Anak buah Hong Joo melapor kalau mereka tidak bisa menemukan Yeon Hee.
Hong Joo berpikir
Yeon Hee tidak akan mati dengan mudah karena kutukan sudah aktif (hanya Putera
Mahkota yang bisa membunuh Yeon Hee). Ia mencoba menggunakan sihir hitamnya
tapi urat-urat di tangannya menonjol dan menghitam.
Rambut Putera
Mahkota tiba-tiba berubah kembali hitam dan ia sadarkan diri. Ia berkata ia
lapar.
Begitu juga dengan
Poong Yeon yang tiba-tiba sadarkan diri dan tidak lagi melihat hantu menakutkan.
Seluruh tubuhnya telah pulih seperti semula. Ibunya sangat lega.
Seseorang
mendekati tubuh Yo Gwang. Ia mengenakan pakaian serba hitam. Orang itu
menempelkan kertas jimat di dada Yo Gwang dan jimat itu menyala. Lalu ia
mengangkat tubuh Yo Gwang.
Heo Ok dan
teman-temannya menyiksa Dong Rae agar memberitahukan apa rencana Jun. Dong Rae
berkata ia tidak tahu. Meski mereka mengikatnya dan memukulinya Dong Rae terus
mengatakan ia tidak tahu.
Heo Ok mengambil
sabit dan mengancam akan memotong telinga Dong Rae. Begitu sabit itu mendekati
telinganya, Dong Rae menyerah.
Heo Jun tidak
mati. Panah itu rupanya menancap di kepingan perisai yang dibawanya. Meski ia
terluka tapi tidak berbahaya. Jun mencabut panah itu dari dadanya. Kepingan itu
jatuh lalu menghilang.
Heo Jun melihat
luka di dadanya sembuh dengan sendirinya namun menyisakan tanda di dadanya. Ada
yang mengatakan tanda itu sama dengan gambar dari lembaran Mauigeumseo yang
disembunyikan Hyun Seo.
Tiba saatnya untuk
naik ke kapal. Tapi Jun belum kembali juga hingga ibu Jun memutuskan untuk
menunggu di tempat penampungan.
“Ibu,” panggil
seseorang.
Ibu Jun menoleh.
Ia langsung ketakutan saat melihat yang datang ternyata Heo Ok.
Heo Ok bertanya
apa yang ibu Jun lakukan di sini. Apa mereka berpikir untuk melarikan diri dari majikan
mereka?
“Pastinya tidak.
Anakmu itu pintar. Dia tidak akan melakukan hal sebahaya itu karena ia pasti
tahu ia akan tertangkap,” sindirnya.
Ibu Jun berlutut
memohon ampun. Ia berkata ini rencananya sendiri, tidak ada kaitannya dengan
Jun. Heo Ok menamparnya berkali-kali. Ia berkata keluarganya sudah menampung
dan memberi makan ibu Jun dan Jun, dan ini balasannya? Ia akan mematahkan kaki
mereka berdua.
Lalu ia menyeret
ibu Jun dengan menjambaknya sementara ibu Jun memohon agar Ok melepaskan Jun
karena Jun tidak tahu apa-apa. Ibu Jun menyenggol tumpukan jerami dan tumpukan
jerami itu menjatuhkan lilin yang menyala.
Heok Ok tidak
menyadarinya. Ia masih terus memukuli ibu Jun dan berkata mereka bukan manusia
tapi hanya barang miliknya. Ibu Jun
terus meminta ampun.
Api sudah membesar
ketika akhirnya Heo Ok menyadarinya. Ia panik dan berusaha keluar dari tempat
itu. Dengan bangku kayu ia berhasil mematahkan tiang-tiang jendela. Tapi
letaknya terlalu tinggi.
Ia memanggil ibu
Jun untuk dijadikan pijakan agar ia bisa naik keluar. Setelah Heo OK berhasil
naik, ibu Jun memeganginya agar ia juga bisa keluar. Tapi Heo Ok malah
mendorongnya, bukan menariknya. Ibu Jun dengan sekuat tenaga memegangi tangan
Heo Ok. Akhirnya pegangannya terlepas sementara Heo Ok terjatuh keluar.
Ibu Jun tertimpa
palang kayu yang sedang terbakar. Heo Ok melarikan diri begitu mendengar suara
Jun berteriak memanggil ibunya.
Melalui celah
kayu, Jun melihat ibunya pingsan ditimpa palang kayu. Ia mendobrak tempat itu
dan berhasil mengeluarkan ibunya dari sana.
Ia memohon agar
ibunya sadarkan diri. Ibunya membuka mata. Ia meminta maaf karena ia yang
seperti ini sudah melahirkan Jun.
“Jika saja kau
terlahir dari ibu yang berbeda….
“Jangan katakan
itu, Ibu!” kata Jun sambil menangis. “Hanya Ibu seorang yang kuperlukan! Aku
tidak membutuhkan yang lainnya.”
“Selama ini sangat
menyakitkan untukmu, bukan? Ibu minta maaf…maafkan Ibu, Nak,” Ibu Jun membelai
wajah puteranya. Lalu ia terkulai lemas….pergi untuk selamanya.
“Ibu, kumohon!!
Maafkan aku, Ibu,” isak Jun. Ia memeluk ibunya sambil menangis pilu.
Heo Ok berlari
pulang dengan panik mencari ibunya. Ia menceritakan semuanya pada ibunya dan
sangat ketakutan. Tapi ibunya dengan tenang berkata kalau Heo Ok tidak
melakukan kesalahan, jadi kenapa harus takut.
“Seorang budak
menyerahkan hidupnya untuk majikannya adalah hal yang lumrah. Tentu saja dia
yang harus mati. Memangnya kau yang harus mati? Ditambah laig, ia seorang budak
yang mencoba melarikan diri bersama puteranya. Dia pantas mati. Itu salahnya
sendiri.”
Heo Ok masih
merasa bersalah dan ketakutan, tapi ibunya menyuruhnya mengangkat kepala dan
menganggap kejadian tadi hanya mimpi buruk.
Putera Mahkota
makan dengan sangat lahap. Ibu Suri sangat senang melihatnya dan berkata akan
menghadiahi divisi shaman. Tapi Hong Joo tidak nampak senang. Ia mengamati
Putera Mahkota. Begitu juga Ratu yang tampaknya mulai meragukan Hong Joo.
Ratu menyusul Hong
Joo dan bertanya apakah Hong Joo baik-baik saja. Hong Joo berterima kasih atas
perhatian Ratu.
Tapi maksud Ratu
adalah apakah Puteri benar-benar sudah mati jika Hong Joo baik-baik saja. Hong
Joo menegaskan ia tidak akan baik-baik saja seperti sekarang jika Puteri masih
hidup.
“Kalau begitu
kenapa Putera Mahkota tiba-tiba sakit? Apa itu karena sihir hitammu?”
“Itu tidak
mungkin. Kutukan sihir hitam sudah dipatahkan dengan kematian Puteri. Saya
yakin Putera Mahkota sakit karena sedang lemah tubuh.”
Hmm…jadi Hong Joo
berbohong dengan mengatakan Puteri memang telah mati sejak 17 tahun lalu dan
apa yang menimpa Putera Mahkota bukanlah karena kutukan itu.
Tapi Ratu tidak
percaya begitu saja, karena terlalu kebetulan perisitwa itu terjadi pada hari
ulang tahun Putera Mahkota yang ke-17. Merasa Ratu meragukannya, Hong Joo malah
menantang apa yang akan Ratu lakukan jika memang Putera Mahkota sakit karena
kutukan sihir hitam.
Ratu terkejut
dengan sikap berani Hong Joo. Hong Joo berkata Ratu harus menekan rasa takutnya
pada sihir hitam.
“Putera Mahkota
bukanlah hanya putera Yang Mulia. Dia seseorang yang kuciptakan dengan
mempertaruhkan nyawaku,” kata Hong Joo. Jadi ia akan mengurus Putera Mahkota sampai
akhir.
Ratu bertanya apa
yang Hong Joo rencanakan pada Putera Mahkota. Hong Joo hanya tersenyum dan
menyuruh Ratu tenang.
Malamnya Ratu mengirim
seorang pembunuh ke divisi shaman untuk membunuh Hong Joo. Tapi tempat itu
sudah kosong. Hong Joo dan anak buahnya tidak ditemukan di manapun.
Ia melapor pada Ratu.
Baru saja menerima laporan tersebut,
seorang dayang melaporkan telah terjadi sesuatu pada Putera Mahkota.
Ratu masuk ke
kamar puteranya dan menemukan wajah puteranya sudah tertutup kain hitam. Putera
Mahkota telah tiada.
Ini adalah pukulan
besar bagi Ratu. Ibu Suri menghambur masuk dan shock melihat cucunya. Ia
memerintahkan untuk memanggil Hong Joo sekarang juga. Tapi kepala kasim
melaporkan kalau Hong Joo menghilang.
Kasim mengumumkan
mangkatnya Putera Mahkota di atap istana. Seluruh istana berkabung.
Hong Joo melihat
itu dari kejauhan. Ia memegang sebuah pot keramik putih.
Semalam Hong Joo
diam-diam masuk ke dalam kamar Putera Mahkota membawa pot tersebut. Dengan kekuatan
sihirnya, ia memindahkan roh Putera Mahkota ke dalam pot keramik itu lalu
menutupnya. Putera Mahkota kejang-kejang….dan akhirnya mati.
Roh itu
memberontak di dalam pot. Tapi pot itu kembali tenang saat Hong Joo memegang
tutupnya.
“Yang Mulia Ratu,
aku tidak punya pilihan karena kau akan menyingkirkanku. Apa Yang Mulia tahu?
Lebih menyakitkan merasakan pisau ditarik keluar setelah ditikamkan daripada
saat ditikam. Semoga Yang Mulia tetap kuat sampai kita berjumpa lagi,” batinnya.
Ia pergi membawa pot tersebut.
Di tempat lain,
Heo Jun memakamkan ibunya seorang diri. Setelah selesai, ia merenung sambil
memegangi cincin kuning. Cincin itu ia temukan saat kematian ibunya.
Heo Ok seperti
biasa bersenang-senang dan mabuk di rumah gisaeng. Ibunya kebetulan sedang
berbelanja dan melihat Heo Jun menghampiri Heo Ok. Jun masih mengenakan pakaian
berkabung.
Heo Ok melihat Jun
dan mengajaknya minum karena ini hari ulangtahunnya. Ia berkata Jun harus bersenang-senang bersama
mereka hari ini. Ibu Heo Ok kesal melihat perilaku anaknya, tapi ia diam
mengamati.
“Ah, kau masih
berkabung atas kematian ibumu. Bagaimana lagi, aku tidak bisa ikut berkabung
denganmu, kan? Ia mungkin seorang yang kausayangi, tapi bagiku ia hanya seorang
pelayan.”
Jun menatap Heo
Ok. Heo Ok mengira Jun hendak memukulnya lagi seperti waktu itu. Ia berkata ibu
Jun yang memohon-mohon waktu itu sekarang sudah mati, jadi apa Jun sudah siap
menerima hukuman (jika Jun memukul Heo Ok lagi)?
Heo Ok teringat
pada ibu Jun yang memohon-mohon malam itu. Ia sempat terlihat tak enak hati dan
meninggalkan Jun.
Tapi Jun
menghentikannya. Tanpa diduga Jun meminum minuman pemberian Heo Ok dan
mengucapkan selamat ulang tahun. Heo Ok sedikit terkejut dan mengucapkan terima
kasih.
“Tuan Muda, kau
menjatuhkan ini,” Jun mengeluarkan cincin kuning.
“Ah, kenapa ini di
sini? Kukira aku menghilangkannya. Terima kasih,” ujar Heo Ok cuek.
Jun tertegun.
Berarti cincin itu benar-benar milik Heo Ok. Berarti Heo Ok yang menyebabkan
kematian ibunya.
Lima tahun kemudian…..
Seseorang di rumah
gisaeng menceritakan rumor yang didengarnya. Ada seorang wanita yang
bersembunyi jauh di dalam hutam yang belum pernah dijajaki manusia. Wanita itu
berkulit putih bagaikan salju, bibir merah seperti darah, dan mata yang
dipenuhi kesedihan.
Kabarnya wanita
itu bisa memindahkan benda tanpa menyentuhnya dan bisa mematikan apapun. Karena
itu orang menyebutnya penyihir. Dan orang mengatakan wanita yang berwajah
cantik itu akan berubah menjadi monster pada malam bulan pertama, lalu
mengambil jantung manusia.
“Aigoo..sepertinya
cerita hantu pemakan jantung manusia belum beruubah sampai sekarang,” timpal
seseorang. “Aku sudah bosan.”
Seorang lain yang
berpakaian hitam-hitam dan bertopi hitam bertanya bukankah yang sedang
dibicarakan orang akhir-akhir ini adalah “Bangsawan Jubah Merah”?
Si pencerita
membenarkan. Wanita itu membunuh orang sambil mengenakan jubah merah, tapi
gerakannya sangat cepat hingga tak ada seorang pun yang pernah melihat
wajahnya.
“Tapi jika orang
itu mengenakan jubah merah bangsawan, bukankah itu artinya ia seorang pria dan
bukan wanita?” tanya orang berpakaian hitam itu lagi.
Si pencerita tidak mau kalah. Ia berkata
wanita juga bisa menyamar dengan mengenakan pakaian pria kalau mau.
Heo Jun
menghentikan mereka dan menyuruh mereka cepat bermain. Mereka sedang berjudi.
Ternyata si
pencerita dan temannya adalah satu komplotan penipu. Mereka juga berkomplot
dengan seorang gadis berpakaian urakan. Gadis itu diam-diam melihat isi kartu
Heo Jun dan memberi isyarat pada kedua penipu yang berjudi dengan Heo Jun.
Mereka mengira
mereka sudah menang. Tapi Heo Jun mengeluarkan kartunya dan ternyata ia menang.
Kedua penipu itu langsung protes.
Heo Jun
mengeluarkan dua gambar diri penipu itu. Ia sudah tahu dua orang itu penipu
yang sedang dicari-cari. Keduanya hendak menyerang Heo Jun.
Keadaan jadi
heboh. Semua orang berteriak dan berusaha keluar dari ruangan. Orang berbaju
dan bertopi hitam ikut menyelinap keluar.
Heo Jun berhasil menangkap kedua orang itu. Tapi si
gadis berpakaian urakan tiba-tiba memukulnya.
Untunglah Heo Jun tidak kehilangan kedua orang itu dan berhasil mengikat
mereka.
Terdengar suara
polisi dari luar. Heo Jun cepat-cepat
melarikan diri dengan melompat keluar jendela. Si gadis urakan yang bersembunyi
di bawah meja, juga ikut melarikan diri.
Polisi masuk
menangkap kedua penipu itu. Ternyata kepala polisinya adalah Heo Ok.
Atasannya memuji
Heo Ok karena sudah berkali-kali berhasil menangkap penjahat. Heo Ok berkata ia
hanya melakukan tugasnya.
“Jika kita
berhasil menangkap Bangsawan Jubah Merah, kita tidak perlu khawatir apapun
lagi,” kata si atasan. Ia berkata Heo Ok mungkin akan dinaikkan jabatannya.
Heo Ok menemui Jun
dan melemparkan serenceng uang padanya. Ia berkata Jun sudah bekerja dengan
baik. Jadi Jun yang menangkap para penjahat itu dan Heo Ok yang mendapatkan pujian.
Berbeda dengan
dulu, Jun tanpa ragu memungut semua uang itu. Ia berkata ia sangat bersyukur
Heo Ok menampungnya dan memberinya makan, jadi ia harus melakukan apa yang ia
bisa.
“Yah, itu benar.
Aku harus berhasil agar kau juga bisa tercukupi. Dan kau tahu, aku senang kau
begitu cepat kembali pada kenyataan. Bayangkan jika kau tidak tahu tempatmu dan
bermimpi besar. Kau akan menyia-nyiakan hidupmu. Bukankah lebih baik saling
membantu seperi ini?” ujar Heo Ok.
Selain mendapat
uang dari Heo Ok, Jun belum berhenti berjualan obat. Ia sering berjualan di
rumah gisaeng. Dan meski ia sekarang nampak playboy seperti Heo Ok, ia berkata
semua sungguh membosankan.
Orang berpakaian
hitan dan bertopi hitam tadi menyusuri hutan dan masuk ke dalam kuil Chungbing.
Di punggungnya tersampir golok besar. Ia adalah Yo Gwang. Ternyata ia belum
mati…atau hidup kembali?
Di sepanjang
dinding dalam gua kuil Chungbing, terpasang rangkaian jimat. Seperti yang dulu
terpasang di sekeliling rumah Yeon Hee.
Yo Gwang berjalan
makin masuk sambil membawa pelita bercahaya aneh.
“Seo Ri? Seo Ri?”
pamggilnya.
Seo Ri menoleh.
Sebilah golok menempel di leher Yo Gwang.
“Kenapa kau sangat
terlambat?” tanya Seo Ri…alias Yeon Hee. Rambutnya telah kembali hitam. Dan
sekarang ia nampak sangat serius, tidak polos seperti dulu.
Ia mengelilingi Yo
Gwang dan bertanya apakah Yo Gwang benar-benar pergi hanya untuk mencari lilin.
Tentu saja, kata Yo Gwang takut-takut. Seo Ri mengambil pelita dari tangan Yo
Gwang. Golok kecil itu akhirnya jatuh.
Yo Gwang bernafas
lega, namun beberapa kartu (untuk judi) jatuh dari pakaiannya. Dengan pandangannya,
Seo Ri langsung menempelkan kembali golok ke leher Yo Gwang. Ia menatap Yo
Gwang dengan galak.
“Aku juga dengar
gosip mengenai dirimu, jadi aku berusaha menyelidikanya. Dan hanya bermain satu
kali saja. Orang-orang terus mengatakan kau itu seorang penyihir. Aaaaah…iya,
iya aku juga mencari berita apa yang sedang terjadi. Aku ingin tahu apakah ada
yang berguna untuknya,” kata Yo Gwang putus asa.
Akhirnya Seo Ri
melepaskan golok itu. Ia pergi ke dalam tempat ritual dengan membawa pelita
yang dibawa Yo Gwang. Lalu ia memindahkan api dari pelita tersebut untuk
menyalakan lilin yang ada di sana. Selama 5 tahun ini ia sudah menyalakan 100
lilin, tersisa 8 yang belum menyala.
“Aku akan
menyalakan semuanya dan mematahkan kutukan ini. Tidak boleh ada lagi yang mati
karenaku. Kumohon, jangan biarkan lilin ini padam,” ia berdoa.
Seorang bertopeng
dan berjubah hitam menyerahkan sebuah kotak pada Hong Joo. Isi kotak itu adalah
jantung manusia yang masih segar.
Hong Joo melempar
jantung itu ke dalam api untuk menggunakan sihir hitamnya. Dan sihir hitam Hong
Joo memadamkan nyala api lilin yang baru saja dinyalakan Seo Ri. Meski ia
berhasil menghalangi Seo Ri, ia belum menemukan keberadaan Seo Ri.
Seo Ri kesal. Enam
bulan terakhir ini ia belum berhasil menyalakan 1 lilin pun. Ia sudah sejauh
ini tapi….
Kilas balik
bagaimana ia bisa selamat. Yo Gwang yang menyelamatkannya dari danau yang
membeku itu dan membawanya ke Kuil Chungbing. Yo Gwang mencabut panah yang
tertancap di dada Yeon Hee.
Yeon Hee menangis
dan bertanya benarkah apa yang dikatakan Hong Joo bahwa semua orang yang
mencintainya dan dicintainya akan mati.
“Itukah sebabnya
kakak jatuh sakit?”
“Jika kita
mematahkan kutukannya, kita bisa mengembalikan semua seperti semula. Kau harus
melupakan siapa dirimu dan berusaha sekuat tenaga mematahkan kutukan ini. Mulai
sekarang kau bukan lagi Yeo Hee. Seo Ri akan menjadi nama barumu.
Kau harus
menyalakan 108 lilin di sini dan mematahkan kutukanmu. Setelah itu, kau bisa
menggunakan namamu kembali,” kata Yo Gwang sambil menyerahkan Mauigeumseo.
Mengingat itu
kembali, membuat Seo Ri kembali teguh. Ia meminta Yo Gwang membawakan plakat
permohonan. Dengan plakat itu ia akan menyalakan lilin. Yo Gwang nampak ragu namun
ia tidak mengatakan apapun dan berkata ia akan membawakannya.
“Isinya harus
keinginan sepenuh hati. Hanya itu caranya untuk menyalakan lilin,” kata Seo Ri.
Warga kota ngeri
melihat mayat tergantung terbalik di
pohon. Dada mayat itu bolong, tidak berjantung. Heo Jun juga melihatnya. Tangan
mayat itu memegang botol ramuan. Jadi sepertinya pembunuhan ini direncanakan
dengan membuat korban minum ramuan itu dulu. Orang-orang percaya pelakunya
Bangsawan Jubah Merah.
Selain Heo Jun,
gadis urakan di tempat judi juga melihat mayat tersebut dan nampaknya ia bukan
sekedar ingin tahu melihat mayat tersebut. Ia buru-buru memalingkan wajahnya
saat melihat Heo Jun. Tapi Heo Jun tidak mengenali gadis itu.
Baru saja Heo Jun
pergi, Poong Yeon melihat mayat itu bersama anak buahnya yang bernama Sol Gae (Moon Ga Young).
Yo Gwang pergi ke sebuah
pohon besar di mana banyak orang berdoa dan menggantungkan keinginan mereka (yang ditulis
pada plakat kayu). Ia mencabut beberapa di antaranya lalu pergi.
Seseorang
mengikutinya. Si Jubah Merah. Untunglah Yo Gwang menyadarinya dan berhasil
melarikan diri dengan cepat lalu bersembunyi.
Tapi seandainya Yo
Gwang tidak pergi dengan cepat, mungkin ia akan bertemu dengan Poong Yeon yang
rupanya memburu si Jubah Merah. Yo Gwang cepat-cepat pergi ke kuil Chungbing
sementara Poong Yeon mengejar si Jubah Merah.
Poong Yeon
berkelahi dengan Jubah Merah. Kekuatan mereka hampir berimbang dan Poong Yeon bberhasil
melukainya. Ia hampir bisa menangkapnya jika saja Jubah Merah tidak melemparkan
pasir ke arah Poong Yeon lalu melarikan diri. Poong Yeon kehilangn jejak
pembunuh itu.
Raja Seonjo (Lee Ji Hoon) marah
besar mendengar laporan kalau Bangsawan Jubah Merah belum juga berhasil
ditangkap. Ah rupanya Poong Yeon telah menjadi pengawal istana.
Raja Seonjo adalah
keponakan Raja Myeongjeong karena Raja Myeongjeong tidak memiliki pewaris tahta
setelah kematian Putera Mahkota Sunhoe. Jadi Raja Myeongjeong juga sudah
meninggal pada waktu ini. Mungkin para pembaca lebih mengenal penerus Raja Seonjo yaitu Gwanghae, karena sering dibuat dramanya^^
Raja Seonjo dengan
berapi-api memerintahkan agar Jubah Merah ditangkap dan dihadapkannya padanya
sesegera mungkin karena sudah mempermalukan istana.
Tapi sikapnya
berbeda ketika ia hanya berbicara dengan Poong Yeon. Ia berkata ia lebih keras
pada Poong Yeon karena baginya Poong Yeon sangat berarti. Ia meminta Poong Yeon
melaporkannya secara detil.
Poong Yeon berkata
si Jubah Merah tingginya di bawah 180 cm dan memiliki kemampuan bela diri yang
tidak biasa. Ia menyalahkan dirinya yang kurang berkemampuan.
Raja Seonjo
berkata selama ini tidak ada orang yang bisa melihat Jubah Merah dengan jelas
karena gerakan mereka terlalu cepat, tapi Poong Yeon bisa melukainya.
“Berikutnya, kau
pasti akan bisa memenggal kepala orang itu.”
“Aku akan
menangkapnya bagaimanapun caranya dan menghilangkan kekhawatiran Yang Mulia,”
kata Poong Yeon.
Raja berkata hanya
Poong Yeon yang bisa dipercayainya, jadi ia berharap Poong Yeon menjaga diri
agar tidak terluka.
Sebelum Poong Yeon
pergi, Raja bertanya apakah masih belum ada kabar mengenai ayah Poong Yeon. Ia
ingin membentuk kembali divisi ritual di istana sesegera mungkin.
Tapi Poong Yeon
meminta maaf. Ia tidak bisa melakukannya karena ia percaya ayahnya masih hidup
di suatu tempat. Raja mengerti dan tidak memaksanya.
Setelah Poong Yeon
pergi, tiba-tiba Raja merasakan sakit yang sangat menusuk di lengannya. Ia
melihat darah mengalir dari lengan jubahnya.
Setelah Poong Yeon
keluar dari istana, Sol Gae melaporkan kalau orang yang diselidikinya bukanlah adik
Hyun Seo dan ia belum menemukan Hong Joo. Ia pergi ke tempat di mana Hong Joo
tinggal setelah diusir dari istana, tapi Hong Joo tidak ada.
Poong Yeon nampak
kecewa. Sudah lima tahun berlalu namun mereka belum menemukan jejak sedikitpun
mengenai Yeon Hee. Sol Gae mengusulkan agar mereka mencari ke rumah mayat untuk
melihat mayat yang belum diidentifikasi.
“Ayah dan Yeon Hee
belum meninggal,” ujar Poong Yeon tegas.
Sol Gae
cepat-cepat minta maaf. Poong Yeon tidak
menyalahkannya. Ia menyerahkan sebungkus kain pada Sol Gae dan menepuk
pundaknya. Isinya manisan buah kesemek.
Larut malam, tabib istana mencabuti duri-duri
dari luka di pundak Raja Seon Jo. Entah bagaimana ia bisa sakit seperti itu.
Lukanya bukan hanya di pundak tapi sudah menjalar ke punggung dan juga
bagian-bagian tubuh yang lain.
Tabib sendiri
belum menemukan apa penyebab penyakit itu. Raja Seonjo menguatkan dirinya untuk
menahan rasa sakit dari penyakit tersebut dan melarang siapapun tahu mengenai
penyakitnya.
Tiba-tiba kasim
mengumumkan kedatangan Ibu Suri. Ibu Suri yang sekarang adalah Ratu Shim (istri
Raja Myeongjeong). Ia mendengar kabar
mengenai mayat yang baru ditemukan dan khawatir hal buruk semacam itu terus
terjadi di negeri ini.
Raja Seonjo tampaknya
tidak menyukai Ibu Suri dan Ibu Suri menyadarinya. Ia berkata sepertinya Raja
Seonjo tidak menyukai kehadirannya.
“Bagaimana aku
bisa merasa tenang dengan kehadiran Ibu Suri. Ibu Suri adalah sosok paling
berkuasa di istana,” ujarnya sinis.
Tapi Ibu Suri
tidak nampak marah. Ia tersenyum dan berkata ia yang paling tua di istana ini
jadi ia harus mengurus Raja. Raja berkata ia berterima kasih atas kekhawatiran
Ibu Suri.
“Tapi jangan
anggap aku sebagai pengganti Putera Mahkota yang sudah tiada. Maksudku adalah
aku baik-baik saja, jadi jangan khawatirkan aku.”
Ibu Suri berkata
tubuh Raja menentukan nasib Joseon, bagaimana bisa ia tidak khawatir jika ada
sedikit saja luka di tubuh Raja? Raja Seonjo berkata Ibu Suri tidak perlu
khawatir karena ia tidak akan meminta Ibu Suri memerintah menggantikan dirinya.
Ia mempersilakan Ibu Suri pergi,
Kasim kepala
melaporkan pada Ibu Suri kalau tabib istana mengunjungi Raja beberapa kali
setiap malam. Tapi itu hal yang biasa.
Hanya saja, alas
tidur dan selimut Raja harus dibuang setiap pagi. Dan kabarnya ada darah dan
nanah pada alas tidur itu.
“Apakah kutukan
pada istana belum berakhir?” batin Ibu Suri.
Ia memerintahkan
agar Hong Joo segera ditemukan meskipun harus mengerahkan puluhan atau ratusan
orang. Pokoknya Hong Joo harus ditemukan.
Heo Jun pergi ke
makam ibunya dan membersihkannya.
Setelah tahu Heo
Ok yang menyebabkan kematian ibunya, Jun sempat menyelinap ke kamar Heo Ok pada
suatu malam dan hendak membunuhnya. Tapi ia tidak sanggup.
“Ibu, semua sudah selesai. Tunggu sebentar
lagi. Aku akan menghancurkan mereka dan membuat mereka membayar perbuatan
mereka,” katanya di depan makam ibunya.
Seo Ri bermimpi
kejadian 5 tahun lalu di mana anak buah ayahnya satu per satu mati, lalu Poong
Yeon yang histeris melihatnya, dan
terakhir Jun yang tertembak panah menggantikan dirinya.
Ia terbangun.
“Ayah, aku hanya
harus menyalakan 8 lilin lagi. Aku pasti akan mematahkan kutukan ini dan
melindungi mereka yang kucintai. Dan aku juga akan mencari tahu kenapa aku
terlahir dengan kutukan ini.”
Di tempat Hong Joo,
tubuh Hyun Seo terbaring seperti orang tidur. Di atas dadanya tertempel kertas jimat.
Komentar:
Hyun Seo kaya
puteri tidur ih^^ Untung Hyun Seo masih hidup. Tapi agak takut juga sih Hong
Joo mengunakan Hyun Seo untuk menjadi senjatanya. Semacam mayat hidup misalnya?
Mudah-mudahan tidak. Sudah cukup melihat Lee Sung Jae begitu jahatnya di GuFamily Book >,<
Mulai sekarang aku
menyebut Yeon Hee dengan nama Seo Ri sampai Seo Ri berhasil menyalakan 8 lilin
ya ;p
Misteri besar
episode ini adalah siapa yang menempelkan kertas jimat ke tubuh Yo Gwang dan
membangkitkannya? Ada yang mengatakan itu Hyun Seo, tapi rasanya tidak mungkin
Hyun Seo sempat kembali untuk menghidupkan Yo Gwang. Lalu siapa dia?
Misteri besar
berikutnya adalah kenapa kutukan itu bisa terangkat dengan sendirinya? Apakah
karena Yeon Hee jatuh ke dalam kolam dan sempat hampir mati? Tapi ketika Yeon Hee diselamatkan dari kolam, rambutnya masih putih. Apakah kutukan itu terhenti sementara karena Yeon Hee menyalakan lilin? Atau karena rangkaian jimat di sekeliling kuil chungbing?
Sepertinya
rangkaian jimat di gua kuil Chungbing menghalangi Hong Joo mengetahui di mana
keberadaan Yeon Hee…sama seperti rumah Yeon Hee dulu. Tapi Hong Joo tahu Yeon Hee
masih hidup, buktinya ia menggunakan sihir hitam untuk menghalangi Yeon Hee.
Seo Ri mengatakan
6 bulan terakhir ia tidak bisa menyalakan 1 lilin pun. Sepertinya itu bersamaan
dengan munculnya si Jubah Merah. Jelas si Jubah Merah adalah anak buah Hong Joo
yang bertugas mencarikan jantung manusia segar untuk sihir hitam Hong Joo.
Kenapa enam bulan
terakhir? Apakah Hong Joo baru
mengetahui usaha Seo Ri ini enam bulan yang lalu? Sebelumnya apa yang ia
lakukan?
Dalam
terjemahannya dari beberapa penyedia subtitle, Bintang Utara (Polaris) akan
hilang 5 hari setelah hari ulang tahun Yeon Hee yang ke-17. Tapi Dramabeans
menerjemahkan 5 tahun.
Setelah melihat
kutukan itu masih bertahan dan Seo Ri masih berusaha menyalakan lilin,
sepertinya terjemahan Dramabeans yang benar. Bahwa Seo Ri harus menyalakan 108
lilin sebelum 5 tahun. Dan itu artinya waktunya semakin mendesak. Karena itu
Seo Ri sempat kesal dan putus asa.
Oya episode ini adalah penampilan terakhir Dong Rae dalam drama ini karena pemerannya, Choi Sung Won, menderita sakit leukeumia. Ketahuan sakitnya justru saat syuting drama ini...kasian ya :( Kabar baiknya, penyakitnya ditemukan sangat awal jadi kemungkinan sembuh lebih besar. Get well soon, Choi Sung Won...
Oya episode ini adalah penampilan terakhir Dong Rae dalam drama ini karena pemerannya, Choi Sung Won, menderita sakit leukeumia. Ketahuan sakitnya justru saat syuting drama ini...kasian ya :( Kabar baiknya, penyakitnya ditemukan sangat awal jadi kemungkinan sembuh lebih besar. Get well soon, Choi Sung Won...