Pemilik kedai ayam goreng baru selesai menggoreng ayam utuh. Ia memotong-motongnya dan memasukkan ke kotak makanan. Beberapa potong ia sisihkan dan ia simpan. Ternyata benar ia korupsi ayam goreng!
Hong Joo berjalan pulang ke rumahnya. Ia melewati sebuah gang dan sempat melihat si pemilik kedai ayam sedang membagi-bagikan potongan ayam yang sudah ia sisihkan pada beberapa ekor kucing liar. Ia memutuskan untuk membiarkannya.
Di rumah ia memikirkan perkataan Woo Tak bahwa ia hanya perlu mengubah masa depan jika ia bermimpi mengenai kematiannya. Perhatiannya tertuju pada salah satu mimpinya. Akan terjadi suatu tragedi pada tanggal 28 Maret jam 8 malam di Universitas Myungwon.
Ia melihat sebuah event di mana terlihat seorang gadis dikelilingi kembang api, lalu ada tabung konfetti dan seorang pemuda tersenyum membawa bunga. Namun event itu berakhir tragis ketika tabung semprot terkena percikan kembang api dan menimbulkan kebakaran mengenai si gadis. Gadis itu adalah gadis pelayan kafe langganan Jae Chan dan Hong Joo.
Jae Chan terbangun kaget. Dalam mimpinya ia melihat Hong Joo dikejar beberapa mahasiswa lalu diserang. Peristiwa itu terjadi di depan Universitas Myungwon.
Keesokan harinya di kantor ia melihat Hee Min dan Jaksa Lee berkerumun di depan kantor Jaksa Son. Jaksa Son sedang menanyai penumpang yang menyebabkan kecelakaan itu. Si penumpang berkata ia juga seorang ayah dan ia menangis ketika mendengar anak itu kehilangan orangtuanya. Tapi ia tidak mengemudi. Ia hanya duduk di kursi penumpang jadi ia tidak membunuh mereka.
Jaksa Son berkata penumpang itu tidak hanya duduk. Ia menyerahkan kunci mobil pada supir yang mabuk dan bahkan memberitahunya cara menghindari polisi.
“Apakah menyerahkan kunci termasuk kejahatan?” ujar si penumpang. Ia membela diri orang lain juga akan menyerahkan kunci pada si penabrak. Penabrak itu tetap akan mengemudikan mobil meski ia melarangnya. Ia bahkan tidak memaksa si penabrak untuk mengemudi.
“Aku hanya melakukan ini,” si penumpang menunjukkan gerakan memberi kunci. Ia tidak pantas diperlakukan seperti kriminal.
Jaksa Lee berpendapat si penumpang juga bersalah sementara Hee Min tetap sependapat dengan Asisten Kepala Park bahwa kasus ini harusnya dihentikan. Jaksa Lee bertanya kenapa Jae Chan ke sini, apa Jae Chan sudah memutuskan si penumpang bersalah atau tidak.
Jae Chan berkata ia ingin minta bantuan. Hee Min cepat-cepat kabur dari sana. Jaksa Lee juga hendak kabur tapi akhirnya ia bertanya ada apa. Jae Chan meminta Jaksa Lee menggantikannya tugas malam hari ini.
Jaksa Lee berkata Jae Chan harus tahu kutukan yang diketahui semua orang di sini. Sesuatu yang buruk selalu terjadi setiap kali seseorang menggantikan tugas jaga orang lain. Jae Chan berkata sebagai gantinya ia akan menggantikan tugas Jaksa Lee di akhir minggu bahkan di masa liburan.
Jaksa Lee berkata ketika ia menggantikan seseorang di masa lalu, terjadi ledakan di sebuah karaoke di mana banyak orang meninggal. Akibatnya banyak hal yamg harus ditangani mulai dari pemeriksaan otopsi dan postmortem. Ia berakhir dengan tugas menggunung hanya karena menggantikan tugas seseorang.
Namun ia langsung berubah pikiran begitu Jae Chan berkata ia akan mengenalkannya dengan seorang wanita. Ia bahkan berterima kasih pada Jae Chan.
Woo Tak juga bermimpi. Namun dalam mimpinya, Jae Chan dan Hong Joo sedang jalan berdua ketika tiba-tiba sekelompok mahasiswa menyerang mereka. Jae Chan berusaha melawan namun ia hampir pingsan dipukuli. Hong Joo berteriak histeris.
Kyung Han melihatnya bangun dan mengajaknya makan. Tapi Woo tak mengajaknya berpatroli di sekitar Universitas Myungwon. Kyung Han setuju tapi ia ingin makan dulu. Woo Tak berkata ia yang akan mengemudi tapi mereka berpatroli dulu sebelum makan. Kyung Han menyerah.
Hong Joo mengambil alat pemadam kebakaran di restoran lalu membawanya. Ia berkata pada ibunya mungkin ia pulang larut malam jadi ibunya tak perlu menunggu. Ia akan keluar menolong seseorang yang terluka di mimpinya.
“Ibu, berjanjilah padaku satu hal. Jika aku bisa mengubah yang kulihat dalam mimpiku kali ini dan menyelamatkan orang itu, tolong pikirkan kembali keinginanku untuk kembali bekerja, ya?”
Hong Joo tiba di Universitas Myungwon sementara event dimulai ketika gadis pelayan kafe diajak temannya ke event tersebut. Rupanya itu event pernyataan cinta seorang pemuda untuk Cho Hee, si gadis pelayan kafe. Teman-teman si pemuda menyoraki Cho Hee agar menerima pemuda itu dan menjadi kekasihnya.
Namun bukannya terlihat senang, Cho Hee malah terlihat terganggu dan kesal. Seperti dalam mimi Hong Joo, tabung konfetti hampir terbakar percikan kembang api. Namun Hong Joo langsung menyalakan pemadam apinya. Masalahnya ridak ada orang yang tahu kalau Hong Joo baru saja mencegah sebuah tragedi.
Cho Hee pergi dengan marah. Bukan karena event tersebut gagal tapi karena tidak suka pada pemuda tersebut. Sementara si pemuda dan teman-temannya menganggap Hong Joo yang sudah merusak event tersebut dan membuat Cho Hee marah.
Hong Joo meminta maaf dan berkata meski mereka tidak percaya tapi sebenarnya ia sudah mencegah kecelakaan yang mengerikan. Para pemuda itu sangat marah. Hong Joo langsung berbalik dan kabur.
Mereka mengejarnya. Hong Joo lari sekuat tenaga. Tiba-tiba seseorang menariknya ke balik semak-semak. Jae Chan.
Mereka bersembunyi sampai para pemuda itu pergi. Lalu Jae Chan menuntun Hong Joo pergi dari sana dan menghindari para pemuda itu dengan bersembunyi di balik para pelari.
Setelah yakin aman, mereka berdua berjalan santai. Barulah Hong Joo menceritakan mimpinya dan bagaimana ia sudah menyelamatkan gadis itu yang ternyata pelayan kafe langganan mereka. Ia sangat bangga bisa menyelamatkannya.
Namun Jae Chan diam saja. Hong Joo bertanya apakah Jae Chan datang karena melihatnya dalam mimpinya. Ia dengar dari Woo Tak kalau Jae Chan banyak bermimpi tentang dirinya.
“Kenapa ya? Apa kita seperti kutub magnet yang berlawanan? Saling tertarik karena suatu alasan...seperti takdir?”
Jae Chan malah meminta maaf dan berterima kasih atas hari itu. Hari yang mana, tanya Hong Joo. Hari saat ia bersama rekan-rekan sesama jaksa makan di restoran Hong Joo dan Hong Joo membelanya. Hong Joo berkata ia hanya mengatakan yang sebenarnya, bukan benar-benar karena membela Jae Chan.
“Kalua begitu kutarik kembali,” kata Jae Chan.
Hong Joo bertanya apakah Jae Chan sudah memutuskan mengenai kasus itu. Haruskah si penumpang dituntut, atau dibebaskan?
“Dia seharusnya dituntut,” jawab Jae Chan.
“Kenapa? Dia kan tidak mengemudi. Hanya karena ia menyerahkan kunci mobil?”
Jae Chan berkata itu sebuah kejahatan karena si penumpang menganggap remeh. Tidak menyerahkan kunci juga harusnya hal yang remeh. Si penumpang mendorong mengemudi di bawah pengaruh alkohol hanya dangan beberapa kata. Ia juga seharusnya bisa mencegahnya hanya dengan beberapa kata.
“Ia bisa menyelamatkan banyak nyawa seandainya ia menganggap serius semua tindakannya. Ia tidak melakukan hal yang benar betapapun mudahnya hal itu, karena itu ia melakukan kejahatan. Apa yang ia lakukan adalah meremehkan, dan itu yang membuatnya jadi kejahatan.”
Hong Joo tersenyum membenarkan. Ia berkata Jae Chan sekarang sudah berubah. Jae Chan ikut tersenyum.
“Kurasa karena seseorang.”
Mereka kembali berjalan, tanpa menyadari para pemuda pengejar mereka melihat mereka dari seberang jalan. Namun ketika para pemuda itu hendak menyeberang, Woo Tak dan Kyung Han tiba dengan mobil polisi. Kyung Han menegur mereka karena menyeberang sembarangan.
Mereka protes karena mereka belum juga menyeberang. Tapi Kyung Han memukul kap mobil dengan keras dan berkata ia dengar mereka hendak memukul orang. Mereka ketakutan ketika Kyung Han dengan galak hendak membawa mereka.
Woo Tak menoleh ke arah Jae Chan dan Hong Joo yang sama sekali tidak tahu dan tidak sadar kalau Woo Tak sudah menyelamatkan mereka. Mereka terus berjalan. Woo Tak tersenyum lega.
Cho Hee memegangi tangannya. Ia berkata pada temannya kalau ia merasakan sensasi terbakar pada tangannya. Ia merasa sangat aneh. Teleponnya berbunyi dan ia mengangkatnya.
Ia berlari ke rumah sakit. Ke kamar mayat...di mana salah satu kakaknya terbujur kaku sementara kakaknya yang tertua sedang menangis dalam keadaan penuh luka. Kakak yang sedang menangis itu ternyata si pemilik kedai ayam goreng. Hmmm...sudah kuduga meski kelihatan memerankan peran tak penting, mereka pasti memiliki peran lebih.
Si pemilik kedai, Kang Dae Hee, menangisi adiknya yang sudah meninggal. Cho Hee tak percaya semua ini terjadi dan bertanya sebenarnya apa yang terjadi. Jaksa yang menangani kasus ini adalah Jaksa Lee karena ia menggantikan Jae Chan. Ia didampingi oleh Investigator Choi. Jaksa Lee menghela nafas panjang karena sekarang ini menjadi tugasnya. Kutukan itu kembali terbukti.
Ternyata ini kasus kecelakaan dan menurut polisi, korban tidak mengenakan sabuk pengaman. Benturan menyebabkan kerusakan di tulang tengkorak dan lehernya patah.
Investigator Choi mengamati jenazah dan merasa pendarahannya terlalu sedikit untuk ukuran kecelakaan seperti ini. Sesuai prosedur, Jaksa Lee hendak mengadakan otopsi. Tapi Dae Hee menolak.
Jaksa Lee berkata ia harus melakukannya untuk mengetahui penyebab kematian. Dae Hee menangis dan menolak, berkata ia yang membunuhnya. Harusnya adiknya naik bis tapi ia malah mengemudi dan menyebabkan kematian adiknya. Jaksa Lee mengalah dan membatalkan otopsi. Investigator Choi merasa ada yang aneh tapi akhirnya ia juga pergi.
Hong Joo tiba di rumah mendapati ibunya membersihkan sangat banyak kepiting. Ia berkata ia berhasil menyelamatkan gadis yang ia lihat dalam mimpinya. Jadi sesuai janji...
“Ibu tidak pernah berjanji. Kau yang menganggap ibu berjanji.”
Hong Joo membantu ibunya. Ia berkata ibunya tahu kalau ia sangat suka menulis diari. Ketika pekerjaannya masih dalam masa percobaan dan ia bahkan tidak bisa tidur satu jam pun, ia masih memastikan untuk menulis dalam diarinya tiap hari. Ia dulu menulis belasan halaman untuk memaki para seniornya.
“Tapi akhir-akhir ini aku hanya menulis enam kata: hari ini sama dengan hari kemarin. Aku bisa menulisnya duluan. Karena besok tidak ada bedanya. Apa yang kutulis dalam setahun lebih sedikit dari yang bisa kutulis untuk satu hari.”
“Sebenarnya apa yang ingin kaukatakan?”
“Bu, aku hanya ingin hari ini sedikit lebih baik. Aku tidak ingin menyia-nyiakan hidupku hanya karena aku takut pada mimpiku.”
“Jadi apa kau akan kembali bekerja setelah melihat dirimu mati sebagai seorang reporter dalam mimpimu?” tanya ibunya kesal.
Hong Joo berkata ia tidak akan mati. Ia hanya akan mengubah apa yang ia lihat dalam mimpinya. Ia bisa mengubah mimpinya sejak ia bertemu Jae Chan dan Woo Tak. Hari ini ia juga melakukannya dan ia mendapat pencerahan.
“Ada satu hal yang kutahu pasti dalam hidupku. Bahwa tidak ada yang sudah ditentukan dalam hidup ini.”
Ibunya menyindir sebenarnya Hong Joo tidak meminta ijinnya tapi mengumumkan kalau akan kembali bekerja. Tidak, Hong Joo mengoreksi. Ia tidak akan kembali bekerja tanpa seijin ibunya. Ibunya terdiam.
Woo Tak menuang susu untuk sarapan tapi susunya sudah basi. Rotinya juga gosong. Ia melihat iri pada Robin yang dengan lahap memakan sarapannya lalu pergi keluar.
Jae Chan keluar dari kamar dan terkejut melihat seluruh ruangan dipenuhi asap. Seung Won sedang bertelepon ria dengan So Yoon. Asyik menyombong kalau ia kebagian memasak sarapan hari ini dan sedang membakar ikan. Ia berjanji akan membuatkannya untuk So Yoon saat ia pulang liburan nanti. Ia tahu cara membakar ikan dengan sempurna. Jae Chan melirik ikan yang mulai hitam semua.
“So Yoon, itu bohong! Minta dia ubah ke video call!!” teriak Jae Chan di dekat telepon. Seung Won langsung mengejar kakaknya.
Jae Chan memilih sarapan di luar. Kebetulan ia bertemu Woo Tak yang sedang sarapan sendirian (akhirnya muncul juga promosi Subway ;p). Woo Tak seperti biasa sedang menganalisis mimpi mereka bertiga. Dalam kecelakaan di mana seharusnya ia tertabrak dan tewas, ia mengaku waktu itu ia merasa seperti ia tertabrak dan mati meski Jae Chan sudah menyelamatkannya. Dan rasanya sangat nyata. Seakan kembali hidup setelah mati.
Jae Chan berkata ia juga pernah mengalaminya. Ketika ia masih sangat muda. Waktu itu ia jatuh ke air yang dalam dan seseorang menyelamatkan nyawanya. Ia berhasil selamat berkat anak itu, tapi anehnya ia merasa ia sudah tenggelam dalam air. Rasanya sangat nyata.
“Aku tahu! Anak yang menyelamatkanmu waktu itu, Hong Joo kan?” kata Woo Tak.
Jae Chan terkejut. Woo Tak menjelaskan hipotesisnya. Ia merasa sangat berterimakasih pada Hae Chan karena perasaan hampir mati itu. Ia pikir ia bisa saja sudah mati bila tidak diselamatkan Jae Chan, karena itu ia ingin memastikan bisa membalas budi pada Jae Chan. Pemikiran itu yang mungkin memulai mimpi-mimpi itu.
“Mimpi di mana aku bisa melihat masa depan orang yang menyelamatkan hidupku.”
Jae Chan tersenyum.
Woo Tak berkata Jae Chan selalu melihat Hong Joo dalam mimpinya jadi ia pasti orang yang menyelamatkan Jae Chan waktu itu. Itu tidak mungkin, kata Jae Chan. Anak yang menyelamatkannya waktu itu adalah anak laki-laki, bukan Hong Joo.
“Apa kau yakin?” tanya Woo Tak yang agak kecewa hipotesisnya gagal.
Jae Chan yakin. Ia memanggil anak itu Chestnut, anak laki-laki yang sangat suka baseball. Seorang anak laki-laki yang kuat dan pemberani. Padahal anak-laki-laki itu adalah Hong Joo remaja yang memang berambut pendek dan sering salah dikenali sebagai anak laki-laki.
Hong Joo pulang dan mencari ibunya. Tapi ibunya tidak di rumah. Ia masuk ke kamar dan terkesiap kaget.
Jae Chan sedang memilah sampah di tempat pembuangan sampah. Ia sedang berpikir ke bagian mana ikan gosong tadi pagi hendak dibuang. Ibu Hong Joo muncul dan bertanya apakah itu ikan yang ia berikan pada mereka. Jae Chan jadi malu dan tak enak hati. Ia mengaku membakar ikan ternyata lebih sulit dari yang ia kira.
Ibu tidak tersinggung. Ia malah mengundang Jae Chan dan Seung Won untuk sarapan di rumahnya setiap pagi. Jae Chan menolak dengan sopan tapi ibu berkata sebagai gantinya ia ingin meminta tolong.
“Mengenai Hong Joo. Kau tidak tahu kenapa ia memutuskan untuk cuti, bukan? Ia bermimpi di mana ia mati sebagai seorang reporter. Karena itu aku langsung memintanya berhenti bekerja. Kau tahu, bukan? Mimpinya cukup spesial.”
Jae Chan berkata ia tahu. Ibu berkata Hong Joo ingin kembali bekerja dan ia seharusnya membujuknya.
Di rumah… Hong Joo terharu melihat pakaian kerjanya terhampar di tempat tidur. Dalam keadaan bersih dan rapi. Siap untuk digunakan. Ibunya telah memberinya ijin kembali bekerja.
Pada Jae Chan, ibu berkata ia memutuskan untuk membiarkan Hong Joo kembali bekerja karena merasa kasihan. Hatinya hancur melihat Hong Joo harus menahan diri dari apa yang ingin ia lakukan.
Ia berkata ia bisa membuat semua jenis makanan, Jae Chan dan Seung Won tinggal sebut saja ingin makan apa. Ia akan membuatkan mereka sarapan tiap hari gratis untuk mereka. Jae Chan bertanya kenapa ibu Hong Joo tiba-tiba menawari mereka sarapan.
Ibu berkata ia hanya ingin menunjukkan rasa terima kasihnya. Ia dengar Jae Chan beberapa kali menyelamatkan nyawa Hong Joo. Ia ingin membalas budi.
“Dan seandainya kau harus membantunya lagi....andai saja...hal itu tidak boleh terjadi, tapi jika hal seperti itu terjadi, tolong lindungi puteriku.”
Jae Chan pulang dan memikirkan percakapannya dengan Hong Joo di kafe hari itu. Ia menyadari Hong Joo bukannya tidak ingin kembali bekerja. Ia ingin kembali tapi takut.
Keesokan paginya ia melihat Hong Joo sudah di halte bis dengan pakaian formal untuk bekerja. Ia melihat Hong Joo menyemangati dirinya sendiri dengan berulang-ulang berteriak mengatakan “Aku bisa!” di depan tiang yang mengkilap seperti cermin.
“Ekspresi wajah bisa menipu,” batin Jae Chan. “Terkadang kita bisa membaca mood, pikiran, dan perasaan seseorang dari ekspresi wajah mereka seperti buku yang terbuka.
Hong Joo naik ke dalam bis dan berbicara dengan ibunya di telepon. Ia terlihat sangat bersemangat dan menenangkan ibunya. Tapi ketika tiba di seberang kantor SBC, lagi-lagi ia berat untuk melangkah. Ia terlihat ragu dan takut.
“Tapi beberapa orang bisa menggunakan ekspresi wajah mereka seperti topeng yang menutupi mood, pikiran, dan perasaan mereka. Terkadang ada momen sekilas yang meruntuhkan perbatasan antara kebenaran dan kebohongan.”
Cho Hee dan Dae Hee menangis saat melihat peti berisi saudara mereka masuk ke dalam oven kremasi. Namun tak ada yang melihat saat tangis Dae Hee pelan-pelan berubah menjadi senyum mengerikan. Dan di gang itu tergeletak kucing-kucing mati.
“Kebenaran yang tidak dapat dilihat siapapun. Hal-hal yang kau tidak ingin orang lain tahu. Namun ada momen singkat di mana hal itu terungkap pada dunia.”
Lampu hijau untuk menyeberang sudah beberapa kali menyala, tapi Hong Joo tidak juga melangkah. Jae Chan meraih tangannya dan menuntunnya hingga ke seberang.
“Mari kita tidak menutup mata ketika kita suatu saat menghadaoi saat seperti itu. Jangn berpura-pura kau tidak melihatnya. Jangan menghindarinya. Hadapi sepenuhnya.”
Hong Joo melangkah ke dalam kantor dengan riang dan penuh rasa percaya diri. Orang-orang menyapanya dan menyambutnya dengan ramah. Ia pergi ke meja Du Hyun dan menyapanya. Du Hyun bersikap seakan Hong Joo tak pergi lama. Ia memberitahu kalau ia sudah menaruh seragam Hong Joo di meja.
Di meja, Hong Joo melihat agenda baru, kartu pengenal, dan seragam SBC...berwarna biru. Seperti dalam mimpinya.
Kapten menggoda Du Hyun yang selalu bersikap cuek tapi sebenarnya sudah mempersiapkan semua untuk Hong Joo. Hong Joo tak mendengar karena ia terlalu kaget melihat seragam itu. Bayangan dirinya tergeletak tewas dalam mimpinya dengan mengenakan serapan itu melintas dalam benaknya.
Melihat Hong Joo memegang seragam baru, Du Hyun berkata mereka mendapat desain baru untuk seragam mereka. Ia sudah bosan dengan seragam mereka yang dulu yang berwarna ungu. Ia menyuruh Hong Joo mencobanya.
Hong Joo teringat percakapannya dengan Jae Chan setelah Jae Chan menuntunnya ke depan kantor SBC. Jae Chan bertanya apakah menyeberang jalan sangat sulit bagi Hong Joo. Hong Joo beralasan mungkin karena ia sudah sangat lama tidak ke kantor. Semua terasa sulit dan ia merasa gugup tanpa alasan.
“Kalau begitu apa aku sebaiknya mengantarmu ke dalam kantor?” tanya Jae Chan.
“Kenapa kau seperti ini? Nanti aku salah paham lagi. Aku akan menempel padamu dan memintamu mengantarku ke kantor tiap hari. Aku juga akan merongrongmu untuk melindungiku tiap hari,” gurau Hong Joo.
“Kita bisa melakukannya. Menempel padaku, memintaku mengantarmu bekerja, dan merongrongku untuk melindungimu. Aku akan berusaha,” kata Jae Chan.
Hong Joo terkejut. Jae Chan berkata ia akan melakukannya jika itu membuat Hong Joo lega. Hong Joo jadi terharu dan matanya berkaca-kaca.
“Kenapa kau melakukan ini padaku? Kau terdengar seakan kau sungguh-sungguh.”
“Aku memang sungguh-sungguh. Apa kau tak percaya padaku? Itukah sebabnya kau menangis?”
Hong Joo berkata ia menangis justru karena ia percaya pada Jae Chan. Karena ia merasa lega dan betapa ingin ia mendengar semua itu dari Jae Chan. Ia mengeluarkan cermin dan melihat make up matanya luntur.
Ia menarik dasi Jae Chan untuk merapikannya. Jae Chan protes tapi Hong Joo berkata Jae Chan tadi bilang akan melindunginya, lalu hal begini saja tidak bisa ia lakukan untuknya?
Jae Chan tak bisa berkata apa-apa lagi. Termasuk ketika Hong Joo pelan-pelan bersandar padanya. Hong Joo berkata Jae Chan tidak menghindarinya hari ini. Jae chan tersenyum kecil lalu menepuk pundak Hong Joo untuk menenangkannya.
Dan mengingat itu semua membuat Hong Joo kembali kuat. Ketika Du Hyun bertanya apakah Hong Joo tidak menyukai seragam barunya, ia menjawab ia menyukainya. Di luar kantor, Jae Chan melihat dasinya yang terkotori make up Hong Joo. Ia tersenyum.
Komentar:
Hipotesis Woo Tak masuk akal. Malah paling masuk akal sejauh ini. Dan jika itu benar artinya mimpi mereka tidak ada kaitannya dengan peristiwa 13 tahun lalu. Artinya Woo Tak tak ada hubungannya dengan si tentara. Hanya saja Jae Chan belum tahu kalau anak laki-laki yang menolongnya dulu adalah Hong Joo.
Dan semakin melegakan karena Woo Tak benar-benar ingin membalas budi pada Jae Chan. Dugaanku bahwa ia ingin menjadi pahlawan adalah salah. Ia malah tidak menceritakan pada Jae Chan dan Hong Joo kalau malam itu sebenarnya ia sudah menyelamatkan mereka. Soalnya makin lama makin suka dengan Woo Tak, jadi ngga rela kalau nanti karakternya berubah. Mudah-mudahan ia tetap seperti ini.
Lalu apakah Cho Hee juga akan mengalami mimpi yang sama karena diselamatkan Hong Joo? Menurutku tidak. Jae Chan dan Woo Tak sama-sama sadar kalau mereka diselamatkan, sementara Cho Hee sama sekali tidak tahu kalau ia baru saja terhindar dari bencana.
Begitu juga dengan ayah So Yoon yang seharusnya mati terjatuh seperti dalam mimpi Ia sama sekali tidak menyadari kalau ia juga diselamatkan, karena itu ia tidak bermimpi. Seung Won juga tidak bermimpi karena ia tidak merasakan rasa terima kasih yang sama seperti yang dirasakan Woo Tak.
Sayangnya sampai sekarang kita belum tahu apakah masa depan yang mereka ubah berakibat pada hal lain. Rasanya kok seperti menghadapi bom waktu yang sewaktu-waktu siap untuk meledak >,< Karena…sampai kapan kematian bisa dihindari?
Mbak faaaaaaaaan huhu ga bisa ga setujj buat reader yg muji dan kangen sama blog ini. Gimana nggak, komen dan verjtanya tuh kerasa emosional jg wkwk. Saya suka banget mbak fan bisa buka kemungkinan mereka yg jg terselamatkan ttp ga lunya mimpi yg sama kayak woo tak.
BalasHapusOke. Bisa dimengerti ga ada kaitannya sama tentara kalo teori itu benar. Tp bisa jd swnim punya sesuatu dg memperlihatkan peristiwa ayah mereka di awal. Semacam motivasi yg menuntun mereka ke karir sekarang?
soal woo tak. Swnim selama ini blm mengecewakan sih soal second lead. Jadi saya ga ada kekhawatiran :p
Dan kematian...memang ga bisa dihindari jadi jg enteng aja sih. Asal masih bs dimengerti alur ke sananya^^
yup...masih ada kemungkinan woo tak berkaitan dengan si tentara. karena itu masih agak watir hahaha ;D
Hapus