Joseon, 430 tahun lalu...
Dam Ryeong menanyakan nama puteri duyung. Puteri duyung berkata namanya adalah Se Hwa. Dam Ryeong berkata ia memiliki seorang adik yang sudah meninggal dan namanya adalah Se Hwa yang artinya adalah...
“Anak yang bersinar terang,” jawab Se Hwa. Ia berkata namanya diberikan oleh seseorang dan ia pun mulai bercerita.
Pada musim panas dua puluh tahun ada seorang anak laki-laki datang dari Hanyang untuk mengunjungi rumah keluarga ibunya. Anak itu bermain di pantai bersama teman-temannya. Teman-temannya menantangnya untuk berenang ke tengah laut. Anak itu merasa tertantang dan menjawab ia bisa. Teman-temannya mengejeknya pembohong. Maka anak itu pun masuk ke dalam air.
Saat anak itu mulai tenggelam, muncul puteri duyung seusianya menyelamatkannya. Puteri duyung itu menarik anak itu ke permukaan laut dan membawanya ke pantai.
Anak itu memperkenalkan dirinya sebagai Dam Ryeong dan menanyakan nama puteri duyung. Puteri duyung hanya diam menatapnya.
“Jika kau belum memiliki nama, aku akan memberimu nama. Namau Se Hwa, yang artinya anak yang bersinar terang.”
Setelah musim panas itu, Dam Ryeong kembali ke rumahnya di Hanyang. Tapi ia selalu berusaha agar bisa kembali ke pantai dan merengek pada orangtuanya. Ia berjanji akan belajar keras jika diijinkan ke rumah kakeknya.
Akhirnya orangtuanya mengijinkannya dan Dam Ryeong berteman dengan Se Hwa. Ia membawakan makanan hingga Se Hwa bisa merasakan makanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia juga membuat Se Hwa melihat hal-hal indah untuk pertama kalinya.
Keduanya tumbuh bersama hingga pada suatu ketika Dam Ryeong berkata ia akan menikah setengah bulan lagi. Dan ia jelas tidak gembira dengan rencana pernikahannya itu. Se Hwa bertanya menikah itu apa.
“Aku harus hidup dengan wanita lain dan aku hanya boleh menyukai daa melindunginya,” jawab Dam Ryeong.
“Kalau begitu kau tidak bisa datang ke pantai lagi?” tanya Se Hwa cemberut.
Dam Ryeong berkata ia tidak tahu. Ia bertanya apakah Se Hwa tidak bisa hidup di darat. Se Hwa berkata hal itu mungkin jika ia sudah dewasa. Ia dengan puteri duyung akan mendapatkan kaki jika naik ke darat. Tapi tidak sekarang.
Dam Ryeong berkata ia tidak ingin meninggalkan Se Hwa. Ia tidak mau menyukai dan melindungi gadis lain. Se Hwa juga tidak tahu apa yang bisa mereka perbuat karena ia tidak bisa hidup di darat sementara Dam Ryeong tidak bisa hidup di air. Ia mulai menangis dan air matanya menetes. Ia kembali ke laut. Air matanya yang jatuh ke bebatuan telah berubah menjadi mutiara.
Dam Ryeong akhirnya menikah dengan gadis yang dipilih oleh keluarganya. Namun pada malam pertama mereka, ia malah meninggalkan istrinya. Ia berkuda beberapa hari menuju laut. Setibanya di sana ia memanggil-manggi Se Hwa namun Se Hwa tidak muncul.
Dam Ryeong tahu puteri duyung itu akan menyelamatkannya jika ia tenggelam. Maka ia pun sengaja membuat dirinya tenggelam. Tapi ia tidak tahu hal yang sangat penting. Puteri duyung memiliki kekuatan khusus. Jika puteri duyung mencium manusia, mereka bisa menghapus ingatan mengenai dirinya dari orang tersebut.
Demi menyelamatkan Dam Ryeong, Se Hwa menciumnya. Maka ingatan tentang puteri duyung pun lenyap dari ingatannya seperti buih laut. Dam Ryeong diselamatkan penduduk saat ia terdampar di pantai namun ia sama sekali tidak ingat kenapa ia ada di sana.
Kembali pada Dam Ryeong dewasa. Ia berkata istrinya meninggal karena penyakit paru-paru setelah mereka menikah. Dan sampai kematiannya, istrinya marah padanya karena melarikan diri pada malam pertama mereka. Ia tidak bisa mengingat mengapa ia melarikan diri pada malam itu sebagaimanapun ia berusaha.
“Apakah aku anak laki-laki itu?” tanyanya.
Puteri duyung Se Hwa mendekati perahu Dam Ryeong dengan penuh harap.
Kembali ke masa kini saat Joon Jae tenggelam dan puteri duyung menyelamatkannya dengan menciumnya. Dan pada saat itu juga semua kenangan tentang puteri duyung menghilang seperti buih laut.
Joon Jae terdampar di pantai dalam keadaan pingsan. Sekilas terdengar suara: “Aku mencintaimu...” Joon Jae sadarkan diri. Ia melihat dirinya ada di pantai sendirian. Ia ingat ia check in ke hotel, melarikan diri dari komplotan mafia, ke menara Herkules, hingga yang terakhir melompat dari tebing. Namun dalam ingatannnya itu ia melakukan semuanya sendirian.
“Ah, kenapa aku melompat dari sana? Aku pasti sudah gila,” gerutunya.
Ia melihat ada gelang giok di tangannya dan ia sama sekali tidak tahu benda apa itu dan mengapa benda itu ada di sana. Namun ia tidak memikirkannya lebih jauh. Ia juga tidak menyadari ada sebutir mutiara kecil di dekatnya.
Joon Jae kembali ke Seoul. Puteri duyung terus mengamati pesawat Joon Jae yang makin lama makin menjauh.
Di bandara, terdengar berita mengenai seorang tersangka pembunuhan yang lolos dari tahanan saat dirawat secara medis. TV menayangkan foto tersangka tersebut, Ma Dae Young, yang berusia sekitar 40-an.
Sayangnya tidak ada seorangpun yang benar-benar memperhatikan berita tersebut, termasuk Joon Jae, karena Ma Dae Young ada di luar bandara pura-pura menjadi petugas parkir.
Joon Jae pulang ke rumahnya, berpapasan dengan Nam Doo yang sedang membuang sampah. Nam Doo terkejut melihat Joon Jae kembali dalam keadaan hidup. Joon Jae langsung marah padanya karena Nam Doo sudah berkali-kali tidak mengangkat teleponnya. Nam Doo berkata Joon Jae tidak tahu betapa ia memikirkan Joon Jae.
“Tentu! Apa itu sebabnya kau memasuki rumah ini seperti rumahmu sendiri? Jika aku tidak kembali, kau akan mengambil alih rumah ini sebagai milikmu?” Joon Jae memiting Nam Doo.
Nam Doo mengeluh lehernya tercekik. Saat Joon Jae melonggarkan tangannya, ia cepat-cepat kabur ke dalam rumah. Joon Jae mengomel Nam Doo tidak bisa dipercaya.
Bukan hanya Nam Doo, Tae Oh juga mengungsi ke rumah Joon Jae. Dan itu menjelaskan bagaimana Nam Doo dan Tae Oh bisa masuk ke rumah Joon Jae. Joon Jae menyuruh mereka pergi sekarang juga.
Tapi Nam Doo berkata rumahnya dan rumah Tae Oh sudah diserbu. Hanya rumah Joon Jae yang belum diketahui siapapun karena Joon Jae baru pindah dan menghapus alamatnya. Ia berkata nyonya mafia itu betul-betul menakutkan dan bisa melakukan apa saja.
Nam Doo melirik Tae Oh yang terus asyik bermain game di ponselnya. Ia berbisik pada Joon Jae kalau ada hal penting yang harus mereka bicarakan. Ia menarik Joon Jae untuk berbicara di luar.
“Biarkan aku melihatnya,” kata Nam Doo.
Joon Jae bingung. Nam Doo mengira Joon Jae hanya berpura-pura. Ia bahkan khawatir Joon Jae tidak kembali karena melarikan benda itu. Benda apa, tanya Joon Jae.
“Apanya yang apa? Kau dan 6 miliar won-ku!”
Joon Jae tak mengerti apa yang Nam Doo bicarakan dan hendak masuk kembali ke rumah.
“Gelang itu! Gelang giok, dengan tekstur, kekerasaan, tranparansi, dan warna yang terlihat asli,” ujar Nam Doo.
Joon Jae heran dan bertanya bagaimana Nam Doo bisa tahu tentang gelang itu. Nam Doo berkata tentu saja karena Joon Jae yang memberitahunya.
“Kau bilang kau mencuri gelang itu dari seorang gadis yang kaukenal di Spanyol.”
Gadis apa, tanya Joon Jae. Nam Doo mengira Joon Jae sedang berusaha menipunya. Tapi Joon Jae berkata ia benar-benar tidak tahu gadis yang mana.
“Kau bilang kau bertemu seorang gadis aneh yang bodoh!”
Dan gadis aneh yang bodoh itu sedang berpamitan pada teman-teman sesama puteri duyung. Ia mengenakan kacamata hitam dan membawa kerang besar seperti sebuah dompet pesta, lalu berenang pergi.
Nam Doo memperlihatkan foto gelang yang pernah dikirim Joon Jae padanya. Itu adalah foto saat Joon Jae mengikat puteri duyung karena mengira ia seorang pencuri. Dalam foto itu wajah puteri duyung tidak terlihat.
Nam Doo bertanya sebenarnya Joon Jae ini baru kembali dari Spanyol atau dari Hollywood, karena kemampuan aktingnya meningkat pesat. Joon Jae berkata ia tidak berakting. Ia tidak pernah mengirim sms itu dan ia tidak pernah bertemu gadis aneh.
“Jadi kau tidak memiliki gelang itu?” tanya Nam Doo.
“Aku memiliki gelang itu,” jawab Joon Jae dengan wajah bingung.
Nam Doo berkata Joon Jae tidak mungkin tidak bisa mengenali kalau benda itu luar biasa. Ia bertanya apa Joon Jae juga tidak ingat bagaimana ia mendapatkan gelang itu.
Joon Jae berusaha mengingat. Ia hanya ingat dirinya duduk di sebuah tempat memainkan pemantik apinya lalu menoleh pada seseorang. Ia berkata ia tidak ingat. Nam Doo ingin melihat benda itu karena mereka harus memastikan apakah gelang itu asli atau palsu.
Joon Jae tidak ingin terburu-buru karena situasinya terasa aneh. Ia merasa tidak tenang. Jadi ia akan melihatnya dulu. Nam Doo meminta Joon Jae memberikan gelang itu padanya dan biar ia yang mengurusnya. Tapi Joon Jae tidak mempedulikannya.
Puteri duyung berenang mencari Seoul dengan penuh tekad. Ia teringat pada percakapannya dengan Joon Jae saat mereka dalam perjalanan menuju Menara Herkules. Ketika itu Joon Jae berkata Seoul adalah rumahnya. Puteri duyung menatap lautan luas yang adalah rumahnya lalu memejamkan matanya.
“Kau juga sebaiknya ke sana. Bukan berarti aku merayumu agar pergi ke Seoul. Jadi jangan salah paham dan dengarkan aku. Di Seoul ada banyak hal yang kausukai. Misalnya, makanan yang sangat enak. Kau sangat suka makan dan lapar pada waktu tak menentu,” kata Joon Jae.
Puteri duyung hanya mengangguk.
“Di sana juga ada Sungai Han. Pada musim gugur, mereka menyalakan kembang api di sana. Aku melihatnya dari tempat yang bagus di Gedung 63. Sangat indah. Aku akan mengajakmu menontonnya bersamaku,” seakan hendak meyakinkan puteri duyung.
“Bersama?”
“Ya, bersamaku.”
Puteri duyung kembali menatap lautan luas. Lalu ia menatap Joon Jae. Ia tersenyum dan mengangguk pelan. Joon Jae tersenyum gembira.
“Janji ya! Janji harus ditepati,” katanya.
Puteri duyung kembali mengangguk. Ia berkata janji harus ditepati. Joon Jae tertawa sambil membelai kepala puteri duyung.
Joon Jae bermimpi ia masuk ke dalam air. Saat tubuhnya tenggelam makin lama makin ke dasar, terdengar suara lirih, “Aku mencintaimu.”
Joon Jae terbangun dengan kaget. Ia memikirkan suara siapa itu. Jantungnya berdegup kencang.
Tiga bulan kemudian....
Joon Jae melihat siaran di televisi, sebuah acara wawancara dengan seorang developer sukses. Awalnya ia nampak tertarik melihat wawancara tersebut. Tapi kemudian ia mematikan televisi.
Developer yang tadi diwawancara , Heo Gil Joong (dari nama marganya bisa ditebak kan dia siapa?^^), bermain golf dengan suami Jin Joo. Mereka ditemani oleh istri mereka.
Jelas sekali pasangan Jin Joo dan suaminya sedang berusaha mendapatkan simpati dari pasangan Heo. Suami Jin Joo berceloteh mengenai bagaimana ia merasa lebih tenang memiliki seorang putera. Memiliki anak perempuan memang menyenangkan, tapi anak laki-laki adalah replika dari ayahnya. Gen memang mengagumkan.
Ekspresi wajah istri Presdir Heo berubah mendengar perkataan itu. Jin Joo melihatnya dan cepat-cepat menghentikan kata-kata suaminya dengan alasan ada pesan penting yang ingin disampaikan ibunya padanya. Ia menarik suaminya ke tempat sepi dan menegurnya.
“Berhati-hatilah dengan kata-katamu. Ada rumor yang mengatakan bahwa Presdir Heo merawat anak yang bukan anak kandungnya. Istrinya yang sekarang, Kang Seo Hee, adalah istri keduanya. Nyonya Kang mengusir istri pertama. Ia membawa puteranya (dengan pria lain) dan menolak pergi. Putera sulung Presdir Heo (dari istri pertama) melarikan diri dari rumah beberapa waktu lalu dan tidak ada kabar mengenai dirinya.”
Suami Jin Joo baru pertama kali mendengar hal itu. Jin Joo mengomelinya agar tidak selalu membaca koran tapi majalah gosip juga. Suaminya khawatir usaha mereka untuk menjilat Presdir Heo gagal padahal ia tadi sudah sengaja kalah dalam permainan golf. Jin Joo berkata ia tahu. Ia menyemangati suaminya agar memikirkan tujuan yang lebih besar.
Suami Jin Joo tidak habis pikir dengan apa yang dipikirkan putera sulung Presdir Heo hingga minggat dari rumah. Tingkat pemberontakannya terlalu tinggi.
Dan si putera sulung itu sedang marah-marah karena seluruh persediaan bir dan es krim di kulkasnya lenyap oleh Nam Doo dan Tae Oh. Ia kesal mereka belum juga pergi dari rumahnya padahal sudah 3 bulan. Nam Doo beralasan para mafia itu masih mencari mereka. Mereka tidak mencari Joon Jae karena mengira Joon Jae sudah mati.
Nam Doo berkata ia juga tidak nyaman. Ia bukan seseorang yang biasa tinggal serumah bersama pria lain. Dan lagi mereka juga harus segera bersiap untuk pekerjaan baru. Hal ini harus diselesaikan.
Tiga orang pemancing sedang duduk-duduk minum bir di perahu mereka saat tiba-tiba puteri duyung muncul di sisi kapal. Mereka tidak tahu kalau ia puteri duyung karena hanya setengah badannya yang keluar dari air.
Puteri duyung bertanya Seoul itu di mana. Mereka menunjukkan arah Seoul meski masih kaget dan bingung. Puteri duyung berterima kasih pada mereka.
“Apa kau akan berenang ke sana? Tapi di sini Pulau Jeju. Apa kau mau ikut bersama kami?”
“Ah, tidak apa-apa,” kata puteri duyung sambil melambaikan tangannya. Ia masuk ke dalam air lalu menghilang.
Ketiga pemancing itu ketakutan mengira mereka bertemu hantu air.
Para relawan baru saja membersihkan pantai. Mereka menantikan air laut surut agar bisa melihat munculnya jalan yang menghubungkan pulau utama dengan pulau kecil di seberang sana (dalam keadaan pasang, kedua pulau nampak terpisah). Tapi mereka terkejut saat melihat bukan hanya jalan penghubung yang muncul, tapi juga sesosok wanita berambut panjang. Wanita itu mengenakan kaus seadanya, celana olah raga, dan sandal beda warna, lengkap dengan dompet kerang.
Puteri duyung berjalan dengan cuek dan penuh percaya diri meski dilihat dengan aneh oleh rombongan tersebut. Ia pasti menemukan pakaian itu dari benda-benda yang ia temukan di pinggir pantai. Para relawan heran bagaimana bisa ia muncul dari air. Dari pulau seberang? Pulau itu tidak berpenghuni.
Puteri duyung menghampiri mereka dan bertanya apakah ini Seoul. Bukan, jawab mereka. Puteri duyung tersentak kaget.
“Aku masih harus pergi lebih jauh?” Ia mulai mengomel. “Ini sangat melelahkan. Aku berenang begitu banyak sampai aku merasa ingin muntah..”
Untunglah para relawan itu akan kembali ke Seoul dan mengajak puteri duyung ikut bersama mereka naik bis.
Mereka menurunkan puteri duyung di tengah kota Seoul. Puteri duyung kebingungan di tengah begitu banyak orang.
“Lebih banyak manusia daripada ikan teri,” gumamnya. Bagaimana ia bisa menemukan Joon Jae?
Joon Jae diam-diam membuka lemari rahasia di ruang gantinya. Dalam ruangan rahasia itu terdapat berbagai seragam penyamaran dalam berbagai profesi, lengkap dengan peralatan dan perlengkapannya. Ia mengambil seragam pilot, topi, dan perlengkapan lainnya. Ia juga memiliki deretan kendaraan untuk disesuaikan dengan penyamarannya. Termasuk mobil ambulans, mobil polisi, dll.
Nam Doo menginformasikan kegiatan nyonya mafia hari ini. Tae Oh bertugas mengendalikan lift, sementara Nam Doo bertugas memastikan tidak ada jadwal nyonya mafia yang berubah. Nam Doo sangat senang mereka kembali beraksi. Sementara Joon Jae mengingatkan agar mereka berkemas dan pindah setelah semua ini selesai.
Puteri duyung menanyai orang-orang apakah mereka mengenal Joon Jae. Bukan jawaban yang didapat malah tatapan risih dan terganggu dari orang-orang itu.
Di mobil, Nam Doo bercerita ia tak menyangka bertemu salah satu korban penipuan mereka di tempat golf. Untungnya ia berhasil melarikan diri. Joon Jae berkata Seoul itu seukuran telapak tangan.
“Selama kau hidup, kau akan bertemu dengan mereka setidaknya satu kali. Hanya saja seringkali kita tidak menyadarinya.”
Seakan membenarkan perkataan Joon Jae, mobil mereka melewati jalanan tempat puteri duyung terlunta-lunta. Sayangnya mereka tidak saling melihat. Kalau melihat pun Joon Jae tidak akan mengenali puteri duyung.
Puteri duyung mulai lapar dan meminta makanan pada kedai makanan di pinggir jalan. Pemilik kedai meminta uang lebih dulu. Puteri duyung bingung dan menyerahkan selebaran brosur yang banyak dibagikan orang di jalanan. Pemilik kedai marah dan mengusir puteri duyung tanpa memberinya makanan. Puteri duyung pergi dengan sedih. Sama sekali tak melihat Joon Jae yang melewatinya di dalam mobil.
Dalam keadaan sangat lapar, ia melihat sekelompok pelajar SMA memalak pelajar SMP. Caranya adalah dengan merangkulnya kuat-kuat dan membawanya ke tempat sepi. Lalu dengan mengintimidasi mereka meminta uang. Pelajar SMP itu terpaksa memberi uang karena takut. Puteri duyung mengangguk mengira begitulah cara mendapatkan uang.
Maka ia pun merangkul anak SD yang berjalan pulang sendirian, mengikuti cara pelajar SMA tadi. Anak SD itu bertanya apa yang puteri duyung lakukan. Puiteri duyung berkata ia lapar dan bertanya apakah anak itu punya uang.
Anak itu melepaskan diri dari rangkulan puteri duyung dan menegurnya karena sudah memalak anak kecil.
“Memalak itu apa?” tanya puteri duyung bingung.
“Ini namanya memalak,” kata si anak kecil.
Untungnya anak itu berbaik hati membelikan ramyun instan di minimarket dengan menggunakan eom-ca (eomma-card = kartu kredit ibu). Puteri duyung bertanya eom-ca itu apa. Anak kecil itu menjelaskan sambil menggerutu.
“Apa eom-ca lebih bagus dari uang?” tanya puteri duyung.
“Konsepnya sama. Pokoknya jangan lakukan itu lagi,” kata si anak kecil.
“Baiklah, aku tidak akan,” kata si puteri duyung patuh.
Anak kecil itu menjelaskan kalau uang adalah sesuatu yang diperoleh dengan kerja keras. Ia tahu karena ibunya bekerja kerasa dari pagi sampai subuh tanpa ada waktu untuk menemaninya hanya untuk mencari uang.
“Tapi kenapa ibumu bekerja sekeras itu untuk mencari uang?”
“Kak, kau ini benar-benar payah. Kenapa kami mencari uang? Tentu saja agar kami bisa bahagia.”
“Tapi jika kalian mencari uang dari pagi sampai subuh, lalu kapan waktu untuk kalian hidup bahagia?”
Anak kecil itu menunduk sedih, “Suatu saat nanti.”
Karena sudah waktunya untuk les, anak itu berpisah dengan puteri duyung. Sebelumnya ia menasihati agar puteri duyung segera menemukan Heo Joon Jae. Ia juga sempat memberikan sisa uangnya pada puteri duyung.
“Simpan baik-baik, jangan berikan pada orang lain dan gunakan dengan bijak. Mulai sekarang setidaknya bekerjalah paruh waktu untuk mendapatkan uang. Setelah menjalani hidup beberapa lama, aku menyadari kalau hidup tanpa uang bukanlah hal besar.”
Puteri duyung mengangguk patuh.
Anak itu berjalan pergi lalu tak sengaja menabrak Joon Jae. Anak itu meminta Joon Jae berjalan dengan hati-hati lalu pergi begitu saja. Joon Jae tersinggung ditegur anak kecil. Tapi ia lebih tersinggung karena dipanggil “ahjusshi”. Coba kalau dia tahu anak itu memanggil puteri duyung dengan sebutan “eonni (kakak)” ;p
Nam Doo dan Tae Oh cepat-cepat membawa Joon Jae pergi. Mereka pergi ke arah berlawanan dengan puteri duyung hingga mereka tak berpapasan.
Puteri duyung berjalan tak tentu arah hingga melewati sebuah taman. Ia melihat kelompok pelajar SMA tadi sedang memalak anak SMP lainnya. Ia menegur mereka baik-baik dengan berkata kalau memalak itu perbuatan buruk. Eh, mereka malah bersikap menantang.
“Kalian tidak punya eom-ca? Itu sama dengan uang,” kata puteri duyung lagi.
Melihat mereka makin mendekat dengan sikap tak bersahabat, puteri duyung menggulung kertas brosur di tangannya lalu ia gunakan untuk menjitak mereka saat mereka mulai menyerang.
Temannya berusaha memegangi puteri duyung tapi dengan sekali sentakan ia melayang ke udara dan jatuh ke tanah. Puteri duyung memegangi anak yang tersisa.
“Berjanjilah, kau tidak akan memalak orang lain,” katanya dengan ekspresi menakut-nakuti.
“A—aku tidak memalaknya. Aku berteman (kedengarannya seperti “makan”) dengannya,” kata anak itu ketakutan sambil menunjuk si anak SMP.
“Kau makan teman?” tanya puteri duyung terkejut.
Anak itu mempergunakan kesempatan itu untuk melarikan diri bersama teman-temannya.
“Anak-anak! Kau tidak boleh memakan teman kalian. Tidak boleh!” serunya.
Lalu ia mendekati si anak SMP yang ketakutan. “Apa kau juga makan teman?”
Anak itu langsung lari ketakutan.
“Jangan makan teman ya! Makan yang lain saja!” seru puteri duyung khawatir.
Si anak pemalak merah-merah wajahnya karena terjatuh di tanah tadi. Tapi ia mengangkat telepon dari ibunya seakan tak terjadi apapun dan ia berbohong ia sedang les. Tebak siapa ibunya?
Nyonya mafia nampaknya tidak terlalu mempercayai perkataan puterinya. Ia mengingatkan agar puterinya tidak sembarangan berteman.
“Lihat saja kakakmu. Anak yang baik hati itu difitnah. Pastilah ia sangat menderita. Apa masalahnya anak gila bunuh diri,” omelnya. Lalu ia menutup telepon karena akan masuk ke dalam lift.
Saat ia hendak menutup lift tiba-tiba ia mendapat pesan spam. Pintu lift kembali terbuka, dan Joon Jae masuk dalam penyamarannya. Ia mengenakan kacamata hitam hingga nyonya itu tak mengenalinya.
Tae Oh menghentikan lift di lantai 17. Joon Jae melangkah ke hadapan nyonya itu lalu membuka kacamatanya. Nyonya itu langsung mengenali Joon Jae. Joon Jae mengeluarkan pemantiknya. Tiba-tiba lampu di dalam lift padam. Joon Jae memainkan pemantiknya dan tiba-tiba menyalakannya di depan mata nyonya itu. Nyonya itu dalam pengaruh hipnotis sekarang.
Joon Jae berkata pintu lift di belakang nyonya terbuka. Nyonya itu menolah dan melihat pintu terbuka. Namun ketika ia hendak melangkah keluar, ia berada di ujung jendela gedung yang sangat tinggi. Joon Jae menyuruhnya berhati-hati jangan sampai menginjak tangan orang.
Nyonya itu melihat ke bawah dan melihat puteranya bergantungan di jendela meminta tolong. Nyonya itu berusaha menolongnya. Tapi pegangan anak itu terlepas dan ia pun meluncur ke bawah. Nyonya itu sangat shock.
“Ingatlah rasa sakit yang kaurasakan sekarang,” kata Joon Jae. “ Anak yang mati karena puteramu, anak itu jatuh dari lantai 17. Ibu anak itu menderita seperti yang kaurasakan sekarang dan selamanya mereka akan menderita.”
Nyonya itu menangis tersedu-sedu. Joon Jae memegang pundaknya dengan lembut.
“Mulai sekarang, kau akan melupakan mereka yang bersalah padamu. Dan pada mereka yang menderita karenamu, kau hanya akan mengingat perasaan bersalahmu..”
Joon Jae menjentikkan tangannya. Pintu lift terbuka. Nyonya itu melangkah keluar sambil menangis. Suami dan anak buahnya heran. Nyonya itu membatalkan semua tuntuan (mungkin terhadap Joon Jae dkk?) dan ingin menemui ibu dari anak yang bunuh diri. Suaminya heran dan bertanya apa yang akan nyonya lakukan jika bertemu anak itu.
“Aku akan meminta maaf,” kata nyonya itu sambil menangis.
Suaminya mengira istrinya sudah gila.
Misi berhasil. Nam Doo memuji-muji kemampuan hipnotis Joon Jae. Tiba-tiba Tae Oh bertanya bagaimana cara Joon Jae melakukan hipnotis. Joon Jae dan Nam Doo sampai bengong karena baru sekarang Tae Oh bersuara. Jangan-jangan dia pangeran duyung XD
Joon Jae berkata semua dimulai dari indera penglihatan. Mata dan brain saling berhubungan. Melalui pesan spam yang menyisipkan angka 17 dan angka 17 di lift, kondisi untuk memulai hipnotis sudah tersedia. Lalu terjadi interupsi pola (menciptakan situasi yang sulit diantisipasi dan menghipnotis seseorang dalam keadaan setengah sadar) hingga orang tersebut memasuki dunia fantasi yang diciptakan Joon Jae.
“Semua dimulai dari mata. Rayuan dimulai dari melihat,” Joon Jae menatap Tae Oh. Tae Oh buru-buru memalingkan wajahnya.
Joon Jae tertawa. Ia mengacak rambut Tae Oh dan berkata tidak semua orang bisa dihipnotis. Mereka masuk ke dalam mobil, tanpa melihat puteri duyung yang sedang memilih-milih pakaian di tempat pengumpulan pakaian bekas.
Seorang gelandangan wanita (cameo oleh Hong Jin Kyung, pemeran Bok Ja sahabat Chun Song Yi^^) berkata ia akan mengawasi sementara puteri duyung memilih pakaian. Karena itu lingkungan elit, banyak barang baru yang dibuang ke sana. Karena itu ia tidak pindah ke daerah Gangnam meski di sana sering dibagikan makanan gratis. Lebih baik kelaparan daripada mati gaya.
Puteri duyung memilih sebuah jaket panjang dan sepasang kaus kaki untuk bertahan di cuaca yang semakin dingin. Gelandangan itu berkata sekarang penampilan puteri duyung lebih enak dilihat. Mereka yang bertubuh tinggi memang bagus mengenakan apa saja, ujarnya. He...ya iyalah Hong Jin Kyung memang seorang model kok^^
Ia bertanya darimana puteri duyung berasal. Puteri duyung menjawab dari lautan, tapi gelandangan itu mengira maksud puteri duyung adalah dari luar negeri. Maka ia pun bercerita ketika masih muda ia sering ke Milan dan Paris untuk belanja barang mewah. Kemudian ia bangkrut dan sekarang hidup di jalanan. Meski begitu ia tidak punya penyesalan.
Ia bertanya mengapa puteri duyung datang ke Seoul. Mencari Heo Joon Jae. Mencari pacar? Ia tinggal di mana? Daechidong? Cheongdamdong? Puteri duyung hanya tahu ia tinggal di Seoul.
Nomor telepon? Puteri duyung bengong tak bisa menjawab. Gelandangan itu langsung mengira Joon Jae mencampakkan puteri duyung tanpa memberitahu apapun. Ia bertanya apakah Joon Jae tidak pernah menyebut sebuah nama tempat secara spesifik? Tempat yang sering dikunjunginya? Puteri duyung berusaha mengingat.
“Gedung 63?”
Maka ia menunggu di halte bis, mencari bis tujuan ke Gedung 63. Akhirnya ia menemukannya dan naik ke dalam bis. Hari sudah malam. Ia naik dan melihat orang menempelkan saku mereka (berisi kartu bis) ke sebuah alat. Ia ikut menyenggol alat tersebut.
Supir bis menanyakan kartu bis tapi puteri duyung tidak punya. Ia hanya memiliki uang 1000 won. Untunglah supir bis berbaik hati membiarkan puteri duyung tetap menumpang.
Ia tiba di gedung tersebut yang ternyata merupakan gedung yang sangat tinggi. Ia bertanya apakah ia bisa menemukan Joon Jae jika ia masuk dan naik ke atas. Tanpa sepengetahuan petugas ia menyelinap masuk ke dalam wahana akuarium di dalam gedung tersebut. Petugas lalu menutup pintu masuk tempat tersebut.
Puteri duyung tentu saja senang menemukan tempat yang penuh makanan gratis itu. Ia langsung masuk ke dalam akuarium.
Hari pun berganti. Shi Ah bertanya pada yoo Ran apakah sup rumput lautnya sudah matang. Yoo Ran bertanya apakah ada yang ulangtahun. Ada, jawab Shi Ah singkat. Dengan sedih Yoo Ran berkata hari ini puteranya juga berulangtahun. Ia memasukkan daging bulu babi ke dalam sup tersebut karena puteranya juga menyukainya.
Jin Joo menghampiri mereka dan kembali mengejek Shi Ah, menduga sup itu untuk pria yang tidak jatuh cinta pada Shi Ah. Ia berkata bukan begini caranya menggoda pria. Chi Ah perlu merawat diri dulu (dengan botox) daripada membawakan makanan.
Tersinggung, Shi Ah berkata sup itu untuk anak yang berulangtahun di tempatnya menjadi relawan. Tapi Jin Joo tahu Shi Ah berbohong.
Memang bohong, karena Shi Ah membawakan sup itu untuk Joon Jae yang berulangtahun. Joon Jae tidak nampak tertarik sama sekali dengan kehadiran Shi Ah. Ia malah terlihat merasa terganggu karena Nam Doo memberikan alamatnya pada Shi Ah.
Shi Ah mengaku-ngaku kalau ia yang memasak sup itu dengan daging bulu babi. Joon Jae memakan sup itu dan terdiam karena merasa familiar. Ia teringat pada sup buatan ibunya.
Nam Doo menghampiri mereka dan memuji Shi Ah sebagai calon istri ideal. Ia mengusulkan untuk mengadakan pesta ulangtahun. Shi Ah berkata ia tahu bar yang bagus. Nam Doo mendukungnya. Tapi dengan singkat Joon Jae berkata ia ada janji lain.
Nam Doo berusaha membujuknya dengan mengusulkan agar Joon Jae membawa teman janjinya bergabung bersama mereka. Joon Jae malah balik menyuruh Nam Doo menemani Shi Ah. Lalu ia naik ka kamarnya meninggalkan mereka.
Meski di depan Joon Jae, Shi Ah tersenyum dan ramah, namun senyum itu lenyap setelah Joon Jae tidak terlihat. Nam Doo mengeluarkan beberapa lembar uang dan berkata Joon Jae tidak jatuh dalam rencana mereka. Shi Ah mengambil uang tersebut. Err...apa mereka taruhan? Atau mereka sedang menipu Joon Jae?
“Joon Jae tidak akan menemui gadis lain, kan? Apa ia punya pacar?” tanyanya.
“Tidak. Sulit baginya memiliki pacar berdasarkan struktur otaknya. Ia tidak bisa membuat keputusan atau tetap fokus. Meski ia membiarkan wanita melewati batasan itu, tidak ada wanita yang akan melewatinya,” kata Joon Jae.
Ia bertanya apakah Shi Ah yang membuat sup itu. Shi Ah mengaku kalau pembantunya yang membuatkan.
Yoo Ran memandang fotonya bersama puteranya. Yup, ia adalah ibu Joon Jae. Pada hari ulang tahun Joon Jae, ia membawanya ke akuarium di Gedung 63. Joon Jae kecil sangat senang dan bermain seharian di sana. Hari ini pun Joon Jae pergi ke akuarium tersebut mengenang ibunya.
Puteri duyung telah bangun dari tidurnya dan mulai berenang ke sana kemari. Para pengunjung mengira ia adalah atraksi puteri duyung yang memang disiapkan pengelola meski pada jadwal acara tersebut baru dimulai setengah jam lagi.
Seorang anak nampak terkejut dan memberitahu ibunya kalau puteri duyung memakan ikan. Ibunya tidak percaya dan menganggapnya gurauan karena puteri duyung berteman dengan ikan. Tidak mungkin puteri duyung memakan mereka.
Sementara itu pemeran puteri duyung yang asli baru selesai bersiap. Pihak pengelola jadi heran siapa yang sudah masuk ke dalam akuarium.
Puteri duyung merasa terganggu dan silau dengan banyaknya kilatan kamera yang diarahkan padanya. Ia berusaha menghindar, tapi pada saat itulah ia melihat Joon Jae.
Ia berenang mengikuti Joon Jae. Tapi Joon Jae tidak melihat ke arahnya. Puteri duyung mengetuk-ngetuk dinding akuarium. Namun Joon Jae berjalan menjauh.
Puteri duyung tidak menyerah dan terus mengetuk. Akhirnya Joon Jae menoleh. Tapi ia tidak mengenali puteri duyung dan berjalan pergi. Puteri duyung segera naik ke permukaan.
Manajer tempat itu dan para petugas keamanan bertanya bagaimana ia bisa masuk dan memintanya ikut dengan mereka.
Sementara itu Joon Jae menerima pesan dari Nam Doo kalau ia bertemu dengan Thomas (teman Joon Jae yang menipu pendeta di Spanyol). Thomas mengirimkan foto Joon Jae bersama puteri duyung ketika mereka berpisah dengan Thomas.
Joon Jae terkejut melihat foto puteri duyung. Puteri duyung yang sama yang baru saja dilihatnya. Ia segera berlari kembali ke dalam.
Puteri duyung asli...eh...pemeran putri duyung yang asli menyuruh puteri duyung ditangkap dengan menuduhnya sebagai mata-mata. Tidak mau ditangkap, puteri duyung melarikan diri. Ia sempat melempar salah satu petugas keamanan ke dalam akuarium.
Joon Jae mencari-cari puteri duyung. Akhirnya mereka bertemu. Joon Jae menghampirinya. Puteri duyung menatap Joon Jae dengan mata berkaca-kaca.
Epilog:
Puteri duyung membawa Joon Jae ke pantai. Ia meminta maaf lalu memakaikan gelangnya pada Joon Jae karena ia tahu Joon Jae menyukai gelang itu.
“Kau mungkin tidak akan mengingatku, tapi aku tetap akan menepati janjiku. Aku akan pergi padamu. Meski melalui badai, meski matahari membakarku, meski aku kesepian dan tak ada seorangpun di sisiku, meski itu adalah tempat yang belum pernah kukunjungi, aku akan melaluinya dan menemukanmu. Aku mencintaimu....”
Air mata puteri duyung menetes. Ia bangkit berdiri lalu kembali ke lautan. Suara itu yang terngiang di telinga Joon Jae dan menyadarkannya.
Komentar:
Sigh....ini penulisnya seneng banget bikin kiss jadi rumit >,< Alien kiss kekuatannya hilang, puteri duyung kiss ingatan yang hilang ;p
Aku mulai berpikir kalau Se Hwa dan puteri duyung yang dikenal Joon Jae adalah puteri duyung yang berbeda. Pertama, karena warna ekor yang berbeda. Se Hwa berekor emas, sementara puteri duyung kita berekor putih keperakan. Kedua, puteri duyung kita baru kali ini pergi ke laut Korea.
Atau kemungkinan lain adalah Se Hwa menghilangkan ingatannya sendiri 400 tahun lalu karena sebuah peristiwa? Dan lagi jika ada puteri duyung kecil, bukankah itu artinya puteri duyung juga bisa memiliki anak? Apa mereka bisa menua? Mungkin puteri duyung kita keturunan Se Hwa dan gelang itu warisan keluarga?
Ada apa antara Shi Ah dengan Nam Doo? Tampaknya mereka bersekongkol akan sesuatu. Dan aku tidak terlalu menyukai karakter Shi Ah yang manis di luar saja. Ia memang terlihat tertarik pada Joon Jae, tapi apakah tulus? Atau karena Joon Jae menantang baginya untuk ditaklukkan? Atau ia tahu siapa Joon Jae sebenarnya, yang adalah putera sulung Presdir Heo?
Menarik juga melihat orangtua Dam Ryeong 400 tahun lalu dan orangtua Joon Jae diperankan orang yang sama. Untung pemeran istri Dam Ryeong bukan pemeran Shi Ah^^