Episode 3- Ratu Es
Dal Po enggan membuka matanya saat terdengar seorang wanita memanggilnya.
“Ha Myung-ah, bangun! Waktunya sarapan!”
“Lima menit lagi…” gumam Dal Po malas sambil kembali meringkuk di balik selimut.
“Ha Myung-ah!!”
Dal Po membuka matanya lebar-lebar. Suara ibunya!
Ia keluar kamar dan melihat ayah dan ibunya di meja makan sedang sarapan. Ayah sibuk menceritakan bagaimana ia memadamkan api. Dal Po tertegun melihat mereka.
“Jae Myung, apa kau mendengarkan?” tanya Ayah.
“Ya, aku dengar,” sahut Jae Myung yang sedang mengenakan dasinya di kamar. Namun wajahnya tidak terlihat.
Dal Po terkejut melihat kakaknya juga ada di sana. Ia nampak tak percaya dengan semua yang dilihatnya. Keluarganya nampak normal dan bahagia, seakan tak pernah terjadi apapun.
“Ayah…Kak…” panggilnya.
“Ha Myung, ayo coba tebak. Bagaimana ayah bisa keluar dengan selamat?” tanya Ayah yang baru selesai bercerita.
Dal Po menghampiri ayahnya. Dan mencubit pipi ayahnya keras-keras.
Ayah mengaduh kesakitan. Ibu memukul tangannya dan bertanya apa yang Dal Po lakukan.
“Ini bukan mimpi?” tanya Dal Po kaget.
Kedua orangtuanya bingung. Jae Myung bertanya apa adiknya masih setengah tidur dan bermimpi.
“Mimpi? Semua itu hanya mimpi?” gumam Dal Po. “Dan ini bukan mimpi?”
“Kau ini bicara apa? Mimpi apa yang kaukatakan?” tanya Ayah.
“Mim-pi buruk…mimpi yang sanagt buruk. Ayah bersembunyi setelah menyebabkan kecelakaan besar. Kakak juga melarikan diri meninggalkan aku dan Ibu. Dan juga Ibu….” Dal Po menatap ibunya dengan penuh kerinduan.
Ibu tersenyum.
“Kau bilang Ayah melakukan apa?” tanya Ayah geli seakan itu hal yang tak masuk akal. “Untuk apa Ayah melakukan itu?”
Ibu pura-pura memarahi ayah sementara Jae Myung bertanya apakah ia harus dimarahi karena mimpi adiknya itu.
“Dan aku menjalani hidupku dipenuhi kemarahan pada Ayah dan Jae Myung. Dan bahkan tidak berusaha untuk mencari mereka,” kata Dal Po seakan menyesal.
Ibu tersenyum dan mengajak Dal Po duduk.
“Astaga, kenapa kau bermimpi hal semengerikan itu? Tidak apa-apa,” Ibu mengelus kepala Dal Po dengan penuh kasih sayang.
Dal Po meraih tangan ibunya dan menempelkannya di pipinya. Berusaha meresapi setiap kehangatan dan kelembutan tangan ibunya.
“Benar, itu hanya mimpi buruk, kan?” gumamnya tersenyum lega.
“Ini hanya perlu dipanaskan selama 30 detik, kan?” tiba-tiba terdengar suara seorang gadis.
Dal Po menoleh. In Ha tersenyum manis pada mereka.
“Kenapa kau di sini?” tanya Dal Po heran. Dan keheranannya itu berubah menjadi kemarahan. “Kenapa kau ada di sini?!!”
“Paman,” panggil In Ha bingung.
“Tidak, ia tidak boleh ada di sini. Itu tidak masuk akal! Karena itu artinya semua ini….artinya semua ini hanya mimpi.” Dal Po tak kuasa mengucapkan kalimat terakhirnya.
In Ha bertanya mengapa Dal Po mendadak bersikap aneh. Ia duduk di meja makan dan menanyakan kelanjutan cerita Ayah. Dal Po makin bingung karena keluarganya mengenal In Ha.
“Ayah, ini siapa?” tanya Dal Po sambil menunjuk In Ha. “Kak, kau tahu dia siapa?”
“Tentu saja. Dia keponakan kita yang manis,” jawab Jae Myung yang masih berpakaian di kamarnya.
“Ini mimpi,” Dal Po terduduk dengan kekecewaan jelas tergambar di wajahnya dan matanya mulai berkaca-kaca. Tapi ketika melihat kedua orangtuanya duduk di hadapannya, ia tersenyum sedih dan berkata ia tidak ingin bangun selamanya.
Tangannya meraba taplak meja di meja makan. Ia terkejut karena bisa merasakan kasarnya taplak itu di tangannya.
“Taplak ini terasa kasar di tanganku!” ujarnya gembira, karena masih berharap ini bukan mimpi.
“Ada apa denganmu pagi ini?” tanya Ibu bingung.
“Ini artinya bukan mimpi. Benar-benar terasa kasar di tanganku!” Dal Po terus tertawa.
Tapi dalam kenyataan, bukan taplak meja yang dipegang Dal Po melainkan rok In Ha. In Ha sedang membangunkan Dal Po ketika tiba-tiba Dal Po memegangi roknya dan mengigau kalau itu bukan mimpi. Mereka sudah pindah ke Seoul dan hari ini adalah tanggal 4 Oktober 2013 ( 8 tahun setelah Dal Po ikut kuis dan 13 tahun sejak peristiwa kebakaran itu).
In Ha menyuruh Dal Po bangun. Bukannya bangun, Dal Po malah menarik rok In Ha dan menempelkannya ke pipinya.
“Dasar hidung belang!” Bukk! Aarrrrgghhh!!
Dal Po mengompress memar di dekat matanya. Kakek menegur In Ha yang memukul Dal Po begitu keras.
“Apa yang kau lakukan pada wajahnya yang tampan?” seru Kakek.
“Ia melakukan sesuatu yang pantas mendapat pukulan. Dan lagi, wajah Paman tidak setampan itu. Wajahnya begitu saja ada di sana, jadi ia tidak punya pilihan…” Kata-katanya terhenti karena Dal Po mengunci bibirnya dengan tangan.
“Hei!” seru In Ha. Seruan tak sopannya itu mendapat jitakan sendok dari Kakek.
Kakek berkata In Ha tidak boleh berbicara tak sopan pada pamannya seperti itu. Itu sebabnya semua orang menyebutnya Penyihir Bermulut Tajam. Dengan cuek In Ha berkata bahwa ia pintar dan cantik, jika ia juga baik hati maka dunia akan terasa tidak adil.
“Dan bukan karena aku bicara terlalu tajam, aku hanya jujur. Memang benar penampilan Paman itu norak.”
Ayah In Ha yang sejak tadi diam ikut angkat bicara.
“Kak (Dal Po), katakan pada keponakanmu bahwa ia harus belajar bijaksana.”
Tampaknya In Ha dan ayahnya sudah beberapa lama perang dingin seperti ini dan mereka menggunakan Dal Po sebagai perantara mereka. Karena Dal Po dengan bosan menyampaikan pesan Dal Pyung.
“In Ha, kau harus lebih bijaksana.”
“Paman, tolong katakan pada Ayah bahwa aku tahu caranya menjadi bijaksana.”
“Katakan padanya bahwa aku penasaran bagaimana bisa ia disebut bijaksansa dengan mengatai pamannya, yang telah mencari uang untuknya selama 3 tahun terakhir dengan menjadi supir taksi sementara ia menghabiskan waktu dan uang mengejar impiannya yang sia-sia sebagai reporter, bahwa gayanya norak?”
“Ayah seharusnya jadi rapper,” ujar In Ha kesal. “Paman, katakan pada Ayahku bahwa aku akan diwawancarai kerja oleh stasiun paling bergengsi dan setelah aku diterima ia tidak diijinkan mengatakan kata-kata itu padaku lagi.”
“Kak, katakan padanya bahwa diwawancarai setelah tiga tahun bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan. Jika ia gagal lagi, ia harus melakukan apa sesuai kontrak.”
Kakek menjitak dahi Dal Pyung dan In Ha. Ia menyuruh mereka berhenti bertengkar karena ia sudah tak tahan mendengarnya selama 3 tahun.
Dal Po menyisihkan putih telur gorengnya dan memberikannya pada In Ha, sebaliknya In Ha memberikan kuning telurnya pada Dal Po. Dal Po berkata jika In Ha gagal lagi, maka ini kegagalan yang ke-36.
In Ha membetulkan bahwa ini yang ke-35 dan kali ini ia akan lulus. Dal Po berkata ini ke-35 kalinya ia mendengar In Ha mengatakan hal yang sama. Di dinding dapur tertempel surat kontrak antara Dal Pyung dan In Ha bahwa In Ha akan menyerah jika selama 3 tahun tidak berhasil menjadi reporter seperti yang dicita-citakannya.
Bukannya untuk mencari karir lain, kontrak itu menyebutkan bahwa In Ha harus mengikuti kencan perjodohan sesuai keinginan ayahnya. Kontrak itu bertanggal 5 Oktober, yang artinya hanya tersisa 1 hari lagi bagi In Ha untuk benar-benar mewujudkan cita-citanya. Atau ia harus cari jodoh ;p
In Ha berkata ada 10 orang yang berhasil ke tahap wawancara akhir dan 2 orang akan gagal. Tidak mungkin kan dia ada di antara 2 orang itu?
Sementara itu di bandara, reporter Kim Gong Joo dan Lee Il Joo sedang membicarakan tes wawancara yang sama. Il Joo berharap MSC menerima oranh-orang yang berguna. Gong Joo tidak yakin mengenai itu tapi ada satu orang yang membuatnya tercengang.
“Ia memiliki sindrom Pinocchio.”
“Apa? Tidak mungkin. Mana bisa orang yang tidak bisa berbohong melakukan wawancara?” tanya Il Joo. Para pelamar harus memiliki kualifikasi yang bagus, kecuali jika orang itu memiliki koneksi. Gong Joo membenarkan.
“Ia anak Manajer Song Cha Ok.”
“Benarkah? Manajer Song memiliki seorang puteri? Kukira ia single.”
Gong Joo berkata ia juga baru tahu. Tapi tetap saja mana bisa Cha Ok memilih seorang Pinocchio. Il Joo merasa itu bukan hal aneh karena tetap saja orang itu puteri Cha Ok. Jika saja puterinya memiliki setengah kehebatan Cha Ok, pasti puterinya itu hebat.
Gong Joo dengan sinis berkata bahwa Cha Ok tidaklah sehebat itu. Cha Ok hanya pintar mencuri berita bagus dari para juniornya.
Lain di mulut, lain perbuatan. Begitu melihat Cha Ok keluar dari gerbang kedatangan, Gong Joo langsung menyambutnya dengan heboh seperti fans menyambut idolanya. Cha Ok baru kembali dari Amerika, dan ia masih sama dingin seperti dulu. Ia sama sekali tidak mempedulikan kata-kata manis Gong Joo yang berusaha terlihat baik di depannya. Cha Ok memutuskan untuk langsung bekerja.
“Kau akan langsung ikut rapat?” tanya Gong Joo.
“Kenapa? Tidak boleh?”
“Tentu saja boleh! Kau bukan hanya manajer tapi juga calon pembaca berita, tentu kau harus hadir.”
Kakek sangat senang dipijat Dal Po. Ia menyerahkan sehelai foto pada Dal Po. Itu adalah foto seorang gadis untuk dijodohkan dengan Dal Po karena kakek dengan Dal Po sudah putus dengan kekasihnya bulan lalu. Dal Po sebenarnya tidak tertarik. Ia dengan sopan berkata bahwa ia sudah punya kekasih.
“Wow, cepatnya,” ujar Dal Pyung yang mendengar percakapan mereka sambil membaca koran. “Kakakku memiliki keahlian. Ia gadis seperti apa?”
“Namanya Hye Sung (Ha!). Ia pintar, baik, dan memiliki suara yang bagus,” jawab Dal Po.
“Bukankah kau mengatakan hal yang sama persis mengenai Sae Yeon?” tanya Dal Pyung. He…sepertinya ia curiga Dal Po hanya berbohong demi menyenangkan Kakek.
Dal Po menghindari pertanyaan itu dengan berkata ia harus pergi mandi. In Ha berkata mungkin Dal Po memang menyukai tipe wanita seperti itu. Ia menyuruh Dal Po membungkuk lalu menyisir rambut Dal Po dengan tangannya.
“Paman, kau harus membeli beberapa baju baru. Gayamu yang norak adalah penyebab mengapa gadis-gadis selalu mencampakkanmu,” In Ha menasehati.
“Jika gayaku jadi masalah, maka aku tidak akan berpacaran dengan mereka sejak semula,” ujar Dal Po, lalu ia pergi mandi.
Kakek memanggil In Ha dan berbisik apakah Dal Po memang sebegitu noraknya di mata In Ha. In Ha membenarkan, bukan hanya norak tapi juga kampungan. Kakek nampak memikirkan pendapat In Ha itu. (Ayo makeover!!)
Saat In Ha bersiap-siap, Dal Po bertanya In Ha akan mengikuti wawancara di stasiun mana. In Ha bertanya apa Dal Po akan merahasiakannya pada ayahnya jika ia memberitahunya.
“Untuk apa dirahasiakan?” tanya Dal Po. “Jangan-jangan….”
In Ha membenarkan dugaan Dal Po. Ia akan pergi ke MSC di mana ibunya bekerja. Dal Po langsung menunjukkan wajah tidak setuju. Ia bertanya apakah In Ha memberitahu ibunya. In Ha berkata ia sudah mengirim sms pada ibunya memberitahu kalau ia berhasil melewati wawancara awal.
Ia sibuk memilih pakaian di lemari untuk dikenakannya saat wawancara. Tapi saat ia hendak menanyakan pendapat Dal Po, Dal Po sudah pergi.
In Ha menyusul Dal Po ke tempat parkir di mana Dal Po sedang sibuk memindahkan mobil yang menghalangi taksinya. In Ha membantunya dan menanyakan pendapat Dal Po mengenai pakaian yang dikenakannya,
“Apa baju ini membuatku terlihat pintar dan terasah?”
“Tidak, kau terlihat seperti orang terbodoh sedunia.”
In Ha bertanya kenapa Dal Po bersikap seperti itu. Dal Po bertanya apa In Ha bodoh hingga menganggap nomor telepon ibu In Ha benar-benar nomor teleponnya. In Ha yakin, kalau tidak pasti orang itu akan memberitahu kalau In Ha salah sambung.
Dal Po berkata sebaliknya jika nomor itu benar nomor telepon ibu In Ha, pasti ibu In Ha sudah membalas sms puterinya. In Ha mulai kesal dan berkata ibunya seorang yang sibuk.
“Terlalu sibuk hingga ia mengabaikan puterinya sendiri selama 10 tahun? Cuma dua alasannya. Ia mengubah nomor teleponnya atau ia tidak lagi peduli padamu.”
In Ha berhenti mendorong dan menatap Dal Po dengan marah. Ibunya selama ini berada di Tokyo dan Washington sebagai korensponden berita khusus, jadi sulit untuk berkomunikasi. Tapi bagi Dal Po itu bukanlah alasan. Apa di Tokyo dan Washington tidak ada telepon?
In Ha makin marah. Ia bertanya kenapa Dal Po dan ayahnya selalu berusaha menghina ibunya dan membuatnya terlihat jahat.
“Karena impianmu yang menyedihkan. Semakin besar harapanmu, kekecewaanmu akan semakin besar,” kata Dal Po.
“Aku tidak akan kecewa. Tidak peduli betapa buruknya kau dan ayahku menjelek-jelekkan ibunya, aku tidak percaya satu patah katapun.”
Dal Po berkata ia tidak menjelek-jelekkan tapi kenyataannya seperti itu. In Ha bertanya memangnya Dal Po pernah bertemu ibunya.
“Aku hanya percaya apa yang aku lihat. Sama seperti aku percaya padamu 8 tahun lalu,” kata In Ha. “Saat yang lain menjelek-jelekkanmu, aku tidak percaya satupun. Dan ternyata aku benar. Jadi jangan jelek-jelekkan ibuku tanpa bukti.”
In Ha pergi dengan marah.
Dal Po masuk ke taksinya dengan kesal. Ia ingat In Ha membelanya di depan semua teman-teman sekelas saat mereka SMA ketika semua teman mereka menuduh Dal Po mencuri soal. Ia menghela nafas panjang dan menyalakan GPS.
“Ini adalah Sistem Navigasi Hye Sung, temanmu dalam berkendara dengan aman. Silakan pasang sabuk pengaman.” (Hehe…suara Lee Bo Young. Lee Bo Young adalah pemeran Hye Sung di drama I Hear Your Voice. Sayang ia hanya jadi cameo suara^^)
“Hye Sung-ah, apa yang harus kulakukan?” tanya Dal Po. Berarti pacar barunya Dal Po adalah GPS?
“Harap berkendara dengan aman,” jawab Hye Sung.
Dal Pyung tak sengaja menemukan dompet Dal Po di lantai saat ia hendak keluar. Kakek menyuruhnya segera menyusul Dal Po untuk memberikan dompet itu. Dal Pyung membuka dompet Dal Po dan menemukan foto In Ha di dalamnya.
Awalnya ia tidak terlalu memikirkannya, tapi ketika ia pergi ke balkon dan berteriak pada Dal Po yang ada di tempat parkir., ia melihat Dal Po sedang berdiri memandangi In Ha yang berjalan menjauh. Ayah In Ha nampak khawatir melihat keduanya.
In Ha berdiri kedinginan di halte bis. Dal Po menghentikan taksinya di depannya dan menyuruhnya naik. In Ha masih marah jadi ia tidak mau. Dal Po menyuruhnya segera naik karena cuaca dingin.
“Aku tidak kedinginan. Hik. Baik, aku kedinginan tapi aku tetap tidak mau naik ke taksimu. Kenapa? Karena lebih mahal dari bis. Karena kau paman yang memperlakukan keponakannya dengan kejam.”
“Aku tidak akan menyalakan argo.”
“Benarkah?” In Ha tersenyum gembira. Lalu ia cepat-cepat cemberut lagi. “Benarkah?”
In Ha naik ke kursi penumpang belakang dan mempertahankan cemberutnya. Dal Po tersenyum dan bertanya apakah In Ha mau membeli mimpinya semalam. Ia bermimpi bertemu dengan orang-orang yang sangat ia rindukan. Jika In Ha membeli mimpi bagusnya itu, mungkin In Ha juga bisa bertemu ibunya hari ini.
In Ha bertanya berapa harganya. Ia protes kemahalan ketika Dal Po memberi harga 10 ribu won (sekitar 100 ribu rupiah) dan menawar 1000 won. Akhirnya mereka sepakat 5000 won. Dal Po memberikan kancing mantelnya sebagai bon pembelian.
In Ha mengomel itu sangat kekanakkan. Tapi ia melepaskan kalungnya dan memasang kancing itu sebagai liontinnya. Dal Po diam-diam tersenyum. In Ha bertanya siapa orang yang ditemui Dal Po dalam mimpinya. Dal Po tidak mau mengatakannya.
Gyo Dong sedang duduk-duduk bersama Gong Joo dan seorang wartawan lain di stasiun berita kepolisian Seoul. Gyo Dong melihat iklan MSC yang memenuhi satu lembar surat kabar dengan Cha Ok berdiri di tengah dan paling menonjol dari yang lainnya. Ia berkata penyambutan yang cukup mengesankan bagi seorang seorang reporter menjadi manajer dan sekarang menjadi pembaca berita utama.
Gong Joo berkata Cha Ok berhasil menarik rating tinggi jadi stasiun saat ini sedang mempertaruhkannya seperti sedang melempar koin untuk melihat sisi ekor atau kepala. Gyo Dong setuju, MSC sedang berjudi dengan menaruh Cha Ok sebagai pembaca berita utama.
Rekan mereka tidak mengerti dan bertanya apa artinya. Gong Joo menjelaskan bahwa Cha Ok adalah seorang legenda karena berhasil meraih rating tinggi saat masih di TV lokal, dan bukan hanya menangani 1 tugas khusus melainkan sekaligus 2. Gyo Dong menambahkan kalau Cha Ok juga berhasil mencari perhatian.
Cha Ok seorang wanita tapi masih mengikuti maraton. Juga menjadi juara pertama lomba miinum bir. Bukan hanya tampang, Cha Ok berhasil menjadi pusat perhatian sebagai seorang reporter.
Rekan mereka mengerti bagian itu, tapi apa sisi jeleknya? Gyo Dong berkata yang menjadi masalah adalah Cha Ok lebih seperti seorang penghibur daripada seorang reporter. Goong Joo berkata Cha Ok memang sudah terkenal sebagai pencari perhatian.
Ia mengingatkan bahwa sekitar 10 tahun lalu Cha ok meliput berita mengenai kecelakaan bis anak-anak TK. Cha Ok melaporkan insiden itu sambil menangis memegangi sepatu seorang anak. Para pemirsa menangis saat menonton liputan itu. Kenyataannya, Cha Ok membeli sepatu itu di toko sepatu hanya demi meliput berita itu. Bukan benar-benar sepatu korban.
Lalu saat meliput berita banjir besar. Wartawan lain melaporkan dengan air setinggi lutut. Hanya Cha Ok yang melaporkan dengan air sepinggang. Bagaimana bisa? Karena Cha Ok melaporkannya sambil berlutut di tengah banjir demi menaikkan rating, sementara wartawan lain melaporkannya sambil berdiri. Pffft…
Gyo Dong berpendapat itu murini sebuah penipuan. Gong Joo tidak menyangkal, Cha Ok adalah alasan kenapa MSC mendapat reputasi jelek.
Rekan mereka tidak setuju Gong Joo menjelek-jelekkan Cha Ok. Bagaimanapun Cha Ok adalah atasannya. Gong Joo berkata ia tidak peduli, ia hanya mengatakan yang sebenarnya sebagai seorang reporter.
Gyo Dong menatap Gong Joo hingga Gong Joo salah tingkah. Ia bertanya kenapa Gyo Dong melihatnya seperti itu. Gyo Dong berkata mengganti kata kunci online teratas juga salah satu bentuk manipulasi, dan ia tahu Gong Joo sedang melakukan itu saat mereka sedang berbincang barusan.
Gong Joo berkilah ia tidak memanipulasi. Dan lagi apa yang dilakukannya hanyalah mainan anak-anak dibandingkan dengan apa yang sudah dilakukan Cha Ok.
In Ha pergi ke salon untuk ditata rambutnya sebagai seorang reporter. Penata rambut mengira In Ha ingin ditata seperti pembaca berita. In Ha berkeras ia ingin ditata sebagai reporter dan reporter itu beda dari pembawa acara.
“Reporter lebih tepat dan intelektual,” katanya.
Penata rambut pura-pura mengerti dan memberi isyarat pada rekannya bahwa In Ha ingin ditata sebagai pembawa acara. Belum sempat ditata, In Ha menerima sms yang sudah ditunggunya selama 13 tahun.
Ia menatap ponselnya tak percaya. Ibunya akhirnya membalas sms-nya dengan satu kata: “fighting”. Mata In Ha berkaca-kaca saking terharunya. Penata rambutnya kebingungan, apa yang aneh dengan menerima sms. In Ha berkata sudah 13 tahun ia menantinya.
Penata rambut menatapnya dengan kasihan, mengira In Ha selama ini banyak dibully. Mereka bertepuk tangan dan memberinya ucapan selamat.
In Ha langsung memberitahukan kabar gembira itu pada Dal Po. Dal Po sebenarnya tidak percaya ibu In Ha yang mengirim sms, tapi ia tidak mau bertengkar lagi. Jadi ia mengucapkan selamat.
“Terima kasih! Mimpi yang kaujual pasti benar-benar manjur! Bagaimana aku bisa beruntung secepat ini?” kata In Ha mencium kancing Dal Po penuh semangat. Ia bertanya apa Dal Po berpendapat ia akan diterima kerja hari ini. Tidak mau merusak kebahagiaan In Ha, Dal Po mengiyakan.
In Ha semakin bersemangat. Ia berjanji menelepon Dal Po begitu selesai.
Dal Po menarik nafas panjang dan mulai berbicara dengan “kekasih”nya.
“Hye Sung-ah, aku merasa aku baru saja menjual obat palsu pada pasien yang sakit parah. Dia itu naif atau bodoh?”
“Pusat anak-anak di depan. Silakan mengendara dengan hati-hati,” jawab Hye Sung.
“Yah, kau benar. Ia anak-anak. Ia benar-benar anak-anak yang masih harus dewasa. Anak yang harus diperhatikan.”
Warga asing yang menumpang taksi Dal Po kebingungan melihat Dal Po bericara dengan GPS. Ia berbisik dengan temannya di telepon (dalam bahasa Inggris) bahwa supir taksinya aneh karena berbicara dengan GPS.
Dal Po tentu saja mengerti perkataan penumpangnya. Ia sengaja tersenyum lebar.
“Astaga! Ia tersenyum padaku!” ujar penumpang itu ketakutan. “Aku yakin ia gila. Apa aku keluar saja dari taksi sekarang?”
“Tidak perlu keluar,” kata Dal Po dalam bahasa Inggris. “Aku baik-baik saja.”
Penumpang itu makin bingung. Tidak banyak kali ya supir taksi yang bisa bicara bahasa Inggris^^
Akhirnya ia sampai di tempat tujuan dan turun. Setelah turun ia masih melihat Dal Po dengan takut-takut.
Di seberang jalan ada seorang kakek yang kebingungan. Dal Po turun dari taksinya dan menghampiri kakek itu. Kakek itu nampak ketakutan. Rupanya ia sedang mendorong kereta loakannya. Tapi tangannya tergelincir hingga kereta itu meluncur sendiri menuruni jalanan yang menurun dan menabrak sebuah truk kecil.
Kakek itu terlihat ketakutan. Bagian depan truk itu nampak tergores. Kakek itu tahu ia harus memberitahu si pemilik truk tapi ia khawatir berapa banyak uang yang harus dibayarkannya sebagai ganti rugi.
Dal Po menyuruh kakek itu pergi, ia yang akan mengurusnya. Kakek itu tidak yakin tapi Dal Po berkata ia akan menelepon polisi dan berbicara dengan mereka. Akhirnya kakek itu pergi.
Dal Po memeriksa bagian yang tergores dan goresannya tidak terlalu parah. Si pemilik belum terlihat. Akhirnya ia menulis pesan bahwa ia meminta maaf karena menabrak truknya dan meminta si pemilik truk menelepon untuk membicarakan ganti rugi.
Saat kembali ke mobilnya, Dal Po mendapat telepon dari Dal Pyung mengenai dompetnya yang terjatuh. Sementara itu si pemilik truk sudah kembali dan melihat pesan Dal Po. Astaga!! Itu adalah Jae Myung! (Ayo menoleh!!!!)
Dal Po tidak menoleh karena ia teringat ia menaruh foto In Ha di dalam dompetnya dan khawatir ayah In Han sudah melihatnya. Ia masuk ke dalam taksinya dan langsung pergi. Jae Myung juga memeriksa truknya dan tidak melihat Dal Po. Uuughhh….dasar drama >,<
Dal Pyung teringat saat 8 tahun lalu In Ha dan Dal Po pulang di tengah hari hujan dengan memakai kerucut penanda jalan di kepala masing-masing. Keduanya tertawa-tawa. Tapi yang diperhatikan Dal Pyung adalah tatapan Dal Po pada In Ha. Ia langsung mengenali bahwa itu bukan tatapan biasa.
Kemudian ketika keuangan keluarga tidak begitu baik karena panen rumput laut mereka gagal, Dal Po langsung berkata ia akan ikut wamil begitu lulus SMA, jadi In Ha saja yang meneruskan kuliah. In Ha tidak mau Dal Po berkorban karena dirinya. Tapi waktu itu Dal Po berkata ia memang tidak berminat meneruskan kuliah.
Dal Po tiba untuk mengambil dompetnya. Dal Pyung langsung menunjukkan foto In Ha yang ia temukan dalam dompet Dal Po. Dal Po beralasan In Ha pernah tertinggal menaruh foto dalam surat lamarannya hingga ia membawakannya. Dan foto itu adalah sisanya.
“Benarkah? Hanya itu?”
“Tentu saja. Memangnya untuk apa lagi?” tanya Dal Po pura-pura tidak tahu. “Kau tidak berpikir yang aneh-aneh, bukan?”
“Berpikir aneh seperti apa?” tanya Dal Pyung.
Dal Po jadi kebingungan menjelaskannya. Dal Pyung mengembalikan dompet Dal Po, tapi tidak foto In Ha.
“Jika kekasihmu melihatnya, ia akan salah paham. Kau tentu tidak mau itu terjadi, bukan?”
Dal Po terpaksa mengangguk.
In Ha berdiri di lobi MSC yang luas, menatap ke arah spanduk raksasa ibunya yang tergantung di atas.
“Ibu, aku akhirnya di sini, Aku bisa merasakan Ibu. Apa Ibu juga bisa merasakan kehadiranku?” batinnya. Ia merentangkan tangannya seakan hendak memeluk ibunya.
Orang-orang menganggapnya aneh, termasuk seorang pelamar lain, Yoon Yoo Rae (Lee Yoo Bi), yang tersenyum melihatnya.
In Ha dengan gugup menanti gilirannya. Ketika Yoo Rae keluar, ia langsung bertanya apakah Song Cha Ok menjadi salah satu pewawancara. Yoo Rae membenarkan dan berkata kalau Cha Ok benar-benar Penyihir Es.
“Dia benar-benar menakutkan, jadi berhati-hatilah.”
Di saat para pelamar lain gugup mendengarnya, In Ha malah terlihat sangat gembira.
“Benarkah? Sungguh melegakan! Terima kasih banyak!” In Ha menyalami Yoo Rae berulang kali.
Giliran In Ha tiba. Yoo Rae memandangi In Ha yang masuk ruang wawancara dengan penuh semangat. Ia bergumam kalau In Ha bisa jadi saingan beratnya.
In Ha masuk dan melihat ibunya duduk di meja pewawancara. Ekspresi Cha Ok dingin seperti biasa, bahkan ia tidak menoleh melihat In Ha.
Tapi ketika ibunya mempersilakannya duduk, persaan In Ha sudah melambung mengira ibunya memintanya duduk karena khawatir ia terlalu gugup.
Pewawancara bertanya mengenai sindrom Pinocchio yang dimiliki In Ha. Tidak ada satupun reporter di negara ini yang memiliki sindrom tersebut.
“Menurutmu kenapa?”
“Sejujurnya aku juga tidak yakin kenapa,” jawab In Ha.
“Kenapa kau tidak tahu? Ketidakmampuan untuk berbohong dapat menjadi kelemahan seorang reporter,” kata si pewawancara.
“Tidak, aku sebenarnya percaya kalau itu sebuah kelebihan. Bukankah seorang reporter seharusnya menyampaikan kebenaran? Berita yang disampaikan oleh seseorang yanng tidak bisa berbohong melainkan hanya menyampaikan kebenaran pasti akan membangun rasa percaya pemirsa,” jawab In Ha. “Aku sangat percaya itu.”
“Seorang reporter yang tidak bisa berbohong dan hanya mengatakan kebenaran? Kau benar-benar pemula. Tidakkah aku juga senaif itu waktu pertama kali?” tanya Cha Ok pada pewawancara lain.
Mereka membenarkan bahwa keduanya mirip. Perasaan In Ha kembali melambung karena dibilang mirip dengan ibunya.
Cha Ok berkata mereka akan melakukan sebuah tes sederhana. Jika In Ha bisa melewati tes itu tanpa cegukan, maka In Ha diangap pantas menjadi reporter.
Ia mengeluarkan dua buah kartu nama restoran dan menyuruh In Ha memilih salah satunya. Kedua restoran itu dilaporkan mengijinkan pelanggan mereka merokok tidak sesuai aturan. Karena itu ia berencana menyusup ke dalam dan membongkarnya. Ia akan menunjukkan caranya.
Cha Ok menelepon restoran yang tidak dipilih In Ha dan berbohong kalau ia akan memesan tempat untuk 4 orang besok dan mengaku kalau keempat tamunya adalah perokok. Ia bertanya apakah mereka boleh merokok. Pelayan restoran memperbolehkan asalkan mereka merokok di dalam ruangan mereka.
Tentu saja itu kebohongan karena Cha Ok tidak benar-benar hendak memesan tempat untuk makan malam melainkan memeriksa apakah di restoran itu boleh merokok atau tidak.
Sekarang giliran In Ha. Dan melihat cara ibunya tadi, terlihat jelas In Ha sekarang tidak yakin lagi. Apakah In Ha bisa melakukannya?
Komentar:
Aaaarggh…gemes pas bagian Jae Myung-Dal Po >,<
Mimpi Dal Po benar-benar menyentuh. Ia benar-benar merindukan keluarganya. Meski ia mengakui ia marah kepada ayah dan kakaknya yang ia kira telah melarikan diri, tapi ia tidak bisa memungkiri ia sangat merindukan mereka.
Fresh banget melihat Park Shin Hye berperan sebagai In Ha. Aku suka celetukannya yang judes dan jujur, juga ekspresinya yang terkadang memang seperti anak-anak. Sama seperti Dal Po, aku khawatir melihat hati In Ha hancur jika menyadari ibunya tidak seperti yang selama ini dibayangkannya.
Park shin hye emg keren aktingnya..^^
BalasHapussigh, so sweet...
BalasHapustapi harus sabar but bromancenya t.t
hahaha ada hye sung di sini, dasar jong suk, gara-gara dikasih makanan lby sekarang nyebut-nyebut hye sung :P
gomawo mbak fanny^^
Wahh cepet bgt mba sinopsis nya ^^ gomawo :D fighting ^^9
BalasHapusFighting mbak fanny,,makasih dah nyelesaiin sinopsis part 1 dg cpt. D tunggu part 2 nya...^-^
BalasHapusWihh kereeenn cpt bgt mba dipostingnya..ketawa ngakak liat in ha mukul dal po..bwahahaha..mba fany kek peramal aja lby jdi cameo bneran walaupun cm suara xixixi...setuju mba perasaan park shin ye ma lee jong suk jdi peran apa aja mank cocok..btw makasih mba fanny :)
BalasHapusgara2 drma doctor stranger,ak suka akting lee jong suk.eh ditmbh ada drama barunya pinochio,jd tmbh suka.yrs smgt bwt sinopsisnya ya mba.o ya ,ak harap jgsinopsis bad guysnya jg diterusin.a jg suka drama itu.semangat
BalasHapusJd Dalpo beneran naksir ya sama In Ha? Oh my God drama bingiitts
BalasHapusHttp://switlovshop.yukbisnis.com
barusan tadi malam nonton episode ini ... dan hal yan terbersit untuk endingnya.... berharap scene berkumpulnya keluarga ha myung di awal episode bisa jadi kenyataan.... + ada in ha :)
BalasHapusmungkin saja ayah ha myung memang belum meninggal dan perkataan ayah ha myung memang benar, kalau dia terselamatkan karena jatuh di tumpukan kotoran....
bisa saja pintu yang dibuka ayah ha myung, bukan pintu yang menimbulkan ledakan.... dan tengkorak yang pernah diperlihatkan, bisa saja tengkorak orang lain,
tentang ibunya ha myung juga mudah2'an masih hidup, karena malu akan segala hal tentang insiden kebakaran itu, ibunya yang selamat hanya bisa hidup bersembunyi di suatu tempat
Setuju..pinginnya semua berakhir dg baik ya..:)
Hapustrenyuh liat mimpi Dal Po...lebih trenyuh kalau liat tatapan dia ke In Ha. ya Tuhan..
BalasHapuswoah, terharu lihat mimpinya Dal Po.. maksih mbak
BalasHapusAku hadir
BalasHapusWow, waktunya memang benar2 cepat. tapi untungnya tidak menimbulkan kebingungan dari satu lompatan waktu ke yang lain
BalasHapushmm, tadinya aku berpikir bila sang kakek sudah meninggal. namun rupanya dugaanku salah, hihihi panjang umur ya si kakek itu :p
mimpi Dal Po benar2 menggambarkan suasana hati dan pikirannya. ahh, Dal Po sungguh pria yang hebat bisa melewati tekanan sebanyak ini :( oh ya, Jae Myung juga sih
sekian. makasih untuk sinopsisnya
semangat menulis!!!
Hebat banget ya penulis naskahnya. Asli aja, biasanya kalo bikin cerita lompat-lompat agak bingung gitu kan yaa. Eh ini tapi ngerti gak bikin bingung
BalasHapusHuhuhu :))
Aku juga setuju tuh sama eooni! Suka karakter PSH disini fresh ^^
Dan In Ha eomma kejam binggo yakk. Bagus banget actngnya
:))