Cha Ok berkata caranya sederhana dan sekarang giliran In Ha. Ia memainkan bolpennya menandakan ia tidak mau menunggu lama.
In Ha mengambil ponselnya dan mulai memencet nomor telepon restoran itu. Pewawancara lain berbisik-bisik apakah In Ha bisa melakukannya karena ia tidak bisa berbohong. Salah satunya berpendapat Cha Ok sengaja melakukan itu agar In Ha gagal. Pewawancara lainnya jadi menduga kalau Cha Ok bukan ibu kandung In Ha karena Cha Ok bersikap sekejam itu.
Telepon sudah tersambung.
“Halo, saya ada pertanyaan,” kata In Ha. “Apa Anda mengijinkan orang merokok di lingkungan Anda?”
“Kenapa Anda menanyakannya?” tanya pemilik restoran.
“Karena…..” In Ha nampak ragu. “Kami menerima info dan kami hanya berusaha memverifikasinya.”
In Ha memejamkan matanya menanti respon pemilik restoran.
“Info? Orang gila apa….” Klik! Telepon langsung ditutup.
Pupus sudah harapan In Ha. Cha Ok berkata In Ha bahkan tidak mampu menangani wawancara sederhana seperti itu dan In Ha benar-benar berpikir mampu menjadi reporter? Untuk melaporkan berita, seorang reporter harus mampu berbohong selama wawancara seperti itu tergantung situasinya.
“Karena dengan mengatakan kebohongan maka kebenaran akan muncul, seperti minyak di atas air. Inilah alasannya kenapa seorang Pinocchio tidak bisa menjadi reporter.”
Dengan perasaan tak keruan, In Ha duduk merenung di dekat ruang wawancara. Waktu berlalu dan wawancara pun usai. Cha Ok bersama pewawancara lain berjalan melewati In Ha yang masih duduk termangu.
Cha Ok mendekati In Ha dan bertanya kenapa In Ha masih ada di sana. In Ha bertanya bisakah ia melihat ponsel ibunya. Untuk apa? Tanya Cha Ok sambil mengeluarkan ponselnya.
In Ha menelepon nomor ibunya. Tapi telepon ibunya tidak berbunyi. Selama 13 tahun ini ia telah mengirim ke nomor yang bukan nomor telepon ibunya. Kebenaran itu menghantam In Ha.
“Dal Po benar….”
Cha Ok mengucapkan selamat tinggal karena rekan-rekannya akan segera pergi.
“Ibu… Aku benar-benar merindukanmu,” kata In Ha.
Cha Ok memeluk In Ha.
“Bagaimanapun ia tetap seorang ibu,” kata pewawancara lain yang melihatnya.
In Ha sangat senang. Ia mengangkat tangannya untuk balas memeluk ibunya. Tapi…
“Maaf,” kata Cha Ok pelan. “Tapi aku tidak memiliki waktu untuk merindukanmu.”
In Ha tertegun. Cha Ok dengan santai berterima kasih atas usaha In Ha hari ini lalu ia bergabung bersama rekan-rekannya. Poor In Ha :(
Di tempat lain, seorang pemuda tampan bernama Seo Bum Jo (Kim Young Kwang) menerima sms: Kau lebih buruk dari seorang pencuri. Lalu ia menelepon nomor pengirim sms tersebut.
In Ha sedang berjalan terburu-buru melewati lobi MCS ketika ponselnya berbunyi. Dari “ibu” yang ternyata bukan ibunya. Ia mengangkatnya dengan marah.
“Kenapa kau melakukannya? Apa begitu sulit untukmu mengirimiku pesan dan memberitahuku bahwa kau bukan ibuku? Kenapa kau mencuri pesan-pesanku? Aku hanya membodohiku sendiri karena kau!” In Ha mulai menangis sambil melihat poster ibunya. “Aku menunggu…dan terus menunggu selama 10 tahun terakhir. Kenapa kau melakukannya?! Kenapa kau mencuri pesanku dan membuatku seperti orang bodoh yang menyedihkan!!”
In Ha menutup ponselnya dan menangis tersedu-sedu.
“Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf…” gumam Bum Jo. Ia terlihat merasa bersalah.
Dal Po sedang menunggu di dalam taksinya di seberang gedung MSC. Ia melihat In Ha keluar dari gedung sambil menangis. Dal Po keluar dari taksinya dan menelepon In Ha. In Ha me-reject telepon Dal Po dan mulai cegukan.
Dal Po berlari hendak menyusul In Ha tapi In Ha mengiriminya pesan.
“Aku sedang bersama ibuku sekarang jadi aku tidak bisa menjawab telepon.”
Tentu saja Dal Po tahu In Ha berbohong. Ia melihat ke arah In Ha yang duduk sambil menangis dan cegukan. Ia menarik nafas panjang.
“Si bodoh itu…,” gumamnya. Ia mengirim pesan bertanya apa yang dikatakan ibu In Ha.
“Ibu berkata ia tidak percaya betapa cantiknya aku sekarang. Ie memelukku dan memberitahuku bahwa ia merindukanku dan meminta maaf karena tidak pernah menelepon.”
“Kau tidak berbohong kan?”
“Aku mengatakan yang sebenarnya. Mimpimu benar-benar manjur. Aku yakin kau juga akan bertemu orang-orang dalam mimpimu, sama seperti aku bisa melihat ibuku.”
“Kau ingin aku datang dan menjemputmu?”
“Tidak, aku bisa pulang sendiri.”
Dal Po melihat lampu untuk menyeberang menyala hijau. Ia bisa menyeberang menghampiri In Ha, tapi ia mengurungkan niatnya dan kembali ke taksinya.
Tangisan dan cegukan In Ha semakin keras hingga ahjumma yang duduk sebangku dengannya mulai khawatir dan bertanya apakah In Ha sedang sakit. In Ha berkata ia menangis karena ia merasa cegukannya tidak akan pernah berhenti (karena ia terus berbohong).
Dal Po pergi sambil meyakinkan dirinya bahwa In Ha bisa mengurus dirinya sendiri. Terlebih setelah peringatan tersembunyi dari ayah In Ha. Tapi ia tidak bisa memungkiri perasaannya. Dengan frustrasi Dal Po menyenderkan kepalanya di kemudi. Dan akhirnya ia memutar balik ke tempat In Ha berada.
Tapi In Ha sudah pergi. Seseorang melambaikan tangan untuk menghentikan taksinya. Dal Po terkejut saat melihat orang itu adalah Cha Ok. Masa lalunya yang menyakitkan kembali bermunculan.
Ia menghentikan taksinya dan mengangkut Cha Ok sebagai penumpang. Dal Po bertanya apakah Cha OK dari MSC karena ia pernah melihatnya melaporkan berita dari Washington. Cha Ok dengan singkat membenarkan. Dal Po berkata Cha Ok hebat dan ingin meminta tanda tangan. Dengan cuek Cha Ok berkata ia tidak memberi tanda tangan.
“Seorang temanku mengikuti wawancara akhir di MSC. Dapatkan Anda memberitahu saya hasilnya?”
“Siapa?”
“Choi In Ha. Apa Anda ingat dia?” Dal Po menatap Cha Ok dari kaca spion.
“Kurasa temanmu tidak berhasil,” Cha Ok balas menatap Dal Po.
Dal Po mengalihkan pandangannya dan berkata ia sudah menduganya. Ia bertanya apa alasan In Ha tidak diterima. Cha Ok menjawab karena In Ha memiliki Sindrom Pinocchio.
“Itukah sebabnya ia gagal? Karena ia tidak berbohong?”
“Kau bisa menanyakan detilnya padanya. Aku lebih suka berkendara dalam keheningan.”
“Bukan karena ia puterimu?”
“Siapa kau?” tanya Cha Ok curiga.
Dal Po tersenyum dan berkata ia adalah Paman In Ha. Cha Ok menyuruh Dal Po menghentikan mobilnya. Senyum di wajah Dal Po menghilang. Ih..Dal Po nyeremin kalau lagi galak ;p
In Ha pulang dan mulai memasukkan semua bukunya ke dalam koper besar. Ia juga mengambil pemantik api dan keluar dari rumah bersama koper itu.
Cha Ok dan Dal Po berbicara di pinggir jalan. Cha Ok berkata ia tidak ingat In Ha memiliki seorang paman. Jadi siapa Dal Po? Dal Po memperkenalkan dirinya sebagai Choi Dal Po dan kakek mengadopsinya.
“Kau mendatangiku karena hubungan yang sepele seperti itu? Sepertinya kau hanya berpura-pura menjadi pamannya. Jika kau hendak melakukannya maka lakukan dengan benar. Sebagai pamannya, bukankah kau seharusnya menghentikan keponakanmu mengejar impian yang sia-sia?”
Dal Po balik bertanya apakah menjadi reporter adalah impian sia-sia bagi seorang yang tidak bisa berbohong. Cha Ok menekankan bahwa tidak ada satupun reporter di negara ini yang memiliki Sindrom Pinocchio.
“Aku menanyakan alasannya, bukan statistik,” kata Dal Po.
“Statistik itulah alasannya. Apa kau pikir tidak ada alasan jelas kenapa tidak ada reporter yang seperti itu?”
Jae Myung sedang makan malam dan minum bersama seorang rekannya. Ia mengirim sms pada orang yang menaruh kertas di kaca truknya (alias Dal Po). Ia tidak berniat meminta ganti rugi.
Temannya protes. Justru ini kesempatan untuk meminta uang dan memperbaiki truk Jae Myung yang sudah tua. Ia meraih ponsel Jae Myung dan hendak mengetik berapa jumlah uang yang diminta sebagai ganti rugi.
Tapi Jae Myung mengambil kembali ponselnya. Ia tetap tidak akan meminta ganti rugi karena hanya sedikit goresan di bempernya.
Dal Po mendapat sms: “Ini adalah pemilik truk dengan plat nomor 7954. Aku minta maaf karena balasan yang terlambat, tapi tidak perlu mengkhawatirkan bempernya.” Dal Po tersenyum.
Teman Jae Myung berkata ia baru-baru ini melihat foto keluarga Jae Myung di dalam truknya. Ia melihat Jae Myung selain memiliki ayah, juga memiliki ibu dan seorang adik. Ia bertanya kenapa Jae Myung tidak pernah membicarakan keluarganya.
“Mereka sudah tiada,” kata Jae Myung berusaha menutupi kesedihannya.
“Masih belum ada kabar dari ayahmu?” tanya temannya bersimpati.
“Belum. Aku bahkan berkeliling negeri ini untuk mencarinya tapi aku belum berhasil menemukannya. Aku mencari di semua tempat yang bisa kupikirkan. Jika kau memintaku menggambar peta negara kita, aku bisa menggambar setiap sudut dan celah.”
“Hei, tidak ada kabar adalah berita baik. Aku yakin ayahmu aman dan selamat di suatu tempat.”
Jae Myung bertanya apakah temannya mendapat tugas untuk menghancurkan pabrik tersebut. Temannya mengiyakan. Pabrik itu cukup besar jadi sepertinya harus diledakkan. Ia bertanya kenapa Jae Myung menanyakannya. Apa Jae Myung tertarik?
Jae Myung meminta temannya mempekerjakannya jika kekurangan orang. Temannya mengiyakan.
Di meja sebelah timbul pertengkaran. Rupanya mereka adalah di manajer pabrik dan dua pegawai yang menyebabkan kebakaran itu. Mreka sedang bertengkar soal uang. Si manajer berhutang uang pada salah satu dari mereka. Manajer meremas kertas jaminan pinjaman dan melemparnya.
Jae Myung melihat kertas itu dan perhatiannya teralih pada percakapan ketiga orang tersebut ketika mendengar mereka menyebut-nyebut kebakaran pabrik.
Manajer pabrik berkata kedua orang tersebut tidak boleh memperlakukannya seperti ini karena ia sudah berbohong untuk menutupi kebenaran bahwa mereka berdua yang menyebabkan kebakaran.
Salah satu dari mereka menutup mulut manajer. Ia sudah bosan Manajer menyinggung hal tersebut untuk meminjam uang dari mereka. Apalagi kejadiannya sudah lebih dari 10 tahun lalu. Temannya yang satu lagi setuju untuk membicarakan kejadian tersebut.
“Mari kita luruskan. Benar kami yang menyebabkan kebakaran. Tapi kaulah alasan kenapa semua pemadam itu tewas! Kau yang memberitahu mereka bahwa kami masih ada di ruangan boiler. Dan karena itu kepala pemadam kebakaran masuk ke dalam pabrik yang terbakar!”
Jae Myung terkejut mendengarnya. Sementara itu ketiga orang tersebut terus bertengkar hingga salah satu dari mereka tak sengaja memegang panggangan yang masih menyala hingga tangannya melepuh. Duh itu ya, kena panggangan saja sudah berteriak kesakitan, apalagi terbakar hidup hidup >,<
Mereka bertiga bergegas pergi ke rumah sakit. Jae Myung mengejar mereka tapi mereka sudah pergi dengan taksi.
“Semua itu bohong….semua bohong…” gumam Jae Myung sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat.
Sementara itu ponsel Jae Myung bergetar dan temannya melihatnya. Teman Jae Myung membaca balasan sms Dal Po: “Terima kasih, tapi jika nanti ada masalah silakan hubungi aku kapan saja. Namaku Choi Dal Po.”
Dal Po pulang disambut Kakek yang dengan khawatir bertanya kapan terakhir kali Dal Po berbicara dengan In Ha. Tadi sore, jawab Dal Po.
Kakek jadi panik. Ia berkata In Ha sepertinya kabur dari rumah karena semua bukunya tidak ada di kamarnya. Dan juga In Ha tidak menjawab telepon. Dal Po bergegas ke kamar In Ha dan melihat rak-rak buku yang kosong.
Kakek berkata Dal Pyung sudah mencarinya sejak berjam-jam lalu tapi belum menemukannya.
Dal Po berlari keluar mencari In Ha. Terdengar suara letusan keras di langit. Langit dipenuhi kembang api. Hal ini meningatkan Dal Po pada malam ibunya mengajaknya melihat kembang api. Sepertinya ia trauma dengan kembang api. Apa yang pernah dianggapnya begitu indah, sekarang terasa sangat menakutkan.
Tapi Dal Po menguatkan dirinya dan fokus mencari In Ha. Di tempat parkir, Dal Po melihat sobekan-sobekan kertas melayang dari atap gedung. Itu adalah sobekan buku In Ha.
Dal Po langsung memikirkan hal yang terburuk bahwa In Ha akan bunuh diri (apalagi ia baru diingatkan akan peristiwa kematian ibunya). Tanpa menunggu lift, ia langsung berlari menaiki tangga menuju atap gedung.
In Ha memasukkan semua bukunya ke dalam tong besar dan menyalakan pemantik api.
“Selamat tinggal…impianku…dan segalanya….” Ia membuang pemantik yang menyala itu ke dalam tong. Tapi tunggu punya tunggu, bukunya tidak ada yang terbakar. In Ha melihat api pemantik itu padam tertiup angin.
Ia menghela nafas panjang lalu menjulurkan tubuhnya ke dalam tong. Karena terlalu dalam, tubuhnya malah masuk sebagian ke dalam tong.
“Ini benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa tidak ada satupun yang berjalan dengan baik!” seru In Ha frustrasi.
Tiba-tiba ia mendengar suara gedoran pintu atap dan teriakan Dal Po memanggil namanya. In Ha berusaha mengeluarkan tubuhnya dari dalam tong. Untungnya berhasil. Tapi ia panik mendengar suara Dal Po.
“In Ha! Choi In Ha! Kau diluar, kan?! Cepat buka pintunya! Jangan lakukan itu, In Ha!” teriakan Dal Po makin keras dan ia mulai menendangi pintu.
“Bagaimana ini? Bagaimana ini?” In Ha mulai cegukan karena tidak menjawab Dal Po bahwa ia ada di sana.
Dal Po menenangkan dirinya dan ternyata pintu itu tidak dikunci. Ia keluar mencari-cari In Ha tapi In Ha tidak ada.
In Ha bersembunyi di balik terpal dan mengintip melihat Dal Po yang panik melihat ke bawah sambil memanggil-manggil namanya.
“Ada apa dengannya?” Ujarnya dalam hati. “Kenapa ia sepanik itu?”
In Ha mendengar suara cegukan In Ha dan menoleh. In Ha buru-buru menutupi tubuhnya dengan terpal.
“Apa ia melihatku?” batinnya.
Ya kelihatan lah….kakinya tidak tertutup terpal XD Belum lagi suara cegukannya.
“Jangan ke sini! Jangan ke sini!” teriaknya dalam hati.
Dal Po menghela nafas lega berkali-kali.
“In Ha, aku bisa melihatmu dari sini,” ujarnya tegas.
“Ia melihatku!” In Ha masih tidak mau membuka suara.
Dal Po menghampiri terpal. Ia berkata ia sudah tahu In Ha gagal dalam wawancara. Dan ia juga ibu In Ha tidak seperti yang In Ha pikirkan selama ini.
“Jika kau tahu, tidak bisakah kauabaikan saja?” tanya In Ha. “Ada waktunya aku juga ingin berbohong dan berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja, sama seperti yang orang lain lakukan. Tapi karena aku tidak bisa melakukannya, maka aku duduk di luar seperti ini.”
“Kau tidak perlu berpura-pura karena aku tahu betapa terlukanya kau. Tidak apa-apa untuk menangis di depanku.”
Dal Po membuka terpal dan terdiam saat melihat In Ha memang sedang menangis.
“Tidak bisakah kau meninggalkanku sendiri di saat seperti ini?” tanya In Ha sedikit kesal.
Dal Po melihat kancingnya yang masih menjadi kalung In Ha. Ia meminta maaf karena ternyata mimpinya bukan mimpi yang bagus.
Bum Jo duduk di mobilnya dan membaca semua sms yang pernah dikirimkan In Ha pada “ibu” nya.
“Aku baru lulus kuliah dan aku pindah ke Seoul.”
“Aku tidak berhasil dalam wawancara pertamaku.”
“Aku gagal lagi.”
“Aku baru gagal untuk ke-33 kalinya.”
“Ibu tahu waktu ulang tahunku hampir tiba, kan? Aku tidak minta hadiah. Aku hanya ingin bisa berjumpa dengan Ibu. Jika tidak bisa, maka telepon? Atau sms?”
Bum Jo tersenyum dan nampak ia sudah memutuskan sesuatu. Ia turun dari mobilnya dan masuk ke rumah. Ibu Bum Jo menyambut putera kesayangannya dengan hangat.
“Ibu, aku ingin bertemu dengannya,” kata Bum Jo.
“Siapa yang ingin kautemui? Apa maksudmu gadis Pinocchio itu?”
Dal Po mengembalikan buku-buku In Ha dari dalam tong ke dalam koper. In Ha menyuruh Dal Po membiarkan buku-buku itu karena ia akan membakar semuanya.
“Kau akan menyerah, baik pada ibumu maupun jadi reporter?”
“Iya.” Hik. In Ha bohong.
“Kenapa kau terus berbohong padahal kau tahu kau tdak bisa berbohong?”
In Ha bertanya kalau begitu apa yang harus ia lakukan. Ia sudah berjanji pada ayahnya bahwa ia tidak bisa menyia-nyiakan waktunya menjadi pengangguran. Dan ia terlalu malu untuk melihat Dal Po.
“Memangnya aku kenapa?”
“Apa kau pikir aku sebodoh itu? Aku tahu kau tidak kuliah karena aku. Apa dengan mengetahui itu aku bisa merasa nyaman menggunakan uang yang sudah kauperoleh? Aku juga sadar diri. Jadi buang saja semuanya. Aku merasa jauh lebih baik jika semua ini berakhir.” Hik.
“Kau bohong.”
“Benar, baiklah…itu bohong. Itu bohong tapi apa yang bisa kulakukan?! Tidak ada gunanya!!” kata In Ha penuh emosi sambil kembali melemparkan bukunya ke dalam tong.
Dal Po teringat kelanjutan percakapan antara dirinya dan Cha Ok. Tidak bisa seorang Pinocchio menjadi reporter adalah penilaian yang tidak berdasar, menurut Dal Po.
“Tidak. Itu hanya akal sehat,” kata Cha Ok.
“Jadi menurut akal sehamu, seorang yang tidak bisa berbohong tidak bisa menjadi reporter?”
“Ya, itu tidak akan pernah terjadi.”
“Bagaimana kau bisa mengatakannya semudah itu? Bagaimana bisa kau dengan mudah menghakimi hidup orang lain seperti itu? Sudah berapa banyak hidup orang lain yang kau hancurkan karena akal sehatmu itu terutama sebagai seorang reporter!”
Cha Ok menertawakan Dal Po. Ia berkata Dal Po sepertinya hanya ingin mengkritiknya.
“Seekor serigala tidak menyalak pada seekor harimau. Hanya keledai bodoh yang melakukannya. Tidak ada yang lebih bodoh dan lemah daripada menyalak tak karuan pada pohon yang salah.” Ia bertanya apa Dal Po bahkan tahu apa yang dilakukan seorang reporter.
Dal Po menghentikan In Ha yang terus melempar buku-bukunya kembali ke dalam tong. In Ha berkata semua itu tidak ada gunanya. Dal Po memegangi kedua tangan In Ha dan menatapnya.
“Aku memerlukannya. Aku memerlukan buku-buku itu.”
Dal Po membenarkan ucapan Cha Ok. Ia memang tidak tahu apa yang dilakukan seorang reporter. Ia minta maaf karena sudah berdebat dengan Cha Ok. Ia mengaku bukan pada tempatnya ia mendebat hal itu. Bagus kalau kau tahu, ujar Cha Ok dingin sambil berjalan pergi.
Dal Po berkata pada Cha Ok ia akan mencari tahu apa pekerjaan seorang reporter. Ia akan menemui Cha Ok lagi begitu ia tahu apa yang dilakukan seorang reporter sejati.
“Begitu aku menjadi seekor serigala, dan bukan hanya keledai jalanan…aku akan datang dan benar-benar menyalak padamu.”
Ibu Bum Jo bertanya apa Bum Jo ingin menemui In Ha setelah 13 tahun dan ia mendukungnya. Ia bahkan bertanya apakah Bum Jo ingin ia mencari gadis itu dan membawanya pada Bum Jo. Bum Jo tersenyum dan berkata ia akan mencari In Ha sendiri. Ibu Bum Jo tertawa senang.
In Ha bertanya kenapa Dal Po membutuhkan buku-buku itu. Untuk dijual?
“Tidak. Tiba-tiba aku juga ingin menjadi reporter. Sama sepertimu.”
“Apa?”
“Mari kita sama-sama jadi reporter, In Ha-ya.”
In Ha bengong. Dal PO berkata cegukan In Ha sudah berhenti. In Ha pelan-pelan tersenyum.
Komentar:
In Ha akhirnya harus melihat sendiri kenyataan ibunya orang seperti apa. Menyakitkan memang, tapi akan lebih menyakitkan jika ia terus tinggal dalam impiannya yang kosong.
Begitu juga dengan Jae Myung, yang baru mengetahui kebenaran mengenai ayahnya. Bahwa ayahnya tidak melarikan diri seperti yang disangka orang-orang. Bahwa ayahnya ikut masuk dalam gedung yang terbakar tersebut. Tapi itu artinya Jae Myung harus menghadapi kemungkinan bahwa ayahnya memang sudah tiada.
Aku senang pada karakter Dal Po dan Jae Myung. Meski mereka mengalami tragedi yang menyakitkan, tapi kebaikan hati mereka tidak berubah. Agak khawatir dengan Jae Myung sih sebenarnya, apalagi setelah ia mengetahui kebenarannya sekarang.
Ternyata percakapannya dengan Cha Ok yang membuat Dal Po memutuskan menjadi reporter padahal dunia TV sangat dibencinya. Ia tidak berniat balas dendam akan kematian orangtuanya. Ia hanya ingin memahami mengapa mereka dengan semudah itu menghancurkan hidup orang lain dengan kata-kata mereka. Dan untuk itu, ia ingin melihat sendiri apa sebenarnya pekerjaan seorang reporter.
Akan sangat menarik menantikan Dal Po dan In Ha menjadi reporter seperti apa dengan idealisme mereka seperti itu. Dunia TV tanpa kebohongan. Bukankah itu yang diinginkan para penonton? Tapi tanpa sadar, penonton lebih menyukai hal yang dramatis hingga mendorong dunia TV untuk berbohong.
Bum Jo dan Yoo Rae baru muncul sekilas, jadi aku belum bisa bicara banyak. Hanya saja aku merasa Bum Jo sepertinya kekanakkan. Terlihat dari cara berbicaranya dengan ibunya.
Terimakasih mbak ,,,, semangat ya untuk sinopsis selanjutnya ....
BalasHapusSuka sm ceritanya, pemainnya, suka jg sm mba2 yg nulis sinopsisnya.
BalasHapus~mamadaru~
Cpt bgt updatenya.. mksh mba fanny.^^
BalasHapusMba fanny...setelah dal po ternyata wajahnya bum jo mengalihkan dunia ku..bwahahaha lebay :D...setuju bgt sama komennya mba fany...abang adik itu mank pnya hati yg baik bgt...gomawo mba....
BalasHapusyeayy...thanks mba Fanny udah update lagi.
BalasHapusasli, kesel banget sama Cha Ok. bener-bener ratu es, Elsa Frozen aja kalah #lupakan
errr, geregetan kalo liat Dal Po sama Jae Myung, kok ga ketemu-ketemu sih. duh..padahal cuma kurang seudus doank.
bdw, yang jadi Bum Jo itu yg pernah main di Good Doctor ya? wah..mas-mas ganteng nongol lagi ^^
Klo ga salah si bum jo main di love rain jg bareng jang geun suk ma yoona...btw slm kenal ia :)
HapusBum jo juga main di plus nine boys
HapusSi oppa ganteng :)
iya tapi karakter yang paling ngena ya cuma di gud doctor dan bachelor vegetable store aja
Hapusplus nine boys, can we get married, dan drama ini lewat mah kalo masih kayak gini aja karakternya: nakal wkwkwk
bener-bener, jae myung ah oh jae myung ah, semoga banyak pelajaran yang kau peroleh dari hidupmu dan keluargamu...
jika dal po orangnya bisa blak-blakan, semoga jae myung yang juga bisa meredamnya nanti, #balasan untuk mbak fr ryathy sebenernya hehe
jiah, setelah hyesung, ada ibunya hyesung nongol juga di sini ckckck
gini ini ya kalo tim produksi udah kadung lengket sama pemainnya :P
makasih banyak buat mbak fanny dan mbak mumu xD
bad boys sama liar game bentar lagi kelar kan mbak? hehe jadi bisa lebih rileks lagi nih nyinopnya *ngarep bts LOL
Ceritany menarik, g salh klo ratingny bgs... Gomawo sist...
BalasHapusapakah nantinya in ha dan ibunya adalah saingan dalam menjadi reporter ???
BalasHapusha myung dan jae myung... takutnya nanti jae myung yang belum mengetahui dal po yang sebenarnya adalah adiknya, akan membenci dal po yang menjadi reporter, karena keluarga mereka hancur gara2 hal tersebut.......
Cha Ok itu yg jadi Young Jin di "It's Okay, That's Love" kan ??
BalasHapusJujur aku lebih suka dia berperan jadi Young Jin yang "memendam" perasaan pada Dong Min, daripada jadi "ibu" yg "tidak berhati nurani". Sigh
Mba Fanny, gomawo sinopnya :*
#Peri_KeciL^^
Cha ok main juga di innocent man, kang chi juga main, good doctor juga
HapusTapi perannya selalu jadi protagonis baru kali ini liat jadi antagonis :( serem
pasti sulit bgt y akting cegukan terus-menerus.
BalasHapuspark shin hye keren :)
Bum Jo aneh! untuk ukuran 13 tahun jadi silent reader sms In Ha.. trus cara bicara dengan ibunya...
BalasHapusjangan-jangan punya masalah besar, makanya jadi anak aneh.
Aku khawatri sama Jae Myung ><
Haha kyk.y pemain IHYV pada reuni yaakk.. yg jd Ibu nya Bum Jo itu maen jg di IHYV cuma di Pinocchio dia jd orang kaya hehehe..
BalasHapusMakasih mba sinopsis nya ^^ Fihting !
Bum jo aku padamu. Fighting mbk fanny..
BalasHapusgk sabar tgu episode2 selanjutnya.sebelumnya drama korea hambar.bosan gk ada yg bisa mengalihkan duniaku dr man from star sampai pinocchio tayang.omooooo......
BalasHapussetuju...awal dan akhir tahun film bagus y pada nongol
HapusHoreeeee.. dramanya kereeen ban get.. pantas klau ratinnya making tinggi..
BalasHapuswah,, ibu yang menyedihkan.. maksih mbak
BalasHapusmbak, mna sinopsis bad guys ep 7 & 8 nya?????
BalasHapusAku lanjut lagii
BalasHapusuwaa, sangat sangat sangat dan sangat menyakitkan. Ya ampun, nggak ngebayangin klo ada Ibu seperti Cha Ok. Kejamnya. Ah, aku jadi sedih terhadap In Ha. segala pikiran baiknya tentang ibunya... astagaaa U.U
BalasHapuslalu, tentang Bum Joo. oke, itu cukup mengagetkan dengan kehadiran dia sebagai orang di balik sms2 yang ditunjukan In Ha. hmm, apa mungkin nnt dia akan membantu In Ha dan jatuh cinta padanya?
Jae Myung. semoga aja dia nggak mengejar orang2 itu dan menjadi obsesi pada dendam. oh ya, ternyata awal mula In Ha dan Dal Po menjadi reporter itu seperti ini. yah, semoga mereka makin kompak, yeesss
sekian, bacotan saya. terima kasih sinopsisnya
semangat menulis!
Waduh kenapa ayahnya dal po ni nasibnya sama ja sama yg dia main du secret garden ya.. dsitu jg dia jd pemadam kebakaran yg meninggal waktu nyelamatin korban.. poor him... drama ini parodinya keren bikin kangen sm drama2 sebelumya...
BalasHapusIya!
BalasHapusNah itu dia.Jae Myung dan Dal Po baik banget ya. Minta dinikahin deh. Baper**
Hebat lho keren aja gitu sama karakter Dal Po. Sok sok an bodoh. Apalagi entar ya dia udah ngeliatin kejeniusan dia.
Untuk dal po ke In Ha itu bikin melting :*
Dan Tada-~ next chapter duluu
Thank you eonni!