Seorang wanita berjalan seorang diri menyusuri gurun pasir dengan menarik gerobak berisi sebuah peti kayu. Sekelompok pasukan nampaknya sedang mencari dan memburunya.
Karena hari sudah malam, wanita itu beristirahat di sebuah kedai milik seorang nenek. Nenek itu mencoba berbincang-bincang dengan tamunya ini namun wanita itu bersikap dingin dan ketus.
Melihat wanita menuangkan arak di atas peti kayu yang dibawanya, nenek itu bertanya apakah ada seseorang yang meninggal (pada berbagai kebudayaan, menuangkan arak untuk menghormati orang yang sudah meninggal adalah sebuah tradisi) atau apakah wanita itu sudah membunuh orang.
“Hanya dua jenis orang yang melewati tempat ini. Seorang yang sudah membunuh orang lain, atau seorang yang akan meninggal.”
Wanita itu kesal dan mengancam akan memotong lidah si nenek jika mengoceh terus. Tapi nenek itu tidak nampak takut. Ia berkata sepertinya wanita itu sudah mengembara sangat lama dan bertanya ia hendak ke mana.
“Aku mencari sebuah penginapan. Aku dengar ada sebuah penginapan di tempat ini yang bisa menghibur jiwa-jiwa orang mati.”
“Kau pasti mencari Penginapan Bulan,” kata nenek itu, “Kudengar itu adalah penginapan untuk orang mati yang masih gentayangan di dunia ini.”
Wanita itu tidak lagi bersikap ketus dan terlihat penuh harap. Ia bertanya ke mana ia harus pergi mencarinya. Tapi si nenek berkata ia tidak bisa pergi ke sana. Hanya orang yang sudah mati yang bisa ke sana.
“Sama seperti orang-orang yang berdiri di sana,” Nenek itu melihat ke arah belakang wanita itu.
Dan tampaklah sekumpulan hantu bersenjata tak jauh dari wanita itu. Kelihatannya mereka sekelompok prajurit atau penyamun ketika mereka masih hidup. Wanita itu tidak menoleh. Ia berkata mereka orang-orang yang mati karena dirinya.
“Lalu siapa yang kaubunuh untuk orang-orang itu?” tanya si nenek.
Terkejut karena nenek itu sepertinya tahu banyak, wanita itu menghunus pedangnya ke leher si nenek dan mengancamnya untuk memberitahu jalan menuju penginapan tersebut. Di pedangnya terukir tulisan “bulan purnama”, Man Wol.
“Bulan yang dipenuhi banyak kemarahan,” kata si nenek.
Man Wol berkata ia berusaha bertanggungjawab atas orang-orang yang sudah ia bunuh, karena itu ia mencari penginapan tersebut. Nenek itu berkata Man Wol bahwa tidak mampu bertanggungjawab atas dirinya sendiri, mana mampu bertanggungjawab atas hidup orang lain.
Man Wol menghunus pedangnya ke lehernya sendiri dan berkata ia siap mati jika penginapan itu hanya bisa ditemukan orang yang sudah meninggal.
“Jiwa yang malang, kaupikir kau bisa menebus semuanya dengan mengorbankan nyawamu? Itu adalah keinginan yang sia-sia.”
“Hanya ini yang tersisa yang kumiliki,” kata Man Wol putus asa
.
Nenek berkata Penginapan Bulan adalah penginapan di mana jiwa-jiwa orang mati berkumpul. Mereka pergi ke sana atas keinginan mereka sendiri.
Terdengar suara derap kuda. Pasukan pengejar Man Wol sudah menemukannya. Man Wol siap menghadapi mereka. Namun ketika terkena pedang Man Wol, pasukan itu tiba-tiba lenyap. Nenek itu berkata kelompok pasukan tersebut juga orang-orang yang dibunuh Man Wol. Rupanya beberapa saat sebelumnya para pasukan tersebut sudah menemukan Man Wol dan ia membunuh mereka semua.
Tapi sepertinya Man Wol baru ingat dan memandang selendang penuh darah yang ia pungut setelah pertempuran tadi. Itu adalah selendangnya yang sempat terbawa angin dan menjadi penunjuk pasukan tersebut untuk menemukannya.
Ia menoleh dan menemukan dirinya seorang diri di tempat itu. Tidak ada kedai, tidak ada si nenek, bahkan tidak ada gerobaknya. Ia bertanya-tanya apakah ia sudah menjadi roh jahat hingga datang ke Penginapan Bulan dengan kedua kakinya sendiri.
“Sombong dan ceroboh. Kau adalah manusia yang mengasihani dirimu sendiri. Karena kau sendiri sudah menemukan tempat untuk membayar dosa-dosamu, maka sekarang bayarlah dosa-dosamu,” terdengar suara si nenek, yang adalah Dewa Mago (sepertinya Dewa Mago ini Dewa Bumi?).
Man Wol mendengar langkah-langkah kaki di belakangnya menuju ke arahnya. Ia berbalik sambil mengayunkan pedangnya. Tapi ternyata ia menebas sebuah pohon. Ingatan masa lalunya berkelebat di benaknya. Ia berusaha menarik pedangnya tapi pohon itu menelan pedangnya dan tumbuh membesar.
Angin bertiup kencang menerbangkan kayu dari berbagai penjuru dan secara ajaib tersusun dengan sendirinya menjadi sebuah bangunan yang sangat besar. Lengkap dengan papan nama “Penginapan Bulan”.
Tak jauh dari tempat itu Dewa Mago berkata Penginapan Bulan sudah menemukan pemilik barunya. Ia membuka peti kayu yang dibawa Man Wol. Isinya adalah benda-benda peninggalan orang yang sudah meninggal, seperti pedang dan perhiasan. Dewa Mago menarik gerobak yang membawa peti itu, diikuti oleh kunang-kunang yang bersinar (sepertinya mereka para roh orang mati yang mengikuti Man Wol tadi).
Tahun 1998....
Seorang ayah (cameo oleh Oh Ji Ho) duduk bersama puteranya di tepi Sungai Han. Anak itu, Gu Chan Seong, berulangtahun hari ini tapi si ayah tidak memiliki uang. Chan Seong sangat baik dan pengertian. Ia tidak menuntut hadiah maupun merengek dibelikan makanan. Ketika ayahnya hendak memungut uang yang terjatuh untuk dipakai membelikan makanan, ia malah mengambil uang itu dan mengembalikannya ke pemiliknya.
Seorang nenek menghampirinya dan memujinya anak yang baik. Nenek itu ternyata Dewa Mago, yang kali ini menyamar menjadi penjual bunga. Ayah Chan Seong mengusir si nenek dan berkata ia tidak mau membeli bunga.
Dewa Mago berkata awal kehidupan Chan Seong tidak beruntung karena memiliki ayah seperti itu. Tapi ia berkata takdirnya tidak buruk karena hidup susah di awal berarti keberuntungan akan datang kemudian.
Ayah tersinggung dan berkata ia akan mencari banyak uang untuk membelikan hadiah bagi Chan Seong. Dewa Mago langsung menawari bunga untuk dijadikan hadiah. Ayah men
olak dengan galak. Tapi Chan Seong berkata hadiah bunga juga bagus, tidak perlu dibeli hanya tinggal dipetik. Ia lebih tidak ingin ayahnya melakukan hal berbahaya demi mencari uang baginya. Dewa Mago nampak tersentuh dengan perkataan Chan Seong.
Di bagian sungai Han yang lain terdapat kehebohan karena ditemukan mayat seorang wanita. Roh wanita tersebut keluar dari air. Ia melihat sendiri tubuhnya diangkut ke dalam ambulan, juga beberapa orang yang sepertinya para pembunuhnya karena mereka pergi begitu memastikan kalau ia sudah tewas. Hantu wanita itu memandang bulan purnama yang bersinar terang malam itu.
Penginapan Bulan berkembang mengikuti perkembangan jaman menjadi sebuah hotel, namanya pun berganti menjadi Hotel Del Luna. Namun pemiliknya tetap sama, Jang Man Wol yang tidak terlihat menua meski penampilannya berubah seiring perubahan jaman.
Pada bulan purnama seperti ini biasanya tamu hotel semakin banyak karena mereka bisa melihat hotel itu bahkan dari tempat yang jauh. Tapi Man Wol tidak terlihat senang. Masih seperti dulu, ia bersikap dingin dan ketus. Mengomel kalau moodnya memburuk saat melihat bulan purnama. Dan ia melarang manajernya untuk menerima tamu yang mati mengenaskan. Toh mereka sudah mati dan tidak buru-buru.
Untungnya Manajer No sudah sangat tahu kepribadian majikannya. Ia hanya tersenyum dan berkata mereka sebaiknya tidak pandang bulu dalam menerima tamu. Ia akan memastikan kalau tamu-tamu yang mengenaskan itu tidak mengganggu Man Wol. Man Wol menggerutu kalau ia muak melihat bulan purnama.
Ayah Chan Seong nekat mencuri mesin kas di suatu tempat dan lari dari kejaran polisi. Tapi ia jatuh berguling-guling saat menuruni tangga batu. Anehnya ia tidak apa-apa dan terus berlari menghindari polisi. (sialnya, mesin kas itu hanya berisi sedikit uang receh)
Hingga ia tiba di depan Hotel Del Luna dan berniat bersembunyi di sana. Ia mengintip ke dalam tapi ragu untuk masuk karena penampilannya yang lusuh. Saat ia sedang merapikan diri sebisa mungkin, ia melihat seorang wanita basah kuyup bertelanjang kaki masuk ke dalam hotel.
Ji Hyun Jeong (P.O), si penerima tamu hotel, menyambut hantu wanita itu dengan ramah dan bertanya sudah berapa lama ia meninggal. Sepuluh hari, jawab hantu wanita itu. Hyun Jeong mengantar wanita itu masuk ke dalam lift.
Merasa penampilannya lebih baik dari wanita yang baru saja dilihatnya, ayah Chan Seong memberanikan diri untuk masuk dan naik ke lift berikutnya.
Ia terkagum-kagum melihat begitu luas dan mewahnya lobi hotel itu. Tanpa sengaja ia duduk di depan hantu wanita yang masuk sebelum dirinya. Melihat pucatnya wanita itu, ayah Chan Seong bertanya apakah ia tidak apa-apa karena ia nampak kurang sehat. Dan dari mana ia bisa sebasah itu.
“Sungai Han,” jawab hantu wanita itu.
Meski merasa aneh ayah Chan Seong tidak mempertanyakannya lagi. Ia bertanya apakah biaya di hotel ini mahal. Hantu itu menjawab ia juga tidak tahu karena ia baru pertama kali ke sini. Saat ayah Chan Seong menoleh, barulah hantu itu melihat ada luka berdarah di kepala ayah Chan Seong. Apa yang terjadi, tanyanya. Aku jatuh berguling di tangga, jawab ayah Chan Seong.
Ternyata ayah Chan Seong bukannya tidak apa-apa setelah jatuh. Kakinya patah dan kepalanya terluka parah. Tapi ia belum meninggal hingga saat mendengar suara peluit polisi ia masih mengira polisi sedang mengejarnya. Ia cepat-cepat berdiri dan pergi dari lobi.
Ia sempat berpapasan dengan Manajer No dan Hyun Jeong. Namun pura-pura tidak ada apa-apa dan cepat-cepat pergi. Tapi Manajer No berkata pada Hyun Jeong kalau ayah Chan Seong datang ke tempat yang salah. Ayah Chan Seong belum meninggal.
“Jika Nona Jang melihatnya, ia akan mati,” kata Manajer No. Mereka harus segera mengeluarkan ayah Chan Seong dari tempat ini.
Ayah Chan Seong berkeliaran di dalam hotel untuk mencari tempat bersembunyi. Ia memutuskan akan bersembunyi di toilet. Namun ia sempat melewati sebuah vas antik dengan patung ular emas melingkari vas itu. Ia sempat mengambil vas itu dan berniat untuk mencarinya. Tapi tidak jadi karena lebih penting bersembunyi saat ini. Ia menaruh kembali vas itu dan pergi. Ia tidak tahu ketika ia pergi, ular emas itu tiba-tiba hidup dan turun dari vasnya.
Ayah Chan Seong pergi ke area kolam renang dan terkejut saat melihat kolam renang itu ternyata sebuah pantai. Lengkap dengan pasir dan berbagai fasilitas rekreasinya. Pegawai tempat itu, Ibu Choi Seo Hee, bertanya apa ayah Chan Seong ingin berenang dan menanyakan nomor kamarnya. Ayah Chan Seong menolak dan cepat-cepat pergi dari sana. Ia juga cepat-cepat pergi dari bar saat disapa oleh bartender Kim Sun Bi. Ia tiba di balkon dan terkejut melihat begitu tingginya bangunan hotel itu.
Sementara itu para pegawai hotel berkumpul membicarakan keberadaan orang yang masih hidup di hotel tersebut. Ibu Choi berkata ayah Chan Seong akan mati jika tidak segera pergi dari hotel ini. (hmm...akan mati karena Man Wol atau karena berada dalam hotel ini?)
Tapi Bartender Kim menganggap kemarahan Man Wol pada mereka jauh lebih mengerikan dari kematian. Bisa-bisa mereka diomeli selama 50 tahun karena masalah ini. Man Wol selalu mengancam akan mengirim mereka ke kehidupan selanjutnya jika mereka melakukan kesalahan dan mereka belum mau pergi karena masih ada yang ingin mereka lakukan di dunia ini.
Manajer No berkata penyusup itu tidak akan bisa meninggalkan hotel jika Man Wol menemukanya, dan ia akan mati. Sayangnya Man Wol menemukan bahwa ular emas di vasnya menghilang dan menyadari ada seorang pencuri berkeliaran di hotelnya.
Ayah Chan Seong tiba di sebuah taman yang sangat luas. Ia menemukan di tengah taman itu sebuah pohon tua yang besar dan tidak berdaun. Tapi tumbuh beberapa bunga di salah satu dahannya. Bunga ungu berkilau yang sangat cantik.
Teringat perkataan Chan Seong bahwa hadiah bunga pun tidak apa-apa, ayah Chan Seong berusaha meraih bunga itu untuk dijadikan hadiah ulang tahun. Akhirnya ia berhasil mematahkan sebuah dahan berbunga.
Tapi tiba-tiba sebuah kekuatan tak terlihat menariknya dan melemparnya ke tanah. Man Wol menghampirinya dan menginjaknya. Ayah Chan Seong mengaduh kesakitan.
“Apa ini? Karena kau masih bisa merasa sakit, apa kau masih hidup?”
Ayah Chan Seong marah dan menyuruh Man Wol menyingkirkan kakinya. Ia menyangkal saat dituduh mencuri.
“Lalu apa ini?” tanya Man Wol sambil mengetuk jaket ayah Chan Seong dengan kakinya
.
Seekor ular emas keluar dari jaket tersebut. Ayah Chan Seong berteriak ketakutan.
“Kau mencoba mencurinya. Apa kau mau digigit sampai mati olehnya?” tanya Man Wol.
Ayah Chan Seong berlutut ketakutan dan meminta maaf. Ia berkata ia pantas mati.
“Kalau begitu mati saja,” kata Man Wol dingin.
Ayah Chan Seong berkata ia belum bisa mati sekarang.Tapi Man Wol berkata semua orang pada akhirnya akan mati. Daripada bolak balik, lebih baik mati sekarang saja karena sudah sampai tempat ini.
“Kurasa kau belum menyadarinya tapi kau sekarang sedang sekarat.”
Ayah Chan Seong melihat tangannya mulai tembus pandang. Ia langsung panik. Sementara itu dokter berusaha menyelamatkan ayah Chan Seong dengan melakukan CPR dan alat kejut jantung. Chan Seong menangis melihat ayahnya seperti itu.
Ayah Chan Seong berkata ia belum bisa mati karena puteranya menunggunya. Ia menjelaskan bunga yang ia ambil itu untuk hadiah ulang tahun puteranya. Tapi Man Wol berkata pohon itu tidak pernah berbunga. Ayah Chan Seong berusaha meyakinkan kalau ia mengambil bunga itu dari pohon tua tersebut.
Man Wol merasa aneh pohon tersebut memberikan bunga dan rantingnya untuk ayah Chan Seong. Apa untuk menyelamatkannya?
Ayah Chan Seong berkata puteranya seorang yang pintar dan baik, terlalu baik untuk ayah sepertinya. Ia berjanji tidak akan berbuat buruk lagi jika ia diampuni. Ia akan membesarkan puteranya sebaik mungkin.
“Baik, aku akan mengampunimu. Kembalilah dan besarkan puteramu dengan baik. Lalu berikan dia padaku.”
Ayah Chan Seong terkejut. Man Wol berkata ia sudah menyelamatkan ayah Chan Seong jadi ia meminta Chan Seong sebagai gantinya. Karena Chan Seong masih kecil, ia memberikan waktu 20 tahun untuk ayah Chan Seong membesarkannya.
Jika ayah Chan Seong tidak mau, maka ia akan mati dalam waktu beberapa menit. Awalnya ayah Chan Seong keberatan. Tapi ia berpikir Chan Seong akan sendirian jika ia meninggal. Melihat dirinya semakin tembus pandang, akhirnya ayah Chan Seong meminta diampuni.
“Baik, dua puluh tahun kemudian aku akan menjemput puteramu.”
Man Wol mendorong sedikit kepala ayah Chan Seong dengan tangannya.
Seketika itu juga ayah Chan Seong tersadar di rumah sakit. Ia hidup. Chan Seong segera memanggil dokter. Ia menangis lega melihat ayahnya sembuh.
Man Wol memungut bunga yang ditinggalkan ayah Chan Seong lalu melemparnya ke arah pohon tua. Bunga itu hancur sebelum mengenai pohon tersebut.
Saat meninggalkan rumah sakit, Chan Seong dan ayahnya melihat upacara pemakaman seorang polwan. Ayah Chan Seong mengenali wanita itu. Ia adalah wanita basah kuyup yang dilihatnya di hotel Del Luna. Ia mulai berpikir apa yang dialaminya bukanlah mimpi.
Sementara itu hantu polwan menghadap Man Wol. Ia bercerita ia dibunuh karena identitasnya terungkap saat ia menyamar dalam tugasnya. Man Wol berkata karena polwan itu meninggal dalam melakukan tugas mulia, ia akan diantar limosin kelas 1 menuju alam baka setelah beristirahat beberapa hari di hotelnya.
Tapi polwan itu berkata ia tidak bisa pergi begitu saja. Man Wol tersenyum dan berkata semua tamunya berkata seperti itu. Apa yang polwan itu inginkan? Balas dendam pada para pembunuhnya?
“Sebagai info, kami tidak bisa mengambil nyawa manusia. Kami bisa menyiksa mereka sedikit tapi itu akan menjadi dosa yang mempengaruhi kehidupan selanjutnya dengan buruk. Bisa saja kau terlahir menjadi anjing atau babi, padahal kau bisa terlahir kembali dengan kondisi bagus.”
Ia menasihati agar polwan itu berpikir baik-baik jika hanya untuk melampiaskan kemarahannya. Tapi polwan itu berkata ia tidak ingin balas dendam. Ia bertugas menangkap seseorang yang tidak bisa ditangkap dengan hukum manusia. Ia hanya ingin menyelesaikan tugasnya dengan menangkap orang itu.
“Untuk tugas yang berhubungan dengan dunia ini, kau harus membayar dengan uang dunia. Apa kau memilikinya?” tanya Man Wol yang merasa seorang polwan tak mungkin memiliki uang banyak.
Tapi polwan itu mengangguk. Man Wol langsung tersenyum cerah dan berkata apa yang bisa ia lakukan untuknya.
Polwan itu mengeluarkan peluru yang tertanam di kepalanya. Peluru yang sudah membunuhnya. Lalu menyerahkannya pada Man Wol.
Orang yang ingin ditangkap polwan itu adalah seorang pejabat, seorang walikota bernama Park Kyu Ho. Walikota Park sedang menghadiri sebuah acara pemberian penghargaan. Ia memberikan penghargaan kepada seorang pengusaha. Lebih tepatnya seorang mafia, karena mafia itulah yang membunuh bu polwan.
Di tengah acara tiba-tiba terdengar bunyi berdenging memekakkan telinga lalu semua kamera tiba-tiba padam. Pintu terbuka dan Man Wol melangkah ke dalam menenteng senjata laras panjang.
Tapi hanya Walikota Park yang bisa melihatnya. Ia berteriak-teriak menyuruh orang-orang menghentikan Man Wol. Tapi mereka bingung dengan sikap Walikota Park. Man Wol menembakkan senjatanya ke arah jantung Walikota Park. Walikota Park terjatuh sambil memegangi dadanya dan berkata ia ditembak.
Orang-orang mengira ia sudah gila. Walikota Park melihat dadanya tapi tidak ada luka di sana. Ia berteriak saat melihat hantu bu polwan muncul menghampirinya. Saking takutnya ia sampai jatuh terguling dari panggung. Kamera kembali menyala dan merekam momen Walikota Park panik ketakutan sambil menyebut-nyebut nama bu polwan.
Hantu bu polwan menangis. Di tengah kekacauan itu, Man Wol tersenyum puas dan melenggang pergi.
Manajer No berkata Man Wol sudah menangkap orang itu di tempat yang lebih buruk dari penjara, yaitu rumah sakit jiwa. Dan bayaran mereka sudah mereka dapatkan. Ternyata polwan itu sempat menyimpan beberapa butir berlian sebagai barang bukti. Dan berlian-berlian itu digunakan untuk membayar Man Wol.
Man Wol sangat senang karena ia senang minum champagne dan sekarang ia punya banyak uang untuk membelinya. Tapi Manajer No mengambil berlian-berlian itu dan berkata mereka harus membayar hutang mereka dan kebutuhan mereka yang akan datang. Man Wol mengomel bagaimana bisa biaya mengelola hotel begitu besar.
Manajer No berkata itu karena gaya hidup Man Wol yang senang berganti mobil, berbelanja dan minum minuman mahal. Biaya mengelola hotel malah tak seberapa. Ia juga menyarankan agar mereka menyisihkan sedikit untuk mempersiapkan penggantinya. Awalnya Man Wol tidak setuju tapi akhirnya ia menyerah dan sambil cemberut mengambil 2 butir berlian yang tersisa. Nurut juga ternyata ;p
Ayah Chan Seong terkejut menemukan tabungannya bertambah 100 juta won (sekitar 1,2 milyar rupiah). Ia benar-benar sudah menjual anaknya. Ia iingin membatalkan kesepakatannya dengan Man Wol dan mengembalikan semua uang itu. Mereka mencari hotel itu tapi tentu saja tidak menemukannya.
Saat Chan Seong sendirian menunggu ayahnya, sebuah mobil mewah berhenti di depannya. Man Wol membuka kaca jendela dan tersenyum padanya. Chan Seong balas tersenyum. Man Wol kembali bersikap dingin. Lalu mobil itu pun pergi.
Man Wol memerintahkan Manajer No untuk mengirim bunga primrose kuning pada setiap hari ulang tahun Chan Seong agar ayahnya tidak melupakan kesepakatan mereka.
Tahun 2019... (dua puluh satu tahun kemudian)
Chan Seong sudah dewasa dan ia akan bekerja di sebuah hotel mewah. Sebelumnya ia sudah bekerja di hotel Singapur dan nampaknya resumenya sangat bagus hingga hotel mewah ini berkali-kali ingin mempekerjakan Chan Seong. Presdir hotel itu bertanya kenapa akhirnya Chan Seong menerima tawaran mereka.
“Karena sudah 20 tahun berlalu. Aku sudah berjanji pada ayahku tidak akan kembali ke Korea selama 20 tahun. Dan tahun lalu adalah tahun keduapuluh jadi sekarang aku bisa kembali.”
Ia berkata ayahnya percaya kalau ia pulang sebelum duapuluh tahun akan ada ketidakberuntungan. Presdir hotel itu mengerti dan tidak bertanya lebih jauh lagi. Chan Seong bertanya apakah duapuluh tahun lalu di Seoul ada hotel yang luarnya dipenuhi tanaman ivy dan tingginya mencapai hampir seratus lantai. Tentu saja tidak ada. Sekarang pun tidak ada....setidaknya di mata manusia.
Tapi rasa lega Chan Seong hanya sekejap karena tak lama kemudian ia mendapati seseorang mengirim hadiah ulangtahun untuknya ke hotel itu. Tanpa perlu menanyakan pun ia sudah tahu hadiahnya adalah bunga primrose kuning. Ia bertanya-tanya kenapa ia masih menerima hadiah ini padahal sudah lewat dari 20 tahun.
Ia melihat ada kartu di bunga itu bertuliskan Hotel Del Luna. Ia membacanya dan tertulis kalau Chan Seong telah diterima bekerja di Hotel Del Luna dan bekerja mulai besok. Apakah hotel itu benar-benar ada? Ia melihat alamatnya. Myeongdong.
Di stasun subway ia mulai ragu apakah ia harus ke Myeongdong. Akhirnya ia membuang bunga hadiahnya dan berbalik pergi. Ia tidak pergi ke sana.
Di subway, ia mencoba mencari gerbong yang kosong. Akhirnya ia tiba di sebuah gerbong yang kosong. Namun aneh sekali karena gerbong itu hanya berisi satu penumpang sementara gerbong lainnya penuh sesak sampai-sampai banyak penumpang yang berdiri.
Ia melihat penumpang itu. Seorang wanita anggun yang membawa bunga. Bunga yang tadi dibuangnya di stasiun. Ia memberanikan diri menghampiri wanita itu dan bertanya apakah ia yang sudah membelinya dari ayahnya.
Man Wol tersenyum melihat ketenangan Chan Seong. Tadinya ia pikir Chan Seong akan bertanya siapa dirinya. Chan Seong berkata ia sudah diberitahu ayahnya dan Man Wo sama persisi seperti yang diceritakan oleh ayahnya.
“Anda adalah Jang Man Wol, pemilik Hotel Del Luna, bukan? Orang yang selama ini mengirimiku bunga itu di hari ulang tahunku.”
Man Wol bertanya apa Chan Seong membuang bunganya setiap kali menerimanya. Chan Seong mengaku ia ketakutan setiap kali menerima bunga. Takut jika perkataan ayahnya benar dan Man Wol akan menjemputnya. Man Wol bertanya itukah sebabnya Chan Seong terus berpindah-pindah tempat.
Chan Seong berkata ia terus melarikan diri tapi ia tidak menyangka Man Wol benar-benar akan menjemputnya. Ia meremehkan berpikir semuanya sudah berakhir tahun lalu. Man Wol berkata justru ia sudah menyangkanya karena itu ia menjemputnya baru tahun ini.
“Karena aku sudah memberimu istirahat satu tahun, datanglah bekerja padaku mulai besok.”
Chan Seong bertanya apa Man Wol akan membunuhnya jika ia tidak mau. Man Wol berkarta Chan Seong sepertinya tidak takut padanya.
“Yah, aku memang terlalu cantik untuk terlihat menakutkan.”
Chan Seong berkata ia setuju. Karena itu ia memutuskan untuk menganggap Man Wol bukan orang yang menakutkan dan akan terus menolak tawarannya.
Man Wol berkata mengirim bunga setiap ulang tahun adalah ide yang salah, seharusnya ia mengirim burung terpenggal untuk Chan Seong.
“Kali ini aku akan memberikan hadiah yang berbeda.”
Ia bangkit berdiri. Seketika kereta itu menjadi gelap gulita dan Man Wol mulai menghampiri Chan Seong. Chan Seong berusaha menutupi rasa takutnya. Ia berkata Man Wol pasti seorang yang berkuasa dan hotelnya pasti sukses, jadi untuk apa mempekerjakan orang biasa seperti dirinya. Tidak bisakah Man Wol melepaskannya saja? Tidak bisakah Man Wol melepaskannya saja?
Man Wol mengelus kepala Chan Seong (kucing kali yaaa) tapi Chan Seong semakin takut dan bertanya apa Man Wol hendak memenggalnya sebagai hadiah ulangtahunnya.
Man Wol tak mengatakan apapun. Ia mendekati wajah Chan Seong lalu pelan-pelan meniup matanya. Ia berkata Chan Seong tak perlu khawatir karena kepalanya masih tersambung dengan lehernya.
“Apa yang baru saja kaulakukan padaku?” tanya Chan Seong.
“Itu hadiah. Selamat ulang tahun. Hadiah tahun ini akan menjadi sangat spesial,” jawab Man Wol pelan.
Kereta pun berhenti. Chan Seong menuju pintu keluar tapi tiba-tiba berhenti dan menoleh pada Man Wol. Man Wol bertanya apa Chan Seong masih ingin bersamanya. Chan Seong mengambil bunga hadiah ulangtahunnya dan berkata ia tidak bermaksud membuang hadiahnya, hanya saja tanaman dan hewan diperiksa di bandara. Lalu ia cepat-cepat turun. Man Wol tersenyum geli mendengarnya. Kereta pun kembali berjalan.
Chan Seong masih shock dengan apa yang baru saja dialaminya. Ia bingung mengapa Man Wol berkeras mempekerjakannya. Ia teringat ayahnya selalu menyuruhnya untuk melarikan diri karena hotel itu tempat menakutkan. Ia bahkan melihat orang mati di sana. Ia mewanti-wanti agar Chan Seong melarikan diri jika bertemu dengan Man Wol.
Terngiang perkataan ayahnya, Chan Seong langsung pulang dan membereskan semua barangnya. Ia berniat meninggalkan Korea. Ia menelepon hotel mewah tempatnya akan mulai bekerja dan berkata ia tidak bisa bekerja di sana.
Tiba-tiba matanya terasa aneh. Ia mengucek-nguceknya. Saat ia menatap ke seberang jalan, ia melihat seorang wanita berkacamata hitam dengan wajah yang sangat pucat. Jadi hadiah Chan Seong adalah bisa melihat roh orang mati alias hantu.
Manajer No berkata Chan Seong pasti panik. Tapi Man Wol berkata Chan Seong harus membiasakan diri karena akan bekerja di hotel mereka. Ia harus bisa melihat para pelanggan. Manajer No khawatir Chan Seong mengalami hal buruk karena Man Wol tidak memberitahu soal hadiahnya itu.
Man Wol tersadar dan berkata ia tidak bisa membiarkan Chan Seong tewas karena terkejut melihat hantu. Semua akan kacau nantinya.
Chan Seong sedang menanti taksi di pinggir jalan. Ia mengira hantu wanita itu juga sedang menunggu taksi. Takut didahului ia berkata ia sudah menunggu duluan jadi taksi yang datang pertama akan ia naiki duluan.
Hantu itu menoleh mendengar ada manusia yang berbicara padanya. Chan Seong mengira “wanita” itu hendak protes. Ia membela diri wanita itu sudah melihatnya berdiri di situ sejak tadi.
“Aku tidak melihatnya. Aku tidak bisa melihat,” kata hantu itu sambil membuka kacamata hitamnya.
Astaga bolong matanya >,<
Chan Seong berteriak kaget. Hantu itu berusaha menghampiri Chan Seong. Chan Seong hendak melarikan diri dengan taksi tapi hantu itu tiba-tiba berbalik. Tanpa berpikir lagi, Chan Seong lari sambil berteriak ketakutan.
Karena Chan Seong terus berteriak, hantu itu terus mengejar dengan mengikuti suara Chan Seong. Sementara itu diam-diam Man Wol mengikuti Chan Seong.
Hantu itu berhasil menemukan Chan Seong. Chan Seong tak sanggup lari lagi. Ia berteriak-teriak menyuruh hantu itu pergi. Ia makin panik ketika hantu itu hendak melepas kacamata hitamnya lagi.
“Jangan dibuka!! Jangan dibuka, kumohon!!”
Saat Chan Seong terus berteriak putus asa tiba-tiba seseorang menutup mulutnya. Man Wol memberi isyarat agar Chan Seong tidak bersuara. Ia melempar batu ke arah lain dan hantu itu pun pergi mengikuti suara itu.
Mengetahui Chan Seong akan melarikan diri, Man Wol menyindir kalau hadiahnya kali ini tidak akan terdeteksi pemeriksaan di bandara. Dan Chan Seong tidak bisa membuangnya.
Chan Seong jadi marah dan menuduh Man Wol mengirim makhluk aneh tadi. Man wol berkata ia tidak mengirim hantu itu, ia hanya membuat Chan Seong bisa melihatnya. Melihat apa yang sebelumnya tidak bisa dilihat. Yaitu roh orang mati.
Ia menyuruh Chan Seong mengikutinya karena ada restoran terkenal yang dilihatnya di TV di daerah ini. Chan Seong bertanya apa makhluk aneh tadi akan membunuhnya jika ia tidak mengikuti Man Wol.
“Kau tidak akan mati. Apa yang kaulihat tadi tidak memiliki kekuatan untuk membunuh yang masih hidup. Puas?”
Chan Seong berkata ia tidak akan ikut ke manapun sebelum Man Wol mengembalikan matanya seperti semula. Tapi Man Wol balas mengancam akan menutup mata Chan Seong selamanya jika restoran itu keburu tutup gara-gara Chan Seong lamban.
Chan Seong terpaksa mengikuti Man Wol ke restoran yang diinginkan Man Wol. Untunglah restoran itu belum tutup tapi tak lama kemudian pemilik memasang pengumuman kalau makanan mereka sudah habis. Man Wol berkata untung saja mereka tiba tepat waktu.
Chan Seong bertanya apa ia akan terus menerus melihat hal menyeramkan seperti tadi. Man Wol berkata Chan Seong hanya kurang beruntung hingga langsung melihat yang menyeramkan. Tidak semuanya menakutkan. Ia menunjuk hantu anak kecil di meja ujung yang makan sendirian dengan lahap. Jika dilihat sekilas malah seperti manusia biasa.
Chan Seong bertanya mengapa hantu anak itu ada di sana. Man Wol menjawab beberapa dari mereka gentayangan karena mati tiba-tiba dan tidak sadar kalau mereka sudah meninggal. Beberapa terobsesi pada apa yang mereka sukai saat mereka masih hidup.
Masih ingat Walikota Park yang jadi gila karena melihat Man Wol dan hantu polwan? Ia sudah dibebaskan dan menjadi gelandangan. Ia melihat Man Wol dari luar restoran dan mengenalinya.
Chan Seong bertanya mengapa Man Wol membuatnya bisa melihat hal-hal seperti itu. Man Wol berkata Chan Seong akan tahu begitu datang ke Del Luna. Kalau saja Chan Seong langsung menurut pasti tidak akan serepot ini.
“Sekilas...bahkan tampak dekat, kau seperti manusia biasa. Apa kau yakin kau sudah meninggal juga?” tanya Chan Seong.
“Aku belum meninggal. Aku hanya ada,” jawab Man Wol sedikit getir.
Chan Seong bertanya apa itu artinya Man Wol akan meninggal suatu saat nanti. Man Wool bertanya mengapa Cha Seong menanyakannya? Apa Chan Seong akan membunuhnya? Ia menantang Chan Seong untuk makan mandu (sebesar bapau) dalam satu suapan. Jika berhasil, ia akan memberi kesempatan pada Chan Seong untuk membunuhnya.
Setelah keluar dari restoran, Man Wol menyuruh Chan Seong membelikan minum untuknya. Dengan ancaman akan dibunuh, Chan Seong lagi-lagi terpaksa menurut. Tapi Man Wol sengaja menyuruh Chan Seong pergi karena ia merasakan ada seseorang yang menunggunya.
Walikota Park keluar dari tempatnya bersembunyi dan menghampiri Man Wol. Ia berkata ia yakin Man Wol yang dulu menikamnya. Melihat keadaan Walikota Park, Man Wol berkata pasti kejahatannya sangat buruk. Kehipan selanjutnya akan lebih buruk lagi.
Walikota Park mengeluarkan sebatang besii tajam lalu menikamkannya ke dada Man Wol. Man Wol hanya menatapnya. Chan Seong tiba dan berteriak. Walikota Park berjalan pergi sementara Man Wol terduduk lemas.
“Kenapa manusia tidak pernah memikirkan kesalahannya dan selalu menyalahkan orang lain,” ujar Man Wol.
Chan Seong menanyakan keadaan Man Wol. Man Wol tersenyum pahit dan bergumam kalau ia tidak bisa mengejek pria tua tadi karena dulu ia juga segila itu dan membawa-bawa senjata. Ia berkata tadi Chan Seong gagal memakan mandu dalam satu suap namun ia akan memberi kesempatan kedua.
“Jika kau ingin melarikan diri, pergilah. Jika kau berbalik dan pergi..aku akan menghlang dari
hadapanmu seperti yang kauinginkan. Pergilah. Jika kau tidak pergi sekarang, kau akan terlambat.”
Chan Seong nampak ragu, tapi akhirnya ia berlari pergi. Man Wol menghela nafas lalu memejamkan matanya.
Tapi kemudian terlihat Chan Seong berlari menghampiri sambil menarik gerobak bekas sayuran. Ia berkata ia akan menolong Man Wol. Ia akan membawanya ke rumah sakit atau Del Luna.
Ia hendak membantu Man Wol berdiri tapi Man Wol menepis tangannya. Man Wol tampaknya terkejut Chan Seong benar-benar kembali lagi untuk menolongnya. Chan Seong berkata geroba itu tidak kotor. Ia bahkan membersihkan sisa sayuran di gerobak itu. Hanya saja ia tidak sanggup menggendong Man Wol.
Man Wol bangkit berdiri dan mencabut batang besi yang menancap dari tubuhnya.
“Gu Chan Seong, kau benar-benar seorang yang rapuh, bukan? Aku menyukai hatimu yang lemah itu,” katanya sambil memutar-mutar besi itu di tangannya..
Merasa dibohongi, Chan Seong berkata sepertinya orang lemah sepertinya telah membuang-buang waktu untuk menolong orang yang tidak mati karena tikaman. Karena itu ia akan pergi. Tapi Man Wol berkata Chan Seong tidak boleh pergi.
Ia membuat besi itu melayang di atas tangannya dan memutarnya. Chan Seong mengira Man Wol hendak membunuhnya. Man Wol menjentikkan jarinya. Besi itu meluncur melewati Chan Seong, menancap di tubuh Walikota Park. Lalu tubuh Walikota Park hancur lebur.
Man Wol berkata ia sudah memberikan kesempatan tapi Chan Seong tidak menggunakannya. Jika Chan Seong melarikan diri sekarang, ia akan membunuhnya.
Komentar:
Finally...sebuah drama yang bukan hanya menarik secara alurnya tapi juga efek sinematografi yang keren. Aku sudah menonton banyak drakor fantasi dengan efek visual yang bagus, tapi drama ini lebih mendetil. Paling suka ketika batangan kayu membentuk Penginapan Bulan, juga ketika Hotel Del Luna “bertumbuh” menjadi hotel terbesar dan tertinggi di Seoul.
Saking fokusnya nonton, aku sampai tidak sadar kalau drama ini lebih panjang dari drama biasanya. Mulai sadar waktu merasa nulis sinopnya kok ngga selesai-selesai haha XD
Masa lalu Man Wol sengaja dibuat misteri dan akan terungkap sedikit demi sedikit. Namun aku tertarik dengan kepribadian Man Wol yang sesungguhnya. Jelas Man Wol di masa lalu seorang yang penuh kesedihan, kemarahan, kepahitan, penderitaan, dan keputusasaan.
Man Wol yang sekarang lebih unik karena di balik sikap dingin, cuek, dan kejamnya...ia tampaknya...tampaknya lho ya, masih memiliki hati yang baik. Buktinya ia masih mau mendengarkan nasihat manajernya yang tua. Ketika ia memberi kesempatan pada Chan Seong untuk melarikan diripun, sepertinya ia sungguh-sungguh melakukannya, karena ia terlihat tidak menyangka Chan Seong akan kembali untuk menolongnya. Ancaman membunuh Chan Seong hanyalah ancaman kosong untuk membuat Chan Seong menurut.
Tapi akhirnya ia membunuh Walikota Park. Apakah ia diperbolehkan melakukan hal itu? Setahuku Walikota Park masih manusia dan Man Wol berkata itu tidak diperbolehkan. Mudah-mudahan ada penjelasan selanjutnya.
Finally... Mba Fanny come back
BalasHapusmaaf lama updatenya^^ aplikasi bogging offline ku lagi eroor jadi editnya lebih lama >,<
HapusMeskipun agak lama tapi tidak masalah Mba, yang penting bisa baca komentar Mba Fanni di akhir sinopsis. Sebenarnya sdh nonton drama ini sampai eps 8, tapi rasanya blm afdhal kalau belum kemari, sekaligus penasaran akan sudut pandang Mba Fanny mengenai drama ini. Ditunggu recap unt episode berikutnya. Terima kasih Mba Fanny
HapusAlhamdulillah kak Fanny kembali
BalasHapusSayang banget eh telat taunya kl mba fanny kembali nulis😔 pdhl aku ngefans tulisan mba fanny dr dl,,dr jaman hpku masih BB🤭,,hampir tiap hari kl ada Drakor baru lgsg cus ke sini,,tp semenjak mba fanny ga pernh nulis lg jd jarang kesini,,dan ini pun iseng buka2 dan wooooooooooowww kaget aku tuh,,berasa ketemu teman lama walaupun g kenal🤣karena dl cm jd silent reader😅semangat mba fan nulisnya,aku lah pendukungmu( berasa nynyi indonesia raya😁 ),,pasti anaknya dah gede2 makanya sempat nulis heee
BalasHapusLanjutkan ke episode 2 kakak aku suka sinopsis yang kakak buat lebih jelas mudah dipahami ❤️❤️
BalasHapusKeren bgt yaampun, semangat ka fani kutunggu ep 2
BalasHapus