Woo Tak sebenarnya sudah tahu apa yang akan terjadi malam itu karena Jae Chan sudah memberitahunya saat mereka kebetulan bertemu dan sarapan bersama. Ketika itu Jae Chan meminta bantuan Woo Tak dan memberikan secarik kertas berisi info tempat dan waktu kejadian.
Ia mengatakan dalam mimpinya Hong Joo diserang oleh seorang pria bernama Kang Dae Hee, seorang tersangka pembunuh yang sedang diadili. Ketika itu Jae Chan berkata tak mungkin Da Hee dibebaskan jadi ia tidak tahu kenapa ia bermimpi seperti itu. Woo Tak meminta Jae Chan tidak khawatir karena ia akan memastikan Hong Joo tidak sendirian pada waktu tersebut.
Dan itulah yang terjadi. Woo tak memastikan Hong Joo tidak sendirian, namun akhirnya ia sendiri yang dilukai oleh Kang Dae Hee. Karena luka yang parah, Woo Tak tidak sanggup meraih telepon.
Jae Chan khawatir karena tidak bisa menghubungi Woo Tak maupun Hong Joo. Ia teringat dalam mimpinya Hong Joo mengatakan di mana ia berada saat ia berada dalam bahaya. Ia melihat jamnya....hanya 15 menit sebelum peristiwa dalam mimpinya terjadi.
Jae Chan bersama Investigator Choi dan anak buahnya akhirnya tiba di kedai ayam Dae Hee. Di dalam ia melihat Kyung Han dan polwan sedang panik meminta bantuan untuk Woo Tak yang tak sadarkan diri. Kyung Han menekan luka Woo Tak untuk menghentikan pendarahan dan memberitahu Jae Chan di mana Dae Hee berada.
Jae Chan langsung berlari ke atap, diikuti oleh Investigator Choi yang susah payah menyusulnya. Investigator Choi mengomel mengapa Jae Chan tidak menggunakan tangga saja. Nah itu dia XD juga kenapa Hong Joo kaburnya ke atas bukan ke luar ;p
Di atap, Jae Chan berkelahi dengan Dae Hee. Tapi Dae Hee lebih kuat. Untunglah Hong Joo punya sepatu lebih kuat. Ia melempar sepatunya yang tinggal sebelah mengenai kepala Dae Hee.
Investigator Choi tiba dan langsung menendang Dae Hee. Dae Hee diringkus namun dengan percaya diri ia berkata ia akan dibebaskan dan menyuruh mereka menelepon Yoo Bum.
Hong Joo terduduk lemas. Jae Chan menghampirinya dan Hong Joo langsung memeluknya sambil menangis, melepaskan semua rasa takutnya. Jae Chan menenangkannya dan berkata sudah tidak apa-apa. Sementara Cho Hee menangis melihat kakaknya ditangkap.
Hong Joo menanyakan keadaan Woo Tak, Jae Chan tidak menjawab.
Woo Tak sadarkan diri. Ia melihat Jae Chan dan Hong Joo yang menungguinya. Begitu juga polwan teman Woo Tak. Polwan langsung memanggil dokter.
Hal pertama yang ditanyakan oleh Woo Tak adalah keadaan Hong Joo. Hong Joo menggenggam tangannya dan berkata ia baik-baik saja.
“Syukurlah kau baik-baik saja.”
Kyung Han menerobos masuk dan menyeruak di antara Jae Chan dan Hong Joo. Ia berkata Woo Tak yang tidak baik-baik saka.
“Kau satu-satunya yang hampir mati, dasar bodoh,” katanya sambil menangis. Ia tambah menangis setelah memastikan Woo Tak mengenalinya.
Dae Hee meringkuk dalam penjara. Ia teringat perkataan Yoo Bum ketika ia hendak menyewanya pertama kali. Setelah Dae Hee mengakui ia membunuh adiknya, Yoo Bum berkata itu sama saja dengan Dae Hee menyuruhnya mengisi tangki tak berdasar. Dae Hee harus memberitahunya di mana lubangnya agar ia bisa menambalnya dan mengisi tangki itu dengan air. Dan ternyata Yoo Bum berhasil membebaskannya.
Karena itu kali ini Dae Hee meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia bisa mengisinya lagi. Ia sudah berhasil, jadi kenapa ia tidak bisa melakukannya lagi kali ini. Ia berteriak-teriak meminta polisi memanggilkan Yoo Bum untuknya.
Woo Tak masih dirawat di rumah sakit ditemani oleh Jae Chan. Ia berkata ini pertama kalinya ia tertikam. Ternyata apa yang dilihatnya di film-film itu bohong. Dalam film para aktor masih terus berkelahi meski sudah ditikam berkali-kali. Padahal dalam kehidupan nyata mustahil untuk tetap bergerak.
“Begitu kau ditikam, kau kehilangan seluruh tenagamu. Aku bahkan tidak bisa mengangkat jariku.” Ia bahkan tidak bisa membuka botol minum.
Jae Chan membantunya. Ia meminta maaf Woo Tak mengalami semua ini karena ia menceritakan mimpinya dan memintanya melindungi Hong Joo. Woo Tak berkata justru ia berterimakasih Jae Chan memberitahunya. Jae Chan tersenyum.
Ia bertanya apa yang akan terjadi pada Dae Hee. Jae Chan berkata kali ini Dae Hee tidak akan bisa lolos. Mereka memiliki bukti Dae Hee meracuni adiknya sampai mati, dan Cho Hee sudah memutuskan untuk bersaksi di pengadilan.
“Dan yang terpenting, jaksa yang menangani adalah orang yang sangat bisa diandalkan.”
“Oh, siapa dia?”
“Aku.” Pfft...
Ketika kembali ke kantor, Jae Chan berpapasan dengan Investigator Choi dan Hyang Mi. Hyang Mi melihat luka di wajah Jae Chan dan bertanya apa ia dipukul Dae Hee. Jae Chan berkata ia tidak dipukul tapi hanya terluka kecil saat hendak menjatuhkan Dae Hee. Eerr...oke deh^^
Hyang Mi bertanya kenapa Investigator Choi baik-baik saja sementara Jae Chan terluka. Memangnya Investigator Choi tidak ikut. Jae Chan melihat Asisten Kepala Park dan Jaksa Son berdiri di belakang Pak Choi dan berusaha memberi isyarat pada Pak Choi. Tapi Pak Choi dan Hyang Mi tidak menyadarinya. Ia membela diri ia ikut tapi ia tidak bisa menyamai langkah Jae Chan.
“Ia melompati 4 anak tangga sekaligus sedangkan aku paling banyak 2. Bagaimana aku bisa menyamainya?” keluh Pak Choi.
Hyang Mi kagum dan berkata itu mungkin saja karena kaki Jae Chan yang panjang. Pak Choi meneruskan memuji Jae Chan yang lari tanpa rasa takut menyerang Dae Hee karena memiliki ban hitam tingkat 4. Ia juga punya ban hitam. Setiap orang yang ikut wamil setidaknya mendapat ban hitam tingkat 1.
Ia bertanya pada Jae Chan apa hal terpenting saat hendak menjalankan surat perintah penangkapan. Jae Chan berkata sebaiknya mereka membicarakannya nanti saja. Tapi Pak Choi berkeras Jae Chan harus menjawabnya.
“Eh...menangkap penjahat?”
“Salah! Keselamatan dirimu. Menangkap penjahat itu hal kedua.”
Asisten Kepala Park dan Jaksa Son akhirnya menghampiri mereka setelah mendengar seluruh percakapan itu. Mereka terkesan dan memuji Jae Chan. Asisten Kepala Park membenarkan apa yang dikatakan Pak Choi tapi tetap saja Pak Choi tidak boleh mengkritik Jae Chan karena sudah mengutamakan menangkap penjahat di atas keselamatan dirinya sendiri.
Jae Chan berkata Pak Choi juga bekerja keras malam itu. Tapi Asisten Kepala Park hanya memuji Jae Chan. Kasian Pak Choi...
Jae Chan bertemu dengan Yoo Bum saat naik lift. Berbeda dari biasanya kali ini Yoo Bum tidak terlihat sok ramah dengan Jae Chan. Mungkin karena hanya mereka berdua.
Jae Chan berkata pasti sulit bekerja sebagai pengacara setelah sebelumnya menjadi jaksa.
“Kau harus berpihak pada orang yang salah meski tahu apa yang mereka lakukan. Aku pikir aku tidak akan bisa melakukannya meski ditawari puluhan juta won.”
“Jangan seyakin itu. Aku hari ini bisa jadi kau esok hari.”
Jae Chan bertanya apakah Yoo Bum akan menangani kasus Dae Hee. Yoo Bum berkata bukankah Jae Chan sudah mendapatkan semua bukti yang cukup untuk menuntut Dae Hee.
“Bukankah itu menjadi alasan lebih untuk meminta lebih banyak uang?” sindir Jae Chan.
Tapi Yoo Bum berkata ia tidak akan menangani kasus itu. Meski ditawari banyak uang, ia tidak bertaruh pada hal di mana ia tidak akan menang.
Dae Hee bersikap sombong dan tidak kooperatif ketika diinterogasi Jae Chan dan Pak Choi padahal ia dituntut berbagai kasus: kasus pembunuhan, percobaan pembunuhan, melukai orang lain, perusakan properti, dan melanggar hak perlindungan hewan.
Ia berkata ia dianggap tak bersalah sampai sidang memutuskan ia bersalah. Jae Chan menatapnya dan berkata ia sebaiknya menyerah jika bersikap seperti itu karena Yoo Bum.
“Ia tidak akan menangani kasusmu.”
Dae Hee masih saja songong dengan berkata ia hampir menjadi ahli hukum setelah pernah menjalani persidangan. Ia menyebutkan pasal di mana disebutkan setiap orang berhak didampingi oleh pengacara. Ia berkata undang-undang memberinya hak untuk menyewa Yoo Bum. Ia menuduh Jae Chan menghalanginya menghubungi Yoo Bum.
Jae Chan balas menyebutkan pasal di mana disebutkan negara akan menyediakan pengacara jika terdakwa tidak bisa mendapatkan seorang pengacara. Dae Hee marah menggebrak meja dan berkata ia sedang berusaha mencari pengacara tapi Jae Chan terus menghalanginya.
“Panggil Lee Yoo Bum untukku! Ia akan datang jika aku memanggilnya!”
“Pengacara Lee memberitahuku bahwa ia memutuskan untuk tidak mengambil kasusmu,” kata Jae Chan dengan tenang. “Karena ia tidak pernah bertaruh pada hal yang tidak bisa ia menangkan. Ia juga memintaku menyampaikan pesan ini: tangkimu sudah hancur, apapun yang kaulakukan tidak akan bisa mengisinya. Ia berkata kau tahu artinya. “
Dae Hee tertegun. Ia menyangkal ia tahu artinya tapi lalu ia mengamuk berteriak-terika menyuruh mereka memanggil Yoo Bum. Sampai-sampai Pak Choi dan anak buahnya harus memeganginya.
Jae Chan dan Seung Won menonton liputan Hong Joo mengenai kasus tersebut. Hong Joo memberitakan mengenai Dae Hee yang sempat dibebaskan karena kurangnya bukti. Lalu terungkap bahwa ia telah meracuni kucing-kucing liar dengan sianida dan memasukkannya ke obat herbal untuk membunuhnya.
Jae Chan berdecak kesal. Seung Won bertanya kenapa kakaknya tidka nampak senang. Seakan merasa tidak adil. Jae Chan ternyata ingat pada mimpinya di mana ia bersandar pada Hong Joo dan Hong Joo bertanya apa yang tidak adil.
Tapi karena kenyataan telah berubah, bukan Hong Joo yang menonton bersamanya. Melainkan Seung Won.
“Benar-benar rusak,” gumamnya.
“Apanya yang rusak?” tanya Seung Won.
“Kau yang merusaknya,” kata Jae Chan, membuat adiknya bingung.
Dalam persidangan, Jae Chan mengemukakan bahwa korban, adik Dae Hee, bekerja keras siang malam. Ia membelikan Dae Hee hadiah ulang tahun dengan uang gajinya sendiri dan gembira jika bisa memberi uang saku untuk adiknya, Cho Hee. Tapi keserakahan telah membuat Dae Hee merampas kebahagiaan adiknya sendiri. Dan meski Dae Hee sudah melakukan kejahatan terberat, ia menangis palsu di depan jenasah adiknya dan menipu para penyidik. Bahkan tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya. Untuk itu Jae Chan menuntut hukuman penjara seumur hidup bagi Jae Hee.
Asisten Kepala Park memasang tulisan baru di kantornya: puji orang lain dan salahkan dirimu sendiri. Ia berkata Jae Chan sudah mencegah hal mengerikan. Meski Jae Chan sedang tidak bersama mereka, mereka harus bertepuk tangan untuknya. Jaksa Son dan Jaksa Lee bertepuk tangan sementara Hee Min tetap diam.
“Aku yang akan menanggung kesalahan karena telah membebaskan Kang Dae Hee. Meski aku tahu betul bagaimana Jaksa Lee bisa bersikap ceroboh, aku tidak memeriksa ulang semuanya saat penyelidikan paska kematian. Aku juga selalu tahu kesombongan Jaksa Shin suatu saat akan menimbulkan masalah bagi kita. Apa yang kupikirkan dengan menyerahkan kasus sebesar ini padanya? Ini semua salahku,” kata Asisten Kepala Park.
Jaksa Son cepat-cepat berkata ia yang bersalah karena ia jaksa senior yang seharusnya memeriksa semuanya dengan lebih teliti. Jaksa Lee berkata ia yang salah karena ia membawahi langsung Jaksa Shin dan seharusnya lebih berhati-hati. Jaksa Shin berkata...
“Benar, aku juga pikir Jaksa Lee yang salah.”
Semua menengok padanya.
Setelah rapat, Jaksa Lee menegur Hee Min karena sama sekali tidak merasa bertanggungjawab telah melepaskan Dae Hee. Tapi Hee Min berkata Jaksa Lee yang salah karena tidak melakukan otopsi. Jaksa Lee berkata ia memang salah tapi Hee Min adalah jaksa yang menangani kasus tersebut.
“Mengapa kau tidak menyadari kantung obat saat menggeledah rumahnya? Jika kau menemukannya...”
“Aku pasti akan mengambil kantung obat itu jika saja Senior melakukan otopsi dan menyatakan kalau kematian itu akibat diracuni. Senior menyatakan kematian disebabkan kecelakaan jadi aku mencari bukti yang cocok dengan pernyataan itu,” kata Hee Min keras kepala.
“Aku tidak pernah mengatakan aku benar! Aku tahu aku melakukan kesalahan, tapi kau juga bertanggungjawab untuk itu! Seorang polisi tertikam karena kita. Mungkin saja akan ada korban lain. Apa kau tidak takut sama sekali? Tanganku masih gemetar karena takut.”
“Sama sekali tidak. Jika sesuatu seperti itu terjadi, itu bukan salahku. Itu salah Senior.”
Astaga....Hee Min ini Yoo Bum versi wanita >,< Mirip sama jaksa drama sebelah ;p
Hong Joo masih teringat bagaimana Woo Tak menyuruhnya menunggu di luar sementara ia masuk ke dalam kedai ayam Dae Hee. Lalu Woo Tak ditikam namum masih berusaha menyelamatkannya dengan menyuruhnya lari sementara dirinya sendiri ditendang bertubi-tubi oleh Dae Hee.
Jae Chan meneleponnya dan bertanya ia ada di mana. Ia sudah berjanji akan mengantar Hong Joo tiap hari ke kantor. Hong Joo berbohong ia ada di kantor polisi mencari berita. Ia akan di sana selama beberapa hari. Padahal ia sedang berjalan melewati sebuah taman.
Ia berkata ia sangat sibuk hingga tak punya waktu untuk merasa takut akhir-akhir ini jadi Jae Chan tak perlu mengantarnya. Namun langkahnya terhenti ketika melihat Jae Chan berdiri tak jauh di hadapannya. Jae Chan bertanya apa taman ini kantor polisi. Ia memegang satu kotak tissue di tangannya.
Hong Joo bertanya bagaimana Jae Chan tahu ia ada di sini. Jae Chan berkata ia tahu melalui mimpi. Ia melihat Hong Joo menyalahkan diri sendiri di taman ini sendirian.
“Menangis, dan terlihat jelek.”
“Aku menangis? Aku jelek? Kau benar-benar penuh imajinasi. Bagaimana bisa kau bermimpi tak mungkin seperti itu,” kata Hong Joo sambil menggelengkan kepalanya.
Beberapa saat kemudian, ia menangis tersedu-sedu. Diiringi tatapan prihatin Jae Chan karena Hong Joo hampir menghabiskan satu kotak tissue. Ia bertanya apa Hong Joo pikir Woo Tak terluka karenanya. Apa Hong Joo menyalahkan diri sendiri karena membawa Woo Tak ke kedai ayam itu?
Hong Joo berkata ia tidak bisa tidur karena berpikir demikian. Jae Chan berkata kalau begitu ia juga harusnya menangis dan tidak tidur setiap malam karena ia juga berhutnag budi sangat besar pada Woo Tak. Bahkan lebih besar dari Hong Joo.
“Aku juga menyalahkan diriku.”
“Kau terlihat santai untuk orang yang menyalahkan diri sendiri. Bagaimana kau bisa seperti itu?” tanya Hong Joo.
Jae Chan berkata ia berusaha menempatkan diri di posisi Woo Tak. Jika ia adalah Woo Tak, ia juga tidak ingin membesar-besarkan luka itu. Dan ia juga tidak akan menyalahkan mereka. Sebaliknya, Woo Tak mungkin senang karena Hong Joo baik-baik saja.
“Ia pasti merasa lega. Jadi jangan lama-lama salahkan dirimu. Tapi jangan lupakan apa yang sudah terjadi. Hanya dengan cara itu kau bisa membalasnya.”
Jaksa Lee masuk ke ruang interogasi dan melihat Hee Min sedang menangis tersedu-sedu. Hee Min terdiam menyadari kehadirannya. Jaksa Lee tahu, Hee Min juga sebenarnya merasa bersalah namun harga dirinya terlalu tinggi untuk mengakuinya. Tanpa bicara apapun ia keluar dan menempel kertas bertuliskan: “sedang ada penyelidikan, jangan ganggu”, lalu menyingkirkan orang-orang yang akan masuk ruangan itu. Ia memberi ruang bagi Hee Min untuk menangis.
“Penyesalan tidak ada gunanya. Tidak perlu menangisi susu yang sudah basi. Kau hanya perlu mengisi gelasnya lagi pelan-pelan. Waktu tidak akan berjalan mundur,” kata Jae Chan.
Hong Joo bertanya apakah itu lirik lagu atau semacamnya, karena sama sekali bukan kata-kata yang akan dikatakan seorang Jae Chan.
“Kau mengutip kata-kata orang, kan?”
“Kau pintar,” kata Jae Chan sambil tersenyum.
Ingatannya kembali pada 13 tahun lalu saat ayahnya dengan marah membuang semua rapornya setelah ia mengakui kalau ia sudah memalsukan nilai rapornya. Setelah itu ia menangis sendirian di luar kantor ayahnya.
Saat itu, seorang anak buah ayahnya menghampirinya dan menanyakan namanya. Jae Chan bersikap ketus padanya. Polisi itu bertanya apa Jae Chan menangis. Jae Chan menyangkal meski jelas ia menangis.
“Akan sangat bagus jika waktu bisa diputar kembali, tapi apa yang bisa kaulakukan? Tak ada gunanya menangisi susu yang sudah basi. Kau memiliki banyak waktu. Kau bisa mengisi kembali gelasnya pelan-pelan. Nanti akan tiba waktunya ayahmu tidak kecewa lagi padamu. Jadi jangan terlalu banyak menangis. Jangan terlalu lama salahkan dirimu, tapi jangan lupakan apa yang terjadi. Mengerti?” kata polisi itu.
Jae Chan mengangguk pelan.
Jae Chan berkata seseorang pernah mengatakan hal itu padanya dulu. Hong Joo bertanya siapa orang itu. Tidak tahu, kata Jae Chan. Ia bahkan tidak ingat namanya. Ia menyodorkan dasinya saat Hong Joo merogoh kotak tissue yang sudah kosong.
Hong Joo sudah berhenti menangis. Ia menyeka air matanya dengan dasi Jae Chan dan bertanya apa ia boleh bersandar. Jae Chan menepuk pundaknya.
“Jangan terlalu banyak menangis. Jangan terlalu lama menyalahkan dirimu. Tapi jangan lupakan apa yang sudah terjadi... Pada waktu itu, aku bahkan tidak bisa membayangkan bahwa kata-kata hangat yang menenangkan itu akan diingat sebagai kata-kata terakhir seseorang suatu hari nanti....”
Seorang petugas membetulkan kabel internet di rumah seorang gadis. Gadis itu tampaknya seorang atlet panahan yang pernah mengikuti olimpiade. Ia bertanya kenapa koneksi internetnya bisa putus. Si petugas berkata sepertinya ada tetangga yang salah menggunakan kabel.
Sebelum pulang, ia berkata rating pelayanan pelanggan sangat penting bagi mereka jadi ia meminta gadis itu memberikan komentar yang baik saat ada survei. Gadis itu tidak keberatan. Seorang ahjumma di dapur meminta si petugas membawakan dus berisi sampah ke luar sekalian pulang, maka ia akan memberikan rating 10 dari 10.
Si Pelanggan merasa tak enak hati karena itu bukan tugas si petugas. Ia berkata ia yang akan membawanya keluar. Tapi si petugas menawarkan diri untuk membawanya keluar karena ia juga memang akan pergi. Sekali lagi ia meminta si gadis memberikan komentar yang baik untuknya. Tentu saja, kata si pelanggan.
Si petugas membawa dus itu keluar. Namun saat pintu ditutup, senyumnya menghilang. Ia mengeluarkan ponselnya lalu mengupdae status Fbnya. Namanya adalah Do Hak Young. Statusnya: apakah aku pergi saja?
Woo Tak yang masih berbaring di rumah sakit melihat status tersebut dan memberi “like”. Suster masuk dan memberitahunya kalau ia sudah boleh keluar dari rumah sakit.
Begitu ia mendapat pesan dari Woo Tak, ia langsung pamit pada Du Hyun. Jae Chan sudah lebih dulu tiba di rumah sakit. Ia memuji tubuh Woo Tak yang berotot. Woo Tak berkata semua polisi bertubuh sepertinya.
“Kecuali rekanmu,” kata Jae Chan sambil mengamati tubuhnya sendiri.
Hong Joo menerobos masuk saat Woo Tak masih berpakaian. Jae Chan cepat-cepat menghalangi pandangan Hong Joo pada Woo Tak. Hong Joo cuek dan bertanya kenapa Jae Chan menghalanginya.
“Biarkan aku melihatnya juga,” kata Hong Joo sambil terus berusaha melihat.
Woo Tak tersenyum geli melihat mereka berdua. Ia bertanya bisakah ia tinggal di rumah Hong Joo selama beberapa hari.
“Kenapa?!” tanya Jae Chan keras. Terlalu keras sampai Woo Tak dan Hong Joo kaget.
Woo Tak berkata dokter menyuruhnya istirahat di rumah tapi ia tidak bisa melakukannya sendirian. Ia juga tidak mau pulang ke rumah orangtuanya karena ia anak satu-satunya. Ketika ia kecil, sebuah persik jatuh ke kepalanya. Orangtuanya langsung menebang semua pohon persik di lingkungannya.
Sebelum bergabung dengan kepolisian ia bahkan harus menulis surat perjanjian yang menyatakan ia akan langsung berhenti jika ia terluka. Jika orangtuanya tahu, ia pasti langsung disuruh mengundurkan diri.
Hong Joo berkata ia pasti membantu. Jae Chan berkata Woo Tak juga bisa tinggal di rumahnya. Tapi Woo Tak meminta tolong untuk hal lain.
Ketika pulang sekolah, Seung Won terkejut melihat keadaan rumahnya seperti kapal pecah. Ia berteriak-teriak memanggil kakaknya. Tapi bukan Jae Chan yang muncul, melainkan Robin!
“Siapa kau? Aku memanggil Kakak, bukan kau!” seru Seung Won kaget. Guk, sahut Robin.
Komentar:
Sekarang karena keduanya merasa berhutang budi pada Woo Tak, harusnya mereka memimpikan Woo Tak juga, kan? Iya, kan?
Apa arti kata-kata Hong Joo bahwa kata-kata itu akan menjadi kata-kata terakhir seseorang? Duh...mengkhawatirkan gitu sih >,<
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih komentarnya^^
Maaf aku tidak bisa membalas satu per satu..tapi semua komentar pasti kubaca ;)