenal bahwa kami sebaiknya berkencan. Tapi pada akhirnya ia menolakku. Kau bisa mengatasi penyakitmu dengan keinginanmu dan kehendakmu sendiri. Tapi penyakitku hanya bisa sembuh jika orang lain merespon usahaku. Kesimpulannya, aku lebih parah dari kau.”
“Kenapa? Apa pria itu bilang ia tidak menyukaimu?”
Hae Soo berkata mereka sudah berjanji bertemu dan ia sudah menelepon, tapi tidak ada balasan.
“Kalau begitu, kenapa kau tidak mencoba hingga ia mengangkatnya? Tanyakan padanya mengapa ia tidak datang. Apa terhalang kemacetan? Apakah ia benar-benar menyukaimu? Tanyakan padanya.”
Hae Soo menggeleng, terlalu melukai harga dirinya.
“Kalau begitu teruslah hidup seperti itu. Kau tidak memiliki niat untuk berubah. Aku tidak melukis mural ini dalam semalam. Setiap kali menggambar, aku masih membayangkan alat kelamin. Tapi aku terus fokus dan bertekad untuk terus menggambar dan melukis.”
Hae Soo terkesan juga dengan kemajuan Hwan Hee. Ia mendapat pesan dari kakaknya agar meminta maaf pada ibu mereka. Hae Soo menghela nafas panjang.
Yoon Soo juga meminta Hae Soo mengirimkan foto-foto piknik mereka pada Jae Yeol. Hae Soo melihat Jae Yeol bermain dengan keponakannya dan ayahnya. Ia tersenyum dan memutuskan untuk mencoba lagi.
Sebelum pergi ia berkata pada Hwan Hee agar berhenti menyombong karena gambarnya masih aneh dan Hwan Hee belum benar-benar sembuh.
Hae Soo menelepon Jae Yeol dan kali ini teleponnya diangkat. Ia tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.
“Teleponmu rupanya diangkat. Apa kau mau mati?”
“Kau terdengar menakutkan,” gurau Jae Yeol. Ia memberitahu Hae Soo kalau tadi ia bertemu kakaknya dan kakaknya memukulinya. Meski ia mengatakannya dengan ringan dan tersenyum, namun wajahnya seperti hendak menangis.
Tae Yong dan Dong Min dalam perjalanan mengantar Jae Beom. Jae Beom terus melihat kiri-kanan dengan antusias, seperti anak kecil yang sudah lama tidak diajak jalan-jalan.
Kilas balik:
Setelah Jae Beom menendangi dan menginjak-injak Jae Yeol saat mereka remaja, Jae Beom melepaskan sepatunya dan meninggalkannya untuk dipakai Jae Yeol. Ia sendiri pergi hanya dengan mengenakan kaus kaki. Sebenarnya ia menyayangi Jae Yeol.
Hae Soo menemui Jae Yeol. Melihat Jae Yeol dalam keadaan babak belur dan penuh luka, Hae Soo tidak mengatakan apapun. Ia meraih wajah Jae Yeol, lalu mendekapnya.
Jae Yeol tersenyum, dan akhirnya menangis tanpa suara. Hae Soo tidak mengatakan apapun, ia menepuk-nepuk pundak Jae Yeol sambil menahan tangisnya.
“Wah, aku tidak tahu kau juga memiliki sisi seperti ini,” Jae Yeol mencoba bercanda. Hae Soo terus mendekap Jae Yeol dan menepuk pundaknya.
Dong Min membiarkan Jae Beom keluar dari mobil untuk menghirup udara bebas sepuasnya. Tae Yong sempat protes karena khawatir Jae Beom akan melarikan diri, tapi Dong Min berkata Jae Beom bisa melarikan diri sejak tadi kalau memang berniat melarikan diri.
Jae Beom mulai berlari menikmati kebebasannya yang hanya sementara. Ia berteriak dan melompat sepuasnya. Dong Min tersenyum memikirkan perkataan Jae Yeol bahwa kakaknya sudah membunuhnya sejak dulu jika memang berniat membunuhnya.
Hae Soo tersenyum sambil berjalan mendekati Jae Yeol yang berjalan mundur di hadapannya. Jae Yeol berkata ia sedang dalam perjalanan menemui Hae Soo.
“Aku menjadi gugup dan bersemangat saat mendengar ponsel berdering 3 kali. Aku bahkan berpikir tidak bisa mengemudi jadi aku berlari mencari taksi.”
Hae Soo meminta Jae Yeol berjalan di sampingnya karena khawatir Jae Yeol akan terluka jika berjalan mundur seperti itu. Jae Yeol bertanya apa Hae Soo terkejut melihatnya dalam keadaan seperti ini.
Hae Soo menanyakan perasaan Jae Yeol saat ini. Dengan jujur, Jae Yeol mengakui ia sedikit malu memikirkan tanggapan Hae Soo atas keluarganya. Bagaimana jika kejadian malam ini membuat Hae Soo ketakutan dan pergi? Karena itu ia berharap Hae Soo tidak pergi ketakutan. Meski kakaknya seperti ini sekarang, ia masih berharap keluarganya bisa menemukan kebahagiaan setelah kakaknya keluar dari penjara.
Hae Soo tersenyum dan mengingatkan kalau ia seorang psikiater yang setiap hari bertemu dengan orang-orang yang bergumul dengan segala luka hati dan kesedihan mereka. Ia rasa apa yang terjadi dalam keluarga Jae Yeol bisa dialami oleh siapapun. Ia sudah membaca artikel-artikel berita mengenai Jae Yeol dan kakaknya dalam perjalanannya ke sini jadi Jae Yeol tidak perlu menjelaskan padanya jika tidak ingin.
“Kau benar-benar beruntung mendapatkan kekasihmu, bukan?”
“Kekasih?” tanya Jae Yeol.
“Ya, kekasih. Sejak kita memutuskan berpacaran, aku adalah kekasihmu, bukan? Kau baru saja bilang kau berlari ke sini karena ….”
Hae Soo tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Jae Yeol membungkamnya dengan ciuman.
Untuk sesaat Hae Soo terhanyut, tapi kegelisahannya mengambil alih dan ia menarik diri. Ia nampak gugup dan tidak tenang, lalu mengajak Jae Yeol pergi.
Jae Yeol merasa ada yang tak beres dengan keadaan Hae Soo. Ia menangkap Hae Soo yang hampir terjatuh karena sempoyongan. Jae Yeol melihat seluruh tubuh Hae Soo berkeringat.
“Kenapa kau begitu berkeringat?” tanyanya.
“Ini gejala kegelisahan. Tandanya tubuhku telah melewati batas. Aku akan baik-baik saja dalam beberapa menit.”
Mereka tiba di rumah. Hae Soo masih nampak terhuyung-huyung. Ia bertanya apakah Jae Yeol menganggapnya aneh. Jae Yeol menggeleng sambil tersenyum. Hae Soo berterima kasih lalu masuk ke dalam. Mereka tidak tahu Choi Ho mengawasi mereka dari jalan di bawah.
Soo Kwang melihatnya pergi dan mengomel apa yang dilakukan Choi Ho di sini. Seo Nyeo berpamitan pada Yoon Seo. Ia mengajak bicara Soo Kwang tapi Soo Kwang menanggapinya dengan ketus.
Meski begitu, ketika melihat Seo Nyeo dijemput seorang pemuda bermotor dan sempat kiss, penyakit Soo Kwang kambuh.
Jae Yeol memberi Hae Soo air minum untuk menenangkan diri. Hae Soo nampak salah tingkah dan berusaha bersikap cool dengan menyarankan agar mereka sudahi dulu untuk malam ini karena mereka saat ini sama-sama merasa malu (Jae Yeol malu karena keluarganya, Hae Soo malu karena kegelisahannya),
Jae Yeol tersenyum mengerti. Ia naik ke kamarnya setelah menepuk punggung Hae Soo. Hae Soo tersenyum kaku dan sedikit menghindar. Namun ketika Jae Yeol pergi, ia membaringkan kepalanya di meja dan tersenyum seperti orang yang sedang jatuh cinta.
Begitu juga Jae Yeol. Ia menerima pesan dari Dong Min agar Jae Yeol tidak mengkhawatirkan kakaknya. Dong Min berkata ia membiarkan Jae Beom menghirup udara segar dan akan mengantarnya kembali ke penjara besok pagi setelah sarapan.
Saat lari pagi, Jae Yeol tersenyum teringat kiss-nya dengan Hae Soo semalam. Hae Soo tak henti-hentinya tersenyum bahkan saat ia menggosok gigi. Jatuh cinta….berjuta rasanya *nyanyi*
Kang Woo bersepeda menyusul Jae Yeol. Ia memberitahu Jae Yeol ia tidak mau sekolah lagi karena gurunya melarangnya menulis novel di sekolah. Ia tidak mau belajar dari guru yang tidak mengerti dirinya.
Jae Yeol berkata Kang Woo harus tetap sekolah. Lalu ia melihat luka di siku Kang Woo. Kang Woo berkata ia sempat terjatuh saat menghindari pengemudi yang sembarangan. Ia berkata ia tidak apa-apa. Jae Yeol mengomelinya karena ia sudah melarang Kang Woo melewati jalan berbahaya itu.
“Jika aku tidak memenangkan lomba menulis, aku akan mati di jalan itu.”
“Apa?”
“Dengan begitu aku akan mendapat uang asuransi kan? Dan uang itu bisa untuk ibuku.”
Jae Yeol kesal karena Kang Woo bicara sembarangan. Ia melihat jari-jari Kang Woo masih kaku dan menyuruhnya ke rumah sakit. Kang Woo berkata ia hanya bercanda. Anggap saja sebagai janjinya bahwa ia akan memenangkan lomba itu. Ia berkata tangannya baik-baik saja.
Jae Yeol bertanya apakah Kang Woo tinggal bersama bibinya saat ini. Kang Woo berkata ia sudah kembali ke rumahnya karena ayahnya sudah pergi. Jae Yeol berkata ia sudah melaporkan kejadian waktu itu pada polisi dan bertanya apakah polisi datang memeriksa.
“Tidak. Tidak ada orang yang peduli pada keluarga kami yang menyedihkan. Kecuali Penulis (Jae Yeol). Kangan khawatir mengenai Ayah. Aku sudah tahu bagaimana menghadapinya sekarang.”
Jae Yeol meminta Kang Woo menghubunginya jika sudah selesai menulis.
Komentar:
Untunglah Jae Yeol tidak apa-apa. Aku juga sempat berpikir hal yang sama. Jika Jae Beom memang mau membunuh Jae Yeol, kenapa tidak menusuknya dengan pisau atau menusuk ke bagian vital
Aku juga tertarik melihat reaksi Jae Yeol. Ia tidak melawan ketika kakaknya memukulinya padahal ia sekarang sudah dewasa dan sebenarnya ia bisa melawan dengan tubuhnya yang lebih tinggi, bahkan Tae Yong saja berani menampat Jae Beom. Jae Yeol baru bertindak saat menyadari orang lain melihat mereka.
Aku sempat membaca beberapa berita mengenai kasus KDRT. Biasanya si pelaku bertindak bagai bumi dan langit. Sebentar sangat baik, tapi kemudian menyiksa habis-habisan. Terkadang meminta ampun sampai menangis dan bersujud setelah melakukan kekerasan.
Seringkali kita bertanya mengapa korban tidak melarikan diri dan keluar dari situasi seperti neraka itu. Tampaknya secara psikologis hal itu tidak mudah mereka lakukan. Karena orang yang melakukan kekerasan tersebut adalah keluarga mereka. Dan biasanya mereka dikondisikan untuk bergantung sepenuhnya pada si pelaku. Dengan begitu mereka merasa tidak berdaya untuk pergi menyelamatkan hidup mereka. Dan ada kalanya mereka akhirnya merasa mereka memang pantas disiksa dan menerima siksaan itu.
Hae Soo benar bahwa Jae Yeol beruntung mendapatkan kekasih seperti dirinya. Karena jika kondisi kejiwaan Jae Yeol terungkap, tidak akan ada yang bisa mengerti kondisi Jae Yeol selain Hae Soo.
Makasih banyak mba fanny di tunggu part 2 nya udah lama gak segalau ini nungguin drama korea semenjak di tinggal alien tampan aku hihihi...
BalasHapusGumawo mba fanny
BalasHapusMakasih banyak mba fanny
BalasHapusgomawo fanny eonni^^
BalasHapusJang Jae Yeol..
hm..bnr2 g tau mau komen apa..
rasanya aku lebih ngerti masalah psikologi di drama ini,dibanding klo dosen ngajar waktu kuliah dulu.....rasa2x lebih mendalami.....pengen jadi Hae Soo
BalasHapusmba Fanny semangat yah lanjutin sinopsis....
Ivhoe.....
waahh akhirnya bs komen juga selama ini cm bisa jdi silent rider ajah...
BalasHapusaku ngikutin blog ini dr drama master's sun lho smpe skrg..
penasaran bgt nih buat part 2 nya walaupun udh nonton tpi ga afdol klo blm bca sinopsisnya...
ditunggu part 2 nya ya
Ceritanya nyentuh smpe ke hati,,,,,
BalasHapusSenang dech.... bisa baca lagi......
BalasHapusTidak sabar lagi nunggu part 2nya.....
Semangat yach... nulisnya.....
Semangatvy buat sinopsisnya...
BalasHapusD tunggu part 2nya..
Gomawo unnie^^
Sedih liat jae yeol babak belur.. seneng liat kemajuan hubungan jae yeol - hae soo.. oh iya di mv nya davichi - it's okay it's love banyak scene jae yeol - hae soo jalan jalan di pantai.. gasabar nunggu episode 7 part 2 nyaa
BalasHapusKang woo itu sbener nya nyata ato ga sih? Msh bingung sy?
BalasHapusngga nyata. Di akhir eps 4, diperlihatkan Jae Yeol berlari sendirian. Kang Woo juga bukan hantu. Kang Woo adalah imajinasi Jae Yeol dan Jae Yeol tidak menyadarinya
Hapuswaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa cpt yaaa dah d posting.. mksh ya mbak.....
BalasHapusThanks :-D
BalasHapusMakasih sinopsisnya serasa nonton beneran :) dtggu part 2 nya mba...
BalasHapusFighting !!!