Sehari-hari Seo Ri
membuat ramuan dari berbagai tanaman yang dikeringkan. Ia terlihat sudah ahli.
Nanti akan dijelaskan ramuan apa yang ia buat.
Seo Ri masih
menyimpan lonceng kecil pemberian Poong Yeon. Dan ia teringat Poong Yeon setiap
kali melihat lonceng tersebut.
Yo Gwang yang
bertugas mengumpulkan tanaman yang dibutuhkan Seo Ri sambil mengambil plakat
keinginan. Akhir-akhir ini Seo Ri
membuat ramuan setiap hari karena tidak
banyak lagi waktu yang tersisa.
Yo Gwang menatap
Seo Ri dan nampak khawatir. Ia teringat perkataan Hyun Seo bahwa semua lilin
harus menyala sebelum Bintang Utara menghilang. Jika mereka tidak bisa
mematahkan kutukan itu pada waktunya, orang yang berusaha mematahkan kutukan
(yang menyalakan lilin) akan mati.
Hong Joo menggunakan
sihirnya untuk menghidupkan ikan-ikan yang sudah mati. Cuma iseng? Atau untuk
menguji kemampuan sihir hitamnya? Atau ikan-ikan itu akan berguna nanti?
*akibat begitu banyak misteri dalam drama ini XD semua jadi pertanyaan hehe*
Soon Deuk, si gadis
urakan di tempat judi, sedang menghibur temannya yang sedang murung. Temannya
adalah seorang gisaeng bernama Man Wol. Setengah wajah Man Wol rusak hingga ia
merasa tidak percaya diri ketika akan mendekati pria yang disukainya.
Soon Deuk mengajarinya bagaimana cara menggoda seorang pria. Tanpa menyebut kekurangan
Man Wol, Soon Deuk menyarankan agar Man Wol duduk menyamping di dekat cahaya
lilin. Dengan begitu wajahnya yang rusak tidak terlihat.
Soon Deuk mengajarinya berbagai macam cara tapi gagal. Man Wol malah terlihat lucu saat
ia berusaha bersikap genit dan gemulai. Soon Deuk malah lebih berbakat^^
Soon Deuk menyerah.
Ia berkata Man Wol tidak berbakat jadi gisaeng. Tidak masuk akal gisaeng jatuh
cinta tak berbalas. Terbalik.
Gisaeng langganan
Heo Ok masuk ke kamar Man Wol sambil marah-marah. Ia menyuruh Man Wol cepat
membawa gayageumnya. Aha…jadi Man Wol bukan gisaeng yang melayani tamu
melainkan yang bermain musik.
Heo Jun melihat
Heok Ok seperti biasa mengunjungi tempat gisaeng. Orang-orang banyak yang
memberikan hadiah (ehm…sogokan) pada Heo Ok. Heo Jun melihatnya sambil memendam
kemarahan, lalu pergi.
Soon Deuk diam-diam
menguping di depan sebuah kamar. Di dalam kamar itu Heok Ok sedang berbicara
dengan seorang pedagang. Pedagang itu ingin menjual sesuatu yang ilegal
diperjualbelikan pada saat itu, yaitu ginseng.
Si pedagang
menyerahkan sekotak peralatan terbuat dari batu giok pada Heo Ok. Heo Ok
awalnya pura-pura menolak dengan berkata hal ini tidak benar. Tapi si pedagang
berkata ia sudah tahu Heo Ok seorang pejabat yang dipercayai oleh para
atasannya karena rekam jejak jabatannya yang fenomenal dalam menangkap
penjahat.
Tapi ia juga
dengan kalau Heo Ok bisa mengabulkan permintaan apapun. Heo Ok membenarkan dan
berkata ia akan menerimanya kali ini. Si pedagang meminta Heo Ok membubuhkan
cap jari dalam kontrak jual beli sebagai jaminan.
Heo Ok tidak mau.
Tapi si pedagang menyerahkan sebungkus perhiasan. Heo Ok tergiur dan
membubuhkan cap jarinya. Sebelum pergi, si pedagang berkata ia yang akan
membayar semua minuman Heo Ok hari ini.
Setelah pedagang
itu keluar, para gisaeng masuk. Termasuk Man Wol membawa gayageumnya. Tapi Heo
Ok malah mengusirnya dan menyebutnya kodok. Man Wol keluar dengan hati terluka.
Soon Deuk diam-diam
mengikuti si pedagang keluar dari rumah gisaeng. Ia melihat tingkah laku si
pedagang mencurigakan.
Pedagang itu pergi
ke pintu belakang lalu menyerahkan surat kontrak yang sudah dicap oleh Heo Ok
pada seseorang bertopi lebar hingga wajahnya tak terlihat. Tapi kita tahu siapa
orang itu. Heo Jun.
Heo Jun menyuruh
si pedagang itu pergi keluar kota diam-diam.
Ia pergi ke makam
ibunya lalu mulai menggali. Di dalam tanah ada sebuah kotak. Ia memasukkan
surat kontrak tadi dalam kotak tersebut. Di dalamnya sudah banyak surat-surat
lain. Soon Deuk mengamatinya sambil bersembunyi.
Ia terus mengikuti
Heo Jun tapi kehilangan jejaknya. Hingga tiba-tiba Heo Jun muncul di depannya
tiba-tiba. Soon Deuk hendak melarikan diri tapi Heo Jun menahannya.
Heo Ok merasa tak
enak hati dengan kotrak yang baru saja dicapnya. Ia memanggil anak buahnya dan
menanyakan di mana si pedagang itu tinggal.
Si pedagang sudah
bersiap pergi ketika Heo Ok dan anak buahnya tiba. Heo Ok meminta si pedagang
menyerahkan surat kontrak tadi. Ia ingin membatalkan kesepakatan mereka.
Tapi si pedagang
mendadak melarikan diri. Tindakan yang sia-sia karena anak buah Heo Ok dengan
mudah menangkapnya. Si pedagang berkata kontrak itu tidak ada padanya.
Heo Ok berkata ia
polisi dan bisa memenjarakan si pedagang karena sudah menipu. Si pedagang
berkata semua ini tidak ada kaitannya dengan dirinya. Ia hanya disuruh oleh
seseorang. Orang itu membayarnya untuk mendapatkan surat tersebut.
Siapa orang itu,
tanya Heo Ok. Si pedagang berkata ia tidak tahu. Ia tidak tahu namanya bahkan
seperti apa wajahnya. Heo Ok tidak percaya tapi si pedagang benar-benar tidak
tahu.
“Aku tahu siapa
orang itu,” ujar Soon Deuk.
Heo Jun hendak
masuk ke rumah ketika ia melihat seseorang duduk di luar.
“Man Wol, “
panggilnya, “Kenapa kau ada di sini?”
Man Wol tersenyum
cerah melihat Heo Jun. Ternyata Man Wol menyukai Heo Jun^^
Seo Ri teringat
pada Jun ketika melihat layang-layangnya. Ia teringat juga Jun terkena panah
menggantikannya.
“Kau masih hidup,
bukan?” gumamnya.
Di tempat lain,
Jun juga teringat pada Yeon Hee saat melihat buah kesemek di meja (di episode 1
aku menyebutnya tomat karena mirip bentuknya hehe).
Man Wol yang
sedang memainkan musik melihat Jun melamun. Ia memutuskan mencoba saran Deok
Sun. Ia mendekatkan lilin ke wajahnya yang tidak rusak dan duduk menyamping.
“Tuan? Tuan…”
panggilnya makin keras. Jun tersadar dari lamunannya.
“Kenapa kau
mendekatkan lilin itu? Itu kan berbahaya,” kata Jun.
Man Wol hendak menuangkan minuman untuk Jun
tapi Jun berkata ia akan menuangnya sendiri. Man Wol tiba-tiba terkikik
“genit”. Jun malah terkejut kebingungan.
“Kau kenapa hari
ini, Man Wol?”
“Aku malu, Tuan,”
kata Man Wol sambil menutup wajahnya, masih berusaha genit.
“Man Wol, apa
seseorang mengatakan sesuatu padamu lagi?” tanya Jun pengertian. “Kau tidak
perlu mengkhawatirkan perkataan orang-orang. Kau paling cantik saat menjadi
dirimu sendiri.”
Man Wol meminta
Jun tidak membohonginya. Setidaknya ia tahu posisinya. Karena itu ia berpikir
untuk pergi ke pohon berusia 100 tahun di tengah hutan. Pohon itu konon dapat
mengabulkan permintaan.
Heo Jun tidak
percaya pada hal seperti itu. Tapi Man Wol berkata siapa tahu keinginannya
benar-benar terkabul. Ia bertanya apakah Heo Jun juga memiliki keinginan. Tidak
ada, jawab Jun.
Man Wol
benar-benar pergi ke pohon 100 tahun itu. Ia berdoa sepenuh hati lalu
menggantungkan plakat harapannya. Itu adalah pohon tempat Yo Gwang mengambil
plakat keinginan.
Setelah Man Wol
pergi, Yo Gwang mencabut plakat itu dari pohon itu lalu membawanya pada Seo Ri.
Dalam plakat itu tertulis kalau Man Wol ingin menjadi cantik agar bisa
mendampingi orang yang ia cintai.
Keesokan paginya
Seo Ri membuat ramuan dari herbal berdasarkan resep yang tertulis dalam
Mauigeumseo. Ramuan itu ia masukkan
dalam botol. Ia berharap kali ini ia berhasil.
Heo Ok mengingat
pertemuannya dengan Soon Deuk. Ia ingat Soon Deuk adalah komplotan si penjudi
yang sembunyi di bawah meja. Soon Deuk berkata seharusnya Heo Ok menanyakan
identitas orang itu. Mungkin saja orang itu orang yang sangat dikenal Heo Ok.
Heo Ok bertanya
bagaimana Soon Deuk bisa tahu orang itu. Soon Deuk tidak mau memberitahu gratis.
Dan ia tahu di mana surat kontrak itu disimpan.
Sesosok mayat
kembali ditemukan. Kali ini di sungai, dan memegang botol ramuan yang sama dan
tak berjantung. Wait…jadi orang-orang yang keinginannya dipenuhi Seo Ri adalah
orang-orang yang dikejar si Jubah Merah lalu dibunuh? Masuk akal sih…
Poong Yeon dan Sol
Gae memeriksa TKP. Poong Yeon memungut botol ramuan tersebut. Tiba-tiba sebuah
anak panah meluncur ke arah Poong Yeon tapi Sol Gae berhasil menangkapnya.
Anak buah Hong Joo
yang melepaskan anak panah itu. Poong Yeon memungut anak panah tersebut dan menemukan
secarik kain. Ia membuka kain tersebut dan membacanya.
Yo Gwang
memberikan ramuan Seo Ri pada Man Wol. Man Wol ragu ramuan itu bisa membuatnya
jadi cantik. Yo Gwang hanya bertanya apakah Man Wol seorang yang tulus atau
tidak.
“Jika tidak,
ramuan ini tidak ada bedanya dengan air. Tapi jika kau sungguh-sungguh tulus,
keinginanmu pasti jadi kenyataan.”
Man Wol bertanya
apakah ada yang harus ia bayar untuk mendapatkan keinginannya. Yo Gwang meminta
Man Wol menyalakan lilin yang dibawahnya dengan hati tulus.
Setelah Yo Gwang
pergi, Man Wol meminum ramuan itu. Tiba-tiba ia mengaduh. Lehernya sakit
seperti tercekik. Sementara Seo Ri terus berdoa di depan altar.
Keinginan Man Wol
jadi kenyataan. Wajahnya yang rusak telah menjadi mulus.
Yo Gwang membawa
lilin yang sudah dinyalakan Man Wol dengan hati-hati pada Seo Ri. Seo Ri
memindahkan nyala api lilin itu pada lilin di altar. Lalu ia berdoa.
Yo Gwang ikut
berdoa dan menanti dengan gugup. Ia bersorak gembira ketika lilin itu tidak
padam seperti yang sebelum-sebelumnya.
Tepat pada saat
itu Hong Joo memuntahkan darah. Tapi kemudian ia tersenyum saat merasakan
seseorang sedang menuju ke tempatnya. Poong Yeon. Ternyata kain tadi
berisi peta untuk menuju tempat Hong
Joo.
Ia masuk dan Hong
Joo menemuinya. Hong Joo berkata ia dengar Poong Yeon mencarinya.
Poong Yeon
bertanya apakah ada di sana malam itu 5 tahun lalu, ketika lima pendeta Tao terbunuh
dan ayahnya menghilang di Hutan Hitam.
“Apa kau percaya
padaku jika kukatakan aku tidak ada di sana?” tanya Hong Joo.
Poong Yeon
bertanya apa yang sebenarnya terjadi pada hari itu. Hong Joo berbohong ia tidak
tahu karena ketika ia tiba semua sudah berakhir.
“Jadi Nyonya tidak
tahu apa yang terjadi pada hari itu?” tanya Poong Yeon, terlihat tak percaya.
Hong Joo tersenyum
dan berkata setidaknya ia bisa mengatakan 1 hal. Ia bisa membuat Poong Yeon bertemu ayahnya.
Poong Yeon terkejut dan bertanya apakah Hong Joo tahu di mana ayahnya.
“Aku bilang aku
bisa mencari cara agar kau bisa bertemu ayahmu.”
Poong Yeon tahu
Hong Joo tidak akan melakukannya tanpa imbalan. Hong Joo meminta Poong Yeon
mempertemukannya dengan Raja Seonjo. Ia tahu Raja sakit keras melalui kekuatan
batin yang diberikan padanya. Dan ia tahu satu-satunya cara untuk menyembuhkan
Raja.
Tapi Poong Yeon berkata
itu tidak mungkin. Jika Raja benar-benar sakit maka tabib istana yang akan
menanganinya.
“Yang Mulia
bukanlah seseorang yang akan merendahkan dirinya untuk bertemu dengan orang
seperti Nyonya.”
“Kalau begitu
apakah tidak apa-apa kau tidak bertemu dengan ayahmu?” tanya Hong Joo.
“Jika Nyonya bisa
menemukannya, maka aku juga pasti bisa menemukannya,” ujar Poong Yeon tegas. Ia
bangkit berdiri.
Hong Joo berkata
ada pesan yang Hyun Seo titipkan padanya untuk Poong Yeon. “Kau harus menemukan
Yeon Hee.”
Poong Yeon tidak
mengatakan apapun dan berjalan keluar. Tapi tiba-tiba ia merasa pusing. Hong
Joo tersenyum. Sebuah tanda bulat menyala di leher Poong Yeon. Itu adalah
akibat asap hitam dari sebuah tungku di tempat itu. Apa itu? Semacam tanda
untuk mengetahui keberadaan Poong Yeon, seperti GPS? Atau pengendali pikiran
dan semacamnya? Serem amat sih…
Hong Joo masuk ke
dalam, ke tempat Hyun Seo dibaringkan. Ia berkata Poong Yeon persis seperti
ayahnya. Ia menyentuh bekas luka di belakang telinga Hyun Seo.
Kilas balik 27
tahun lalu (5 tahun sebelum Yeon Hee dan Putera Mahkota dilahirkan, ketika Raja
Injong masih berkuasa)
Raja Injong
terbaring sakit (dalam sejarah Raja Injong memang sakit-sakitan dan hanya
memerintah 9 bulan sebelum ia wafat). Hong Joo yang masih seorang shaman biasa
mendatanginya. Raja Injong terlihat ketakutan melihat Hong Joo namun ia tidak
bisa bicara.
Hong Joo berkata
ia akan menghilangkan rasa sakit itu. Raja Injong menatap dengan tatapan
memohon agar Hong Joo tidak melakukan apa yang akan ia lakukan. Hong Joo
mengeluarkan kertas jimat dan menempelkannya di dada Raja Injong.
“Jangan merasa
dikhianati. Bukankah istana adalah tempat dimana tak ada tempat untuk berpikir
dua kali dalam menginjak-injak hidup orang lain demi keserakahannya sendiri?
Yang Mulia juga dengan cepat menggunakan
dan membuang para dayang demi mendapatkan keturunan. Jadi anggap saja
ini hanya pencuci mulut.”
Hong Joo mulai
menjalankan sihir hitamnya untuk mengambil roh Raja Injong.
Saat itu pintu
terbuka. Hyun Seo dan Yo Gwang masuk. Wow…27 tahun lalu Yo Gwang juga masih
tetap sama??? Jadi dia sebenarnya umur berapa? Setidaknya sudah 40 tahun lebih
dong ;p *lagi-lagi salah fokus*
Hong Joo berkata
ia sedang melakukan perintah Ibu Suri. Tapi Hyun Seo mengingatkan kalau Hong
Joo tidak akan selamat dengan melakukan ini pada Raja, bisa-bisa kehilangan
nyawanya. Hong Joo tidak peduli lagi pada hidupnya.
“Anak bodoh… Apa
ini cara balas dendam yang kaupilih?”
“Balas dendam? Aku
melakukan ini demi kebaikan negeri ini.”
“Aku tidak
melatihmu untuk melakukan hal seperti ini. Sudah cukup. Kumohon hentikan, Hong
Joo.”
“Sudah terlambat,”
kata Hong Joo.
Para pengawal Ibu
Suri masuk menyerang Hyun Seo dan Yo Gwang. Hyun Seo dan Yo Gwang terpaksa
melawan mereka. Sementara Hong Joo meneruskan sihir hitamnya.
Hyun Seo dan Yo
Gwang akhirnya berhasil menjatuhkan semua pengawal itu. Tapi terlambat, Raja
Injong sudah tiada.
Yo Gwang majue
hendak menyerang Hong Joo. Tapi Hyun Seo menghalanginya hingga ia yang terkena
pedang. Hong Joo dan Yo Gwang shock.
“Pergilah…dan
jangan pernah kembali,” kata Hyun Seo.
Hong Joo
menggunakan sihirnya. Asap hitam keluar dari tungku lalu masuk ke dalam tubuh
Hyun Seo melalui hidung. Kertas jimat di dada Hyun Seo menyala.
“Waktunya sudah
tiba untuk kita mendapatkan raja yang baru. Tuan, kumohon jangan lawan aku kali
ini. Kau harus membunuh Puteri yang bersembunyi di pegunungan,” kata Hong Joo.
Man Wol
mendapatkan rasa percaya diri untuk mendekati Heo Jun. Ia menulis surat dan
meminta pelayan rumah gisaeng untuk mengirimkannya pada Heo Jun.
Sayangnya si
pelayan tidak bertemu Heo Jun, malah bertemu Heo Ok. Heo Ok memaksa agar surat
itu diberikan padanya dan berkata akan meneruskannya pada Jun. Meski ragu, si
pelayan akhirnya memberikan surat itu.
Tentu saja Heo Ok
tidak menyerahkannya pada Jun, malah membacanya. Dalam surat itu Man Wol
berkata ingin mencurahkan perasaannya yang sudah lama terpendam dan meminta Jun
menemuinya di tempat penggilingan malam ini. Heo Ok mengira Jun berencana bersenang-senang dengan Man Wol
malam ini di sana.
Soon Deuk membawa
Heo Ok ke tempat Jun menyembunyikan surat kontrak itu. Soon Deuk sempat terdiam
saat Heo Ok berkata Jun itu menakutkan karena menyimpan hal semacam itu di
dekat kuburan ibunya.
Soon Deuk menggali
dan mengeluarkan kotak dari tanah. Ia mendudukinya dan tidak mau menyerahkannya
sebelum Heo Ok membayarnya 100 nyang. Heo Ok menggerutu lalu memberikan uang
itu.
Anak buah Heo Ok
membuka peti itu. Isinya sebongkah batu.
Heo Ok terkejut. Soon Deuk terkejut dan berkata itu tidak mungkin. Ia jelas-jelas melihat Jun
menaruhnya di sana. Heo Ok marah dan mengira Soon Deuk sudah menipunya.
“Apa yang kaucari?”
tanya Heo Jun.
Heo Ok menoleh
pada Soon Deuk. Soon Deuk berkata ia benar-benar tidak tahu apa-apa.
Tiba-tiba atasan
Heo Ok datang bersama pasukannya. Ia menyuruh Heo Ok ditangkap karena sudah
menerima suap untuk perdagangan ilegal. Heo Ok menyangkal dan berkata pasti ada
kesalahpahaman. Untuk apa ia menerima suap padahal sudah memiliki banyak uang?
Tapi polisi sudah
memiliki semua buktinya. Bukti yang selama ini dikumpulkan Heo Jun.
“Apa kau tahu
kalau menerima suap hukumannya adalah digantung? Tangkap dia!!”
Heo Ok diseret
pergi bersama anak buahnya. Heo Ok masih sempatnya marah-marah pada Heo Jun
yang telah menyiasatinya.
Ibu Heo Ok
mengunjungi puteranya di penjara. Tentu saja 5 tahun tidak membuat Heo Ok
bertambah dewasa. Ia menyuruh ibunya mengeluarkannya dari penjara. Ibunya
memarahinya karena sudah mempercayai Jun. (Doenk…bukannya marahin supaya ngga
korupsi…ya gini deh jadinya anaknya >,<)
Heo Ok merengek
meminta ibunya meminta bantuan pada hakim yang dekat dengannya. Bahwa ia sudah
difitnah dan dikurung di sana.
“Tenang! Kau itu
putera tertua keluarga Heo!” ujar ibunya kesal.
“Siapa yang peduli
dengan itu kalau aku akan mati?! Aku akan digantung, Ibu! Digantung!”
Ibu Heo Ok berkata
Heo Ok tidak boleh terguncang oleh apapun untuk menyandang nama keluarga
mereka. Heo Ok harus tetap tenang dan melindungi nama keluarga mereka. Heo Ok
tak peduli. Jika ia mati, keluarga mereka juga toh akan berakhir.
Malam itu Man Wol
dengan gembira pergi ke tempat penggilingan. Seseorang membuka pintu lalu
masuk. Man Wol menoleh. Ia menjerit melihat Si Jubah Merah.
Yo Gwang berlari
ke tempat penggilingan. Tapi terlambat, ketika ia masuk Man Wol sudah tidak
bernyawa dan jantungnya sudah diambil.
Yo Gwang berlari keluar
dan melihat sosok si Jubah Merah. Ia langsung mengejarnya.
Sementara itu
lilin Man Wol di kuil Chungbing kembali padam. Hong Joo yang menjalankan sihir
hitamnya tersenyum saat melihat urat-urat hitam ditangannya kembali normal.
Yo Gwang berhasil
menghadang si Jubah Merah dan bertanya siapa dia.
“Siapa kau yang
terus mengikutiku? Kenapa kau terus membunuh mereka yang terkait dengan pohon
100 tahun? Apa mereka yang membuatmu melakukannya?”
Jubah Merah menepis
pedang Yo Gwang. Mereka berkelahi. Si Jubah Merah terdesak tapi lagi-lagi ia
dengan curang melempar pasir ke wajah Yo Gwang dan melarikan diri.
Jubah Merah kembali
ke tempat Hong Joo dan berlutut menyerahkan jantung Man Wol.
Hong Joo membakar
jantung tersebut hingga menjadi abu. Terdengar suara jeritan roh Man Wol.
Yo Gwang kembali
ke kuil Chungbing dengan sedih. Seo Ri berkata lilinnya lagi-lagi mati.
“Kau dari mana?”
tanyanya. “Sebenarnya apa yang kaulakukan di luar sana?
“Ti..tidak ada
apa-apa,” jawab Yo Gwang gugup.
Seo Ri bertanya
apa sebenarnya yang disembunyikan Yo Gwang darinya. Yo Gwang berkata ia tidak
menyembunyikan apapun. Seo Ri marah karena Yo Gwang membohonginya dan berjalan
keluar hendak menuju pintu keluar kuil.
Yo Gwang
mengejarnya dan menghentikannya sebelum Seo Ri melewati batas akhir rangkaian
jimat yang terpasang. Seo Ri menyuruh Yo Gwang melepaskannya. Ia akan mencari
tahu sendiri.
Jika Seo Ri pergi,
semua yang mereka lakukan akan sia-sia. Ia memohon agar Seo Ri menunggu
sebentar lagi, selama ini Seo Ri sudah melakukan yang terbaik.
“Apa yang
kaukatakan? Kita hanya tinggal memiliki 49 hari (sebelum Bintang Utara menghilang. Jadi benar ya kalau terjemahannya harusnya 5 tahun). Enam bulan sudah berlalu tapi
aku bisa bisa menyalakan satu lilin pun! Jadi apa yang harus kulakukan? Apa yang
kauingin kulakukan?!!” tanya Seo Ri penuh emosi.
Yo Gwang berkata
Seo Ri bisa melakukannya. Seo Ri harus melakukannya.
Seo Ri menangis
memikirkan jika ia mati maka ia tidak bisa lagi bertemu dengan orang-orang yang
ingin ia jumpai. Ia sama sekali tidak takut kematian.
“Tapi…aku ingin
menemui mereka. Aku sangat merindukan mereka. Aku ingin bertemu dengan mereka,”
isaknya.
Yo Gwang hanya
bisa meminta maaf melihat kesedihan Seo Ri.
Meski balas
dendamnya sudah terlaksana, Heo Jun tidak nampak gembira. Soon Deuk menghampirinya
dan menagih bayarannya. Heo Jun memberinya 200 nyang.
Soon Deuk berkata
ia mengkhianati Heo Ok karena Heo Jun bersedia membayar lebih banyak. Ia tidak
menyangka kalau keduanya ternyata adik kakak.
“Apa ini
pertengkaran adik kakak atau semacamnya?”
“Bukan urusanmu.”
“Jadi itu makam
ibumu? Bagaimana bisa kau menyembunyikan hal seperti itu di sana?” celoteh Soon Deuk.
Heo Jun menyuruhnya
pergi. Tapi Soon Deuk masih penasaran dan berkata sepertinya itu balas dendam.
Heo Jun menyuruhnya cepat pergi dan menasihatinya agar tidak menjalani hidup
seperti ini. Soon Deuk akan menyesalinya nanti.
Soon Deuk bangkit
berdiri tapi ia tidak enak hati dan menaruh uang itu di meja. Ia berkata
bagaimana bisa ia mengambil uang sebagai ganti nyawa manusia. Tapi tatapannya
tetap terarah pada uang itu dengan sedih.
Heo Jun
menyodorkan uang itu pada Soon Deuk tanpa bicara lalu bangkit berdiri.
Polisi datang dan
menyuruh Heo Jun ditangkap. Melihat polisi, Soon Deuk cepat-cepat bersembunyi.
Heo Jun kebingungan kenapa ia ditangkap.
“Kau ditangkap
karena telah menuduh orang lain dengan tidak adil. Kau juga bersalah karena
pura-pura menjadi bangsawan.”
Heo Jun terkejut. Ia terkejut melihat Heo Ok telah
bebas dan kembali mengenakan pakaian polisinya.
“Kenapa kau
terkejut? Kau tidak bisa merusak keluarga kami hanya karena kau marah terlahir
miskin.”
Heo Jun menggeleng
tak percaya melihat Heo Ok bebas. Bukankah atasan Heo Ok sudah melihat sendiri
bukti-buktinya?
“Orang ini sudah
menerima suap dan melakukan kesepakatan-kesepakatan ilegal. Juga menutup mata
pada kejahatan yang dilakukannya, bahkan membunuh! Orang ini…membakar seorang
wanita tak bersalah dan membunuhnya!! Jadi kenapa? Kenapa kau mengatakan ia
tidak bersalah? Kenapa?!!” tanyanya putus asa.
Soon Deuk terpaku
mendengar hal itu.
Heo Ok berkata
inilah bedanya pelayan dan bangsawan. Orang miskin sudah pasti bersalah dan
orang kaya selalu tidak bersalah.
“Apa kau mengerti?
Bukankah sudah kukatakan jangan lakukan apapun, bodoh?”
“Dasar brengsek,”
gumam Heo Jun. Ia tertawa mengejek, “Aku belajar caraku dari seseorang yang
tidak tahu malu.”
Heo Ok berkata Heo
Jun bersalah atas satu kesalahan lagi. Atas kejahatan pembunuhan. Ia mengeluarkan
surat Man Wol dan berkata itu adalah bukti bahwa Heo Jun adalah orang terakhir
yang bertemu Man Wol pada malam Man Wol dibunuh.
“Kau adalah
Bangsawan Jubah Merah, bukan?”
Heo Ok tak tahan
lagi. Ia meronta sekuat tenaga dan melarikan diri.
Poong Yeon sedang
berjalan di kota ketika melihat orang-orang membawa mayat Man Wol. Ia
memeriksanya dan melihat Man Wol memegang botol ramuan.
Tak lama terdengar
keributan dari arah lain. Heo Jun sedang melarikan diri. Para penduduk membantu
polisi untuk menyudutkan Heo Jun. Mereka menabrak Heo Jun dengan kereta lalu
melemparinya dengan batu.
“Bukan aku!! Bukan
aku!!” seru Heo Jun.
Ia berusaha
melawan sekuat tenaga. Ia berhasil menyandera seorang polisi dan merebut
tombaknya. Ia melihat seekor kuda tak jauh dari sana.
Ia melempar
kudanya lalu berlari menuju kuda tersebut dan melarikan diri. Poong Yeon naik
ke kudanya dan mengejar Heo Jun.
Dalam pengejaran
itu, lonceng yang dibawa Poong Yeon berbunyi. Seo Ri mendengarnya. Tanda kutuk
di belakang telinganya menyala dan matanya bersinar.
“Kakak….” gumamnya.
Ia mengenakan
jubahnya lalu nekat melewati rangkaian jimat. Rangkaian jimat itu terbakar.
Poong Yeon
mengeluarkan panahnya dan siap menembak
Heo Jun. Tapi tanda kutuk di belakang telinganya muncul. Ia pingsan dan
terjatuh.
Heo Jun menoleh ke
belakang dan tak sengaja kepalanya membentur dahan pohon. Ia terjatuh dan
sempat menarik tas yang terikat pada kuda itu. Ia jatuh berguling-guling lalu
jatuh dari tebing.
Tiba-tiba ia
berhenti jatuh. Tubuhnya melayang sebelum ia menyentuh tanah. Heo Jun
kebingungan dan menoleh ke sana kemari. Ia menengadah dan melihat Seo Ri.
Heo Jun
mengulurkan tangannya. Seo Ri mengangkat tangannya untuk mengangkat Heo Jun.
Heo Jun jatuh pingsan.
Pot tempat roh Putera
Mahkota tiba-tiba berguncang. Hong Joo gembira melihatnya.
“Kau akhirnya
menampakkan dirimu sendiri, Puteri.”
Sementara itu,
jari-jari Hyun Seo mulai bergerak.
Komentar:
Duh itu si Heo Ok
kok lepas lagi sih…gemes banget >,<
Pantas saja Yo
Gwang nampak ragu ketika diminta membawa plakat keinginan. Karena ia sudah tahu
sasaran si Jubah Merah adalah mereka yang menerima ramuan Seo Ri. Dan ia tidak
berani memberitahu Seo Ri karena Seo Ri pasti akan merasa bersalah atas
kematian orang-orang itu.
Tapi kurasa
seharusnya Yo Gwang memberitahu Seo Ri, agar mereka bisa mencari cara lain
untuk mendapatkan nyala api dari orang-orang yang tulus. Jika Seo Ri akhirnya
tahu, pasti Seo Ri akan marah pada Yo Gwang.
Ada yang menduga
si Jubah Merah adalah Hyun Seo yang dikendalikan Hong Joo. Tadinya aku tidak
percaya karena aku melihat si Jubah Merah dapat berpikir. Contohnya, ia bisa
melempar pasir untuk melepaskan diri dari Poong Yeon dan Yo Gwang. Jika ia
dikendalikan, seharusnya ia seperti robot.
Tapi setelah
melihat Hong Joo memasukkan asap hitam ke tubuh Hyun Seo dan kertas jimat di
dada Hyun Seo menyala, aku jadi mulai berpikir itu mungkin saja benar. Tapi Hong Joo baru bisa membangkitkan ikan bukan? Atau ia sekarang sedang berusaha membangkitkan Hyun Seo? Masalahnya
seberapa jauh Hyun Seo dipengaruhi sihir hitam Hong Joo jika itu benar? Dan
apakah itu hanya kendali sementara?
Mungkinkah yang membangkitkan Yo Gwang juga Hyun Seo yang dikendalikan oleh Hong Joo? Namun ternyata Yo Gwang malah berhasil menyembunyikan Yeon Hee? Tapi rasanya aneh ya kalau Hong Joo tidak mengerahkan anak buahnya untuk mengikuti Yo Gwang sejak awal kalau ia tahu Yo Gwang akan pergi ke tempat Yeon Hee. Silakan pusing sendiri hahaha...ini malah ngajak orang lain ikutan pusing XD
Hyun Seo dan Hong Joo
ini sepertinya ada perasaan ya dulunya (dan mungkin masih). Apa mungkin
hubungan mereka jadi tidak berhasil karena Raja Injong ingin mempunyai
keturunan dari Hong Joo yang merupakan salah satu dayang istana? Setahuku
shaman itu dianggap derajat paling rendah dan Raja dilarang tidur dengan
shaman.
Tapi bisa saja
yang menjadi korban Raja Injong bukan Hong Joo, melainkan keluarganya. Atau Hong
Joo ketika itu adalah seorang dayang yang dilihat berbakat oleh Hyun Seo lalu
diajari. Namun hancur oleh Raja Injong. Soalnya Raja Injong terlihat takut
melihat Hong Joo, jadi pasti mereka pernah bertemu sebelumnya.
Sigh…menonton
drama ini memang selalu membuat berpikir dan memunculkan banyak pertanyaan ;p
gk tahu hrs komen apa jd ikut pusing baca komentr nya mbk fanny 😊 masih penuh mistery ma kasih sinopsis nya
BalasHapusIya,jd semakin misterius.. Smoga smua bs berakhir dgn happy yaa..mksih mba fanny,msh ttp lanjut doong..?? Wlpn pusing Hehe
BalasHapusIya,jd semakin misterius.. Smoga smua bs berakhir dgn happy yaa..mksih mba fanny,msh ttp lanjut doong..?? Wlpn pusing Hehe
BalasHapusKalau ga dilanjut tambah pusing karena penasaran wkwk
BalasHapusSaya belajar sabar dari drama ini karena banyak pertanyaan itu lol
Bikin gemessss
knpa hong joo nyelamatin yo gwang??
BalasHapusSeru
BalasHapusUdah dua hari ini bolak balik ga jelas ke blognya mba fanny. Nungguin ep.7.
BalasHapusmba fan, ttp semangat ya buat sinopsis nya.
Sebenarnya ak silent reader selama 3th terahir dn bru kali ini ikutan komen.selama itu juga.. ak merasa cuma disini yang "baca serasa nonton". Buat mba fanny. ; kereen...
Pengunjung setia kdramatized..
Hai^^ eps 7 dan 8 baru tayang malam ini di korea, jd aku br bisa ntn dan posting paling cepat senin/selasa :)
HapusHalo kak, ep 7 nya belum ya?
BalasHapus