Kembali pada saat
Poong Yeon menemukan Yeon Hee bersama Heo Jun. Poong Yeon menggendong Yeon Hee
yang tidak sadarkan diri.
“Apa yang membawa
kalian ke sini? Apa dia sakit? Tubuhnya dingin dan wajahnya pucat,” ujar Heo
Jun khawatir. Ia menyarankan agar Poong Yeon membawa Yeon Hee ke tabib.
Poong Yeon nampak
terganggu dengan rentetan pertanyaan Heo Jun dan meliriknya. Heo Jun mengira
itu karena pakaiannya (ia sedang mengenakan pakaian wanita seperti biasa yang
ia gunakan untuk berjualan di istana) dan menjelaskan kalau itu pakaian
kerjanya.
Poong Yeon
bertanya apa Heo Jun mengenal adiknya. Tidak, jawab Heo Jun berbohong. Mungkin
karena sikap Poong Yeon yang galak. Poong Yeon berterima kasih atas bantuan Heo
Jun dan berkata mulai sekarang ia yang akan mengurus Yeon Hee, jadi Heo Jun
boleh pergi.
“Jadi orang yang
kaku itu kakaknya,” ujar Heo Jun sambil berjalan pulang “Mereka tidak mirip
sama sekali.”
Ia bertanya-tanya
apa Yeon Hee baik-baik saja. Tapi ia memutuskan seharusnya ia mengkhawatirkan dirinya sendiri saat ini.
Ia hampir tiba di
kamarnya ketika ia melihat ibunya dibawa pergi dengan paksa oleh 2 orang
berpenutup wajah. Ia segera mengejar mereka. Ia sempat melihat ibunya
dimasukkan dalam karung kain besar sebelum kepalanya dipukul seseorang dan ia
jatuh pingsan. Beberapa orang menyeretnya pergi bersama ibunya.
Kutukan Yeon Hee
telah aktif. Bukan hanya mengenai dirinya tapi juga Putera Mahkota dan Poong
Yeon.
Hyun Seo segera ke
rumah Yeon Hee dan menemukan Yeon Hee dalam keadaan pingsan. Rambutnya telah
menjadi putih.
Yeon Hee
pelan-pelan sadar. Hyun Seo bertanya mengapa Yeon Hee melakukannya. Mengapa
Yeon Hee tidak mendengar perkataannya?
“Ayah… Kenapa ini
terjadi padaku?” tanya Yeon Hee lirih. “Aku sangat takut, Ayah. Kumohon
selamatkan aku.”
Hyun Seo memeluk
Yeon Hee dengan sedih.
Putera Mahkota
tidak mati tapi ia juga tidak sadarkan diri. Ibu Suri dan Ratu meminta
pertanggungjawaban Hong Joo. Terutama
Ratu yang sebelumnya diyakinkan Hong Joo bahwa Putera Mahkota akan
baik-baik saja.
“Tidakkah kau bilang
tidak akan terjadi apa-apa padanya? Jadi apa ini? Selamatkan dia sekarang!
Selamatkan dia!” Ratu mulai histeris.
Ibu Suri
memerintahkan agar para dayang membawa Ratu keluar. Tapi Ratu menghambur pada
puteranya dan memohon agar Putera Mahkota bangun. Karena terlalu emosi, Ratu
jatuh pingsan.
Hong Joo hanya
diam saja melihat semua itu.
“Choi Hyun Seo,”
gumamnya.
Heo Jun sadarkan
diri dan melihat ibunya dalam karung terbaring di depannya. Mereka ada di hutan
dan beberapa orang memeganginya. Menghalanginya
untuk mendekati ibunya. Heo Jun berteriak-teriak memanggil ibunya.
Seseorang tiba di
tempat itu. Nyonya Sohn. Ia berkata tadinya ia pikir Heo Jun seorang anak yang
cerdas. Tapi sepertinya Heo Jun tidak menyadari tempatnya sendiri.
“Jadi aku akan
mengajarimu baik-baik malam ini.”
Heo Jun langsung
ketakutan akan apa yang menimpa ibunya. Nyonya Sohn memerintahkan untuk mulai.
Beberapa orang
mulai memukuli karung berisi ibu Heo Jun dengan tongkat. Heo Jun
berteriak-teriak histeris memanggil ibunya. Tapi beberapa orang memeganginya
hingga ia tak berdaya menyelamatkan ibunya. Heo Jun menangis dan berteriak
melihat darah terlihat pada karung itu.
Ia berlutut di
hadapan Nyonya Sohn dan meminta maaf. Memohon agar Nyonya Sohn menyuruh mereka
berhenti memukuli ibunya.
“Kumohon biarkan
ia hidup!!”
Nyonya Sohn
menghentikan mereka. Ia berkata ia sudah dengar Jun bekerja keras untuk membeli
surat kepemilikan ibunya.
“Jun, ada satu hal
yang sering disalahpahami orang-orang. Mereka salah mempercayai bahwa mereka
bisa melarikan diri dari keadaan buruk dalam hidup mereka asalkan mereka
bekerja keras. Tak peduli seberapa keras kau bekerja, ada satu hal yang tidak
bisa kaupungkiri. Kau tahu apa itu?
Garis keturunanmu.
Orangtua yang mampu dapat memberikan kehidupan mewah untuk anak-anak mereka.
Tapi orang tua yang miskin hanya bisa menurunkan hidup menyedihkan mereka.
Karena itu seharusnya kau tidak pernah dilahirkan. Kau seharusnya tidak
dilahirkan ke dunia ini! Itu akan lebih baik bagimu dan ibumu.
Tapi siapa yang
bisa kausalahkan sekarang? Kau hanya bisa menyalahkan hidupmu yang terkutuk
karena terlahir dari ibu seperti itu. Jangan lakukan apapun. Jangan berusaha
melarikan diri dari takdir burukmu. Jangan berusaha melawannya. Hiduplah seakan
kau sudah mati. Hanya itu caranya agar kau dan ibumu bisa bertahan hidup. Apa
kau mengerti?”
Dengan gemetar dan
berlinang air mata, Heo Jun mengangguk mengiyakan. Ia segera merangkak pada
ibunya dan membuka karung tersebut.
Namun….isinya
bukanlah ibunya, melainkan babi yang sudah mati. Ia memandang Nyonya Sohn.
“Dengar
kata-kataku. Jika kau tidak mengerti apa yang kukatakan padamu hari ini, ibumu
benar-benar akan ada di sana selanjutnya.”
Heo Jun
cepat-cepat pulang mencari ibunya. Ia melihat ibunya sedang menjemur pakaian
dengan susah payah.
Tanpa bicara, Jun
membantu ibunya. Ibunya terdiam sesaat lalu melanjutkan. Jun melihat tangan
ibunya membiru penuh memar dan wajahnya penuh keringat dibayangi keletihan yang
amat sangat.
Jun mulai menangis
tanpa suara sambil terus membantu ibunya.
Ibunya menunduk menyembunyikan tangisnya.
“Ibu….mari kita
melarikan diri dari tempat ini.”
Poong Yeon
terbaring dengan wajah pucat hingga urat-uratnya terlihat dan tubuhnya terus
gemetaran. Ibunya berusaha menyuapkan obat. Tapi setiap kali meminumnya, Poong
Yeon muntah darah. Ibu mana yang tak cemas dan takut melihat puteranya seperti
itu? Ia memohon agar Poong Yeon sadar.
“I-i-ibu,” gumam
Poong Yeon.
Ibunya lega
melihat Poong Yeon mulai membuka matanya. Poong Yeon menoleh pada ibunya, tapi
ia melihat sosok hantu menakutkan di belakang ibunya.
Ia langsung
meringkuk ketakutan dan berteriak-teriak. “Hantu! Hantu! Pergi!”
Ibunya bingung
karena ia tidak melihat apa-apa. Tapi Poong Yeon terus ketakutan karena hantu
itu terus menatapnya dan menggapai ke arahnya.
Yeon Hee bangun
dari tidurnya dan baru menyadari kalau rambutnya telah berubah menjadi putih.
Ia hendak meraih cermin. Tapi cermin itu malah terdorong mundur oleh kekuatan
tak terlihat dan pecah.
Yeon Hee terkejut.
Ia mulai mendengar suara-suara melengking. Ia berteriak. Benda-benda di
kamarnya terlempar dan berjatuhan. Yeon Hee menatap tangannya lalu jatuh
pingsan.
Yo Gwang
cepat-cepat masuk begitu mendengar suara teriakan Yeon Hee. Ia melihat
sekeliling kamar Yeon Hee yang
berantakan.
Anak buah Hyun Seo
melapor bahwa saat ini kekuatan Yeon Hee tidak stabil. Setiap kali Yeon Hee
mengeluarkan energi, Yeon Hee akan kehilangan kesadaran. Pendapat pun terbagi
dua.
Ada yang
berpendapat mereka tidak bisa membawa Yeon Hee sekarang. Ada yang berpendapat
mereka harus segera membawa Yeon Hee ke kuil Chungbing.
Tapi bagaimana
jika Hong Joo mengetahui pergerakan mereka saat memindahkan Yeon Hee? Semua
akan berakhir. Tapi jika mereka menunda-nunda, Yeon Hee-Putera Mahkota-Poong
Yeon akan mati.
Hyun Seo
benar-benar bingung memikirkan apa yang harus mereka lakukan.
Yo Gwang
membereskan barang-barang Yeon Hee. Ia kasihan melihat Yeon Hee yang terus
duduk menutupi wajahnya. Ia menenangkan Yeon Hee agar tidak khawatir karena
Hyun Seo akan mengurus semuanya. Mereka bisa mengembalikan semuanya seperti
semula jika mereka pergi ke kuil Chungbing.
Tempat apa itu,
tanya Yeon Hee. Yo Gwang berkata Yeon Hee akan tahu jika mereka sudah tiba di
sana.
Yeon Hee berkata
ayahnya pasti sangat benci padanya saat ini. Semua ini terjadi karena ia tidak
menurut pada ayahnya.
“Itu tidak benar,”
kata Yo Gwang, “Beliau sangat menyayangimu jadi mengapa kau mengatakan hal
seperti itu. Aku yakin ia juga mengalami masa sulit sekarang. Karena ini bukan
hanya mempengaruhimu tapi juga Tuan Muda Poong Yeon.”
Yeon Hee terkejut
dan bertanya apa yang terjadi pada kakaknya. Yo Gwang menyadari ia sudah
kelepasan bicara.
Ibu Poong Yeon
memanggil shaman untuk melepaskan puteranya dari kutukan. Tapi yang terjadi
shaman yang dipanggilnya malah jatuh pingsan karena melihat hantu yang
menghantui Poong Yeon.
Yeon Hee dan Yo
Gwang mengintip dari luar rumah. Yo Gwang menyesal membawa Yeon Hee ke sana dan
mengajak Yeon Hee pulang sebelum ketahuan Hyun Seo.
Tapi Yeon Hee
tidak mau. Ia tidak tahu kapan ia bisa melihat kakaknya lagi jika tidak
melihatnya hari ini. Yo Gwang menyerah dan berkata mereka hanya boleh
melihatnya sebentar. Jimat yang dipasangnya di sekeliling pakaian Yeon Hee
tidak akan bertahan lebih lama lagi.
Yo Gwang membawa
Yeon Hee masuk ke rumah, ke kamar Poong Yeon. Yeon Hee terkejut melihat kondisi
kakaknya. Ia menangis dan memanggil kakaknya. Poong Yeon bergumam tak jelas.
“Kak! Apa kau
sudah sadar? Ini aku, Yeon Hee!” Yeon Hee menggenggam tangan kakaknya.
Poong Yeon membuka
matanya. Tapi yang dilihatnya bukan Yeon Hee melainkan hantu itu sedang
mendekatinya.
Ia langsung
mendorong Yeon Hee dan meringkuk ketakutan.
“Pergi! Pergi kau,
makhluk jahat!” serunya.
Yeon Hee tertegun.
“Kumohon…kumohon
pergi!” Poong Yeon mulai menangis. “Kumohon tinggalkan aku! Aku…aku ingin
hidup! Aku ingin hidup. Kumohon, aku ingin hidup!”
Yo Gwang hendak
membantu Yeon Hee berdiri. Tepat saat itu ibu Poong Yeon masuk dan sangat marah
melihat Yeon Hee.
“Kau anak tak tahu
diuntung, beraninya kau ke sini!! Ini karena kau! Semua ini karena kutukanmu!
Poong Yeon jadi seperti ini karena kau dan kutukanmu! Karena itu aku tidak
pernah bisa mencintaimu seperti puteriku sendiri. Kau seharusnya tidak pernah
dilahirkan. Kau seharusnya tidak pernah datang ke dunia ini!”
Yo Gwang
benar-benar menyesal telah membawa Yeon Hee ke sini. Sementara Yeon Hee
menangis mendengar kata-kata ibu Poong Yeon.
Ibu Poong Yeon
berlutut dan menangis memohon pada Yeon Hee agar pergi. Pergi jauh dari Poong
Yeon. Bahkan sampai menyembah. Poong Yeon sama sekali tak mau melihat ke arah
Yeon Hee.
Hyun Seo masuk.
Yeon Hee menoleh dan melihat ayahnya dengan pandangan merasa dikhianati. Hyun
Seo menyuruh Yo Gwang membawa Yeon Hee pergi. Yo Gwang membantu Yeon Hee
berdiri dan membawanya keluar dari rumah.
Di luar, Yeon Hee
bertanya bagaimana ia bisa pergi ke kuil Chungbing. Ia akan ke sana. Ia akan
melakukan apapun yang diperintahkan padanya demi menyelamatkan kakaknya.
Anak buah Hyun Seo
juga sepakat mereka tidak bisa menunda lagi. Hyun Seo diberitahu oleh pelayan
rumahnya ada orang dari istana yang mencarinya. Sebelum menemui orang itu, Hyun
Seo memerintahkan pada anak buahnya untuk pergi lebih dulu membawa Yeon Hee ke
kuil Chungbing. Ia akan menyusul dengan membawa Mauigeumseo.
Hyun Seo menemui
utusan istana itu yang ternyata adalah Hong Joo. Hong Joo berkata ia datang
untuk meminta maaf karena sudah meremehkan Hyun Seo.
Ia menyalahkan
dirinya sendiri karena sudah mempercayai Hyun Seo. Hyun Seo pura-pura tak
mengerti. Hong Joo bertanya di mana Puteri.
“Kau tidak
membunuhnya. Aku mengerti mungkin kau merasa kasihan pada anak itu. Sekarang
kau harus katakan padaku di mana kau menyembunyikan Puteri?”
“Puteri sudah
mati,” kata Hyun Seo. “Kau melihatnya sendiri dengan matamu, bukan? Kau
melihatnya dibakar sampai mati.”
Hong Joo berkata
ia mengerti ini jawaban Hyun Seo. Ia pamit pergi. Namun di lorong ia berhenti
di depan kamar Poong Yeon.
Hyun Seo
menegurnya dan menunjukkan jalan keluar dari rumah. Hong Joo sengaja dengan
keras berkata Hyun Seo sudah melanggar perintah Ibu Suri jika puteri masih
hidup dan mengakibatkan kematian Putera Mahkota.
“Dan orang yang
terkena kutukan akan sakit selama 14 hari sebelum akhirnya mati. Tapi aku yakin
itu tidak akan terjadim, bukan? Tentunya kau yang begitu mempedulikan negeri
ini tidak akan melakukan hal seperti itu.”
Ia sengaja berkata
demikian karena tahu di dalam kamar ada Poong Yeon dan istri Hyun Seo. Istri
Hyun Seo mendengar semua perkataan Hong Joo. Ia menyusul Hong Joo keluar dari
rumah. Hong Joo tersenyum sinis.
Heo Jun menyelinap
diam-diam keluar rumah. Ia pergi ke rumah seorang penjual tiket kapal menuju ke
Cina. Itu adalah kapal gelap. Awalnya si penjual tiket pura-pura tidak tahu
apa-apa tapi Heo Jun berkata ia membutuhkan 2 tiket. Akhirnya si penjual tiket
menyuruh Jun datang 2 jam lagi dengan membawa uang 200 nyang.
Ia mengajak ibunya
berkemas. Ibunya masih ragu untuk pergi karena terlalu berbahaya jika mereka
ketahuan (ingat drama Chuno? Budak yang pergi akan dikejar oleh pemburu
budak). Tapi Heo Jun berkata ia sudah
membuang semua hal dengan hidup dalam rumah ini. Ia harus merendahkan dirinya
hanya untuk bertahan hidup.
“Tapi aku tidak
mau hidup seperti itu lebih lama lagi. Setidaknya, mari kita jalani hidup kita
seperti yang kita inginkan mulai sekarang, Bu.”
Meski masih nampak
keberatan dan ragu, ibu Jun akhirnya menurut. Mereka menyelinap keluar rumah
diam-diam. Tapi sayangnya, seorang pelayan melihat mereka.
Heo Ok seperti
biasa bersenang-senang di rumah gisaeng. Ia berfoya-foya membelikan
teman-temannya cincin dari Cina. Ia
sendiri memilih cincin berwarna kuning.
Pelayan yang
melihat Heo Jun datang ke rumah gisaeng
dan melaporkan pada Heo Ok apa yang dilihatnya.
Heo Jun dan ibunya
tiba di tempat penampungan orang-orang yang akan menjadi penumpang gelap kapal
ke Cina. Isi tempat penampungan itu adalah orang-orang miskin dan banyak yang
membawa anak-anak. Mungkin mereka juga
para budak yang hendak melarikan diri.
Heo Jun membawa
ibunya ke sudut dan memberinya tempat duduk yang lebih nyaman. Ia berkata ia
akan pergi sebentar untuk membeli tiketnya dan meminta ibunya menunggu.
Begitu
Heo Jun pergi, ibunya berdiri hendak kembali ke rumah Nyonya Sohn. Tapi
teringat perkataan Jun akhirnya menguatkan dirinya untuk kembali duduk dan
menunggu.
Heo Jun menemui
penjual tiket dan memberi uang 200 nyang untuk membeli tiket. Si penjual tiket
memberi 2 lempengan kayu sebagai tiket. Ia berkata ia hanya menjual tiket 1
kali pada setiap orang.
“Kau tahu kenapa?
Karena orang-orang di kapal mungkin selamat sampai ke Cina atau telah menjadi
makanan ikan karena perjalanan yang buruk. Atau karena mereka tertangkap.
Kau tahu
kebanyakan mereka berakhir bagaimana? Mereka tertangkap. Orang-orang yang
mengejar kalian adalah tipe orang-orang yang jahat dan tidak kenal menyerah.
Jika kalian tertangkap, kalian akan mati dengan cara terburuk yang bisa kalian
bayangkan. Tapi jika kalian tidak tertangkap, maka kalian akan dalam pelarian
seumur hidup kalian. Ini adalah kesempatan terakhir untuk mengubah pikiranmu.”
Tapi Heo Jun tetap
ingin pergi. Ia berkata ia akan naik ke kapal bagaimanapun caranya. Penjual
tiket berkata kapal akan berangkat jam 1 pagi, tidak boleh terlambat 1 menit
pun.
Hyun Seo
mengambil buku Mauigeumseo dari kotak
tersembunyi di kamarnya. Satu lembaran di tengah buku itu ia sobek dan ia taruh
kembali di kotaknya. Kotak itu ia sembunyikan di tempat rahasia dalam lemarinya
dan menutupinya dengan kotak lain.
Istri Hyun Seo
menghalangi suaminya yang hendak pergi ke rumah Yeon Hee. Ia berkata semuanya
sudah selesai. Ia sudah memberitahu Hong Joo semuanya.
“Kenapa kau
melakukannya?” tanya Hyun Seo terkejut.
“Apa kau
benar-benar tidak tahu? Tanda aneh di belakang telinga Poong Yeon adalah karena
Yeon Hee, bukan? Karena Poong Yeon memiliki perasaan untuk Yeon Hee!”
“Kita harus
mematahkan kutukan Yeon Hee untuk menyelamatkan negeri ini dari sihir hitam
Hong Joo,” ujar Hyun Seo.
“Aku tidak
memerlukannya! Siapa yang peduli pada negeri terkutuk ini di saat puteraku
terbaring sekarat? Shaman itu jelas mengatakan hanya jika Yeon Hee….jika saja
ia mati….maka Poong Yeon kita bisa hidup,” kata istri Hyun Seo.
Hyun Seo berbalik
pergi tapi istrinya menahannya. Ia berkata Hong Joo juga sudah berjanji akan
menutupi pelanggaran Hyun Seo jika tidak lagi ikut campur.
Sementara itu Hong
Joo dan pasukannya sudah tiba di Hutan Hitam.
Yo Gwang membantu
Yeon Hee berkemas. Mereka siap untuk pergi.
Tapi saat mereka
membuka pintu, mereka diserang oleh panah-panah yang ditembakkan anak buah Hong
Joo. Anak buah Hyun Seo langsung menghadang mereka sementara Yeon Hee
bersembunyi di dalam rumah.
“Jadi para pendeta
Tao kerajaan bekerja sama untuk menyembunyikan anak yang dikutuk itu? Dan
kalian masih menyebut diri kalian abdi yang setia pada negara?” ujar Hong Joo.
Lah…dia ngga tau kalau Raja sendiri yang memberi perintah untuk menyelamatkan Yeon Hee.
Pertempuran
berlangsung dengan sengit. Sayangnya anak buah Hyun Seo kewalahan menghadapi
anak buah Hong Joo yang begitu banyak. Satu per satu dari mereka tumbang dan
mati hingga tersisa Yo Gwang.
Anak buah Hong Joo
menjerat kedua kaki dan tangan Yo Gwang hingga ia tidak bisa bergerak. Seorang
anak buah Hong Joo menyabetkan pedangnya. Yo Gwang pun roboh. Noooo!!
Hong Joo berjalan
ke arah Yo Gwang yang terluka. Ia menyebut mereka sudah bodoh.
“Kalian mati
seperti ini semua karena dia,” ujarnya.
Yeon Hee keluar.
“Apa maksud dari
kata-katamu itu?” tanyanya. Hong Joo terdiam seakan takjub melihat Yeon Hee.
“Apa maksudmu
semua ini karena aku?”
“Anak malang….tidak ada yang memberitahumu
mengenai kutukanmu? Semua yang kaucintai akan mati. Dan orang-orang yang
mencintaimu juga akan mati. Itulah kutukanmu.”
Yeon Hee terpana.
Ia melihat Yo Gwang yang terluka di tanah.
Hong Joo
memeluknya dan bertanya apakah Yeon Hee sedih dan menderita.
“Jadi kenapa kau
harus dilahirkan? Tidak ada yang menginginkanmu dilahirkan. Jika kau ingin
menyelamatkan semua orang, yang harus kaulakukan hanyalah mati. Hanya kau.”
Ia memberi isyarat
pada anak buahnya. Anak buah Hong Joo menghunus pedang mereka ke arah Yeon Hee.
Hentikan! Seru
Hyun Seo. Ia berdiri di depan Yeon Hee dan berkata mereka tidak boleh membawa
Yeon Hee.
“Jangan ikut
campur lagi, Tuan. Aku tidak bisa memaafkanmu jika kau ikut campur lebih jauh
meski itu kau.”
Tiba-tiba Yo Gwang
bangkit dan melemparkan golok panjangnya pada seorang anak buah Hong Joo.
Dengan tubuh terluka ia menyuruh Hyun Seo melarikan diri bersama Yeon Hee.
Hyun Seo membawa
Yeon Hee melarikan diri sementara Yo Gwang berusaha mati-matian menghalangi
mereka. Tapi lukanya terlalu parah,
bahkan ia beberapa kali menerima tusukan.
Meski begitu sempat-sempatnya
ia memegangi kaki Hong Joo untuk menghalanginya. Hong Joo menebasnya dengan
pisau.
Hyun Seo dan Yeon
Hee terus berlari menembus hutan. Anak buah Hong Joo mengejar mereka. Hong Joo
memerintahkan mereka untuk menangkap keduanya dan membawa mereka ke istana.
Hyun Seo dan Yeon
Hee bersembunyi di sebuah gua kecil. Hyun Seo meminta Yeon Hee mendengarnya
baik-baik. Ia menyerahkan bungkusan berisi Mauigeumseo pada Yeon Hee.
“Jika mereka
melihatku, kau harus berlari terus. Kau tidak boleh melihat ke belakang dan
terus berlari.”
“Tidak, aku tidak
mau! Ini semua salahku. Aku lebih baik daripada membiarkan lebih banyak orang
tak bersalah mati!” kata Yeon Hee sambil menangis.
“Tidak! Tidak
bolhe, Yeon Hee! Kau harus hidup. Kau harus pergi ke Kuil Chungbing dan
mematahkan kutukan ini. Hanya itu caranya agar kita semua bisa hidup.”
Yeon Hee
menggeleng. Tapi Hyun Seo berkata Yeon Hee harus pergi ke kuil Chungbing. Yeon
Hee menatap ayahnya dengan berlinang air mata.
“Ayah minta maaf,
Yeon Hee. Dan ayah ini sudah terlambat, tapi selamat ulang tahun,” ia
menggenggam tangan Yeon Hee sambil tersenyum.
Setelah itu ia
keluar dari tempat persembunyian untuk mengalihkan perhatian anak buah Hong
Joo. Mereka segera mengejar Hyun Seo sambil melepaskan anak panah bertubi-tubi.
Hyun Seo terus berlari hingga akhirnya
kakinya terkena pisau terbang.
Yeon Hee membuka
bungkusan pemberian ayahnya dan melihat buku itu. Dengan mengingat perkataan
ayahnya bahwa ia harus pergi ke kuil Chungbing, ia menguatkan dirinya untuk
berlari menuruti perintah ayahnya. Anak buah Hong Joo melihat pergerakannya dan
langsung mengejarnya.
Hong Joo mendekati
Hyun Seo yang terluka. Ia bertanya di mana Yeon Hee. Tidak tahu, jawab Hyun
Seo.
“Dia ditakdirkan
untuk mati,” kata Hong Joo. “Jadi bagaimana bisa kau melepaskan segalanya untuk
anak seperti itu?”
“Tidak. Anak itu
harus hidup. Itu adalah kehendak langit.”
Kehendak langit?
Apa itu kehendak langit? Tanya Hong Joo sinis. Menyerah pada takdir yang tidak
adil? Apakah itu yang namanya kehendak langit?
“Dilahirkan tanpa
apapun dan menjadi target untuk mereka yang kaya? Harus membungkuk meski mereka
menginjakku dan menertawakanku? Apakah itu kehendak langit yang kaubicarakan?”
tanya Hong Joo emosi.
Hyun Seo berkata
semua orang yang menyembah langit memiliki tugas. Membuka jalan agar kehendak
langit terlaksana.
“Tidak. Aku tidak
mau lagi hidup seperti itu. Aku yang
akan menginjak mereka dan naik ke atas.”
Hyun Seo berkata
ia mengerti perasaan Hong Joo tapi jalan yang ditempuhnya adalah salah. Dan ia
menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi hingga peristiwa hari ini.
“Mari kita kembali
ke istana bersama. Mari hentikan ini dan menebus dosa-dosa kita. Jangan jatuh
lebih lagi, Hong Joo.”
Hyun Seo berusaha
berjalan pergi. Tapi Hong Joo menusuk punggungnya dengan pedang hingga tembus
ke perut.
“Aku minta maaf
ini caraku membalas semua yang sudah kauajarkan. Tapi, mulai sekarang aku tidak
percaya pada langit. Mulai sekarang, kehendakku yang akan menjadi kehendak
langit,” kata Hong Joo sambil menahan tangis.
Ia menarik
pedangnya dan Hyun Seo roboh ke tanah. Hong Joo memerintahkan anak buahnya
untuk menangkap Yeon Hee dan membunuhnya.
Heo Jun dalam
perjalanan kembali ke tempat
penampungan. Ia bersembunyi saat melihat sekelompok anak buah Hong Joo berlari
melintasi hutan dengan membawa pedang. Ia sempat melihat mereka mengejar
sesosok gadis.
Heo Jun
menggenggam tiketnya rapat-rapat dan memutuskan untuk tidak ikut campur.
Yeon Hee terus
berlari. Anak buah Hong Joo menyerangnya dengan anak buah. Yeon Hee beberapa
kali terjatuh namun bangkit dan terus berlari. Hingga ia mencapai ujung tebing
dan tidak bisa lari lagi.
Heo Jun rupanya
memutuskan untuk menolong. Ia terkejut saat mengenali Yeon Hee yang dikejar
kelompok tersebut.
Melihat Yeon Hee
hendak dipanah, ia berlari dan melompat. Panah itu mengenai dada Heo Jun. Heo
Jung jatuh ke tanah. Yeon Hee mengenali Heo Jun.
Ia diam terpaku.
Sebuah panah mengenainya. Ia jatuh dari tebing dan masuk ke dalam kolam. Entah
mengapa air kolam itu membeku. Yeon Hee berusaha keluar dari kolam itu, tapi es
menghalanginya.
Akhirnya ia hilang
kesadaran dan semakin masuk ke dalam kolam.
Komentar:
Huaaa….episode
penuh emosi. Semua orang penuh emosi dalam episode kali ini. Dan yang pasti
tidak ada yang tertawa senang >,<
Sebenarnya Hong
Joo, Heo Jun, dan Yeon Hee memiliki kesamaan. Heo Jun dan Hong Joo sama-sama
berasal dari keluarga kelas terendah yang membuat mereka diinjak-injak orang kaya.
Kita belum tahu detil kehidupan Hong Joo, tapi dari kata-katanya pasti telah
terjadi sesuatu yang sangat menyakitkan hingga ia begitu membenci yang namanya
takdir.
Nyonya Sohn juga
mengatakan Heo Jun tidak bisa keluar dari takdir terlahir sebagai anak budak.
Tapi Heo Jun memilih tidak menyerah dengan takdirnya dan berusaha keluar dengan
caranya sendiri. Sayangnya rencana itu terancam gagal karena kebaikan hatinya
untuk menolong Yeon Hee.
Yeon Hee terlahir
sebagai Puteri Raja, tapi kelahirannya tidak diinginkan. Ia dikatakan memiliki
takdir untuk mati menurut Hong Joo, sementara Hyun Seo percaya sebaliknya. Lalu
mana yang benar?
Meski Yeon Hee ingin mati saja agar tidak ada orang lain yang mati karenanya, tapi ia berusaha hidup dan menuruti keinginan ayahnya. Ia memang terlihat pasrah dan menyerah ketika melihat Heo Jun terpanah menggantikan dirinya. Tapi di kolam, ia berusaha untuk keluar dengan memukul-mukul es yang membeku di permukaan. Ia berusaha hidup untuk memenuhi perintah ayahnya...mungkin juga karena ia merasa bersalah semua ini terjadi karena ia melanggar perintah ayahnya.
Aku senang ada
momen antara Hyun Seo dan Yeon Hee yang memperlihatkan kalau Hyun Seo
menyayangi Yeon Hee sebagai puterinya, bukan semata karena perintah Raja. Bukan
berarti ia tidak menyayangi Poong Yeon, tapi karena ia ingin menyelamatkan
semua orang.
Aku juga mengerti
mengapa ibu Poong Yeon bersikap seperti itu. Bagi seorang ibu, puteranya adalah
segalanya. Belum lagi suaminya terancam dihukum mati karena sudah melanggar
perintah.
Cuma masa sih ya
Hyun Seo dan Yo Gwang mati? Kalau Yo Gwang masih mungkin walau masih ngga rela
hehe^^ Tapi Lee Sung Jae cuma muncul 4 episode kayanya ngga mungkin ya….apalagi
dia juga ada di poster drama ini. Mudah-mudahan Hyun Seo tidak mati.
Oya satu lagi,
akting mereka semua pada episode kali ini benar-benar terasa total. Terutama
Kwak Shi Yang yang histeris melihat hantu dan Yoon Shi Yoon ketika mengira
ibunya dipukuli sampai mati. Seratus jempol deh *pinjem jempolnya para pembaca yaaaa
*
Huaaaa,,, kok jd tragis gt y,mdh2n hyun seo ga mati.sp lg dong yg ngelindungin yeon hee.mksih y mba fani,tetep ditunggu ^_^
BalasHapuseps 2,3&4 gk bs gk nangis..drmanya bagus bgt..bener2 menguras emosi😠ma kasih mbk fanny sinopsis nya
BalasHapusDitunggu ep 5 yà a..gak sabar,,hehehhe
BalasHapusSelamat ulang tahun :)
BalasHapusKata kata itu yg bikin suka lee sung jae setelah dibikin benci di guga wkwk
Lee Sung Jae itu mengingatkan sy pada saat pertama kalinya sy mengenal mba Fanny dan mba dee lewat drama Kanci the begining 3 tahun yg lalu .. Dulu di kanci peran lee sung jae sangat menyebalkan tapi itu malah membuat saya hapal nama nya ..
BalasHapusMakasih mba Fanny
kereennn bangettt dramanyaa penuhh dengann emosii
BalasHapus...
ditunggu episode selanjutnyaa yaaa...
gomawo
hiks hiks hiks....episode kali ini emang bikin nangis
BalasHapusditunggu recap next episode ya mbak Fanny
Tapi beneran cuma 16 episode doank ya?Pantesan setiap episodenya intens banget