Kamis, 25 Juni 2020

Sinopsis It's Okay To Not Be Okay Episode 2

Dalam ingatan masa kecilnya, Kang Tae kecil jatuh ke dalam kolam karena permukaan es yang pecah. Seorang perempuan melihatnya dan mulai mencabuti kelopak bunga sambil menimbang-nimbang, “Kutolong dia? Atau tidak? Kutolong? Atau tidak?”

Dan kelopak bunga terakhir mengatakan tidak. Kang Tae kecil mulai tenggelam. Tapi tiba-tiba ia melihat sebuah kotak dilemparkan ke air. Ia meraih kotak itu untuk menyelamatkan diri. Anak perempuan itu yang menyelamatkannya. Dan anak perempuan itu langsung pergi begitu Kang Tae keluar dari air.

Kang Tae berkata mata wanita itu sama sekali tidak memancarkan kehangatan. Apa kau takut pada wanita itu, tanya Mun Yeong.

“Tidak, sebaliknya. Aku menyukainya.”

Sejak diselamatkan, Kang Tae terus mengikuti anak perempuan itu. Menunggunya di gerbang sekolah, mengikutinya ke manapun ia pergi. Anak perempuan itu selalu sendirian.

Mun Yeong bertanya apa Kang Tae sedang mencoba mendekatinya dengan mengatakan kalau ia mengingatkannya pada anak perempuan dalam kenangan indahnya.

“Aku tidak pernah mengatakan itu kenangan yang indah,” jawab Kang Tae.

Dalam kenangannya, anak perempuan itu merobek sayap kupu-kupu entah berapa banyak. Lalu bertanya apa Kang Tae masih menyukainya setelah melihatnya seperti itu. Ia berkata Mun Yeong terlalu cepat menyimpulkan. Kenangan itu tidak akan disebutnya kenangan indah.

“Benarkah? Tapi apa kau tahu? Kenangan buruk lebih lama diingat,” kata Mun Yeong.

Direktur Lee memarahi bawahannya, Seung Jae (Park Jin Joo), karena sudah membiarkan Mun Yeong dan Kang Tae bertemu. Bisa-bisa rencananya untuk menyogok Kang Tae berantakan. Seung Jae kesal sekali karena lagi-lagi ia yang disalahkan.

Kang Tae urung menanti Direktur Lee. Ia berkata ia mengerti betapa sulitnya pekerjaannya tapi Direktur Lee tidak perlu berbuat sejauh itu untuknya. Sebaiknya Direktur Lee tidak menghubunginya lagi.

Tapi ternyata ia berpapasan dengan Direktur Lee di pintu keluar. Direktur Lee mencegahnya pergi dan mengulurkan sekotak minuman. Kang Tae menolak.

“Kau sudah mau pergi? Jangan lupa meminta tanda tangan Penulis Go,” kata Seung Jae. Bukankah tadi Kang Tae meminta tolong untuk mendapatkan tandatangannya.

Mun Yeong menyindir jadi semua pembicaraan tentang matanya dan anak perempuan dalam kenangannya hanyalah untuk meminta tanda tangannya. Tidak mau harga dirinya hancur, Kang Tae menyangkal. Tapi Mun Yeong berkata ia akan memberi tandatangannya. Ia mengambil satu dari sekotak buku (buku berjudul Zombie Kid)  yang dibawa Seung Jae.

“Ini adalah buku terbaruku. Baru keluar dari percetakan. Nama?”

“Mun Sang Tae...”

Direktur Lee bertanya apakah Sang Tae keponakan Kang Tae. Kang Tae menjawab pelan kalau itu adalah kakaknya. Direktur Lee tertawa menenangkan kalau fans Mun Yeong terdiri dari semua umur dan kewarganegaraan. Setelah mendapat buku dari Mun Yeong, Kang Tae bergegas pergi.

“Sampai jumpa lagi,” kata Mun Yeong.

“Kurasa tidak,” jawabnya singkat.

Direktur Lee mengejar Kang Tae untuk memberikan sekotak minuman (alias uang sogokan). Kang Tae berkata itu terlalu banyak untuk dirinya. Direktur Lee menjawab Kang Tae boleh bagi-bagi kalau mau. Kang Tae mengiyakan lalu hendak menumpahkan isi kotak itu dari lantai dua. Bagi-bagi dengan orang-orang di lantai bawah. Tentu saja Direktur Lee mencegahnya.

Hanya saja ia hampir terjatuh dari tangga saat melakukannya. Kang Tae mengulurkan tangannya untuk meraih pinggang Direktur Lee dan menariknya agar tidak jatuh. Awkward.....

Kang Tae mengembalikan kotak itu pada Direktur Lee dan berkata ia tidak membutuhkannya, jadi ia meminta Direktur Lee tidak mengikutinya lagi. Setelah Kang Tae pergi, Direktur Lee berkata selama 10 tahun ia membereskan masalah Mun Yeong baru kali ini ada yang menolak. Orang yang aneh...

Mun Yeong memperhatikan Kang Tae yang berjalan pergi.

“Indahnya....aku meginginkannya....” (Mun Yeong tiba-tiba jadi raksasa XD)

Tapi tentu saja ia bukan raksasa betulan yang bisa memungut Kang Tae dan menjadikannya mainannya. Ia memanggil seung Jae dan menyuruhnya mencaritahu segala sesuatu mengenai Kang Tae. Dan ia mewanti-wanti agar Direktur Lee tidak sampai tahu.

Sang Tae sedang makan siang bersama Jae Su. Kang Tae menelepon Jae Su untuk mengecek kabar kakaknya. Ia juga memberitahu kalau ia berhasil mendapatkan tandatangan Mun Yeong. Begitu Sang Tae mendengarnya, ia langsung berhenti makan dan pergi. Jae Su buru-buru mengejarnya.

Di dalam bis, Kang Tae membaca pesan Mun Yeong yang dituliskan untuk kakaknya di buku tersebut:

“Sang Tae oppa, kuharap kakak bisa datang ke acara peluncuran buku baruku. Kakak bisa mendapatkan tandatangan dan berfoto denganku. Kita akan bersenang-senang. Mun Yeong akan menunggumu. Kedip!” (Mun Yeong menuliskannya dengan bahasa aegyo)

Ada apa dengan wanita ini, gumam Kang Tae kesal.

Ia lalu menelepon Jae Su untuk meminta bantuannya menemani kakaknya ke acara itu. Ia beralasan ia akan sibuk mengurusi kepindahan mereka. Jae Su bersedia menemani Sang Tae. Kang Tae berterimakasih padanya.

“Jadi siapa favoritmu? Kak Sang Tae atau aku?” tanya Jae Su.

Klik, Kang Tae langsung menutup telepon.

Jae Su tertawa geli dengan reaksi Kang Tae. Tapi senyumnya merekah lebar begitu melihat siapa yang menemuinya. Perawat Nam Ju Ri.

Sementara itu Sang Tae sibuk mencari pakaian yang tepat untuk dikenakannya ke acara tersebut. Ia ingin terlihat seperti mahasiswa Universitas Oxford. Ia sangat senang dan bersemangat sampai-sampai Kang Tae tak bisa menahan senyumnya. Ia membantu memilihkan pakaian untuk kakaknya.

Tapi ia kembali sedih ketika melihat kakaknya bingung bagaimana mengungkapkan ekspresi keren di depan cermin. Bagaimana caranya agar terlihat keren?

Jae Su berteman lama dengan Kang Tae. Ju Ri pernah bersekolah dengan Mun Yeong. Kang Tae mengenal Mun Yeong dari kecil. Ju Ri mengenal Jae Su. Kesimpulannya, mereka berasal dari kota yang sama. Dan tujuan Ju Ri menemui Jae Su adalah untuk mencaritahu kabar Kang Tae. Sepertinya ia memendam perasaan suka pada Kang Tae. Jae Su berkata Kang Tae baik-baik saja. Tak hentinya bekerja keras bagai mesin.

Buku terbaru Mun Yeong mendapat kritik keras karna ilustrasi gambar terlalu aneh dan buku lainnya juga dikritik karena terlalu kejam. Tapi Mun Yeong tidak bergeming dan tidak mau mengubah apa yang ada.

Salah satu bukunya yang berjudul The Ugly Dog’s Puppy akan dibuat menjadi film animasi di Amerika tapi mereka meminta agar tokoh utama diganti menjadi kucing. Mun Yeong tidak setuju. Jika mereka mengubahnya, ia akan membatalkan kontrak.

Direktur Lee berkata mereka akan rugi besar jika itu terjadi. Lebih baik rugi atau mati menderita, tanya Mun Yeong dingin. Direktur Lee langsung menurut.

Mun Yeong meninggalkan rapat begitu saja setelah mewanti-wanti acara tandatangan buku besok tidak lebih dari satu jam. Lebih cepat lebih baik. Ia memberi isyarat pada Seung Jae kalau ia menunggu laporannya (mengenai Kang Tae).

Seung Jae bergidik. Setelah rapat ia mencoba menghubungi pamannya yang seorang polisi untuk mencari data Kang Tae. Tentu saja ia tidak mendapatkannya. Ia bertanya apa pamannya punya kenalan orang intelejen atau detektif swasta. Pamannya langsung menutup telepon.


Ju Ri menemui Kang Tae di tempat kerja terakhirnya. Mereka duduk bersama di sebuah taman. Ju Ri bergeser mendekati Kaeng Tae tapi Kang Tae menjauh dengan alasan ia berkeringat. Ju Ri berkata ia diberitahu Jae Su di mana ia bisa menemui Kang Tae. Dan ia dengar mereka akan pindah kembali.

“Kau bisa pindah kapanpun tanpa terikat pada suatu tempat. Aku iri. Apa kau sudah menemukan rumah sakit tempat kau bekerja berikutnya?”

Kang Tae berkata ia yakin nanti akan menemukannya karena rumah sakit jiwa semkain banyak. Ju Ri menawarkan agar Kang Tae bekerja di rumah sakit tempatnya bekerja sekarang. Rumah Sakit OK.  Rumah sakit itu sedang mencari perawat berpengalaman dengan shift per delapan jam. Setiap bulan mendapat 10 hari cuti hingga bisa mengerjakan pekerjaan sambilan. Dengan sertifikasi seperti Kang Tae, ia akan bisa mendapat gaji lebih.

Kang Tae tertarik juga mendengarnya. Tapi ia langsung muram begitu tahu di mana rumah sakit itu berada. Di Kota Seongjin, kampung halaman mereka.

Ju Ri berkata ia dengar Kang Tae juga pernah tinggal kota itu. Ah, ternyata mereka tidak bertemu saat kecil. Sepertinya bertemu waktu kuliah perawat? Ia berkata kota itu sudah berkembang dan tidak lagi memiliki image kota kecil. Bahkan baru-baru ini dibuka sebuah bioskop besar.

Kang Tae teringat peristiwa mengerikan yang terjadi di kota itu. Ibunya ditemukan tewas bersimbah darah di sebuah terowongan. Meninggalkan dirinya yang masih kecil bersama Sang Tae. Sang Tae sepertinya menjadi saksi kematian ibu mereka. Namun ia tidak mengatakan siapa pelakunya. Ia terus bergumam kalau ia melihat kupu-kupu yang melakukannya. Kupu-kupu membunuh ibu mereka.

Di depan polisi pun Sang Tae terus berulang-ulang mengatakan kalau kupu-kupu yang melakukannya. Kang Tae tak tahan dan meneriaki kakaknya.

“Katakan apa yang kakak lihat! Laki-laki atau perempuan? Berapa umurnya? Seperti apa tampangnya? Apa kakak dengar suaranya!”

“Kupu-kupu berkata ia akan membunuhku juga jika aku tidak menutup mulutku. Ia bilang akan mengejarku dan membunuhku!”kata Sang Tae ketakutan lalu menangis.

Karena tersisa mereka berdua, Kang Tae akan dibawa ke panti asuhan dan Sang Tae di bawa ke pusat perawatan anak berkebutuhan khusus. Terancam akan dipisahkan, Kang Tae membuat keputusan besar saat itu. Ia mengajak kakaknya melarikan diri.

“Ke tempat di mana kupu-kupu tidak bisa menemukan kita,” jawabnya saat Sang Tae bertanya ke mana mereka akan pergi. Tempat yang jauh...dan mereka pun meninggalkan kota itu.

Kang Tae mengantar Ju Ri ke terminal bis. Sebelum naik bis, Ju Ri berkata ada kamar kosong di rumahnya. Ia dan ibunya hanya menggunakan lantai 1. Jika Kang Tae akhirnya kembali ke Kota Seongjin, ia bisa tinggal di rumahnya.

Kang Tae berkata ia tidak akan pindah ke sana. Berusaha menutupi kekecewaannya, Ju Ri bertanya apa alasannya. Apa karena di pinggiran kota? Kang Tae hanya membenarkan. Ju Ri mengangguk sambil tersenyum kecil.

Ketika berbincang dengan Jae Su tadi, Jae Su curhat kalau Kang Tae tidak pernah menjalin hubungan mendalam dengan orang lain karena toh pada akhirnya ia akan pergi. Tidak ada gunanya membangun hubungan yang hanya berlangsung 1 tahun. Ju Ri bertanya kalau begitu kenapa Kang Tae harus terus pergi.

“Itu semua.....karena kupu-kupu sialan itu!” kata Jae Su kesal. Lalu ia tertidur karena mabuk berat. Kupu-kupu? Tanya Ju Ri bingung.

Kang Tae mencari-cari lowongan pekerjaan untuk tujuan mereka selanjutnya. Karena penasaran ia mencaritahu tentang Rumah Sakit OK. Di rumah sakit itu ada dokter ahli PTSD (ahli menangani trauma), Dokter Oh Jin Wang (lah ahjusshi lagi-lagi jadi psikiater, lompat dari drama Find Me In Your Memory-kah?). Dalam sebuah artikel, Dokter Oh mengatakan seseorang harus menghadapi traumanya untuk bisa mengatasinya.

Sang Tae bersiap-siap untuk pergi ke acara Mun Yeong. Tapi Kang Tae tidak berhasil menghubungi Jae Su. Jae Su masih tidur karena mabuk semalam.

Akibatnya, Kang Tae sendiri yang mengantar kakaknya ke acara tersebut. Sepanjang perjalanan, Sang Tae sangat gembira. Duh drama ini bagus banget sinematografinya^^ Ditambah dengan musik yang cocok menciptakan suasana seakan di film Disney. Kereeeeeeen...

Meski banyak kritik atas bukunya, fans Mun Yeong sangat banyak. Toko buku tempat acara itu penuh sesak oleh orang-orang yang antri hendak meminta tanda tangan. Merchandise nya juga laku keras.

Dan Sang Tae begitu bersemangat. Ia sampai hendak meraba baju bergambar Mun Yeong yang dikenakan orang lain. Untung ada Kang Tae yang menjaganya. Karena sepertinya Sang Tae tidak bisa fokus karena terlalu excited.

Untuk menghindari bertemu Mun Yeong, Kang Tae menyuruh kakaknya antri sementara ia menunggu di luar toko. Mereka akan langsung pulang setelah Sang Tae mendapatkan tandatangan. Sang Tae dengan cepat mengiyakan lalu berlari masuk ke toko buku. Mereka tertegun melihat panjangnya antrian. Dan Mun Yeong sempat melihat mereka. Ia tersenyum kecil.

Kang Tae menghindari pandangannya dan meminta kakaknya tetap berada dalam antrian sementara ia pura-pura melihat buku lain. Mun Yeong tidak melepaskan pandangannya dari Kang Tae.

Direktur Lee melihat buku Pembunuhan Penyihir Dari Barat, karya almarhumah Do Hee Jae. Serial buku itu sepertinya masuk dalam kumpulan best seller. Seseorang menghampirinya.

“Sang Ibu adalah Ratu fiksi detektif. Sedangkan puterinya Ratu literatur anak-anak. Mereka luar biasa, bukan?” katanya pada Direktur Lee. Hmm....berarti Do Hee Jae adalah ibu Mun Yeong.

Orang itu ternyata kritikus buku yang secara eksklusif mengulas dan mengkritik buku Mun Yeong. Ia berkata tujuh buku Mun Yeong masuk dalam 10 buku terbaik anak-anak. Apa kesuksesannya karena wajahnya yang cantik? Tentu saja karena bakatnya, kata Direktur Lee. Ia mengajak kritikus itu ke tempat lain untuk minum sesuatu yang manis (alias sogokan).  Dan Mun Yeong melihat ketika mereka berdua pergi ke area lain dari toko itu.

Jae Su akhirnya terbangun. Ia sangat panik dan langsung menelepon Kang Tae. Kang Tae meminta Sang Tae menunggunya sementara ia menjawab telepon di luar toko. Iya, jawab Sang Tae sekilas. Pandangannya terarah pada satu benda.. Dinosaurus yang ikut antri.

Tentu saja bukan dinosaurus betulan, tapi Sang Tae berbeda dengan orang kebanyakan. Apalagi ia sangat suka dinosaurus. Lupa dengan tujuan awalnya ke tempat ini, ia langsung berjalan ke arah dinosaurus tersebut sambil mengoceh.

“Astaga...seekor stegosaurus. Stegosaurus betulan. Hai, stegosaurus,” ia menyapa dino itu sambil menyentuh ekornya.

Orangtua anak berpakaian dinosaurus itu kaget melihat Sang Tae, yang berlaku tak biasa. Sang Tae terus mengoceh tentang keistimewaan stegosaurus. Kang Tae sibuk berbicara dengan Jae Su di telepon hingga tak tahu apa yang terjadi di dalam.

Ayah si dino marah dan bertanya apa yang Sang Tae lakukan. Tapi Sang Tae malah mendekati dino itu dan hendak menyentuhnya. Ayah dino marah dan mendorong Sang Tae sekuat tenaga hingga Sang Tae terjatuh. Sang Tae tidak marah. Ia bangkit berdiri dan berkata ia memiliki boneka seperti dino itu. Ia menunjukkan boneka dino yang tergantung di tasnya.

“Namanya Teary...”

Tapi ayah dino tak mau dengar malah langsung menjambak rambut Sang Tae. Sang Tae berteriak kesakitan. Dan gejalanya kambuh. Ia panik sambil berteriak-teriak memukuli kepalanya. Semua orang menonton saja tak tahu harus berbuat apa. Bahkan mereka sibuk merekam apa yang terjadi.

Mun Yeong juga melihat kejadian itu. Dan....ada ekspresi prihatin di sana? Kang Tae mendengar teriakan itu. Ia menghambur masuk ke dalam toko sambil membuka jaketnya. Lalu menutupi kepala kakaknya dengan jaket tersebut. Ia memeluk kakaknya erat-erat untuk menenangkannya sambil terus meminta maaf.

“Kak, tidak apa-apa...maafkan aku...tidak apa-apa...maafkan aku....”

Mereka menjadi tontonan seantero toko.

“Sebaiknya kubantu dia? Atau tidak? Bantu atau tidak?” timbang Mun Yeong dalam hati.

Setelah Sang Tae agak tenang, Kang Tae bangkit berdiri dan menatap ayah dino dengan marah.

“Oyyy!!!” panggil Mun Yeong.

Ia berjalan mendekati mereka dengan tatapan terarah pada Kang Tae.

“Kau harus minta maaf,” ujarnya.


Lalu ia menoleh pada ayah dino yang berkacak pinggang di sampingnya. “Kau...minta maaflah.”

Tentu saja ayah dino tidak terima. Kenapa ia harus minta maaf pada Sang Tae?

“Bukan padanya, tapi padaku. Kau benar-benar merusak acara tandatanganku.”

Ayah dino protes kenapa itu salahnya. “Orang bodoh sialan ini yang....”

Kata-katanya berubah menjadi teriakan kesakitan karena Mun Yeong tiba-tiba menjambak rambutnya.

“Siapa yang tidak akan teriak kalau seseorang menjambaknya seperti ini?,” kata Mun Yeong tenang. “Lihat, kau juga berteriak.”

Ibu dino kali ini turun tangan. Ia menunjuk Sang Tae sebagai orang gila yang menganggu anaknya. Lalu mereka harus diam saja?

“Apa kau seorang psikiater? Darimana kau tahu ia gila?” tanya Mun Yeong tajam.

Si ibu mulai kehilangan kepercayaan diri. Dengan terbata ia berkata itu karena Sang Tae terus mengoceh tentang hal-hal tak masuk akal.

“Dasar gila,” Mun Yeong tersenyum sinis. Semua orang terkejut karena umpatan Mun Yeong. Dan ibu itu tidak diterima dikatai seperti itu.

“Yah, kau terus mengoceh hal tak masuk akal, jadi kukira kau gila,” Mun Yeong menjelaskan.

Dan tempat itu langsung heboh. Mun Yeong tidak bergeming sama sekali. Ia tersenyum sambil menatap Kang Tae.

Kang Tae membiarkan Sang Tae menenangkan diri di sebuah ruangan seorang diri. Ia sendiri menunggu di luar bersama Mun Yeong. Setelah beberapa lama Mun Yeong bertanya apakah Kang Tae tidak akan mengecek keadaan kakaknya. Kang Tae berkata kakaknya akan membiarkan ia masuk setelah ia tenang. Biasanya setelah 1 jam, paling lama 1-2 hari.

Mun Yeong langsung bangkit berdiri hendak membuka pintu. Kang Tae memegang tangannya untuk menghentikannya. Memangnya aku harus menunggu semalaman di sini? Tanya Mun Yeong.

“Tidak, aku tidak pernah memintamu demikian. Jangan khawatir. Pergilah menyelesaikan keadaan,” kata Kang Tae.

“Khawatir? Kenapa aku khawatir? Khawatir pada siapa?” ujar Mun Yeong.

Ia berkata kepala belakang Sang Tae pasti sangat sensitif. Seperti detonator, yang akan meledak begitu ditekan. Lalu bagaimana saat potong rambut? Apa Sang Tae akan terus berteriak? Ia memeragakan Sang Tae sambil berteriak.

Kang Tae menyuruhnya berhenti mengolok kakaknya.

“Sekarang kau menatapku,” kata Mun Yeong puas. Ia terus menatap Kang Tae. Kang Tae jadi salah tingkah.

Tiba-tiba Mun Yeong melepas topi Kang Tae dan mengacak-acak rambutnya sambil tertawa. Kang Tae kesal dan menepis tangan Mun Yeong.

“Jangan pakai topi. Aku tidak bisa melihat wajah indahmu. Kenapa wajahmu jadi merah? Dahimu pasti bagian sensitifmu,” goda Mun Yeong.

Seseorang berseru memanggil Mun Yeong. Si kritikus buku menghampiri sambil menenteng 2 kotak minuman. Mun Yeong terlihat tidak suka pada orang tersebut.

Direktur Lee dan Seung Jae jadi sibuk karena masalah yang ditimbulkan Mun Yeong.  Seung Jae berkata Mun Yeong bertingkah setiap kali bertemu Kang Tae. Direktur Lee berkata Seung Jae harus memastikan mereka tidak bertemu. Lalu ia sibuk menjawab para reporter yang menanyakan insiden tadi. Ia berkata orang-orang pasti salah dengar.

Si kritikus bertanya apakah Kang Tae kekasih Mun Yeong. Mun Yeong menyuruh kritikus itu pergi kalau sudah mendapat kotak minuman.

“Wah, kau benar-benar mirip ibumu sekarang. Ibumu bukan hanya penulis hebat, tapi juga sangat seksi,” ia memandang Mun Yeong dari atas ke bawah dengan pandangan kurang ajar. Ia berkata Mun Yeong banyak kemiripan dengan ibunya.

Mun Yeong tidak tahan lagi dan mengangkat tangannya. Tapi Kang Tae dengan cepat memeganginya. Ia menyuruh kritikus itu pergi. Kritikus itu berkata sekarang semua terlihat baik-baik saja, tapi ia menyarankan agar Kang Tae berhati-hati.

“Ibunya, yang seorang penulis terkenal, tiba-tiba meninggal tanpa peringatan apapun. Dan ayahnya, seorang arsitek sukses, tiba-tiba jadi gila dan dikurung di rumah sakit jiwa. Lalu menurutmu apa yang akan terjadi padamu? Kau tidak akan berakhir baik jika terlibat dengannya. Camkan itu.”

Mun Yeong hendak mengejar kritikus itu dan menepis tangan Kang Tae. Tapi Kang Tae menghentikannya dan melarangnya pergi.

“Apa kau suka padaku? Apa kau akan mengurusku? Kau bisa menanganinya? Siapa kau beraninya menghentikanku?” kata Mun Yeong marah.

Ia melepaskan tangan Kang Tae lalu berjalan pergi. Kang Tae terdiam. Tak berapa lama kemudian ia berlari mencari Mun Yeong.

Mun Yeong menemui si kritikus yang sudah menunggunya. Ia berkata ia sudah lama membaca buku-buku Mun Yeong. Dan membaca buku seseorang bisa melihat bagaimana pikiran dan perasaan si penulis.

“Kalau begitu kurasa kau juga tahu apa yang akan kulakukan,” kata Mun Yeong.

Si Kritikus mengancam akan menjatuhkan Mun Yeong dan Direktur Lee jika Mun Yeong melakukan sesuatu padanya. Itulah sebabnya ia dijuluki bom bunuh diri. Ia bisa menghancurkan karier Mun Yeong dengan ujung penanya saja. Apa yang akan terjadi jika orang-orang tahu kalau seorang penulis terkenal buku anak-anak ternyata memiliki kepribadian antisosial?

“Apa yang kauinginkan?” tanya Mun Yeong.

Kritikus itu kembali menatap Mun Yeong dengan pandangan kurang ajar dan berkata ia bosan dengan kotak-kotak minuman itu. Ia akan senang jika Mun Yeong menemaninya bersenang-senang.

“Itu mudah,” Mun Yeong menyentuh wajah kritikus itu lalu mengambil penanya yang ada di saku. Ia membuka pena itu lalu dengan cepat mengayunkannya tepat ke depan mata si kritikus.

“Aku juga bisa menyerangmu dengan ujung penaku.”

Si kritikus terkejut dan kehilangan keseimbangan. Ia berusaha bertahan agar tidak jatuh. Kang Tae juga sudah menemukan mereka dari arah bawah tangga. Ia lari ke atas.  Si kritikus berhasil menyeimbangkan diri dan menarik nafas lega. Tapi Mun Yeong dengan tenang mendorong dahi orang itu. Orang itu menggelinding jatuh. Kang Tae terkejut melihat apa yang terjadi.

Si kritikus pun dibawa ambulans. Ia berteriak-teriak memaki Mun Yeong (tanpa menyebutkan namanya, berarti masih takut). Mun Yeong mengomel seharusnya orang itu mati saja. Kenapa orang brengsek malah berumur panjang?

Kang Tae menghentikan langkah cepat Mun Yeong dan menyuruhnya tarik nafas panjang. Mun Yeong menurut meski asal-asalan. Kang Tae menyuruh Mun Yeong memejamkan mata lalu menyilangkan tangannya di dada seperti memeluk tubuh sendiri.

“Ketika kau tidak bisa mengendalikan dirimu, silangkan tanganmu seperti ini dan tepuk pundakmu bergantian seperti ini. Ini akan membantumu menenangkan diri. Ini adalah Metode Pelukan Kupu-kupu. Teknik penyembuhan diri yang direkomendasikan untuk pasien trauma.”

Dan metode itu juga yang dilakukan Sang Tae untuk menenangkan dirinya sendiri.

Tapi Mun Yeong malah memegang tangan Kang Tae. Ia berkata tidak menyenangkan jika Kang Tae berdiri di belakangnya. Ia meraih Kang Tae untuk mendekat dan menatapnya.

“Trauma harus dihadapi seperti ini daripada berusaha menenangkannya dari belakang.”

Sang Tae pelan-pelan membuka pintu. Tidak ada siapa-siapa di luar.

Kang Tae meninggalkan Mun Yeong untuk menemui kakaknya. Mun Yeong menyuruh Kang Tae menunggunya karena kakinya sakit. Ia berteriak kesal karena Kang Tae mengacuhkannya.

“Jangan membuatku marah. Aku akan meledak.”

“Karena itu aku mengajarimu metode pelukan kupu-kupu.”

“Hal itu tidak berguna. Aku ingin kau menjadi pin pengamanku. Jaga aku agar aku tidak meledak.”

Kang Tae  mengingatkan kalau Mun Yeong melarangnya ikut campur dan tidak berhak menghentikannya. Kau pendendam, gumam Mun Yeong.

“Aku memberimu hak sebagai pin pengaman Go Mun Yeong.”

“Kenapa juga aku jadi pin pengaman?”

Kang Tae berkata untuk apa ia melakukannya. Mun Yeong berakta Kang Tae adalah perawat yang memang tugasnya menjaga dan merawat pasien. Ia bersedia membayar banyak. Kang Tae berkata ada satu kalimat yang selalu mereka katakan pada pasien yang sembuh.

“Semoga tidak bertemu lagi. Jadi kumohon, kita tidak usah bertemu lagi. Aku benar-benar ingin kau berhenti.”

Mun Yeong tidak menyerah. Ia berkata ia buka pasien. Kata-kata itu hanya diucapkan pada pasien sementara ia baik-baik saja.

“Kau benar. Kau berbeda dari pasien. Obat dan suntikan tidak bisa menyembuhkanmu. Kau hanya dilahirkan seperti itu. Jadi tidak ada cara untuk menyembuhkanmu. Menghindari orang sepertimu adalah yang terbaik.”

“Kau tidak menghindariku. Kau hanya melarikan diri karena kau takut. Kau pengecut,” Mun Yeong tersenyum kecil. Tapi sepertinya ia kecewa dengan kata-kata Kang Tae tadi.

Kalimat terakhir mengingatkan Kang Tae pada anak perempuan yang merobek sayap kupu-kupu. Setelah melihat anak itu merobek sayap kupu-kupu, ia lari ketakutan. Dan anak perempuan itu bergumam,” Pengecut.”

Direktur Lee memarahi Mun Yeong begitu bertemu dengannya. Apa yang akan mereka lakukan dengan begitu banyaknya saksi pada kejadian tadi? Tapi Mun Yeong tidak mempedulikannya seolah-olah ia tidak ada.

Kang Tae tersenyum lega melihat kakaknya sudah keluar dan menunggunya. Meski begitu Sang Tae masih sedikit marah. Ia tidak mau duduk dekat Kang Tae dan tidak mau melihatnya maupun berbicara. Kang Tae berkata hatinya akan sakit jika Sang Tae terus sedih. Ia bertanya apa Sang Tae sedih karena tidak bisa mendapatkan tandatangan Mun Yeong. Sang Tae tak menjawab.

Kang Tae pura-pura kesakitan. Sang Tae langsung panik. Ternyata Kang Tae mengeluarkan buku ensiklopedia dinosaurus yang sangat diinginkan Sang Tae. Sang Tae langsung gembira. Ia membuka buku itu dan membacanya tiada henti.

Kang Tae tersenyum senang melihat kakaknya bahagia. Ia bertanya siapa yang lebih disukai kakaknya, dirinya atau Mun Yeong. Tapi Sang Tae asyik membaca. Kang Tae teringat saat Mun Yeong mengacak rambutnya.

“Jangan pakai topi. Wajah indahmu tak terlihat.”

Ia kembali memakai topinya lalu bersandar pada kakaknya yang terus membaca. Aww....ia juga membutuhkan tempat untuk bersandar...

Sementara itu ayah Mun Yeong dinaikkan ke ambulans untuk ditransfer ke rumah sakit lain untuk dioperasi.  Ju Ri ikut menemaninya.

Setelah turun dari bis dan berjalan ke rumah pun Sang Tae tidak mau menutup bukunya. Kang Tae khawatir kakaknya tertabrak karena hal itu pernah terjadi. Ia meminta kakaknya memberikan bukunya tapi Sang Tae menolak dan melarikan diri. Kang Tae jadi khawatir dan mengejarnya. Mereka berhenti ketika melihat Jae Su sudah menunggu di depan rumah. Jae Su mengangkat kedua tangannya dan berlutut, tanda ia bersedia dihukum karena kesalahannya.

Jae Su berkata ia tidak mudah mabuk tapi anehnya ia begitu mudah mabuk jika minum bersama wanita. Kang Tae berkata sekarang waktunya bagi Jae Su untuk berhenti.

“Berhenti mengikuti kami dengan menjalani kehidupan yang sulit. Kau seharunya menetap dan hidup dengan nyaman.”

Jae Su berkata terserah dirinya kapan ia harus berhenti. Kang Tae tidak berhak memutuskan apa yang seharusnya ia lakukan. Ia sendiri yang akan memutuskan kapan waktunya untuk berhenti. Ia bertanya kenapa Kang Tae hari ini sangat sentimentil.

“Wanita itu, Go Mun Yeong. Wanita gila itu melakukan sesuatu lagi, bukan?”

Kang Tae menyangkal. Tapi Jae Su berkata penyangkalan Kang Tae selalu tidak sungguhan. Ia bertanya apa yang dilakukan Mun Yeong kali ini.

Kang Tea berkata selama ini ia pikir ia melarikan diri karena kakaknya. Karena kupu-kupu dan lainnya. Mengira mereka dikejar sesuatu yang bahkan tidak nyata karena kakaknya.Tapi hari ini, untuk pertama kalinya, ia tiba-tiba berpikir mungkin ia melarikan diri karena ia ingin melarikan diri.

“Kau tahu....ketika hidup terasa berat tak tertahankan lagi, jalan termudah adalah melarikan diri.”

Jae Su menepuk punggung Kang Tae untuk menghiburnya.


Sang Tae dan Kang Tae sedang berkemas. Kang Tae pelan-pelan bertanya pada kakaknya apakah kakaknya ingat tempat mereka tinggal dulu. Tempat mereka dulu tinggal bersama ibu mereka.

“Kota Seongjin, “ jawab Sang Tae.

“Apa sebaiknya kita tinggal di sana?” tanya Kang Tae.

Tidak ada jawaban. Kang Tae berkata jika kakaknya tidak mau.....

“Aku suka,” ujar Sang Tae.

Kang Tae terkejut dan bertanya apa kakaknya sungguh tidak apa-apa. Sang Tae berceloteh mengenai restoran favoritnya dulu di kota mereka. Kang Tae menghela nafas lega.

“Kakak benar-benar pemberani, aku seorang pengecut.”

“Kau seorang adik, karena itu kau penakut. Kau penakut karena kau seorang adik. Percayalah padaku. Aku adalah kakak, kau bisa mengandalkanku. Percayalah padaku. Kau bisa percaya padaku,” kata Sang Tae.

Kang Tae terharu. Ia menelepon Ju Ri dan Ju Ri senang mendengar keputusan Kang Tae.


Mun Yeong akhirnya mendapat kiriman data Kang Tae dari Seung Jae. Ia melihat Kang Tae lahir di Kota Seongjin.

“Pantas saja,” ujarnya. Ia teringat Kang Tae membicarakan anak perempuan yang matanya mirip dengannya. Sekarang ia yakin anak perempuan itu adalah dirinya.

Kantor penerbitan Direktur Lee dilanda badai telepon berbagai media karena video Mun Yeong mengumpat telah beredar. Semua CCTV kota buku telah diamankan tapi ada video kejadian tersebut yang diunggal di forum lain emak-emak. Belum lagi orangtua dino curhat drama pada media saat diwawancarai.

Direktur Lee berpikir orangtua dino bisa diatasi dengan memberi kompensasi seperti biasa. Tapi video yang beredar bukan hanya satu. Ada video lain saat Mun Yeong menjadi guru tamu di sebuah kelas. Dan ia memanggil anak-anak itu dengan kata-kata kasar.

Direktur Lee berusaha menenangkan diri dan berkata itu bukan masalah besar. Tapi para fans Mun Yeong marah. Mereka membakar merchandise Mun Yeong dan meminta nama Mun Yeong dicoret dari daftar calon penerima Hans Christian Andersen Award. Uang tidak bisa lagi menjadi jalan keluar kali ini.

Puncaknya, sekelompok rakyat menuntut penghentian penjualan buku baru Mun Yeong karena cerita dan gambarnya dianggap tidak pantas untuk anak-anak. Direktur Lee tidak tahan lagi dan berteriak mencari Mun Yeong. Seorang staf berkata Mun Young sudah check out dari hotelnya.

 “Ah, baiklah. Kalau begitu aku juga check out dari hidupku.” Ia melepas sepatunya dan berlari ke atap sambil berteriak memanggil ibunya.

Para staf mengejar untuk mencegahnya. Seung Jae berteriak memanggilnya lalu berlutut.

“Kurasa semua gara-gara aku. Sebenarnya aku mengirim pesan ini pada Penulis Go tadi pagi.” Ia menunjukkan ponselnya pada bosnya.

Kang Tae sudah mulai bekerja di Rumah Sakit OK. Ayah Mun Yeong sudah kembali ke rumah sakit itu paska operasi. Ju Ri tak hentinya tersenyum karena sekarang Kang Tae ada di dekatnya.

Tapi ia tidak tahu kalau ada seseorang yang akan menemui mereka. Mun Yeong sedang menuju kota tersebut sambil bersenandung. Direktur Lee meneleponnya dan bertanya di mana ia sekarang.

“Apa kau tahu kisah The Red Shoes yang ditulis Hans Christian Andersen?” Mun Yeong balik bertanya.

Hujan turun di Kota Seongjin. Kang Tae dan perawat lainnya membantu para pasien masuk ke dalam. Tak lama Mun Yeong tiba di rumah sakit tersebut.

Ia bercerita mengenai gadis kecil yang mengenakan sepatu merahnya ke manapun ia pergi, bahkan ke gereja. Begitu mengenakan sepatu itu, kakinya akan menari dengan sendirinya. Dan ia tidak bisa berhenti maupun melepaskan sepatu tersebut. Meski begitu, gadis itu tidak pernah menyerah mengenakan sepatu merah itu. Akhirnya, algojo memotong kedua kakinya. Tapi kedua kaki yang telah dipotong tetap menari dalam sepatu merah itu.

Mun Yeong berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang gelap karena listrik padam di daerah lobi dan resepsionis. Di luar guruh dan petir terus menyambar.

“Beberapa hal tidak bisa dilepaskan meski kau berusaha sekuat tenaga...”

Kang Tae berada di lobi. Ia melihat sosok Mun Yeong berjalan mendekatinya.

“Karena itu obsesi adalah mulia dan indah... Aku akhirnya menemukan sepatu merahku.”

Mun Yeong terus berjalan di dalam sepatu merahnya, menghampiri Kang Tae. Kang Tae bingung mengapa Mun Yeong ada di sini.

“Menurutmu kenapa? Aku datang karena aku merindukanmu.’

Komentar:

Jadi sudah jelas Kang Tae dan Mun Yeong adalah tokoh animasi episode 1. Bedanya, Mun Yeong bukan tidak sengaja menyelamatkan Kang Tae, tapi ia memang memutuskan untuk menyelamatkannya. Meski kelopak bunga menyatakan tidak, ia tetap menolong. Sama seperti di toko buku. Ia sendiri yang memutuskan untuk turun tangan. Jadi Mun Yeong tidak bisa dikatakan tidak memiliki perasaan. Hanya caranya yang tidak bisa dipahami oleh orang kebanyakan.

Suka banget dengan adegan di toko buku. Memang Mun Yeong berbicara seenaknya, tapi tepat sasaran hingga tak ada yang bisa membantahnya. Malah membuat risih orang-orang karena tiba-tiba berbalik mereka yang menjadi orang jahatnya. Mereka yang membully dan membiarkan Sang Tae diperlakukan demikian. Tapi mereka tidak mau tahu apa penyebab Mun Yeong berperilaku demikian. Dan parahnya itu yang terjadi pada dunia kita....terutama dunia maya.

Ketika satu peristiwa terjadi, tanpa tahu alasan dan asal usulnya kita bisa ikut berkomentar. Mudah sekali berkomentar di dunia maya karena kita seringkali tidak perlu mempertanggungjawabkan perkataan kita. Cukup berlindung di balik nama alias. Bahkan ketika terbukti kalau tuduhan itu salah, kita tidak merasa perlu minta maaf. Akhirnya hati nurani kita tumpul....semakin lupa kalau kita semua sama manusia...semakin sulit mengakui kalau kita salah...

Tapi di sisi lain, apakah orangtua dino berhak takut pada Sang Tae? Jika hal seperti itu terjadi pada keluarga kita, apa yang akan kita lakukan? Mungkin secara insting kita juga akan melindungi anak kita karena kita tidak mau didekati orang asing yang “aneh”. Tapi perlakuannya mendorong dan menjambak Sang Tae tidak bisa dibenarkan.

Bahkan setelah Kang Tae muncul dan menenangkan kakaknya, mereka sama sekali tidak meminta maaf maupun menjelaskan perbuatan mereka. Mereka merasa perlakuan mereka pada Sang Tae benar. Dan memang itulah tujuan drama ini dibuat.

Dalam konpresnya, Sutradara Park Shin Woo mengatakan drama ini seperti sebuah pesan permohonan maaf. Banyak adegan di mana kita melihat satu karakter dan langsung menilainya. Namun akhirnya mereka menyesal karena sudah salah menilai. Oh Jung Se pemeran Sang Tae juga mengatakan kalau drama ini berbeda karena penonton diperhadapkan pada berbagai pertanyaan saat melihat sebuah karakter dalam drama ini. Dapatkah kita menerima orang tersebut? Dapatkah kita berempati padanya?

Dan itulah yang terjadi saat aku melihat adegan di toko buku. Di satu sisi aku kesal pada orangtua dino dan berpikir aku tidak akan melakukan hal yang sama. Tapi di sisi lain, jika itu benar terjadi dapatkah aku berlaku dengan benar dan memperlakukan Sang Tae dengan semestinya? Kurasa drama ini seperti ini selain mengingatkan kita juga bisa sedikit mengedukasi kita bagaimana kita bersikap. Mungkin tidak ekstrim sampai memeluknya, minimal berbicara dengan baik dan bersikap sopan.

Ibu Kang Tae dan Sang Tae meninggal secara misterius. Sepertinya dibunuh, tapi Sang Tae berkata pembunuhnya adalah kupu-kupu. Ingat kupu-kupu langsung ingat Mun Yeong. Tapi tidak mungkin kan Mun Yeong pelakunya karena ia masih kecil ketika peristiwa itu terjadi. Ibu Mun Yeong juga sudah meninggal (meski belum terlalu jelas karena Ju Ri sempat mengatakan ibu Mun Yeong masih hidup, atau memang Ju Ri tidak tahu karena mereka sudah lama berpisah). Dan apa penyebab ayah Mun Yeong jadi demikian. Sesudah kematian ibu Mun Yeong atau setelah ia hendak membunuh Mun Yeong? Apa penyebab kematian ibu Mun Yeong?

Begitu nama Hans Christian Andersen disebut, aku langsung teringat kalau dongeng-dongeng jaman dulu tidak selalu happy ending seperti dongeng yang digambarkan Disney. Aku teringat kisah The Little Mermaid saat membuat sinopsis Secret Garden 10 tahun lalu (jejeng....langsung berasa tuir XD). Dongeng aslinya tidak berakhir happy seperti versi Disney. Dan begitu juga kisah The Red Shoes ini...juga sepertinya dongeng2 Mun Yeong. Tapi dalam dongeng yang terpenting adalah pesan yang kita bisa ambil, bukan?

Sama seperti drama....aku suka drama-drama yang mengandung pesan yang baik meski menggelitik. Seperti drama ini...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih komentarnya^^
Maaf aku tidak bisa membalas satu per satu..tapi semua komentar pasti kubaca ;)