Sabtu, 07 Oktober 2017

Sinopsis While You Were Sleeping Episode 6

snap-00284

Jae Chan duduk di kafe sambil memasangkan plester di jarinya yang terluka. Hong Joo datang dengan kacamata berkabut mencari-cari Jae Chan. Ia membawa kantung obat. Ternyata ia tadi pergi untuk membelikan obat.

Ia menyuruh Jae Chan mendekat tapi Jae Chan berkata tak usah dikhawatirkan ia akan mengobatinya nanti. Hong Joo malah memegangi kepala Jae Chan dan mengamati lukanya.

“Astaga sudah menjadi luka...jika kau memasak sarapan lagi kau bisa masuk rumah sakit,” katanya.

Lalu ia mengoleskan salep dengan hati-hati. Kedekatan mereka membuat Jae Chan terpaku. Ia berkata ia bisa memasangnya sendiri. Hong Joo tidak mempedulikannya dan tetap fokus mengobati Jae Chan. Ia bertanya apakah Jae Chan sudah berbicara dengan Seung Won.

“Jangan tanya. Dia berteriak padaku dan berkata aku seharusnya tidak menyebut diriku seorang jaksa. Padahal aku sangat mengkhawatirkannya. Ia bahkan tidak tahu aku menyelamatkannya. Benar-benar tidak dihargai.”

Hong Joo balas curhat kalau So Yoon juga sama. Ia membiarkannya tinggal di rumahnya karena khawatir tapi ia malah dimarah-marahi. Ia memasang plester di dahi Jae Chan.

“Kenapa pula kita repot-repot melakukan semua itu untuk menyelamatkan mereka?” keluhnya.

snap-00146snap-00149

Saat Hong Joo mengambil plester untuk jari Jae Chan, diam-diam Jae Chan melepas plester yang tadi sudah dipasangnya sendiri XD so cute^^

Hong Joo mengoleskan obat pada luka Jae Chan. Ia berkata orang lain mungkin tidak tahu tapi ia tahu Jae Chan sudah berusaha sangat keras. Jae Chan tersenyum kecil mendengarnya.

“Kau bekerja dengan baik,” kata Hong Joo.

“Kau juga.”

Mereka berdua tersenyum.

snap-00152snap-00160

Kilas balik 13 tahun lalu...

Ayah Jae Chan berlari ke sebuah toko untuk berteduh karena tiba-tiba turun hujan. Ia terkejut saat tahu kalau Jae Chan juga mengikutinya. Jae Chan sudah mengecat rambutnya kembali jadi hitam (sebelumnya blonde ^^). Ia berkata ada yang ingin ia katakan pada ayahnya.

“Aku akan mengejar tingkat lebih tinggi dari tingkat sembilan.”

“Apa? Jadi kau dengan semuanya semalam?” tanya ayahnya.

Jae Chan mengangguk pelan. Ayahnya tertawa geli.

“Memangnya kau tahu arti lebih tinggi dari tingkat sembilan?”

Jae Chan berkata ia tidak tahu dan bertanya apa itu.

snap-00163snap-00164

Kembali ke masa sekarang, Hong Joo dan Jae Chan sedang menunggu bis di halte. Jae Chan bertanya apa Hong Joo selalu mengenakan kacamata dan tidak punya lensa kontak. Hong Joo punya tapi ribet.

“Kenapa kau bertanya? Apa aku terlihat lebih baik tanpa kacamata?”

“Bukan, tadi kacamatamu berkabut jadi kupikir akan mengganggu.”

Hong Joo berkata ia sama sekali tidak merasa terganggu. Lalu kenapa Jae Chan merasa terganggu? Apa karena ia terlihat berbeda tanpa kacamata? Apa Jae Chan jadi lebih terpesona? Hong Joo bercanda dengan mengangkat kacamatanya berkali-kali.

“Teruskan saja pakai jika kau tidak terganggu,” kata Jae Chan.

Hong Joo melepas kacamatanya dengan senang hati. Lalu ia menanyakan kelanjutan kasus Park Jun Mo. Jae Chan akan menyelidikinya kembali, bukan?

snap-00171snap-00172

“Kasus itu sudah selesai, jadi untuk apa aku selidiki kembali?”

“Kau akan mengabaikannya lagi setelah kehebohan semalam?” tanya Hong Joo kecewa.

Jae Chan menghela nafas dan berkata adiknya sudah diselamatkan jadi sudah beres sekarang. Hong Joo berkata Jae Chan harus mencari bukti lebih banyak dan menuntut Park Jun Mo.

“Dengan apa? Apa aku harus bilang kalau ia memukuli isterinya dalam mimpimu? Apa kau ingin aku menuntutnya tanpa bukti? Hari ini adalah batas waktunya.”

Hong Joo menyuruh perpanjang batas waktunya. Tapi Jae Chan berkata ia tidak bisa terus menerus mengulur waktu. Ia memiliki 300 kasus lebih untuk dikerjakan bulan ini saja. Jika ia berkeras menyelidiki kembali kasus yang sudah jelas ini, bisa-bisa ia dipindahkan ke tempat terpencil. Ia juga tidak punya koneksi, jadi bisa-bisa ia dipecat.

“Kau akan mengubur kasus ini hanya karena kau takut dipecat?”

“Benar, aku takut dipecat. Dengar ya, aku harus merusak mobilku karena kecelakaan itu sementara cicilanku masih 36 bulan lagi. Aku juga masih harus membayar bunga pinjaman rumah jadi aku tidak punya uang di bank. Air mataku hampir keluar lagi sekarang,”keluh Jae Chan.

Hong Joo tersenyum geli. Ia menyuruh Jae Chan mengingat angka 45-15-35-43-27-33. Itu adalah nomor lotere yang akan menang. Ia melihatnya dalam mimpi. Ia sendiri tidak pernah membeli lotere meski ia melihat nomor yang menang dalam mimpinya. Tapi ia akan membagi info ini pada Jae Chan. Hadiahnya 2,8 Miliar Won.

“Berhentilah berbicara hal yang tak mungkin. Kau berharap aku mempercayainya? Karena tidak masalah dipecat jika aku memenangkan 2,8 miliar won?”

Hong Joo berkata anggap saja sebagai jaminan kalau-kalau Jae Chan dipecat. Jae chan berkata memangnya ia terlihat seperti pecundang yang melakukan apapun demi uang. Hong Joo berkata Jae Chan yang mengeluh tentang pinjaman uang dan pembayaran mobil. Jae Chan berkata ia bukan jenis orang yang memutuskan segala sesuatu berdasarkan uang.

Ia naik ke taksi dan melirik kesal pada Hong Joo. Hong Joo bergumam Jae Chan benar-benar tidak konsisten.

“Tapi ia keren,” Ia tersenyum.

snap-00178snap-00186

Meski berkata tidak percaya pada kata-kata Hong Joo, Jae Chan sempat berhenti di depan dealer mobil. Lalu ia menggelengkan kepalanya seolah menyadarkan dirinya sendiri.

Namun ia benar-benar berhenti. Bukan karena ingin membeli mobil, tapi karena melihat Yoo Bum di hadapannya. Yoo Bum bersikap sok ramah dan mengajaknya makan sushi seperti yang pernah dijanjikannya. Jae Chan mengingatkan kalau ia adalah jaksa kasus yang ditangani Yoo Bum. Tidak etis makan bersama.

“Tidak lagi. Aku lihat kau memutuskan untuk tidak menuntut Tuan Park dan menghentikan kasus itu.”

Siapa bilang, tanya Jae Chan. Yoo Bum berkata Investigator Choi yang memberitahunya. Jae Chan berkata ia belum menyerahkan keputusannya pada Asisten Kepala. Ia sudah mempelajari dokumen-dokumen yang ada dan sepertinya ia tidak bisa melepaskan kasus itu.

Yoo Bum berteriak marah dan mencengkeram tangan Jae Chan. Ia berkata itu korban tidak ingin Tuan Park dihukum Jadi kenapa Jae Chan berkata seperti itu. Jae Chan menepis tangan Yoo Bum dan berkata itu hanya untuk kasus sederhana namun dalam kasus ini ia melihat beberapa hal yang mencurigakan. Ia juga akan memanggil beberapa orang.

“Hal mencurigakan? Orang yang akan dipanggil? Tidak ada hal seperti itu. Kau tidak akan menemukan apapun meski kau mempelajari dokumen-dokumen itu selama berbulan-bulan. Ketahui dengan siapa kau berurusan jika kau ingin menggertak. Jae Chan, aku tahu kartu apa yang kaupegang,” Yoo Bum tersenyum sinis.

Jae Chan balas tersenyum.

“Kak, apa kau tahu apa yang lebih buruk dari tidak tahu apapun? Berpikir bahwa kau tahu segalanya.” Kereeeen...

snap-00197snap-00198

Senyum Yoo Bum lenyap. Jae Chan berjalan pergi dengan penuh percaya diri. Tapi begitu ia berbelok, ia bersembunyi di balik sebuah mobil dan kakinya lemas.

“Aku pasti sudah kehilangan akal. Kenapa aku menggertak seperti itu? Bagaimana aku menangani semuanya?” keluhnya. Ia mulai menghafal nomor lotere yang diberikan Hong Joo.

Meski begitu Jae Chan benar-benar meneruskan kasus Tuan Park. Ia mengambil dokumen penyelesaian kasus itu sebelum diserahkan ke Asisten Kepala. Asistennya jelas kesal karena kasus mereka yang belum selesai sudah menggunung. Asisten jaksa lain setuju kala bekerja lambat jauh lebh buruk daripada kebodohan. Asisten Kepala melihat peristiwa itu.

Jae Chan menyuruh Investigator Choi untuk memanggil Park Jun Mo, ibu So Yoon, dokter yang memeriksa untuk ditanya bersamaan. Ia ingin mereka dipanggil pada hari yang sama. Investigator Choi kaget karena mengira kasus itu tidak dilanjutkan. Jae Chan berkata ia akan meneruskannya dan menyuruh dokter membawa semua salinan medis korban.

snap-00203snap-00312

Investigator Choi menelepon Yoo Bum untuk memberitahukan panggilan terhadap Park Jun Mo karena ia pengacaranya. Ia ingin menyesuaikan tanggal yang cocok untuk panggilan itu. Yoo Bum berkata itu berlebihan. Jae Chan bisa mengirim daftar pertanyaan tanpa perlu memanggil kliennya. Tapi Investigator Choi berkata Jae Chan bisa mengeluarkan surat penahanan jika Park Jun Mo tidak hadir. Dan itu akan lebih repot.

Yoo Bum setuju ia tidak bisa membiarkan itu terjadi. Ia berkata ia akan berbicara dengan Park Jun Mo. Begitu pembicaraan selesai, ketenangan Yoo Bum menguap. Ia membanting telepon dan memaki Jae Chan. Ia lalu menelepon bawahannya untuk melacak keberadaan So Yoon dan ibunya.

snap-00209snap-00212

Dan perjuangan Jae Chan memang tidak mudah karena berikutnya ia dipanggil Asisten Kepala Jaksa. Jae Chan terus menghafal nomor lotere sebelum menemui atasannya itu. Meski awalnya Asisten Kepala Park memuji ketampanan Jae Chan dan menyemangatinya untuk berkontribusi dalam tim, akhirnya ia mengungkit kasus Park Jun Mo yang seharusnya bisa selesai dengan cepat. Padahal kasus itu sudah jelas penyelesaiannya.

Jae Chan berkata ia tidak mempercayai laporan medis dalam kasus tersebut dan kemungkinan sang istri sudah disiksa berulang kali.

“Apa kau yakin bukan karena kasus ini kasus Pengacara Lee Yo Bum?”

“Bukan itu alasannya.”

Asisten Kepala menyuruh Jae Chan menyerahkan laporan kasus itu dan fokus pada kasus lain. Ia bilang inilah alasan kasus terus menumpuk. Jae Chan berkata ia akan menggali lebih dalam dan melihat apakah ia bisa menemukan hal lain.

Asisten Kepala mulai kesal dan bertanya kenapa Jae Chan begitu menunda kasus ini. Jika terus seperti ini kelihatannya Jae Chan memang ingin balas dendam seperti yang dikatakan Yoo Bum.

“Apakah saya tidak bisa melakukannya? Benar atau tidaknya saya ingin balas dendam, tidak ada salahnya ingin menyelidiki kasus lebih teliti. Saya tidak peduli Bapak salah paham atau tidak pada maksud saya meneruskan kasus ini. Jika saya mengehntikan kasus hanya untuk menghindari salah paham, maka kasus yang lebih buruk akan muncul. Jadi saya berencara untuk melihat semuanya termasuk kejadian-kejadian masa lalu dengan teliti.”

snap-00215snap-00218

Asisten Kepala benar-benar marah dan membentak Jae Chan. Dengan segera peristiwa ini menyebar di kantor kejaksaan. Pasalnya Asisten Kepala seorang yang jarang marah seperti itu. Tapi ada juga yang beranggapan Jae Chan seorang pemberani yang menjalani harinya seperti tak ada hari esok. Biasanya ia dipukul jika berani melawan.

Jaksa Shin Hee Min ditanya apakah Jae Chan seperti itu saat kuliah dulu. Sama sekali tidak, jawab Hee Min. Ia tidak tahu kenapa Jae Chan jadi berani seperti ini. Apa karena Jae Chan menang lotere?

snap-00221snap-00313

Jae Chan benar-benar mencoba mobil terbaru dan mewah pula. Rupanya ia percaya kata-kata Hong Joo^^ Bahkan ia sempat meminta sales mobil untuk memotretnya saat melakukan test drive. Ia bertanya jika ia membeli mobil ini sebagai mobil utama, mobil apa yang cocok jadi mobil keduanya. Sang sales tentu saja senang mengira akan mendapat bonus besar kalau berhasil menjual 2 mobil sekaligus.

Jae Chan tiba-tiba meminggirkan mobil itu. Ternyata karena ia melihat Hong Joo. Hong Joo pura-pura cuek karena tadi pagi Jae Chan marah padanya. Jae Chan berkata ia sudah berkata pada atasannya kalau ia akan menyelidiki kembali kasus itu. Ia akan mengungkap kasus itu tak peduli apapun yang orang lain katakan.

snap-00223snap-00228

Hong Joo tersenyum. Jika Jae Chan memang akan melakukannya kenapa harus reseh seperti tadi.

“Apa kata-kata dan tindakanmu biasanya tidak sama? Apa kau bermuka dua?”

“Tidak, sudah kubilang aku orang yang memegang kata-kataku.”

Kelihatannya tidak seperti itu, kata Hong Joo. Ia bertanya mobil siapa itu. Jae Chan berkata ia sedang test drive. Hong Joo terkejut.

“Apa kau akan membeli mobil itu?” tanyanya.

“Lihat nanti,” jawab Jae Chan bangga.

“Apa kau hendak membelinya karena kau percaya kebohonganku tentang nomor lotere yang menang?” Astagaaa ^^’

Jae Chan bertanya apa itu bohong. Apa kau benar-benar percaya, tanya Hong Joo. Tanpa mengubah senyumnya Jae Chan berkata ia tidak gila.

“Mana mungkin aku percaya omong kosong itu, kan?”

“Aku sangat lega,” kata Hong Joo menghela nafas panjang. “Bukan karena itu kan kau melawan atasanmu?”

Jae Chan berkata ia bukan orang seperti itu. Tentu saja aku tahu, kata Hong Joo.

Jae Chan berkata ia harus pergi. Kakinya langsung terasa lemas mengingat kata-katanya pada Yoo Bum dan Asisten Kepala. Ia masuk kembali ke mobil dengan lesu. Sang sales dengan semangat menawarkan model yang dianggapnya cocok sebagai mobil kedua Jae Chan.

Jae Chan berkata ia akan memikirkannya. Sang sales berusaha menutupi kekecewaannya. Ia bertanya kapan Jae Chan membeli mobil yang sedang mereka test drive. Kapan-kapan....

Keramahan sang sales langsung hilang.

snap-00232snap-00234

Hee Min berbicara di telepon dengan temannya di ruang pemeriksaan. Ia bercerita bagaimana Jae Chan terus memanggil nama depannya meski ia jelas-jelas lebih senior di kantor dan juga melawan Asisten Kepala Park seakan siap meninggalkan pekerjaannya. Ia berkata ia pernah menangani salah satu kasus Park Jun Mo tahun lalu dan semangat tidak cukup untuk menyelesaikan kasus seperti ini.

Ia berteriak kaget ketika melihat sosok di sudut ruangan yang cukup gelap itu. Ternyata dari tadi Jae Chan duduk di sana. Hee Min bertanya apa yang dilakukan Jae Chan di sana.

“Aku sedang berpikir untuk meninggalkan pekerjaan ini.”

Hee Min bertanya apa Jae Chan tadi dengar semuanya. Jae Chan meminta mereka berbicara kasual karena hanya ada mereka berdua di ruangan itu. Hee Min akhirnya setuju.

Jae Chan bertanya apakah Hee Min juga tidak menuntut Park Jun Mo saat menangani kasusnya tahun lalu. Hee Min nampak ingin menjelaskan tapi Jae Chan berkata ia bukan ingin berdebat, ia hanya ingin tahu.

Hee Min mengakui ia tidak menuntut Park Jun Mo. Tapi Jae Chan berkata kasus ini tidak akan terjadi jika Hee Min menuntutnya tahun lalu. Apa Hee Min tidak menyesal?

“Tidak, aku tidak menyesal. Aku tetap akan melakukan hal yang sama jika terulang kembali.”

“Kenapa?”

Hee Min berkata Jae Chan pasti sudah tahu sumpah jaksa untuk berjuang demi keadilan dan hak asasi manusia. Menjadi jaksa penolong yang lemah dan berkekurangan. Tapi terkadang berjuang demi keadilan dan membantu yang lemah bisa berbenturan. Contohnya seperti kasus Park Jun Mo.

Dalam banyak kasus KDRT, menangkap suami yang merupakan pencari nafkah dalam keluarga akan berakibat seluruh anggota keluarga berjuang untuk menghidupi keluarga mereka. Sang istri menulis surat pernyataan seperti itu bukan karena ia memaafkan suaminya. Mereka semua para jaksa tahu itu.

“Kami hanya pura-pura tidak tahu karena kami ingin sang istri membuat pilihan antara tetap tinggal dalam tembok berduri atau dengan berani melangkah keluar dari tembok meski terkena semak berduri. Orang-orang seperti kita yang tinggal dalam ladang bunga yang cantik, tidak berhak mendiktenya. Apa kau ingin menuntut dan memenjarakan suaminya tanpa hak semacam itu? Itu bukan keadilan. Itu keberanian yang bodoh. Mereka yang tidak bisa membedakan kedua hal itu seharusnya tidak menjadi seorang jaksa.”

Jae Chan terdiam memikirkan semua perkataan Hee Min.

snap-00239snap-00314

Ia keluar dari kantor dan memegang kartu pengenalnya yang menyebutkan ia seorang jaksa. Ingatannya kembali pada 13 tahun lalu ketika ayahnya tertawa saat mendengarnya akan memulai karir lebih tinggi dari tingkat sembilan.

Mereka masuk ke sebuah minimarket untuk membeli payung. Jae Chan bertanya apa maksudnya memulai karir lebih tinggi dari tingkat sembilan. Itu artinya kau harus melewati ujian hukum, kata ayahnya. Jae Chan berkata ia akan melakukannya. Dan jika lulus ia akan bisa jadi apa?

“Kau bisa jadi apa saja. Banyak pekerjaan yang akan tersedia untukmu.” Perhatian ayah teralih pada seseorang yang baru masuk ke minimarket itu.

Seorang tentara yang memanggul tas dengan laras senapan sedikit menyembul dari tasnya. Jae Chan sendiri tidak melihat tentara itu. Ayah menyuruh Jae Chan pulang mengambilkan ponselnya. Jae Chan menurut dan berbalik pergi.

“Jae Chan,” panggil Ayah. “Bagaimana jika kau menjadi seorang jaksa? Ayah ingi melihatmu menjadi seorang jaksa.”

Jae Chan tersenyum dan berkata ia akan berusaha. Fighting, ayahnya menyemangatinya. Jae Chan pun keluar.

snap-00246snap-00248

Ayah melihat ke arah tentara itu dan mulai menghampirinya. Lalu lintas cukup ramai hingga Jae Chan sulit untuk menyeberang. Tiba-tiba terdengar suara tembakan dan kaca minimarket di belakangnya pecah. Jae Chan menoleh dan terkesiap. Ia melihat seorang tentara lari keluar dengan membawa senjata dan tasnya.

Jae Chan langsung berlari ke dalam minimarket. Ayahnya terkapar dengan luka tembak di dada. Jae Chan menangis memanggil ayahnya yang sudah tiada.

“Waktu itu aku belajar kalau Ayah telah membuat keputusan. Ayah mengorbannya nyawanya demi menyelamatkan orang lain dan dunia menyebutnya pahlawan. Tapi....ibuku kehilangan suaminya karena pilihan itu. Aku dan Seung Won kehilangan seorang ayah. Aku tidak bisa mengatakan aku bangga atas pilihan yang dibuat Ayah. Malah, aku marah. Bagi orang lain pilihannya berarti keadilan. Tapi bagiku, itu adalah keberanian yang bodoh.”

snap-00260snap-00267

Jae Chan menghela nafas panjang lalu berbalik. Di hadapannya Woo Tak sedang mengamatinya. Jae Chan tidak mengenalinya. Woo Tak masih bengong dan berkata ia tidak bisa percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Apa yang kaukatakan?” tanya Jae Chan.

“Apa kau tidak ingat padaku?” tanya Woo Tak. “Aku adalah orang yang hampir tertabrak pada Hari Valentine.”

Jae Chan akhirnya mengingatnya. Woo Tak langsung menggenggam tangan Jae Chan dan berkata seharusnya ia berterima kasih lebih awal. Jae Chan memperkenalkan namanya dan Woo Tak melihat kartu nama Jae Chan sebagai seorang jaksa.

Woo Tak berkata berkat Jae Chan ia tidak terluka sama sekali. Ia ingin menraktir Jae Chan karena itu ia sedang berpapasan dengannya. Ia mengajak Jae Chan makan malam bersama. Jae Chan bersedia.

Sambil berjalan, Woo Tak berkata ia lahir di Tahun Naga. Jae Chan juga. Woo Tak ingin mereka berbicara kasual seperti teman tapi Jae Chan menolak.

snap-00270snap-00271

Hong Joo sedang membantu di restoran ibunya. Ia membawa seember besar peralatan makan ketika So Yoon keluar untuk membantunya. Hong Joo menyuruhnya belajar saja tapi So Yoon berkata ia bukan hendak membantu Hong Joo tapi ia bosan. Dan ia tidak tahan bosan.

Hong Joo berkata So Yoon itu seperti seseorang yang ia kenal. Sebentar bilang begini, sebentar bilang begitu.

“Kau memperlihatkan kau kuat di luar, tapi di dalam sebenarnya tidak. Kau kelihatan gadis yang baik, tapi mengatakan hal yang kejam.”

Tiba-tiba Seung Won muncul memegangi ember yang sedang dipegang mereka berdua. Ia menyebut Hong Joo sebagai ahjumma lalu berkata So Yoon itu seorang pianis jadi tangannya tidak boleh terluka. So Yoon tersenyum senang.

“Ahjumma? Siapa? Di mana?” Hong Joo menoleh ke sana kemari sementara Seung Won dan So Yoon masuk ke dalam restoran.

snap-00273snap-00274

Woo Tak rupanya membawa Jae Chan ke restoran Hong Joo. Hong Joo menyambutnya dengan ramah. Woo Tak menjelaskan pada Jae Chan beberapa hari lalu ia memberi tumpangan pada Hong Joo di mobil polisi.

“Aku datang ke sini karena ingin makan samgyeopsal. Bagaimana kebetulan ini bisa terjadi? Aku menyesal belum menanyakan namamu hari itu. Siapa namamu?”

Hong Joo menyebut namanya sambil bersalaman. Woo Tak memperkenalkan diri sekaligus menyebut kalau ia lahir tahun 1988, Tahun Naga. Hong Joo juga lahir di tahun yang sama. Woo Tak lagi-lagi ingin berbicara kasual seperti teman. Berbeda dengan Jae Chan, Hong Joo mengiyakan dengan senang hati.

“Bagus, senang sekali bisa mengobrol nyaman dengan teman seumur,” Woo Tak melihat Jae Chan. Karena mereka bertiga lahir di Tahun Naga, ia berkata mereka seperti Tiga Naga Terbang (Three Flying Dragons).

Hong Joo tertawa sementara Jae Chan jelas merasa itu sangat kekanakkan. Woo Tak berkata Hong Joo terlihat lebih bagus tanpa kacamata. Beda banget ya sama Jae Chan^^

snap-00279snap-00281

Yoo Bum menerima laporan mengenai keberadaan So Yoon dan ibunya. Ia langsung memacu mobilnya ke sana. O-ow....

Seung Won rupanya ikut membantu di restoran ibu Hong Joo. Dan ia menaruh piring dengan keras di meja kakaknya. Jae Chan juga tidak senang adiknya di sana karena ia sudah jelas melarang adiknya terlibat dengan So Yoon. Ia bertanya apa yang Seung Won lakukan di sini. Seung Won berkata itu yang ingin ia tanyakan pada kakaknya. Woo Tak diam-diam mengamati mereka.

Ia berkata tadinya ia pikir keduanya akan sangat saling menyayangi. Tapi ternyata seperti kakak beradik kebanyakan. Jae Chan curiga karena Woo Tak tahu Seung Won adalah adiknya.

“Ini bukan kebetulan, bukan? Semuanya mulai dari berpapasan denganku dan membawaku ke sini,” kata Jae Chan.

“Itulah yang aku ingin tahu. Apakah semua ini kebetulan? Atau takdir?” Woo Tak memegang tangan Jae Chan.

Jae Chan kaget dan langsung menarik tangannya. Woo Tak berkata ia tidak merasakan apapun. Apa artinya itu bukan takdir? Jae Chan bingung dengan perkataan Woo Tak. Ia pergi ke toilet.

snap-00286snap-00287

Sementara itu Woo Tak mengamati keadaan di seluruh restoran. Bertanya-tanya dalam hati apakah yang dilihatnya di mimpinya benar-benar akan terjadi.

“Dalam mimpiku, aku sedang dalam perjalanan ke restoran ini bersama Kyung Han dan berpapasan dengan Jae Chan. Lalu kami berpisah setelah saling memperkenalkan diri. Aku ke sini bersama Kyung Han (dan berkenalan dengan Hong Joo). Sisanya sama seperti dalam mimpi, mulai dari di mana saja pelanggan duduk, apa yang mereka pesan, semuanya persis sama.

Aku hanya membuat perubahan kecil. Bukan Kyung Han yang aku bawa ke sini, melainkan Jae Chan.”

snap-00316snap-00317

Jae Chan telah kembali ke meja dan meminta Woo Tak jujur padanya. Semua ini kebetulan atau ia sengaja dibawa ke sini?

Tapi fokus Woo Tak bukan pada Jae Chan melainkan pada keadaan di sekelilingnya. Ia mendengar ibu Hong Joo menyebutkan pesanan.

“Jika ini seperti dalam mimpiku, orang itu akan masuk dari pintu dalam waktu 5 detik,” kata Woo Tak dalam hati.

Ia mengacungkan tangannya dan mulai menghitung mundur. 5...4...3...2...1...

Pintu terbuka, Yoo Bum melangkah masuk. Semua menoleh dan terkejut. Hong Joo bertanya apa yang membaut Yoo Bum datang ke sini.

“Ini benar-benar terjadi. Orang itu benar-benar datang dalam waktu 5 detik,” kata Woo Tak.

snap-00294snap-00297

Yoo Bum berkata ia datang bukan untuk mencari Hong Joo. Ia datang untuk berbicara dengan So Yoon dan ibunya sebagai pengacara ayah So Yoon.

“Aku sudah cukup melihat bahwa ini takdir dan bukan kebetulan. Kau tahu betul siapa pria itu, bukan?” kata Woo Tak pada Jae Chan.

Dalam hatinya Woo Tak berkata ia benar-benar penasaran. Apakah perubahan kecil yang dibuatnya bisa mencegah hal mengerikan yang akan terjadi?

Hong Joo menggenggam tangan So Yoon seakan ingin melindunginya dan menguatkannya.

snap-00304snap-00318

Epilog: foto-foto selfi Jae Chan selama ini ternyata untuk ditaruh di memorial ayahnya. Bahwa ia berhasil menjadi seorang jaksa seperti yang diinginkan ayahnya.

Komentar:

Jadi sekarang mereka bertiga bermimpi dan tidak selalu memimpikan kejadian yang sama? Hong Joo bermimpi entah sejak kapan...apa mungkin mimpi kematian ayahnya adalah mimpinya yang pertama? Mimpi pertama Jae Chan setelah ia bertemu kembali dengan Hong Joo. Sementara mimpi Woo Tak bermula sejak ia diselamatkan Jae Chan.

Jae Chan dan Hong Joo sudah bertemu sejak tewasnya ayah mereka oleh tentara itu tapi mereka belum menyadarinya. Kalau begitu bagaimana dengan Woo Tak? Apakah ia berkaitan dengan si tentara yang juga tewas bersama ayah Hong Joo? Apa mungkin ia adiknya? Atau apakah ada orang lain lagi yang juga menjadi korban tentara itu sebelum ayah Hong Joo dan ayah Jae Chan?

Masih terlalu awal untuk menduga-duga apa yang menyebabkan mereka bermimpi masa depan. Dan sejauh ini belum nampak akibat pengalihan takdir yang telah mereka lakukan.

Sempat terpikir kalau mereka bermimpi karena mungkin mereka juga takdir yang teralihkan oleh orang yang mereka sayangi. Bagaimana kalau Hong Joo seharusnya tewas dalam bis itu bersama ayahnya? Bagaimana kalau Jae Chan juga seharusnya tewas bersama ayahnya dalam minimarket itu? Dan bagaimana dengan si tentara? Masih sedikit sekali informasi mengenai kenapa tentara itu kabur. Entahlah....semua masih misteri yang membuat penasaran dan membuat tak sabar menunggu episode berikutnya ;p

Aku tertarik dengan kata-kata Hee Min bahwa keadilan dan keberanian yang bodoh haruslah bisa dibedakan. Ia melepaskan Park Jun Mo dengan anggapan bahwa mereka harus memberi hak pada ibu So Yoon untuk memilih. Tetap tinggal bersama suaminya atau berani melangkah keluar meski dengan konsekuensi kehilangan nafkah.

Awalnya aku berpikir apa yang dikatakan Hee Min ada benarnya. Apa anggapan Jae Chan mengenai ayahnya juga mungkin ada benarnya. Tapi membiarkan orang tak berdaya disiksa dan membiarkan orang lain celaka meski kita sudah tahu ada bahaya, apakah itu juga namanya keadilan? Pasti ayah Jae Chan menjawab tidak, dan mudah-mudahan Jae Chan juga berpikir seperti ayahnya.

2 komentar:

  1. Bener. Membiarkan hal seperti itu terjadi apa memang keadilan? Dilihat jg sih dari sisi siapa. Bagi hee min itu keberanian yang bodoh. Ya tinggal mau jadi orang yg baik dan ga sih hahahahahha. Belum tentu korban kdrt yg dibiarin akan seneng jg krn kasusnya ga ditangani

    Yap. Terlalh dini utk menebak. Apalagi setelah swnim nyebut kesamaan umur itu hahahaha. Kemarin nyebut kalau ada 2 paati ada 3 atau 4. 3 sdh ketemu, apa nanti bakal jadi 4? We will see

    BalasHapus
  2. Seneng bisa baca tulisan mbak fanny lagi. Tulisannya seakan 2 ngajak diskusi sama kita. Hidup.
    Saya kok jadi kepikiran so Tak... Apa dia anak dari tentara itu? Ingat waktu kecelakaan... Scene memperlihatkan mereka seperti sebuah bangun segitiga sama kaki. Saling terikat.

    BalasHapus

Terima kasih komentarnya^^
Maaf aku tidak bisa membalas satu per satu..tapi semua komentar pasti kubaca ;)