Hong Joo bertanya apakah mereka besok benar-benar akan pergi ke pantai. Tentu saja, jawab Jae Chan. Ia bertanya apa Hong Joo besok bisa cuti lagi. Hong Joo berkata ia sudah bekerja keras jadi berhak mendapat cuti. Ia berkata tak perlu mengkhawatirkannya.
Seung Won memanggil Jae Chan saat mereka hendak masuk ke rumah Hong Joo. Ia berkata Jae chan harus pulang sekarang. Ia dengar Jae Chan hanya 2 hari tinggal di rumah Hong Joo. Bahkan barang-barangnya sudah dikirim kembali oleh ibu Hong Joo pagi tadi. Dengan berat hati Jae Chan pulang ke rumahnya.
Hong Joo membicarakan hal ini dengan ibunya. Ibu berkata mereka setuju Jae Chan hanya tinggal 2 hari di rumah mereka. Hong Joo merasa ibunya seakan mengusir Jae Chan dengan mengeluarkan barang-barangnya sendiri.
“Ibu, apa dia membuat Ibu marah atau menyakiti perasaan Ibu?”
“Tidak,” jawab Ibu singkat.
Ternyata ibu yang menyimpan cincin Hong Joo pemberian Jae Chan. Ia ingat Hong Joo menangis putus asa saat Jae Chan dioperasi.. Sama seperti ketika 13 tahun lalu Hong Joo menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa menyelamatkan ayahnya.
“Maafkan aku, Jaksa Jung. Aku tidak sanggup melihat Hong Joo hancur lagi.”
Jae Chan menerima pesan dari teman-teman kerjanya. Asisten Kepala Park berkata ia mengirim ekstrak bawang dan mendoakan Jae Chan tiap hari. Jaksa Son berkata tidak perlu mengkhawatirkan mereka, Jae Chan cukup merawat dirinya sendiri.
Jaksa Lee berkata Jae Chan tak perlu memaksa diri. Ambil waktu istirahat lebih lama jika belum pulih benar. Ia bergurau ia jadi pria tertampan di kantor tanpa Jae Chan. Bahkan Hee Min mengirim pesan agar Jae Chan istirahat sebanyak yang ia perlukan.
Jae Chan jadi tak enak hati karena mereka tiba-tiba sangat baik padanya. Tapi ia memantapkan hati untuk tetap pergi ke pantai besok.
Masalahnya, siapa yang pergi ke pantai mengenakan jas? Saat Hong Joo menanyakannya, Jae Chan berkata itu adalah pakaian pantainya. Jas lengkap, sepasang kacamata hitam, dan tikar.
Hong Joo menatapnya sambil tersenyum. Jae Chan jadi gugup dan bertanya-tanya kenapa bis belum datang juga. Hong Joo tahu Jae Chan khawatir orang lain akan menderita menggantikan Jae Chan.
“Aku tidak peduli,” kilah Jae Chan. “Dan lagi mereka bisa menderita sedikit menggantikanku. Maksudku, cuma aku satu-satunya yang dipukuli tersangka dan ditembak. Aku sudah menderita banyak. Tidak adil jika aku harus keluar dari pekerjaanku. Hanya aku satu-satunya yang menderita. Benar-benar tidak adil. Penderitaan seperti itu harus dibagi sama rata.”
“Lupakan. Kita bisa pergi ke pantai kapan-kapan,” Hong Joo melepas kacamata hitamnya dan topi pantainya.
Ia berkata ia juga merasa tidak enak cuti lagi. Ia bahkan membawa laptopnya kalau-kalau ia akhirnya pergi kerja. Ia melepas kacamata Jae Chan dan mengambil alih tikarnya.
“Kita mungkin bisa menciptakan jalan baru jika kita menghadapinya,” katanya. Ia menyuruh Jae Chan pergi kerja.
“Baiklah, aku akan pergi kerja. Tapi aku akan kabur ke pantai jika aku menyesalinya,” kata Jae Chan tersenyum.
“Telepon aku jika kau melakukannya. Aku akan kabur bersamamu.”
Merasa lega dan lebih percaya diri, Jae Chan pun siap untuk pergi kerja. Namun Hong Joo sebenarnya mengkhawatirkannya. Ia memeluk Jae Chan dari belakang.
“Aku ingatkan itu akan menjadi keputusan yang sulit. Kau harus mempersiapkan dirimu.”
Sementara itu, Penulis Moon menemukan yang ia cari. Sekolah dengan murid-murid mengenakan topi kuning yang ia temukan di tangga darurat. Dan satu anak laki-laki tidak mengenakan topi itu.
Saat anak itu terpisah dari teman-temannya, Penulis Moon mendekatinya. Anak itu ketakutan melihat Penulis Moon. Rupanya ia memang saksi mata peristiwa di depan lift itu. Ia melihat sendiri Penulis Moon mencekik Hwan dan mendorongnya hingga terjatuh ke rongga lift.
Penulis Moon memakaikan topi kuning yang ia temukan dan berkata topi itu sangat pas dengan anak itu. Ia berkata anak itu pasti pernah melihatnya, di depan lift. Anak itu menggeleng ketakutan dan berkata ia belum pernah melihat Penulis Moon.
Namun rasa takutnya terlalu besar hingga ia mengompol. Penulis Moon tahu anak itu berbohong. Anak itu berlari sekuat tenaga sambil menangis.
Penulis Moon mengejarnya. Anak itu terjatuh dan menangis keras. Tepat saat Penulis Moon mengulurkan tangannya untuk memegang anak itu, Woo Tak muncul dan memelintir tangan Penulis Moon. Kyung Han menangkapnya atas tuduhan penyerangan. Penulis Moon berkata ia hanya ingin bicara dengan anak itu tapi Kyung Han tak peduli dan tetap membawanya ke kantor polisi.
Anak itu menangis memeluk Woo Tak. Kyung Han bertanya darimana Woo Tak tahu pria itu akan membuat masalah. Woo Tak yang menyuruhnya mengikuti Penulis Moon. Woo Tak bercanda ia pandai membaca wajah orang.
Hong Joo cuek saat orang-orang memperhatikannya karena ia masuk kerja dengan pakaian untuk ke pantai. Bahkan ketika Du Hyun ternganga melihatnya dan bertanya apa ini cara baru Hong Joo untuk melawannya.
Hong Joo berkata bukan itu alasannya. Ia bertanya bagaimana dengan asisten pengajar Penulis Moon yang tadi disebutkan Du Hyun.Du Hyun berkata ia menelepon rumah sakit untuk menanyakan apakah ia bisa mewawancarai pemuda itu. Tapi rumah sakit berkata pemuda itu mati otak dan organ-organ tubuhnya akan didonorkan pada 7 orang hari ini. Hong Joo terkejut menyadari kasus pemuda itu yang akan ditangani Jae Chan.
Jaksa Lee melihat Jaksa Son buru-buru meninggalkan kantor. Jaksa Son berkata ia harus pergi ke rumah sakit melihat Chan Ho. Jaksa Lee mengejarnya ke lift.
Jae Chan yang baru tiba merentangkan kedua tangannya dan menyapa mereka dengan gembira. Ia berkata ia sudah lebih baik berkat perhatian mereka. Tapi Jaksa Son dan Jaksa Lee hanya membalasnya sekilas dan pergi begitu saja.
“Mereka ternyata tidak sekhawatir itu,” katanya.
Di dalam lift, Jaksa Lee bertanya apa ada yang terjadi pada Chan Ho. Jaksa Son berkata Chan Ho mungkin saja mendapat transplantasi ginjal hari ini. Rumah sakit menemukan donor yang secara resmi akan diumumkan mati otak. Dokter berkata Chan Ho bisa secepatnya dioperasi begitu itu terjadi. Ia merasa semua itu tak nyata dan sulit dipercaya. Ia ragu semua akan berjalan baik.
Tapi Jaksa Lee menyemangatinya....terlalu semangat malah. Ia berkata semua akan berjalan baik. Jaksa Son berkata ia tidak ingin membuat yang lain khawatir. Jaksa Lee berkata ia seorang yang bisa menyimpan rahasia.
“Jika aku bermulut besar, semua orang di kantor kita akan tahu kalau Pak Park memakai pengecang wajah dan Jaksa Shin seorang Buddhis.” Pfft....pegang rahasia apanya...
Jaksa Son terkejut medengar soal Pak Park. Jaksa Lee berkata Pak Park bahkan kecanduan operasi minor di wajah. Jika dilihat sangat dekat, akan kelihatan hasilnya.
Jaksa Son juga baru tahu kalau Hee Min menganut agama Buddha. Jaksa Lee berkata Hee Min rajin pergi ke vihara. Jaksa Son tertawa dan berkata ia tak percaya ia belum mendengar semua gosip itu.
“Apa itu membantumu lebih rileks?” tanya Jaksa Lee. Err...jadi itu beneran atau karangan Jaksa Lee untuk menyemangati Jaksa Son?
Jae Chan masuk ke kantornya, berharap para asistennya menyambutnya. Tapi kantornya kosong. Hyang Mi akhirnya masuk. Tapi ia malah terus berdiri membelakangi Jae Chan. Ia menyindir Jae Chan lebih suka melihat punggungnya. Jadi ia akan terus berjalan seperti itu mulai sekarang.
Pak Choi masuk dan terkejut melihat Jae Chan. Ia bertanya dengan khawatir apa Jae Chan sudah benar-benar sembuh. Ia berkata Jae Chan kelihatan lebih tirus sekarang, padahal wajahnya sudah kecil.
Terharu, Jae Chan memeluk Pak Choi dan berkata cuma Pak Choi yang menyambutnya. Hyang Mi menghentikan mereka berdua dan menyerahkan pekerjaan pertama Jae Chan hari itu. Inspeksi untuk donor organ. Jae Chan sudah tahu pekerjaan ini yang dimaksud Hong Joo.
Pak Choi bertanya kenapa Jae Chan diam saja. Jae Chan harus menandatangani berkas itu dan mengirimnya agar operasi transplantasi bisa segera dilakukan. Jae Chan bertanya bagaimana jika penyebab mati otaknya korban bukan karena kecelakaan tapi karena dilukai orang lain.
“Kalau begitu kau tidak boleh menyetujui transplantasi karena kita perlu melakukan otopsi,” kata Pak Choi, mengira Jae Chan hanya bertanya biasa.
Ia sama sekali tidak menyangka saat Jae Chan mengajaknya ke rumah sakit. Untuk menggali kasus itu sebelum ia menyetujui donor tersebut.
“Dia menggali lagi begitu kembali? Kerjaannya cuma menggali. Mungkin dia pikir dirinya tikus tanah atau semacamnya, “ gerutu Hyang Mi.
“Aku tadi sesaat lupa. Itu sebabnya tidak ada yang menyambutnya,” kata Pak Choi.
Woo Tak menelepon Jae Chan dan memberitahunya kalau ia sudah menangkap pelaku dalam kasus tersebut. Orang itu adakah Penulis Moon Tae Min. Jae Chan terkejut. Woo Tak berkata ia juga mendapatkan saksi. Tapi saksi itu seorang anak kecil hingga pernyataannya tak konsisten meski cukup detil. Ia berkata mereka akan meneruskan kasus itu ke kantor polisi Hangang.
Penulis Moon menelepon Yoo Bum mengenai situasinya, bahwa ia akan dipindahkan ke kantor polisi Hangang (mungkin polres kalau di sini., Woo Tak bekerja di polsek). Yoo Bum berkata yang menjadi amsalah bukan tuduhan penyerangan pada anak kecil itu, tapi polisi akan menggali kasus asisten pengajarnya juga.
“Bukankah kau bilang mereka tidak akan bisa melakukan otopsi setelah transplantasi organ? Mereka tidak akan bisa mengetahui penyebab kematiannya. Jadi aku bisa bebas sepenuhnya.”
Yoo Bum melarang Penulis Moon mengatakan apapun saat tiba di kantor polisi. Ia akan mengurus semuanya. Setelah menutup telepon, ia menyuruh supirnya mengantar ke rumah sakit tempat Hwan dirawat.
Jae Chan dan Pak Choi memeriksa kondisi Hwan. Mereka menemukan memar di bagian leher Hwan. Hmmm...kenapa dokter tidak ada yang menyadari memar seperti itu ya?
Dokter berkata Chan Hon tidak perlu cuci darah lagi jika operasinya berjalan baik. Chan Ho senang karena ia akan bisa buang air seperti teman-temannya.
Tapi kegembiraan mereka hanya sesaat karena jaksa yang memeriksa donor telah pergi tanpa menyetujui pengambilan organ dan mungkin perlu dilakukan otopsi. Jaksa Son terpukul mendengar berita itu.
Yoo Bum bertanya pada perawat apakah saat ini sedang dilakukan pengambilan organ dari pasien bernama Lee Hwan. Ia mengaku temannya dan ingin tahu keadaannya. Perawat berkata jaksa sudah memeriksa namun tidak menyetujui pengambilan organ karena lukanya mungkin bukan karena kecelakaan.
Ia sangat marah saat mendengar jaksa itu adalah Jae Chan. Kaya udah punya feeling deh dia ;p Ia berharap kasus ini sampai ke pengadilan. Mereka akan bertempur di sana.
Jaksa Lee melihat Jaksa Son kembali dengan sedih. Jaksa Son menceritakan situasinya sambil menangis. Tapi pembicaraan mereka terhenti karena Asisten Kepala Park menyuruh mereka ke kantornya untuk membicarakan sesuatu.
Pak Park, Jae Chan, dan Hee Min sudah menunggu saat mereka tiba di sana. Hee Min berkata Jae Chan memperumit masalah lagi begitu kembali. Jaksa Lee membela Jae Chan, begitu juga Pak Park yang berkata kasus ini memang harus mereka selidiki.
Jae Chan menceritakan kalau ia baru saja memeriksa pasien yang diumumkan mati otak. Para dokter sedang menunggu persetujuannya untuk memulai pengambilan organ. Jaksa Son langsung lemas.
“Apa yang kaulakukan di sini?” tegur Jaksa Lee, “Operasi harus dilakukan segera. Setujui sekarang juga.”
Jae Chan berkata ia tidak bisa melakukannya karena ia merasa ini bukan kecelakaan. Ia memperlihatkan klip dari Hong Joo yang memperlihatkan wawancaranya saat peluncuran buku Penulis Moon. Lalu bagaimana Hwan dibawa keluar oleh beberapa orang. Dan satu jam kemudian ditemukan jatuh ke rongga lift bangunan yang sama.
Pak Park berkata ia dengar pemuda itu jatuh karena mabuk. Lagian ya kalau mabuk masa jatuhnya ke sana sih >,<
Jae Chan memperlihatkan bagian klip yang meliput tamu undangan di mana Hwan terlihat sama sekali tak menyentuh minumannya, tak seperti tamu lainnya.
“Jadi maksudmu seseorang mendorongnya?” tanya Pak Park.
Jaksa Lee bertanya apa Jae Chan sudah menemukan pelakunya. Ia berharap ini bukan hanya spekulasi Jae Chan karena menyangkut orang banyak.
Jae Chan berkata Penulis Moon adalah tersangka utamanya. Ia memberitahu kalau ia mendapat telepon dari polisi bahwa Penulis Moon ditangkap karena mengikuti seorang anak TK. Anak itu berkata ia melihat Penulis Moon di TKP.
Pak Park setuju ini memang mencurigakan. Mereka perlu melakukan otopsi. Hati Jaksa Son mencelos mendengar kata otopsi. Hee Min berkata mereka tidak bisa melakukan otopsi karena korban masih dianggap mati otak...bukan meninggal. Pak Park berkata kematian karena jantung berhenti berdetak biasanya akan terjadi dalam beberapa hari. Mereka bisa melakukan otopsi saat itu.
“Kalau begitu organ-organnya tidak bisa didonorkan,” protes Jaksa Lee.
Pak Park berkata apa mereka harus merelakan otopsi demi donor organ. Bagaimana jika pelakunya bebas?
“Bagaimana jika otopsi menunjukkan kalau itu kematian karena kecelakaan?” balas Jaksa Lee,” Tujuh orang yang bisa diselamatkan akan mati.”
Ia berkata ia tak habis pikir terhadap Jae Chan. Belum ada bukti kuat, bagaimana Jae Chan bisa melawan keluarga korban dan mendesak otopsi.
“Keluarga korban juga meminta oropsi,” kata Jae Chan.
Jaksa Lee marah dan berkata Jae Chan pasti membujuk mereka. Ia menuduh Jae Chan lebih mementingkan pencapaiannya daripada nyawa tujuh orang. Ini bukan tentang itu, kata Jae Chan. Pak Park juga memarahi Jaksa Lee.
“Kita tidak boleh menanganinya dengan emosi. Apa kau tidak tahu kita harus mengetahui penyebab kematian melalui otopsi jika diduga terjadi pembunuhan? Hanya dengan begitu kita bisa menyeret pelaku ke persidangan.”
“Kita harus punya bukti kuat. Apa bukti yang kita miliki sekarang sudah cukup untuk mengorbankan nyawa 7 orang?” tanya Jaksa Lee.
Hee Min sependapat dengan Jaksa Lee. Terlalu beresiko untuk tidak melakukan donor organ karena bukti yang mereka punya belum cukup kuat. Pak Park menanyakan pendapat Jaksa Son. Apakah mereka harus menyetujui pengambilan orang?
Selain Jaksa Lee, tidak ada seorang pun yang tahu kalau anak Jaksa Son adalah salah satu calon penerima donor. Jaksa Son terdiam sejenak.
“Aku merasa....kurasa....kita sebaiknya tidak menyetujuinya. Otopsi harus dilakukan. Aku merasa Jaksa Jung membuat keputusan yang benar.” Gosh...that’s must be so hard T_T
Ketika hanya berdua, Jaksa Lee bertanya apa Jaksa Son sudah kehilangan akal. Pasien mati otak itu harusnya memberikan ginjalnya untuk Chan Ho. Jaksa Son berkata ia tahu itu. Lalu kenapa Jaksa Son menyetujui otopsi? Apa menangkap pelaku lebih penting dari Chan Ho?
Jaksa Son berkata bukan itu maksudnya. Jaksa Lee dengan frustrasi berkata ia benar-benar tidak tahu kenapa Jaksa Son sampai mengambil keputusan seperti itu.
“Jangan bilang kau mengambil keputusan itu karena kau seorang jaksa.”
“Aku tidak membuat keputusan sebagai seorang jaksa. Ini adalah pilihanku sebagai orangtua. Jika aku adalah orangtua dari asisten pengajar itu, aku pasti ingin tahu kenapa puteraku meninggal. Itu lebih penting daripada menyelamatkan anak orang lain.”
Di rumah sakit, ayah Hwan menangis di depan puteranya yang terbaring tak sadarkan diri. Menanyakan siapa yang membuatnya jadi seperti itu. Ia akan menangkapnya dan memberi pelajaran berat.
“Entah itu menyangkut nyawa 7 atau 70 orang, memberi keadilan pada puteraku yang mati seperti itu lebih penting dari nyawa orang lain. Semua orangtua pasti merasa seperti itu. Karena itu aku merasa kita perlu melakukan otopsi. Aku mengatakannya bukan sebagai seorang jaksa tapi sebagai sesama orangtua.”
Jaksa Son menangis tersedu-sedu setelah mengatakan semua itu.
Jae Chan masih berada di kantor Pak Park. Pak Park berkata korban akan diumumkan meninggal dalam waktu kurang dari seminggu. Saat itu mereka bisa melkakukan otopsi. Ia menyuruh Jae Chan menolak permintaan pengambil organ.
Jae Chan ingat percakapannya dengan Hong Joo. Hong Joo bertanya apa yang akan Jae Chan pilih. Menyelamatkan tujuh orang, atau menangkap satu pelajku. Jae Chan balik bertanya apa yang akan dilakukan Hong Joo jika menjadi dirinya.
“Jika aku jadi kau, aku tidak akan memilih keduanya.”
Jae Chan bertanya pada Pak Park, bisakah mereka melakukan otopsi dan pengambilan organ di waktu yang sama. Ia sudah berbicara dengan dokter dan kasus seperti itu pernah terjadi meski jarang. Dan pelaku pada kasus-kasus tersebut ditetapkan sebagai pembunuh.
Pak Park berkata itu kasus yang jarang. Jika dilakukan transplantasi, maka mereka tidak bisa memeriksa organ-organ yang akan didonorkan. Nantinya akan sulit mengetahui penyebab kematiannya.
Jae Chan berkata kasus-kasus yang jarang itu memiliki banyak kesamaan dengan kasus mereka. Semua luka pada korban hanya di bagian kepala dan tidak mempengaruhi organ tubuh yang lain. Otopsi menunjukkan bekas cekikan di leher. Mereka tidak perlu memeriksa organ-organ tersebut karena penyebab kematian bisa ditentukan hanya dengan memeriksa bagian leher dan kepala.
Pak Park memikirkannya sejenak. Ia memutuskan untuk mempercayai Jae Chan. Pokoknya mereka harus tahu penyebab kematiannya. Jae Chan tersenyum dan mengiyakan.
“Jika aku adalah kau, aku akan menyelamatkan nyawa tujuh orang sekaligus menangkap pelakunya. Itu adalah pilihanku,” kata Hong Joo.
Jae Chan tersenyum. Karena pastilah itu juga yang ada di pikirannya.
Komentar:
Menurutku pilihan yang paling sulit adalah pilihan yang harus diambil Jaksa Son. Jae Chan akan kehilangan pekerjaan sementara Jaksa Son dapat kehilangan putera satu-satunya. Suatu hal yang sangat...sangat berat bagi orang tua.
Tapi ia tidak memikirkan dirinya sendiri, melainkan menempatkan dirinya di posisi ayah Hwan. Begitu juga Jae Chan. Mudah baginya untuk melarikan diri. Tapi ia memikirkan orang lain akan menghadapi dilema yang sama menggantikannya. Karena itu ia memilih untuk menghadapinya..
Bisa melihat masa depan adalah satu hal. tapi menghadapi suatu hal yang kita tahu sangat sulit, adalah hal yang luar biasa. Memang kehidupan nyata tidak seindah dan semudah yang terlihat dalam drama, tapi kita bisa memetik pelajarannya.
Seperti tadi, tidak memikirkan orang lain tapi menempatkan diri di posisi orang lain. Rasa empati dan simpati semakin sulit ditemukan akhir-akhir ini. Contohnya saja di medsos. Banyak orang mudah berkomentar negatif bahkan sangat kasar mengenai seseorang atau masalah tanpa memikirkan sama sekali bagaimana kalau mereka menjadi orang tersebut. Memprihatinkan.
Inilah kenapa aku suka drama Park Hye Ryun. Selalu ada pelajaran yang bisa diambil meski dramanya sendiri tidak sempurna. Drama yang kusebut sebagai drama yang memiliki hati...
And you always hit the right spot mbak fan...
BalasHapusBener. Drama ini ga sempurna. Entah saya aja yg nherasa atau memang drama ini dibikin emang buat nyampein pesan aja. Tiap kasus kita belajar banyak. Tp ga dibikin deg deg.an kayak drama sebelumnya. Jujur di drama ini meski ada ancaman kematiannya cenderung lbh santai haha. Masih inget dulu sampai menggos menggos nonton ihyb, sampai mewek banget sama so hyun di dream hugh. Sekarang nonton wyws lbh adem...
Terobosan baru dr swnim meski bukan selera banyak orang
yup...aku juga merasa ada gereget yang kurang dari segi ketegangan dan konflik utama...seperti apa akibat dari mengalihkan takdir-takdir itu..tapi aku suka tiap kasus dan juga karakter para tokohnya yang sangat manusiawi
Hapusbagus alur ceritanya mengalir apa adanya, suka banget deh sama bae suzy hahaha. Btw kak, klo mau download drama korea dimana ya??
BalasHapusJadi mbayangin... Nanti di akhir episode... Mungkin rahasia(bercandaan) yang di sampaikan jaksa lee ke jaksa son diungkap di depan
BalasHapusseluruh rekan2 kerjanya lalu yang lain memandang sinis (kamu yaaaa.... Ungkapin rahaiaku ke orang lain)ke jaksa Lee... Dan jaksa Lee pura2 ntifak tahu...
Luucccuuu Kali yaaa....
Ini drama ke 2 Suzy yg saya Suka setelah dream high 1. Dan drama jongsuk ke 4 yg paling saya suka setelah school 2013, I can here your voice dan pinocio.
BalasHapus