Se Hwa menoleh saat mendengar pintu dibuka. Teman Dam Ryeong menyuruhnya cepat keluar. Se Hwa menurut dan berlari mengikuti teman Dam Ryeong.
Hong Nan dan pengikutnya tiba di ruang kantor namun kantor itu kosong. Itu membuatnya marah.
Teman Dam Ryeong membawa Se Hwa ke sebuah gua di gunung. Setelah memastikan Se Hwa tidak terluka, ia menyuruh Se Hwa menunggu di situ untuk sementara. Ia bertanya apakah Se Hwa tahu siapa dia. Se Hwa menggeleng.
“Tidak mungkin. Kau mengikutiku tanpa tahu siapa aku? Bagaimana bisa kau begitu mudahnya mempercayai... Aku sahabat Dam Ryeong.”
Se Hwa bertanya sahabat itu apa. Teman Dam Ryeong berkata sahabat adalah orang yang percaya sampai akhir meski temannya mengatakan hal yang paling tidak masuk akal sekalipun. Jika sahabatnya memiliki kekasih, maka ia harus menjaganya juga. Se Hwa tersenyum mendengar hal itu. Teman Dam Ryeong melarang Se Hwa keluar karena berbahaya. Ia akan membawa Dam Ryeong ke sini secepatnya.
Sayangnya, ketika ia sedang berjalan kembali, anak buah Bangsawan Yang menemukannya. Ia melarikan diri menyusuri tebing-tebing tapi ia terpeleset dan jatuh. Mati.
Dam Ryeong melihat kantornya diacak-acak dan Se Hwa tidak ada. Ia sefera mencari Se Hwa di mana-mana hingga larut malam. Api di obornya padam dan ia belum juga menemukan Se Hwa.
Begitu juga Joon Jae yang terus menanti di Menara Namsan.
Sementara itu Chung dibawa ke rumah sakit oleh ambulans. Chi Hyun yang memanggil ambulans tersebut. Karena tidak ada tanda pengenal dan ponsel, rumah sakit sulit menghubungi kerabat Chung.
Joon Jae akhirnya pergi dari Menara Namsan. Di dekat pintu masuk ia menghentikan mobilnya karena melihat brosur bertebaran di jalanan. Ia mengenali brosur-brosur itu sebagai brosur yang dibagikan Chung. Ia juga menemukan ponsel Chung yang tergeletak di jalan. Ia mulai khawatir dan panik.
Ia masuk ke mobilnya dan menelepon untuk mencari informasi kecelakaan di dekat Menara Namsan. Tapi di tempat itu memnag banyak terjadi kecelakaan karena turun salju sehingga sulit untuk mendapatkan informasi cepat.
Joon Jae teringat bagaimana Chung berusaha “menyelamatkannya” dari kembang api. Mengkhawatirkannya ketika ia terluka. Bahkan berusaha mencari uang untuknya. Joon Jae semakin tak tenang.
Ia mencari ke rumah sakit terdekat dan menelepon rumah sakit lainnya untuk mencari Chung. Ia berkata ia mencari wanita usia awal 30-an, berambut panjang, berkulit putih dan sangat cantik. Cieee....
Manajer Nam meminta dasi hitam Presdir Heo pada Nyonya Kang karena Presdir Heo akan pergi melayat. Tapi anehnya Nyonya Kang sudang menyiapkan dasi tersebut dan langsung memberikannya pada Manajer Nam. Manajer Nam bertanya apakah Presdir Heo sudah memberitahu kalau ia akan pergi melayat.
Nyonya Kang membenarkan. Mereka membatalkan janji makan malam mereka. Karena itu ia juga akan pergi.
Manajer Nam kembali ke kantor dan memberikan dasi itu pada Presdir Heo. Presdir Heo berkata ia lupa memberitahu istrinya kalau ia akan pergi melayat dan tidak jadi makan malam bersama. Manajer Nam bingung karena tadi Nyonya Kang mengatakan Presdir Heo sudah memberitahu. Tapi ia tidak mengatakan apa-apa pada Presdir Heo.
Mereka tiba di rumah sakit untuk melayat. Dan bersamaan dengan itu Joon Jae tiba di rumah yang sakit sama namun ke bagian IGD untuk mencari Chung.
Ia mencari-cari dari deretan pasien lalu ia melihat kaki seorang pasien yang penuh luka. Jantungnya seakan berhenti karena ia sudah bisa menduga siapa pemilik kaki terluka itu. Ia menemukan Chung.
Chung dalam keadaan tak sadarkan diri. Joon Jae memegang tangan Chung dan meraba dahinya. Ia tersentak dan berteriak memanggil perawat. Awalnya perawat tak mempedulikannya. Tapi setelah ia memeriksa suhu tubuh Chung yang hanya 29 derajat Celcius, ia berteriak memanggil dokter.
Dokter memeriksanya dan menyadari keadaan Chung sangat kritis. Ia mencoba menyadarkan Chung dengan alat kejut Chung. Joon Jae terpaku tak berdaya menyaksikan semua itu. Apalagi ketika kemudian denyut nadi Chung berhenti. Ia menggenggam tangan Chung dengan perasaan tak karuan.
Chung bermimpi dirinya bertemu Joon Jae di waktu dan tempat yang lain (Dam Ryeong dan Se Hwa). Dalam mimpinya, ia mengulurkan tangan dan Joon Jae meraihnya.
Chung pelan-pelan membuka matanya dan melihat JoonJae. “Heo Joon Jae?” panggilnya lirih.
Joon Jae terkejut. Ia bertanya apakah Chung baik-baik saja. Chung berkata ia baru saja bermimpi.
“Kau memegang tanganku. Kau menyelamatkanku.”
Joon Jae terdiam.
Nam Doo bertanya-tanya ke mana Joon Jae pergi. Ia menduga Joon Jae sedang bersenang-senang setelah mengusir Chung.
“Murid telah menjadi guru. Joon Jae yang mempelajari hal buruk dariku sekarang lebih brengsek dariku.”
Joon Jae menelepon. Ia mengangkat telepon dengan ketus dan menyebut Joon Jae “si lebih brengsek”. Joon Jae meminta Tae Oh membuat KTP palsu yang berasuransi. Ttae Oh tidak mau melakukannya. Nam Doo memarahi Joon Jae karena sudah membuat Tae Oh melakukan sesuatu yang sepele tanpa bayaran dan menyia-nyiakan bakatnya.
Tapi sikapnya langsung berubah begitu mendengar Chung ada di IGD. Tae Oh yang mendengar itu langsung bergerak untuk membuat KTP bagi Chung.
Chung sudah lebih segar dan ia terus tersipu melihat Joon Jae. Ia berkali-kali bertanya apakah Joon Jae mengkhawatirkannya. Kali ini Joon Jae mengaku ia mengkhawatirkan Chung. Meski berusaha pasang tampang cuek.
“Kenapa?”
“Karena jika terjadi sesuatu yang buruk akan sangat mengganggku apakagi kau orang tak dikenal tanpa rumah, keluarga maupun teman.”
“Heo Joon Jae benar-benar mengkhawatirkanku,” kata Chung senang.
Joon Jae mulai memarahinya karena tidak menghindar saat mobil datang. Tapi Chung malah bertanya apakah tadi Joon Jae menggenggam tangannya karena mengkhawatirkannya. Salah fokus dia XD
Joon Jae mengomel kalau Chung menyeberang harus lihat kiri kanan. Plakk!! Nam Doo yang baru datang menjitak kepala Joon Jae.
“Memangnya perbuatan baik apa yang kaulakukan hingga kau memarahinya? Itu karena kau mengusir Chung dari rumah.”
Sementara Tae Oh sejak melihat Joon Jae langsung pasang tampang garang. Joon Jae menjawil kedua pipinya tapi Tae Oh tetap memelototi Joon Jae.
Nam Doo berkata mereka sangat mengkhawatirkan Chung. Joon Jae memotong basa-basi itu dan bertanya apakah mereka membawa barang yang mereka minta. Ia menyuruh mereka berhenti mengajak Chung mengobrol karena kata dokter tidak baik.
“Katamu kakinya yang terluka, tapi dia tidak boleh bicara?” tanya Nam Doo.
“Pokoknya kata dokter tidak boleh,” kata Joon Jae. Ia menyuruh Nam Doo segera mengurus administrasi yang diperlukan dengan rumah sakit.
Nam Doo pergi ke kasir untuk mengurus prosedur. Ia mendengar dokter-dokter membicarakan bagaimana seorang pasien yang suhu tubuhnya 29 derajat Celcius bangkit kembali padahal tadinya dokter sudah yakin Chung meninggal.
Chi Hyun juga berurusan dengan polisi. Tapi karena ia tidak menggunakan obat-obatasn dan alkohol, juga langsung melaporkan kecelakaan itu dan membuat korban langsung dirawat, maka Chi Hyun tidak mendapat masalah besar. Ia hanya perlu menyelesaikannya dengan korban. Polisi bertanya di mana korban.
Chi Hyun menoleh menunjuk ruang IGD. Ia terkejut saat melihat Joon Jae. Joon Jae mendengar percakapan tadi dan bertanya apakah Chi Hyun yang menabrak Chung. Chi Hyun mengingatkan kalau Joon Jae adalah adiknya. Tapi Joon Jae tidak mau berpura-pura menjadi saudara padahal mereka bukan.
“Jawab aku. Apa kau menabraknya dengan mobil?”
“Wanita itu mendadak melompat ke jalan. Itu kecelakaan tak disengaja.”
Kalimat terakhir itu mengingatkan Joon Jae pada apa yang terjadi beberapa tahun lalu ketika mereka masih remaja. Chi Hyun berkata ia tidak sengaja memecahkan bingkai foto keluarga Joon Jae bersama ibunya. Ia berkata ia tidak sengaja menyenggol bingkai foto tersebut dan meminta maaf pada ayahnya yang juga ada di sana.
Presdir Heo menenangkan Chi Hyun karena hal seperti itu bisa terjadi pada siapa saja. Ia malah memarahi Joon Jae karena ia sudah menyuruh Joon Jae membuang foto itu sejak lama.
Tapi Joon Jae tidak percaya. Jika tidak disengaja terjatuh, pecahannya tidak akan berserakan sejauh itu. Itu artinya Chi Hyun sengaja membanting bingkai tersebut. Dengan muka memelas Chi Hyun berkata ia benar-benar tidak sengaja.
Presdir Heo kembali memarahi Joon Jae karena sudah menyakiti hati ibu tirinya dengan tetap memajang foto tersebut. Ia menyuruh Joon Jae membersihkan pecahan yang berserakan.
Ketika ayah mereka berjalan keluar kamar, Chi Hyun menyeringai licik. Joon Jae sangat marah dan memukul Chi Hyun berkali-kali. Presdir Heo kembali untuk melerai mereka. Ia menjauhkan Joon Jae dari Chi Hyun dan tak menyadari Joon Jae jatuh menimpa pecahan bingkai yang berserakan.
Presdir Heo melihat tangan Chi Hyun terluka. Dalam murkanya ia menampar Joon Jae keras-keras. Lalu dengan penuh perhatian ia mengajak Chi Hyun pergi ke rumah sakit.
Padahal tangan Joon Jae juga terluka. Ia menangis, terluka atas perlakuan ayahnya.
Joon Jae berkata ia tahu tidak ada yang kebetulan jika berkenaan dengan Chi Hyun. Chi Hyun menuduhnya tidak masuk akal. Apa ia menabrak Chung dengan sengaja?
Joon Jae berkata Chi Hyun jarang mengemudikan sendiri mobilnya. Jika ia mengemudi sendiri, berarti tempat tujuannya adalah tempat yang harus dirahasiakan. Chi Hyun menuduhnya sedang mengarang novel.
Joon Jae bertanya apakah Chi Hyun yang mengirim orang untuk melacaknya lalu menabrak Chung. Apakah Chi Hyun yang menyewa orang untuk melacaknya beberapa waktu lalu?
“Jika bukan kau....ibumu?”
“Jangan sembarang bicara! Untuk apa ibuku menyewa orang melacakmu?” sergah Chi Hyun. “Memangnya siapa kau?”
“Aku? Aku putera kandung ayahku,” kata Joon Jae.
Ia berkata silakan saja Chi Hyun melanjutkan tugasnya sebagai anak yang berbakti. Pura-pura menjadi anak kandung dari ayah orang lain. Ia mewanti-wanti agar Chi Hyun tidak muncul di hadapannya lagi.
Meski terlihat percaya diri, Joon Jae terdiam saat mendengar Chi Hyun mengangkat telepon dari ayahnya. Chi Hyun memastikan dirinya tidak apa-apa dan tidak terluka. Ia sendiri berusaha mengendalikan emosinya agar terdengar biasa. Ada rasa luka di mata Joon Jae saat mendengar Chi Hyun berbicara dengan ayahnya.
Ia mengamati ketika Chi Hyun pulang bersama Presdir Heo. Chi Hyun menatapnya dengan tajam sebelum masuk ke mobil. Joon Jae masuk kembali ke rumah sakit. Manajer Nam sempat melihatnya.
Shim Chung dipindahkan ke ruang perawatan biasa ditemani Nam Doo dan Tae Oh. Karena banyak terjadi kecelakaan, yang tersisa adalah kamar kelas ekonomi alias rame-rame. Shim Chung malah antusias dan penuh rasa ingin tahu melihat orang-orang sekamar dengannya.
Ia naik ke kasurnya dan bertanya apakah mulai sekarang ia akan tinggal di sana dengan orang-orang itu. Untuk sementara, kata Nam Doo. Chung teringat apa arti pernikahan yang dikatakan Shi Ah. Hidup bersama dalam daru atap karena saling mencintai dan saling merawat.
“Kalau begitu aku menikah dengan orang-orang ini?” tanyanya bersemangat.
Semua orang yang ada di kamar itu langsung menoleh padanya. Ia mengatakan arti pernikahan yang ia tahu lalu menyikut Nam Doo dengan bangga bahwa ia sudah tahu. Nam Doo tak tahu harus mengatakan apa. Ia menyarankan agar Chung berbaring.
Tapi Chung terlalu gembira. Ia bertanya pada orang-orang di ruangan itu apakah sekarang mereka semua menikah. Pasien kakek di sebelahnya tersenyum senang sementara si nenek cemberut. Nam Doo tertawa canggung.
“Aku sangat bahagia. Hari ini aku menikah di sini. Berikutnya aku akan menikah dengan Heo Joon Jae.”
Dokter di ruangan itu langsung berbisik pada anak buahnya agar memeriksa otak Chung dengan MRI. Sementara Tae Oh tidak bisa menahan senyumnya. Ia keluar dan menarik nafas panjang.
“Cute sekali,” gumamnya.
Perawat (cameo Park Jin Joo) membagikan makanan untuk para pasien di kamar Chung. Chung memperhatikan dengan seksama. Seorang pasien diberi makanan diet karena mengidap diabetes.
“Itu makanan diet? Kelihatannya enak. Wanginya enak, pasti lezat,” celoteh Chung.
Pasien lain mendapat semangkuk jjampong (mie pedas dengan kerang) sebagai makanan menu khusus.
“Itu makanan spesial? Wah, kerangnya...biasanya mereka tidak membuka mulut seperti itu tapi hari ini mereka semua membuka mulut. Kau pintar memilih menu spesial. Kelihatannya enak.”
Chung memandang penuh harap ketika perawat berjalan ke arahnya. Tapi perawat hanya melewatinya. Ia mengacungkan tangan mengira perawat tak melihatnya. Perawat berkata Chung harus berpuasa.
“Ah, aku puasa? Beri aku puasa (dikira nama makanan), kurasa akan enak. Terima kasih aku akan menikmatinya.”
Perawat menjelaskan kalau puasa artinya tidak mendapat makanan. Dokter yang memerintahkan karena ada kemungkinan Chung akan dioperasi. Chung bengong.
Joon Jae sedang bersiap tidur ketika ponselnya berbunyi. Ia tidak bisa menahan senyumnya saat melihat Chung yang menelepon. Namun ia berusaha agar suaranya tetap terdengar ketus. Ia bertanya kenapa Chung meneleponnya.
“Heo Joon Jae, apa yang harus kulakukan?” tanya Chung dengan suara memelas dan tangan gemetar. “Terjadi sesuatu yang besar.”
Joon Jae kaget dan langsung duduk di tempat tidur. Chung mulai curhat kalau ia disuruh berpuasa sementara yang lain mendapat makanan. Cuma dia yang puasa. Joon Jae menenangkannya dengan berkata itu karena Chung mungkin akan dioperasi.
“Heo Joon Jae...aku dalam posisi siaga dengan perut kosong,” keluh Chung.
Joon Jae hampir tak bisa menahan tawanya. Ia menyuruh Chung tidur.
“Bila aku menutup mataku, itu terus bolak balik di hadapanku.”
“Apa?”
“Jjampong.” Pffft....
Joon Jae berkata Chung benar-benar merepotkan. Ia menutup telepon. Sementara Chung masih berkeluh kesah gara-gara jjampong ia tidak bisa tidur.
“Heo Joon Jae? Heo Joon Jae sudah pergi,” ia menggoyang-goyangkan ponselnya.
Joon Jae menelepon dokter dan berusaha agar Chung tidak usah berpuasa. Dokter tersinggung dan bertanya apakah Joon Jae itu dokter. Joon Jae mengomel mereka telah memutus kebahagiaan seorang anak yang hanya datang dari makanan.
“Keadaan mentalnya akan merosot jika seperti ini! Jika dia jadi gila, apa kalian akan bertanggungjawab?” ujarnya berapi-api.
Keesokan paginya, bukan jjampong yang mondar mandir tapi Joon Jae yang mondar mandir...di depan kamar Chung. Ia mengintip dari pintu saat melihat Chung akhirnya mendapatkan jjampongnya sebagai menu khusus. Chung sangat senang dan mulai melahap makanannya.
Joon Jae merasa puas dan tersenyum lebar melihatnya. Lalu ia tersadar dan bertanya-tanya kenapa ia segembira itu.
“Hentikan!” ia memukul kepalanya sendiri. “Untuk apa kau senang melihat bola kekacauan itu mendapatkan jjampong?”
Chung meneleponnya dan melaporkan kalau ia sudah mendapatkan makanan khusus. Joon Jae berkata ia sibuk lalu menutup telepon. Namun ia tak berhenti tersenyum dalam perjalanan keluar rumah sakit. Hingga ia berhadapan dengan Manajer Nam.
“Kau semakin tampan dari sebelumnya,” kata Manajer Nam. Joon Jae tersenyum.
Mereka berbincang di taman rumah sakit. Manajer Nam menegurnya karena pindah begitu saja dan memutuskan semua hubungan. Joon Jae meminta maaf. Manajer Nam menyerahkan sebotol teh jeruk buatan istrinya pada Joon Jae. Ia tahu Joon Jae menyukai teh itu dan ia menyarankan Joon Jae meminumnya agar tidak terkena flu. Ia juga menasihati Joon Jae agar berpakaian hangat di musim dingin ini.
Kehangatan dan perhatian Manajer Nam membuat Joon Jae teringat ketika ia masih kecil. Ketika itu ia terus menangis sendirian setelah tahu ia tidak bisa bertemu ibunya. Manajer Nam (teman Dam Ryeong di jaman Joseon) satu-satunya orang yang menghampirinya dan menyuruhnya minum teh jeruk. Joon Jae menangis meminta Manajer Nam membawakan ibunya.
Manajer Nam nampak sedih itu ketika itu dan berkata ia tidak bisa melakukannya. Tapi ia akan selalu melindungi Joon Jae.
“Memangnya Paman siapa bisa melindungiku?” kata Joon Jae di sela isaknya.
“Paman adalah temanmu,” ia tetap memegang tangan Joon Jae meski Joon Jae melepaskan tangannya.
Lalu ketika Joon Jae ditinggalkan dalam keadaan terluka setelah peristiwa bingkai foto itu, Manajer Nam yang menemuinya dan merawat lukanya. Dan ketika itu pula Joon Jae berkata ia akan meninggalkan rumah.
“Bagaimana dengan ayahmu? Meski ia seperti itu diluar, di dalam hatinya ia tahu ia tidak memiliki siapapun kecuali dirimu.”
“Ayah memiliki Paman. Aku akan pergi mencari ibuku. Aku akan membeli rumah yang sangat bagus dan tinggal di sana bersama ibuku. Jadi, mohon Paman melindungi ayahku.”
Joon Jae berkata selama ini Manajer Nam telah menepati janjinya tapi ia belum. Manajer Nam berkata Presdir Heo mencari Joon Jae. Sepertinya Presdir Heo sedang membereskan segala sesuatunya. Joon Jae terdiam sejenak mendengar itu. Lalu ia berkata ayahnya bisa melakukan itu tapi ia tidak ikut-ikutan.
Manajer Nam berusaha menasihatinya kalau keluarga memang seperti itu. Meski merasa bersalah mereka sulit untuk meminta maaf, dan saat merindukan lebih sulit lagi untuk mengatakannya.
“Ayahmu seperti itu dan dia sudah sangat menua.”
Joon Jae hanya tersenyum dan berkata ia akan meminum tehnya. Lalu ia pamit. Tidak jauh dari mereka, Ma Dae Young duduk mengawasi.
Chung akhirnya bisa menonton lanjutan dramanya di rumah sakit. Tapi sebelum rahasia drama itu terbongkar, ahjumma yang nonton bersama sudah tahu jawabannya. Bahwa Presdir pastilah ayah kandung tokoh utama drama itu.
Chung terkejut dan bertanya bagaimana ahjumma bisa tahu. Ahjumma berkata ini bukan pertama kalinya ia menonton drama. Jika tokoh drama itu kehilangan ayah mereka atau terpisah saat kecil, pasti 100% Presdir adalah ayahnya. Bukan sekedar direktur, tapi Presdir.
Kenapa, tanya Chung polos. Memang selalu begitu, jawab ahjumma.
Adegan beralih pada sang tokoh utama wanita diperintahkan untuk putus oleh salon mertua. Si nyonya kaya menyodorkan amplop.
“Ia tidak akan menerimanya,” kata ahjumma.
Benar saja, tokoh wanita menolak amplop itu.
“Ia akan disiram air.”
Dan itulah yang terjadi. Chung memandang takjub pada ahjumma. Bagaimana ahjumma bisa tahu semuanya?
Ahjumma berkata air minum itu di meja bukan untuk diminum tapi untuk disiramkan jika tokoh utama wanita tidak mengambil uangnya.
“Kau disiram air jika tidak mengambil amplop uangnya? Aku tidak boleh disiram air,” katanya,
Ahjumma berkata tidak ada orag yang boleh disiram air. Chung berkata dengan serius ia akan terkena masalah besar jika disiram air. Lalu ia bertanya kenapa nyonya itu menyiram air.
Ahjumma menjelaskan kalau nyonya itu tidak bisa menerima si wanita sebagai keluarganya. Keluarga itu apa? Tanya Chung. Ahjumma itu bingung kenapa Chung tidak tahu arti keluarga. Ia menunjuk orang-orang di sekitar mereka dengan keluarga masing-masing.
“Orang yang saling merawat dan mempedulikan satu sama lain, adalah keluarga.”
Chung memperhatikan mereka. Ia berkata keluarga seperti bungeoppang (kue berbentuk ikan isi kacang merah), terlihat mirip satu sama lain, hangat, dan manis.
Nam Doo menceritakan pada Shi Ah apa yang terjadi. Ia merasa aneh dengan kondisi fisik dan mental Chung. Dokter mengatakan Chung tidak akan bisa pulih seperti itu tapi pada dasarnya Chung sudah terbang ke sana kemari.
“Astaga, dia itu zombie atau apa? Dan aku digigit orang semacamnya,” Shi Ah melihat jarinya yang sudah sembuh.
“Kau sebaiknya divaksin untuk jaga-jaga.”
Shi Ah kesal karena Joo Jae terus mendampingi Chung. Seharusnya semua selesai setelah Joon Jae mengusir Chung. Nam Doo berkata Joon Jae berpikir alasan kenapa ia tidak bisa ingat apa yang terjadi di Spanyol ada hubungannya dengan Chung. Atau mungkin karena rasa penasaran pada wanita yang membingungkan itu.
Shi Ah berkata ia juga penasaran. Siapa sebenarnya Chung? Nam Doo menduga ia adalah semacam pewaris yang amnesia atau semacamnya. Shi Ah tak setuju. Dilihat dari manapun, Chung jelas miskin. Belum liat peti harta karunnya sih XD
Dan si miskin itu jalan-jalan ke halaman rumah sakit menggunakan kursi roda. Ia melihat seorang ahjumma berdiri sendirian memegang papan. Dalam papan itu ia menuntut kebenaran di balik kematian puterinya.
Lalu ia melihat sebuah mobil mewah berhenti di halaman. Orang yang turun dari mobil itu memarahi satpam karena membiarkan ahjumma berdemo di sana. Satpam meminta maaf. Orang itu yang adalah asisten direktur rumah sakit menyuruh satpam mengusir ahjumma. Tapi satpam kasihan pada ahjumma yang merasa diperlakukan tidak adil atas kematian puterinya. Karena ia juga orang tua.
Asisten Direktur malah menendang kaki si satpam. Bukan hanya itu ia bahkan menjawail pipi si satpam dan mengingatkannya siapa yang menggajinya. Ia juga mengancam akan menghentikan tunjangan makan sambil menampar satpam berkali-kali. Ahjumma sampai merasa tak enak hati pada satpam yang malang itu.
Chung mendorong kursi rodanya dengan mata tertuju pada si asisten direktur. Lalu ia berlari dan melompat menendang wajah asisten direktur. Asisten direktur terlempar dan jatuh dengan sukses.
“Apa kau juga membuat pasien itu (satpam maksudnya) kelaparan? Perut kosong itu mengerikan!” ujarnya sambil menggigit sosis yang ia bawa.
Chung pun terkena masalah. Ia dan dokternya menghadap ke ruang asisten direktur. Dokter mengamati rekaman CCTV saat Chung menendang aisten direktur.
“Apa ini masuk akal? Kau bilang dia pasien patah tulang,” kata asisten direktur yang lebam wajahnya.
Dokter juga tidak mengerti karena ketika dirawat di IGD jelas-jelas Chung mengalami patah tulang.
“Apa kau tidak lihat aku sampai melayang? Bahkan atlet nasional taekwondo tak bisa melakukannya!”
Dokter bertanya apa yang terjadi pada Chung. Give and take, jawab Chung. Ia berkata asisten direktur menendang kaki orang jadi ia juga menendang kakinya. Asisten direktur bertanya apa Chung itu seorang delusional. Berarti ia menyangkal ia sudah menendang kaki satpam. Dokter berkata ia juga hendak memeriksa otak Chung dengan MRI.
Asisten Direktur memerintahkan untuk menghubungi pengacaranya. Mereka akan menuntut Chung melakukan penipuan pada rumah sakit. Ia akan melaporkan Chung ke polisi dan membuatnya makan nasi kacang (alias penjara).
Chung berbisik pada dokter di sebelahna. Apa katanya, tanya asisten direktur penasaran.
“Ia bertanya apakah nasi kacang enak.”
Ketika keluar dari kantor asisten direktur, Chung melihat ahjumma di halaman rumah sakit tadi menunggunya. Ia merasa tak enak Chung mendapat masalah karena dirinya dan meminta maaf.
Mereka berbicara di tempat sepi. Chung bisa melihat kesedihan mendalam dari ahjumma tersebut dan bertanya mengapa ia sangat sedih. Ahjumma mulai menangis saat bercerita tentang puterinya yang sangat baik. Puterinya bahkan tidak ikut acara sekolah agar bisa membantunya. Dan sekarang ia menyesal tidak menyuruh puterinya pergi ke acara itu. Ia seharusnya membelikan banyak pakaian bagus untuk puterinya, menyuruhnya bermain dan bukannya bekerja paruh waktu di sana sini.
Rumah sakit mengatakan operasi itu operasi kecil. Jika saja ia tahu puterinya tidak akan pernah bangun lagi. Ia terus memikirkan apa yang belum ia lakukan untuk puterinya hingga ia tidak bisa makan dan tidur.
Chung merasa kasihan padanya. Ia menggenggam tangan ahjumma dan bertanya maukan ahjumma mendengar rahasianya.
“Aku bisa menghilangkan ingatan manusia. Jika kau mau, aku bisa menghilangkan semua kenangan sedihmu. Jika kau tidak ingat puterimu, kau tidak akan sedih dan terluka. Aku akan melakukannya untukmu.”
Ia memejamkan matanya. Ahjumma ikut memejamkan mata. Namun ahjumma mulai teringat saat-saat manisnya bersama puterinya. Bagaimana puterinya selalu tersenyum bahkan ketika akan masuk ruang operasi sekalipun. Ia tersentak dan membuka matanya.
“Tidak, aku akan mengingatnya dalam hatiku betapapun sakitnya, sampai aku mati.”
“Kenapa? Kenapa kau mengingatnya meski sakit?” tanya Chung.
“Karena meski sakit, aku bisa mencintainya. Lebih daripada tidak bisa mencintai dan tidak bisa mengingat puteriku, aku lebih memilih mencintai dan mengingatnya. Meskipun menyakitkan,” kata ahjumma dengan tegar.
Joon Jae, Nam Doo, dan Tae Oh juga menonton rekaman tendangan maut Chung. Joon Jae tertawa melihatnya. Nam Doo bingung karena setahunya ada tulang Chung yang patah. Apa itu keajaiban Chung? Joon Jae berkata ia tidak tahu, mungkin saja hasil rontgennya tertukar.
Nam Doo bertanya apa yang akan dilakukan Joon Jae mengenai ancaman asisten direktur untuk menuntut Chung. Joon Jae bertanya memangnya ia harus melakukan apa. Ia tidak mau ikut campur.
Nam Doo menunjukkan bahwa sebelum kejadian itu, asisten direktur menendang kaki satpam. Jadi memang pantas asisten direktur itu ditendang. Tapi karena Joon Jae tidak mau membantu Chung, maka ia juga tidak merasa harus membantu Chung. Diam-diam ia tersenyum geli.
Mendengar itu Joon Jae langsung berubah sikap. Ia berkata hal yang paling dibencinya adalah orang yang tak tahu sopan santun. Jadi ia akan menipu asisten direktur habis-habisan, bukan karena Chung, tapi karena tidak punya sopan santun pada si satpam. Oke deh^^
Maka mereka mulai merancang aksi mereka. Direktur rumah sakit tersebut sedang berada di Hawaii, sementara puteranya akan pulang ke Korea setelah 10 tahun tinggal di luar negeri untuk mewarisi rumah sakit ayahnya.
Bagi asisten direktur, kedatangan putera direktur seperti kedatangan dewa. Maka Joon Jae menyamar menjadi putera direktur yang baru pulang itu. Dengan berpakaian wah, Joon Jae memasuki rumah sakit bersama Tae Oh yang menyamar jadi sekretarisnya. Asisten direktur dan beberapa dokter langsung menyambut Joon Jae dengan sangat hormat.
Joon Jae (hellooo Gu Jun Pyo rambut lurus XD)bersikap angkuh dan berkata ia akan menelepon ayahnya. Ia meminjam ponsel asisten direktur karena baterai ponselnya habis. Tentu saja asisten direktur langsung memberikannya. Diam-diam Joon Jae menukar ponsel asisten direktur dengan ponsel lain, lalu mengoper yang asli pada Tae Oh. Tae Oh memisahkan diri dari mereka dan masuk ke kantor asisten direktur.
Anak direktur yang asli dijemput Nam Doo dan dibawa berputar-putar dengan alasan belum update GPS. Tae Oh meretas ponsel dan laptop asisten direktur untuk menemukan laporan kematian asli puteri ahjumma.
Asisten direktur membawa Joon Jae melihat-lihat rumah sakit. Joon Jae tiba-tiba mengendus-endus dan berkata ia mencium bau menjijikkan. Mungkin bau desinfektan, tanya asisten direktur.
Joon Jae mengendus lagi dan berkata bau itu berasal dari asisten direktur. Asisten direktur langsung mengatupkan mulutnya rapat-rapat dan berkata mungkin karena penyakit maag. Joon Jae berkata bau itu tidak hilang meski asisten direktur menutup mulut. Dengan penuh arti ia berkata asisten direktur pasti busuk.
Di kantor, Joon Jae membeberkan bukti kejahatan asisten direktur yang ditemukan Tae Oh dan berkata bau busuk itu berasal dari sana. Malapraktik, penggelapan uang, penyuapan, bahkan perselingkuhan. Asisten direktur menyadari Joon Jae bukanlah putera direktur. Ia bertanya kenapa Joon Jae melakukan ini padanya.
“Apakah aku sebaiknya mengungkapkan semua ini pada wartawan?” tanya Joon Jae.
Tae Oh menunjukkan laptopnya dan siap menekan enter untuk mengirim semua file itu ke wartawan. Joon Jae berkata asisten direktur sebaiknya cepat memutuskan karena Tae Oh memiliki tangan gemetaran. Asisten direktur bertanya berapa banyak yang Joon Jae inginkan.
Joon Jae berkata ia tidak meminta uang dalam hal ini. Karena sekarang musim liburan, lebih baik berbuat kebaikan. Pertama, ia meminta asisten direktur melepaskan Chung dari ssemua tuntutan. Kedua, meminta maaf pada satpam yang ia tendang. Ketiga, menyerahkan laporan asli kematian puteri ahjumma pada ahjumma.
Dan asisten direktur terpaksa melakukan ketiganya. Ia mengakui pada ahjumma telah terjadi kesalahan di tengah opeasi dan itu adalah malapraktik. Ia meminta maaf dan berkata kesalahan ada di pihak rumah sakit. Ia bersedia menempuh jalur hukum. Ahjumma menangis mendengar pengakuan rumah sakit.
Joon Jae dan Tae Oh menyaksikan dari jauh sambil tersenyum. Tae Oh menekan tombol enter.
“Ups, salahku,” ujarnya.
Joon Jae pura-pura hendak memarahinya lalu merangkulnya sambil tersenyum. Misi berhasil.
Chung menikmati makanannya dengan lahap. Ia berkata pada orang-orang sekamarnya kalau ia suka tinggal di rumah sakit. Makanannya enak dan tidak dingin. Pasien lain bingung karena menurut mereka masakan rumah sakit rasanya hambar. Ia juga dengan senang hati membantu pasien lain.
Ia menggunakan kursi roda, tapi jika rodanya tersangkut ia akan berdiri mendorong kursi roda itu ke tempat yang ia inginkan, lalu duduk lagi. Dokter berkata Chung sudah boleh pulang karena sudah sembuh.
Chung terkejut dan menaruh sendoknya. Ia bertanya apakah ia disuruh pulang karena terlalu banyak makan. Jika ia tidak makan, bolehkah ia tinggal di rumah sakit?
“Bukan begitu...”
“Aku tidak punya rumah...aku tidak bisa pulang....” kata Chung kebingungan.
“Ayo kita pulang!!” terdengar suara Joon Jae.
Chung menoleh dan melihat Joon Jae yang tersenyum mengajaknya pulang. Chung tersenyum dan langsung berjalan mendekati Joon Jae. Joon Jae bertanya apakah tidak apa-apa Chung berjalan cepat seperti itu. Dokter berkata ia sudah memeriksa Chung dan semuanya baik-baik saja. Bahkan Chung bisa lari marathon. Ia berkata mungkin saja ada kesalahan di IGD atau ada hasil rontgen yang tertukar dan meminta maaf.
Saat keluar dari rumah sakit, Chung melihat ahjumma tersenyum melambaikan tangan. Chung balas melambaikan tangan padanya.
Chung bertanya pada Joon Jae kapan salju pertama turun. Joon Jae berkatas salju pertama turun hanya satu kali tiap tahunnya. Jadi baru akan turun lagi tahun depan. Chung nampak kecewa.
“Begitukah? Kalau begitu kurasa aku tidak akan bisa melihat salju pertama turun,” katanya.
Joon Jae tidak menduga Chung akan berkata seperti itu dan bertanya kenapa tidak. Apa Chung akan pergi tahun depan? Ke mana?
Tapi Chung bukannya menjawab pertanyaan Joon Jae, malah bertanya apakah orang ingin tetap mengenang meski sakit dan sedih. Joon Jae tak mengerti.
“Cinta seperti apa hingga ingin mengingat meski sangat menyakitkan hingga tak bisa membuatmu makan atau tidur?”
Mendengar kata-kata itu Joon Jae malah teringat kalimat “aku mencintaimu” yang ia dengar saat ia sadarkan diri di pantai Spanyol. Ia berusaha mengenyahkan pikiran itu.
Ia mendapat ide dan bertanya apakah Chung ingin melihat salju pertama. Meski salju pertama di Seoul sudah berakhir, di tempat lain ada yang belum turun salju. Ia bertanya apakah Chung ingin pergi. Tentu saja Chung mau.
Nam Doo pergi ke rumah sakit untuk meminta laporan medis. Laporan medis siapa? Shim Chung? Ia bisa mendapatkannya karena membawa surat kuasa (yang sangat mungkin palsu) dan ia juga meminta hasil rontgen.
Manajer Nam dan Presdir Heo dalam perjalanan pulang. Manajer Nam berkata ia sudah menemukan Joon Jae. Ia berkata ia sudah menyampaikan pesan kalau Presdir Heo ingin bertemu dengannya, tapi sepertinya Joon Jae masih membutuhkan waktu. Ia berkata ia akan membujuknya lagi lain kali.
Nyonya Kang kembali mendengar percakapan mereka. Dan ia tersenyum sinis.
Saat hendak masuk ke rumah, Presdir Heo berkata pada Manajer Nam kalau ia selalu berterimakasih padanya. Ia ingin Manajer Nam mengusahakan agar ia bisa bertemu Joon Jae karena ada banyak hal yang ingin dikatakannya. Manajer Nam mengerti.
Sebelum masuk mobil, Manajer Nam melihat ada benda menyala di balik spion. Ia masuk mobil dan mencopot alat penyadap. Kecurigaannya langsung terarah pada Nyonya Kang.
Seseorang mengetuk pintunya. Manajer Nam membuka pintunya. Astaga...Ma Dae Young! Dan ia membawa obeng.
Joon Jae membawa Chung ke tempat ski. Dengan bangga ia berkata ia berusaha keras mencari tempat paling bersalju untuk Chung. Chung berterima kasih pada Joon Jae dengan terharu.
Mereka berganti pakaian. Chung sangat cantik dengan pakaian ski-nya hingga sekelompok pria tak bisa mengalihkan pandangan mereka darinya. Joon Jae nampak kesal. Ia membantu Chung memakai sepatu khusus ski.
Tiba-tiba ia merasa pernah melakukan hal itu sebelumnya. Chung hanya diam mendengar kata-kata Joon Jae. Joon Jae mengira ia mengalami semacam dejavu.
Joon Jae mengajari Chung cara main ski. Belum selesai menjelaskan, Chung sudah meluncur. Chung berteriak panik karena tidak tahu cara berhenti.
“Buat huruf A! Huruf A!” teriak Joon Jae.
“Apa itu A? Aku tidak tahu A!!” teriak Chung.
Joon Jae melesat agar bisa mendahului Chung. Lalu ia membuang tongkat skinya dan merentangkan kedua tangannya. Chung terkejut dan menyuruh Joon Jae minggir.
Ia menubruk Joon Jae dan Joon Jae menangkapnya. Mereka bergulingan di salju hingga akhirnya berhenti. Keduanya tertawa. Joon Jae berkata ia baru saja menyelamatkan Chung. Aku tahu, kata Chung.
Joon Jae menatap Chung dan berkata ada satu hal yang ia ingin Chung lakukan. Apa itu, tanya Chung. Joon Jae berkata ia ingin memastikan sesuatu.
“Bisakah kau mengatakan ini?”
“Mengatakan apa?”
“Aku mencintaimu....”
Epilog:
Chung berkata keluarga seperti bungeoppang, hangat dan manis. Tapi ahjumma yang menonton drama bersamanya berkata tidak selalu keluarga itu baik. Terkadang mereka juga menyebabkan masalah. Seperti dirinya yang membanting tulang untuk mengeluarkan puteranya dari hutang namun berakhir di rumah sakit karena tulangnya patah.
Chi Hyun lalu menjenguknya. Mereka berbicara di kantin. Chung terus menatap 2 gelas air minum di meja dengan was-was. Chi Hyun menanyakan keadaannya dan berkata ia juga terkejut saat kejadian itu. Baru pertama kali ini ia menyebabkan kecelakaan dan korbannya mengenal adiknya.
“Adik?’
“Ya, aku keluaraga Joon Jae,” Chi Hyun memperkenalkan diri.
Chung bengong. Keluarga Heo Joon Jae? Ia langsung merebut gelas air minum Chi Hyun dan menenggaknya sampai habis. Tapi pelayan datang mengisinya lagi.
“Ini minumku,” Chi Hyun mengambil gelasnya kembali.
Ia meminta maaf atas apa yang terjadi dan mengeluarkan sebuah amplop. Chung langsung merebutnya dan memasukkannya dalam saku. Chi Hyun terpana dan bergumam tangan Chung sangat cepat. Ia membicarakan biaya rumah sakit yang akan ditanggung asuransi tapi tiba-tiba Chung mengambil air minumnya lagi dan menenggaknya sampai habis.
Lalu ia menatap Chi Hyun dengan tajam. Chi Hyun bertanya kenapa Chung menatapnya seperti itu. Apa ada sesuatu di wajahnya?
“Aku tidak suka disiram air. Aku tahu aku sudah mengambil amplop uang tapi aku tidak akan putus dengan Heo Joon Jae. Keluarga Heo Joon Jae, aku mencintai Heo Joon Jae. Harap tahu itu.”
Lalu ia pergi.
Komentar:
Saking takutnya disiram air XD
Jujur saja, jika pemeran Chung bukanlah Jun Ji Hyun mungkin rating drama ini tidak sebagus yang diraih sekarang. Alur drama ini termasuk lambat. Dan mungkin karena banyak cameo, terkadang terasa banyak adegan yang tidak perlu.
Tapi aku menikmati petualangan Chung dalam dunia yang tidak ia kenal ini. Ia dan Joon Jae sudah terikat dengan takdir sejak ratusan tahun lalu. Tapi apakah Chung tahu apa itu cinta sebenarnya? Ia tidak mengenal cinta orangtua, ia tidak mengenal arti keluarga yang sudah pasti menjadi dasar cinta pertama dalam hidup manusia.
Sama seperti ketika ia bertemu dengan ahjumma di rumah sakit. Ia bertanya-tanya kenapa cinta bisa sangat menyakitkan hingga membuat tak bisa makan dan tidak bisa tidur. Cinta seperti apa yang membuat orang lebih memilih mencintai meski menyakitkan daripada melupakan?
Sudah kuduga ada sesuatu di balik ke”sempurna”an Chi Hyun. Orang yang terlalu baik malah mencurigakan.
Duh...berharap nasib Manajer Nam tidak seperti nasib teman Dam Ryeong. Tapi mengingat apa yang terjadi di masa sekarang adalah pengulangan dari masa lalu, rasanya pesimis ya >,<
Tae Oh makin cute aja hahaha...apa ia, Nam Doo, dan Shi Ah akan muncul di jaman Joseon? Karena biasanya karakter mereka di masa lalu terulang di masa sekarang. Nam Doo dan Tae Oh bersama Joon Jae karena pekerjaan mereka. Tapi kuharap mereka bertiga menjadi teman setia.
Menurutku plotnya cepet karena aq sangat menikmati setiap episode LOTBS jadi sptnya cepat sekali setiap episodenya selesai bagiku terasa kurang lama dan episode 6 the best kocak dg tingkah keluguan SimChung dan keromantisan joon jae
BalasHapusDownload Drama Movie Koreanya di http://moviewa.com
HapusDejavu aku liat chung ama joon jae kaya liat miho sama daewoong diMGIG,,tanks mba fanny sisnopsi'a.Ia moga aja menajer Nam g dibunuh kasian tp dia udh pegang bukti g mngkin kaya'a kalo g dibunuh,, aku sedikit bertanya" pas akhir cerita kmren kan Chung nangis KO g Ada yg menemukan mutiara y,,
BalasHapusKapan lanjutannya ka
BalasHapusMba fann gak bikin sinopnya GOBLIN ? 😁 alur ceritanya seruuu mba rame pulaaa 👍
BalasHapussinopsis goblin ada di tempatku lhoo.. hehe...
Hapus(mian mba fanny, numpang promosi XD)
Bener mba, ini karena yang main Jun Ji Hyun. Hehe.. soalnya sebenarnya aku pun awalnya kurang tertarik, karna biasa aja sama lee min ho. Tapi setelah nonton episode awal, seru juga. aku terkesan sama akting Jun Ji Hyun.. sudah jelas ya dia mah aktris kelas atas juga sih.. hehe..
BalasHapusdan setuju, Chung belum paham betul apa arti dari cinta..beda dengan sae hwa. Chung masih dalam tahap suka dan tertarik aja menurutku.. arti cinta itu kan lebih dalam.. hehe..