Kamis, 02 Juli 2020

Sinopsis It's Okay To Not Be Okay Episode 3



Kang Tae memandang lampu rumah sakit yang menyala tidak stabil di tengah hujan deras kota Seongjin. Perawat Park berkata hal itu kadang terjadi saat hujan turun. Ia dengar semua orang menolak pembangunan rumah sakit itu karena dulunya merupakan kuburan.  

“Mungkin karena roh-roh yang berdiam di sini pendendam. Berhati-hatilah ketika kau berjaga di malam hari.”

Tapi Kang Tae tidak nampak terganggu sedikitpun dengan cerita itu. Ia berkata ia akan menghubungi bagian maintenance. Dia pemberani, gumam Perawat Park..gagal nakut-nakutin.

Kang Tae lebih takut sama Mun Yeong yang tiba-tiba muncul. Mun Yeong berkata ia datang karena merindukan Kang Tae. Ju Ri yang kebetulan lewat melihat pertemuan mereka berdua.

Setelah hujan berhenti, Kang Tae membawa Mun Yeong ke halaman. Ia berkata sudah jelas-jelas ia mengatakan tidak ingin bertemu lagi dengan Mun Yeong.

“Kau memang mengatakannya. Tapi aku tidak pernah setuju,” kata Mun Yeong.

Ia mendekati Kang Tae sambil terus menatapnya. Ia berkata ia terkesan bagaimana Kang Tae bisa tumbuh menjadi pria yang hebat. Bukan hanya tumbuh, tapi berevolusi.

 “Kau mengenalku?” tanya Kang Tae.

Mun Yeong berkata ia ingin mengenal Kang Tae lebih baik lagi. Ia bertanya kapan Kang Tae selesai bekerja. Ia datang dengan perut kosong hingga ia merasa sangat lapar.

“Apa yang kauinginkan dariku. Aku tahu kau tidak akan mundur sampai kau mendapatkannya. Jadi katakan apa yang kau inginkan,” kata Kang Tae.

“Kau. Aku akan mengambilmu dan pergi. Mun Kang Tae, yang kuinginkan adalah kau.”

Kang Tae tak menyangka jawaban tersebut. Kenapa?

“Karena kau indah. Kau tahu, seperti sepatu, pakaian, dan mobil. Ketika aku melihat sesuatu yang indah, aku menginginkannya. Dan aku harus mendapatkan apa yang kuinginkan.  Entah aku harus membayarnya, mencurinya, atau merebutnya, yang penting aku menjadikannya milikku. Kau tidak perlu alasan hebat untuk menginginkan sesuatu, bukan?”

Perawat Park memanggil Mun Yeong karena Direktur RS ingin berbicara dengannya. Di ruangan direktur terpasang misi Rumah Sakit OK: tidak apa-apa untuk menjadi apa-apa (it’s okay to not be okay). Direktur RS adalah Dokter Oh Ji Wang. Ia mengatakan mereka harus melihat dulu bagaimana proses kesembuhan ayah Mun Yeong. Karena kemampuan kognitifnya sudah terganggu sejak awal, kemungkinan ia tidak akan bisa mengenali puterinya sendiri.

Tapi Mun Yeong tidak kelihatan peduli soal itu. Ia asyik melihat-lihat barang-barang di kantor Dokter Oh. Dokter Oh memiliki sebuah meja yang mirip altar, dipenuhi barang-barang koleksi Dokter Oh. Sepertinya ia mengoleksi benda-benda keagamaan dari berbagai agama dan kepercayaan.

Dokter Oh berkata gangguan mental yang disertai tumor otak yang dialami ayah Mun Yeong akan sulit disembuhkan. Tapi kita bisa mengurangi gejalanya, sergah Perawat Park.

“Apa kau bercanda? Meski tabib legendaris Hua Tuo (inget drama Faith) bangkit, itu tidak akan mungkin. Semua ingatannya kacau balau. Dia terus melihat dan mendengar sesuatu, merasa takut tanpa sebab. Juga terus mengatakan hal yang tak masuk akal. Harus kubilang gejalanya parah,” kata Dokter Oh.

Perawat Park berusaha memberi isyarat pada Dokter Oh tapi Dokter Oh tak memperhatikannya. Mun Yeong berkata gejalanya seperti orang kerasukan. Apa perlu diadakan ritual pengusiran setan? Dokter Oh berkata obat resepnya akan lebih efektif daripada jimat atau pengusiran setan.

Kang Tae membantu ayah Mun Yeong berbaring di tempat tidur. Pasien sebelah, Kan Pil Woong, tiba-tiba berkata kalau ayah Mun Yeong sama sekali tidak mirip puterinya.

“Puteri Profesor Go sangat cantik.  Kurasa turunan dari ibunya yang sudah almarhum.’

Pasien lainnya, Joo Jung Tae, langsung tertarik begitu mendengar perempuan cantik. Ia adalah seorang alkoholik. Kang Tae memperhatikan bekas-bekas luka di tangan ayah Mun Yeong.

Dokter Oh dan Perawat Park menjelaskan ada program terapi kelompok di rumah sakit mereka. Dari memasak, seni, musik untuk meditasi, dan berkebun. Program-program itu dirancang untuk membantu merawat pasien. Namun mereka belum memiliki kelas literatur. Padahal dalam ilmu psikiatri, keseimbangan adalah sangat penting.

Dokter Oh bertanya apakah Mun Yeong bisa membantu mereka selama satu jam, dua kali seminggu. Bisa tentang menulis atau membaca. Anggap saja menggunakan keterampilan Mun Yeong untuk perbuatan baik. Perawat Park berusaha menyadarkan Dokter Oh agar tidak berlebihan.

Dokter Oh berkata sebagai gantinya Mun Yeong bisa mengajak ayahnya jalan-jalan selama 30 menit setiap kali ia datang mengajar. Mun Yeong berkata bukankah harusnya ia yang mengajukan syarat. Dokter Oh tersenyum bangga dan berkata ini adalah resep bagi ayah Mun Yeong dan Mun Yeong.

Mun Yeong keluar sambil merobek-robek selebaran program rumah sakit yang tadi diberikan. Dokter Oh baru tahu kalau Mun Yeong cukup temperamen. Perawat Park bertanya apakah Dokter Oh benar-benar berharap Mun Yeong menerima tawaran tadi di saat semua media sedang memberitakannya.

“Tapi dia datang ke sini meski semua itu terjadi. Dan itu artinya ada seseorang atau sesuatu yang ia kejar di sini,” kata Dokter Oh sambil membunyikan kerincing. Hmmm kerincing itu kalau di drama Hi Bye Mama digunakan untuk mengusir hantu... dan dokter ini menarik juga, terlihat polos tapi sepertinya ia tahu banyak hal ;p

Kang Tae berada di ruang ganti pakaian karena shiftnya sudah selesai. Perawat shift berikutnya, Chan Yong, baru saja tiba. Ia lebih muda namun seorang pemarah. Ia kesal ketika Kang Tae menegurnya karena salah menggunting perban.

Kang Tae sedang berganti pakaian ketika terdengar pintu dibuka. Kang Tae mengira Chan Yong yang masuk karena itu ruang ganti pria dan  mungkin Chan Yong takut dimarahi Perawat Park. Tapi ternyata suara wanita yang menjawab. Lebih tepatnya, suara Mun Yeong.

Kang Tae terkejut. Mun Yong menatap Kang Tae dari atas ke bawah dan hendak menyentuh roti sobeknya. Tapi Kang Tae menyuruh Mun Yeong keluar tapi Mun Yeong berkata Chan Yong yang tadi menyuruhnya masuk. Wow, ujarnya tanpa mengalihkan pandangannya dari perut Kang Tae.

Kang Tae mendorong Mun Yeong keluar. Mun Yeong mencoba bertahan sambil terus berusaha menyentuh Kang Tae. Kang Tae membuka pintu. Tepat saat itu, Ju Ri lewat. Upsss.....

Kang Tae tak mengatakan apapun dan kembali masuk ruang ganti. Sementara Mun Yeong tersenyum menang melihat Ju Ri.

Mun Yeong tahu Ju Ri tidak ingin kalau orang lain tahu mereka saling mengenal. Dan baginya itu tidak masalah. Tapi yang lebih membuat Ju Ri ingin tahu adalah bagaimana Mun Yeong dan Kang Tae bisa saling mengenal. Mun Yeong berkata ia tidak mengerti bagaimana bisa sebuah hubungan dijelaskan hanya dengan satu kata.

“Setiap pertemuan kami sangat dramatis, seinci lagi dari kematian. Dan setiap momen pertemuan kami, kami membuat terkejut satu sama lain. Jika kebetulan satu per satu  seperti itu entah bagaimana membawa kami ke sini, bagaimana caranya kau menjelaskan hubungan kami? Akan klise bila mengatakan kami ditakdirkan satu sama lain, bukan?”

Ju Ri terdiam.

Kang Tae hendak pulang. Mun Yeong menyusulnya dengan mobilnya dan menyuruhnya naik. Kang Tae tak mempedulikannya dan menelepon. Tapi ia tidak bisa berbicara karena Mun Yeong terus menekan klakson mobil hingga sangat berisik. Ia mengajak Kang Tae makan malam bersama. Tapi Kang Tae menolak karena ia sudah ada rencana makan malam.

“Oh, bersama Sang Tae oppa? Sempurna. Kita bisa mengadakan jumpa fans hari ini. Di mana kau tinggal?”

“Kurasa menerobos memaksa masuk seperti ini biasanya berhasil, tapi tidak akan berhasil padaku,” kata Kang Tae kesal.

“Jadi kau akan main tarik ulur? Wah, pasti menyenangkan. Kita cari tahu apakah kau akan menyerah atau tidak. Baiklah, lihatlah matamu yang melotot itu. Aku akan biarkan kau hari ini. Tapi aku akan menculikmu jika kau main tarik ulur pada pertemuan berikutnya!” teriaknya.

Mun Yeong menyusuri jalanan yang gelap berliku. Sama sekali tidak ada penerangan di sepanjang jalan yang membelah hutan itu. Lampu sorot dari mobil berlawanan membuat Mun Yeong silau. Ia melihat spion dan terkejut karena melihat sosok seorang wanita di bangku belakang. Ia cepat menoleh tapi tidak ada siapapun.

Ketika ia melihat ke depan ia terkejut dan langsung mengerem mendadak. Setelah menenangkan diri ia melihat  ke depan apa yang telah menghalanginya. Ternyata seekor rusa berdiri di tengah jalan sambil terus bersuara. Mun Yeong yang kesal malah membalas teriakan si rusa. Astaga Mun Yeong ngapain sih XD

Kang Tae bertemu dengan Ju Ri di minimarket. Mereka pulang bersama karena Kang Tae memang menyewa bagian rumah Ju Ri yang tidak digunakan. Dan Jae Su juga ikut dengan mereka. Ju Ri tadinya mengira Kang  Tae akan makan malam bersama Mun Yeong. Kang Tae berkata mereka tidak dekat dan lagi makan malam adalah satu-satunya waktu di mana ia bisa makan bersama kakaknya.

Mun Yeong melanjutkan perjalanan menembus hutan yang gelap. Hingga akhirnya tiba di depan sebuah gerbang besar yang tidak terawat. Ia membuka gembok gerbang dan melangkah masuk.

Di Seoul, Direktur Lee benar-benar cemas karena Mun Yeong pergi ke Seongjin. Ia seharusnya tidak pergi ke tempat itu. Tempat apa, tanya Seung Jae.

“Kastil yang dikutuk. Itu adalah kediaman yang dibangun ayah Mun Yeong untuk merayakan kelahirannya. Beliau membangunnya di tengah hutan belantara agar istrinya bisa fokus menulis. Dulunya merupakan tempat mewah, bahkan memenangkan penghargaan arsitektur. Tapi sekarang menjadi terbengkalai, seperti rumah hantu.”

Halaman rumah besar itu ditutupi dedaunan kering. Seluruh tempat itu gelap dan terkesan menyeramkan. Ketika Mun Yeong membuka pintu rumah dan melangkah masuk. Ada sosok wanita yang tiba-tiba menyentuh jendela.

Seung Jae bertanya kenapa rumah itu tidak dijual saja. Direktur Lee berkata bukannya tidak mau dijual, tapi tidak bisa dijual.

“Ibunya menjadi seperti itu di rumah itu. Dan ayahnya menjadi seperti ini. Siapa yang mau membeli rumah dia mana begitu banyak peristiwa buruk terjadi?”

“Seperti itu, seperti ini? Sebenarnya apa yang terjadi pada mereka?” (aku juga ingin tahu, Seung Jae ssi..sungguhan ;p)

Tapi Direktur Lee berkata sebaiknya Seung Jae tidak bertanya-tanya atau akan mendapat masalah (Oke..siap bos!)

Dengan polosnya Seung Jae malah bertanya kenapa Mun Yeong pergi ke tempat itu. Direktur Lee jadi kesal lagi ingat penyebabnya. Gara-gara Seung Jae memeriksa latar belakang seseorang dan memperlihatkannya pada Mun Yeong. Seung Jae membela diri lebih baik ia melakukannya daripada kehilangan nyawanya.

Mun Yeong naik ke lantai 2. Sebuah pintu di ujung  lantai 1 tiba-tiba menutup sendiri. Dan sebuah pintu lain yang dikunci dengan rantai tiba-tiba bergerak seakan ada yang hendak mendobrak keluar. Entah itu hanya efek tambahan agar terkesan menyeramkan, atau memang ada sesuatu di balik pintu terkunci itu.

Mun Yeong  membuka pintu balok. Ia membuka payung yang sejak tadi dibawanya. Dari dalam payung jatuh sebuah benda. Mun Yeong mencuri benda itu dari meja Dokter Oh. Seperti patung kayu tradisional kecil. Ia menaruh patung itu di meja lalu membaringkan dirinya di tempat tidur. Lapar, keluhnya.

Kang Tae sedang makan malam bersama Sang Tae, Jae Su, Ju Ri, dan ibu Ju Ri. Ibu Ju Ri sangat ramah dan senang dengan kehadiran tiga pemuda itu di rumahnya.  Jae Su tinggal di semi basement, sedangkan Kang Tae dan Sang Tae tinggal di atap. Mereka makan bersama dengan penuh kehangatan.

Tapi Jae Su bisa melihat kalau Ju Ri dan ibunya  sangat memperhatikan Kang Tae. Ia berbisik pada Sang Tae kalau ibu Ju Ri sudah memilih dan ingin Kang Tae menjadi menantu. Ju Ri dan ibunya pura-pura tidak mendengar.

“Dahulu kala di sebuah kastil di tengah hutan, hiduplah seorang puteri yang telah tertidur bertahun-tahun lamanya. Sebuah jarum dari alat pemintal akan membunuhnya. Itulah kutukan yang diberikan Penyihir Jahat pada Sang Puteri pada hari ia dilahirkan. Ketakutan, Raja membakar semua alat pemintal di kerajaannya untuk menghindari kutukan itu. Tapi Puteri tertusuk duri mawar yang diberikan oleh Si Penyihir yang menyamar dan tertidur. Dongeng ini memberitahumu bahwa kau tidak bisa melarikan diri dari takdirmu.”

Mun Yeong gemetar kedinginan dalam tidurnya. Sosok tak terlihat keluar dari pintu lantai satu, menapaki lantai dua dan masuk kamar Mun Yeong. Mun Yeong terbangun. Sosok mengerikan itu melayang di atasnya. Membuat Mun Yeong tak bisa bergerak dan matanya memancarkan ketakutan yang amat sangat. Gejala sleep paralysis atau tindihan.

“Benar, ciuman Sang Pangeran seharusnya bisa mematahkan kutukan itu.”

Namun sosok itu menyentuh wajah Mun Yeong lalu berbisik di sisinya.


“Tapi jangan terlalu berharap... karena aku akan membunuh pangeran itu.” Sosok itu terkekeh melihat Mun Yeong gemetar menahan tangis.

Mun Yeong kecil menatap air danau yang tenang di hadapannya. Namun terdengar bisikan, “Selamatlkan aku...selamatkan aku...kumohon...selamatkan aku!”

Sesosok bayangan hitam menyeruak keluar dari dalam air.

Mun Yeong terbangun lalu menangis ketakutan. Namun ia ingat Kang Tae mengajarkan metode pelukan kupu-kupu padanya. Ia membayangkan Kang Tae berada di sisinya untuk menenangkannya. Dalam bayangannya itu Kang Tae bersikap lembut dan memintanya untuk tidak menangis. Mun Yeong langsung merasa tenang. Ia mempraktekkan pelukan kupu-kupu yang diajarkan Kang Tae.

Rumah Sakit OK kedatangan pasien penting. Ia adalah anak seorang pejabat daerah itu. Tapi ia juga pasien langganan rumah sakit itu. Seorang pemuda yang nampak ramah dan biasa saja. Well, mungkin sedikit aneh dari pakaian yang dikenakannya. Ia bertanya di mana direktur rumah sakit. Kenapa tidak menyambutnya?

Dokter Oh sedang sibuk mencari patung kayu Cheo Yong. Patung kayu unik yang dicuri Mun Yeong. Patung itu dibutuhkannya untuk tidur siang.  Menurutnya patung itu berguna untuk mencegah munculnya tindihan. Hmmm...tidak berguna tuh untuk Mun Yeong..

Mun Yeong akhirnya mau menjawab telepon Direktur Lee. Direktur Lee berkata masalah kali ini akan sulit untuk diselesaikan karena banyak saksi. Ia menyarankan agar Mun Yeong berpura-pura sedih di depan media, mengatakan kalau ia stress karena menulis buku baru, insomnia, dan lain-lain. Mendengar itu Mun Yeong mendapat ide.

“Gunakan Go Dae Hwan sebagai alasan.”

“Maksudmu, ayahmu?”

“Tulislah seperti ini: Go Mun Yeong menghilang. Ternyata, ia merawat ayahnya yang demensia. Apakah ia akan pensiun dari karirnya? Akhiri dengan pertanyaan hingga itu terdengar sebagai sebuah kemungkinan.”

Direktur Lee menyukai ide tersebut. Dengan menghilang di tengah-tengah perburuan, orang-orang akan meminta Mun Yeong kembali. 

Kwon Gi Do, pasien yang baru masuk tadi, mulai berbuat ulah. Di dalam kamar tempat ia dirawat, ia sengaja menghadap kamera, lalu membuka jaketnya. Dan ternyata ia tidak mengenakan apa-apa di baliknya. Ia sengaja melakukan itu di depan kamera, agar orang-orang melihat. Tapi Perawat Park menutupi layar  dengan kertas agar tidak ada yang melihat.

Saat Kang Tae masuk, Kwon Gi Do sedang sibuk pamer tubuhnya. Tapi Kang Tae bersikap biasa saja dan tidak menunjukkan perhatian. Ia mengingatkan ada kamera dalam kamar itu.

“Aku tahu. Memikirkan ada orang yang menontonku membuatku sangat bersemangat,” kata Gi Do.

Kang Tae menyuruh Gi Do berpakaian tapi Gi Do berkata ia tidak kedinginan sama sekali. Kwon Gi Do adalah seorang penderita sindrom manik (di antaranya terlalu antusias dan bersemangat, tidak bisa berpikir jernih, selalu bertenaga seolah tidak butuh tidur). Dan setiap tahun pada musim semi dirawat di rumah sakit ini karena  gejala-gejala maniknya. Setiap kali hujan, ia akan menyelinap keluar dan berkeliaran di hutan. Dia juga cepat hingga sulit untuk ditangkap.

Cha Yong tak habis pikir bagaimana bisa anak seorang penjabat menderita manik. Memangnya Presiden tidak pernah flu, sergah Perawat Park. Tidak ada hubungannya dengan pekerjaan ayah Gi Do. Ia mulai menceramahi Cha Yong karena berpendapat bias pada pasien. Cha Yong buru-buru kabur dari sana tanpa mau mendengar lagi sampai Perawat Park kesal. Byul berkata sepertinya Cha Yong memiliki ODD (Oppositional Disposition Disorder, gangguan perilaku yang sering membantah atau menentang).

Gi Do akhirnya berpakaian. Ia bertanya apakah Kang Tae pernah mendengar mengenai suatu tempat bernama Morning Sun.  Sebuah klub di mana orang-orang bisa berpesta sampai pagi, sesuai namanya. Ia dengar itu adalah klub terpanas saat ini jadi ia pergi ke sana. Ia bercerita bagaimana dirinya saat di klub tersebut. Berpesta, minum-minum, menraktir semua orang tapi kemudian kartu kreditnya adalah kartu kredit yang dilaporkan menghilang. Lah dokter Oh kok jadi manajer klub XD

Karena hendak ditangkap para preman klub tersebut, ia melarikan diri sekuat tenaga. Ia berlari dan terus berlari hingga ke jalan raya. Menghindari mobil-mobil yang hendak menabraknya. Ia berkata ia jadi kepanasan karena terus berlari. Itu sebabnya ia membuka semua pakaiannya. Lalu tiba-tiba ia melihat waktu seakan berhenti ketika mobil saling menabrak bahkan ada yang melayang.  Dan ia berakhir masuk rumah sakit lagi. 

Kang Tae bertanya seberapa cepat lari Gi Do dalam menempuh jarak 100m. Gi Do menyombong ia sangat cepat, sekitar  7 detik. Ia balik bertanya bagaimana dengan Kang Tae. Enam detik, jawab Kang Tae. Gi Do terkagum-kagum dan berkata mereka bisa lomba lari jika mau. Ia senang dengan Kang Tae.  Karena itu ia menurut ketika Kang Tae mengajaknya ke ruang konsultasi.

Kang Tae mengingatkan Sang Tae untuk tiba di rumah sakit sebelum jam 3 sore. Ia bertanya apakah Sang Tae sedang menggambar lagi. Di adonan, gumam Sang Tae. Jae Su kali ini membuka kedai pizza dan Sang Tae membantunya di sana tanpa sepengetahuan Kang Tae. Karena itu Jae Su menyuruh Sang Tae cepat menutup teleponnya.

Pekerjaan Sang Tae adalah menggambar sketsa pelanggan jika mereka memesan pizza ukuran full. Tujuannya adalah untuk menarik pelanggan baru. Dan Sang Tae juga mendapat uang. Sang Tae takut ketahuan Kang Tae setelah Kang Tae tadi menelepon.  Tapi akhirnya ia membantu juga setelah dibujuk Jae Su.

Kang Tae berusaha menelepon kakaknya lagi, tapi teleponnya tidak diangkat. Cha Yong memanggilnya untuk membantu mengumpulkan para pasien di ruang terapi.

Kang Tae bengong saat melihat siapa yang ada di ruang terapi. Siapa lagi kalau bukan Mun Yeong. Artinya ia bersedia mengajar kelas literatur di rumah sakit itu.  Namun matanya selalu terarah pada Kang Tae.

Ia bertanya apa itu dongeng. Kisah pernikahanku dengan IU, celetuk Jung Tae, si pasien alkoholik. Para pasien tertawa dan mengira ia mabuk lagi. Aku tidak mabuk, ujar Jung Tae.

“Aku menyebutnya omong kosong,” kata Mun Yeong dingin. Semua terdiam.

Lalu ia menjelaskan kalau dongeng adalah fantasi kejam yang menggambarkan kekejaman dunia dengan cara paradoks (seolah-olah menentang kebenaran tapi mengandung kebenaran). Orang-orang terkejut dan bingung dengan penjelasan tak biasa itu.

Contohnya, kisah Heungbu dan Nolbu (cerita rakyat Korea tentang dua kakak beradik. Nolbu adalah kakak yang serakah. Heungbu adalah adik yang baik hati. Wasiat ayah mereka sebelum meninggal adalah hartanya harus dibagi dua antara Nolbu dan Heungbu. Tapi karena keserakahan, Nolbu mengambil semuanya dan mengusir adiknya. Singkat cerita, Heungbu menjadi kaya karena peristiwa ajaib setelah menyelamatkan seekor burung walet yang terluka. Nolbu jatuh miskin karena mencoba mengikuti apa yang dilakukan Heungbu, tapi dengan sengaja melukai burung walet. Akhir kisah ini bahagia seperti dongeng pada umumnya. Nolbu bertobat dan hidup bahagia bersama Heungbu). Ia bertanya apa moral cerita tersebut.

“Jika kau orang baik, kau akan menang lotere (beruntung),” jawab Ok Ran, salah satu pasien.

“Salah. Heungbu menjadi miskin karena ia bukan anak sulung. Dongeng itu mengritik tradisi yang mengijinkan anak laki-laki tertua mewarisi semuanya,” kata Mun Yeong.

Bagaimana dengan Si Itik Buruk Rupa? Pasien Pil Wong berkata cerita itu mengajarkan agar tidak membeda-bedakan anak yang jelek.

“Salah. Pelajarannya adalah: mendidik anak orang lain tidak akan dihargai, jadi didiklah anak-anakmu sendiri.”

Para perawat mulai khawatir dengan ajaran Mun Yeong. Tapi Mun Yeong tidak mempedulikan mereka. Ia bertanya bagaimana dengan kisah The Little Mermaid.

“Aku tahu. Ketika kau mencintai, kau mencintai dengan setia meski kau akan lenyap menjadi buih lautan,” kata Ah Reum.

“Dia mencintai suaminya dengan setia sampai-sampai membiarkan suaminya memukulinya sampai jadi bubur,” Pasien Yoo Sun Hae menertawakan. Ah Reum mulai menangis dan berkata itu bukan salah suaminya, tapi salah alkohol. Jung Tae jadi tak enak hati.

Tapi Mun Yeong sama sekali tidak bersimpati. Ia menyuruh Ah Reum keluar jika ingin menangis. Semua langsung diam.

“Jadi, pelajaran dari The Little Mermaid adalah karma akan menggigitmu dengan keras jika kau mengingini pria yang sudah menikah.”

“Bagaimana dengan King Donkey Ears?” tanya Jung Tae.

Itu adalah kisah tentang seorang raja yang bertelinga sangat lebar hingga seperti telinga keledai. Karena malu, raja selalu menutupi telinganya agar tidak ada orang yang tahu. Hanya satu orang yang tahu, yaitu pencukur rambutnya. Raja melarang pencukurnya untuk memberitahu orang-orang tentang telinganya. Tapi pencukur itu tak tahan tak memberitahu siapapun. Ia menggali lubang di sebuah tanah kosong, lalu meneriakkan rahasia itu ke dalamnya. Kemudian menutup lubang tersebut dengan tanah.

Bertahun-tahun kemudian sebuah sekolah dibangun di tanah kosong tersebut. Ketika anak-anak sedang bermain, mereka menemukan lubang itu dan terdengarlah suara si pencukur bergema meneriakkan rahasia telinga raja. Dengan cepat berita itu menyebar dan membuat semua orang menertawakan raja. Raja sangat marah. Ia menjebloskan si pencukur ke dalam penjara. Si pencukur menyesal karena tidak bisa menjaga rahasia padahal sudah berjanji.

“Bicarakan orang lain di belakang (bergosip) untuk mengurangi stress,” kata Mun Yeong.

Para pasien tampaknya menyukai ajaran unik Mun Yeong itu. Mun Yeong berkata kesimpulan pelajaran hari ini adalah dongeng bukanlah sebuah halusinogen yang memberi harapan dan impian. Itu adalah pendorong agar orang-orang menghadapi kenyataan.

“Jadi kuharap kalian banyak membaca dongeng dan bangun dari mimpi kalian. Jangan menatap langit untuk melihat bintang-bintang yang indah. Lihatlah ke kakimu yang terjebak dalam lumpur kotor. Begitu kalian menyadari itu dan menerima kenyataan, everybody will be happy. Happy happy...” kata Mun Yeong tanpa wajah happy.

Para pasien senang dengan kalimat penutup tersebut. Happy....

Ju Ri baru mendengar kalau Mun Yeong mengajar literatur di rumah sakit ini. Perawat Park berkata Dokter Oh yang memintanya sebagai ganti membiarkan ayahnya jalan-jalan setiap kali ia berkunjung. Ia juga menceritakan pendapat Dokter Oh kalau Mun Yeong mengincar sesuatu di tempat ini. Dan Ju Ri bisa mengira apa itu.

Mun Yeong mengamati Kang Tae yang sibuk membereskan ruang terapi setelah para pasien keluar. Ia menanyakan pendapat Kang Tae mengenai pelajarannya. Kang Tae awalnya tidak mau meladeni tapi akhirnya ia bertanya apakah Mun Yeong benar-benar mempercayai hal itu.

“Bahwa kita akan baik-baik saja begitu bisa menerima kenyataan.”

“Ya. Aku adalah aku, dan kau adalah kau. Kita hanya perlu menerima itu,” jawab Mun Yeong.

“Bagaimana jika kita menerimanya tapi seluruh dunia tidak berpendapat seperti itu? Mereka menolak untuk menerima...”

Mun Yeong sengaja menguap dengan suara keras dan berkata itu membosankan. Ia mengikuti Kang Tae keluar ruangan dan menyarankan agar Kang Tae menerima saja kenyataan bahwa ia tidak puas dengan hidupnya. Kang Tae terlihat hendak protes.

“Lihat? Aku bisa melihat matamu terbakar keinginan. Karena itu aku menyukaimu. Kau arogan tapi dangkal.”

Kang Tae berjalan pergi, tak mau meladeni Mun Yeong. Cara yang salah, karena Mun Yeong memperkeras suaranya bahkan ketika mereka masuk lobi.

“Aku melihat kau selalu tersenyum pada pasien tapi kenapa kau sangat dingin padaku? Kau sangat penyayang malam itu.”

Kang Tae bertanya apa maksud Mun Yeong. Mun Yeong berkata ia memimpikan Kang Tae beberapa hari lalu. Bagaimana Kang Tae duduk dan memeluknya di tempat tidur. Kang Tae khawatir orang-orang salah paham dan menyuruh Mun Yeong mengecilkan suaranya. Mun Yeong menutup mulutnya. Tapi begitu Kang Tae berbalik pergi, ia berteriak.

“Kau mau tidur denganku?!”

Kang Tae langsung menggiring Mun Yeong pergi. Sementara para pasien dan perawat terkejut sekaligus kagum melihat keberanian Mun Yeong.

Kang Tae membawa Mun Yeong ke tempat sepi dan mengingatkan agar ia berhenti.

“Aku muak dengan gurauanmu. Aku tidak punya waktu untuk bermain denganmu.”

“Artinya kalau kau ada waktu, kau akan ikut bermain.”

Jangan sembarangan menyimpulkan, kata Kang Tae. Kenapa menjalani hidup yang membosankan, tanya Mun Yeong.

“Kau akan sakit jika menahan diri seperti itu. Jika kau ingin bersenang-senang, maka bersenang-senanglah. Aku tahu kau ingin bersenang-senang.”

“Apa yang kautahu tentang diriku? Siapa kau hingga bertingkah seperti ini,” kata Kang Tae marah.

Munafik, ujar Mun Yeong. Kang Tae terdiam. Mun Yeong bertanya kenapa Kang Tae sekaget itu. Orang-orang akan berpikir itu benar.

“Semua orang munafik. Kita semua hidup dalam banyak kebencian, tapi kita bersikap seakan-akan tidak seperti itu. Dan lagi, siapa yang sempurna?”

Mun Yeong meninggalkan Kang Tae dengan senyum. Namun senyumnya lenyap ketika ia melihat ayahnya di lorong rumah sakit. Ia berjalan pelan sambil melirik ayahnya. Ia melihat bekas luka di tangan ayahnya. Bekas cakarannya ketika ayahnya mencekiknya untuk membunuhnya.

Ayah Mun Yeong sepertinya mengenalinya. Ia terlihat takut dan mulai bersuara panik. Tapi tidak ada kata-kata yang keluar, hanya erangan ketakutan. Byul menghampirinya dan melihat Mun Yeong yang berjalan pergi.

Sang Tae sudah tiba di rumah sakit tapi ia bingung karena berada di tempat asing dan tidak bisa menemukan Kang Tae. Untunglah Ju Ri melihatnya dan menyuruhnya menunggu sebentar. Tapi ketika ia kembali, Sang Tae sudah lenyap dari lobi.

Ternyata Sang Tae melihat Mun Yeong dari jauh dan langsung mengikutinya. Ia terus mengikutinya tapi Kang Tae menemukannya lebih dulu. Ia berkata kakaknya salah lihat dan membawanya masuk.

Byul menyusul Mun Yeong ke tempat parkir dan berkata ia harus mengajak ayahnya jalan-jalan. Kenapa aku harus melakukannya, tanya Mun Yeong. Byul berkata ia dengar Dokter Oh berjanji mengajar agar bisa mengajak ayahnya jalan-jalan.

“Itu tidak benar. Aku tidak membuat janji,” kata Mun Yeong. Ia naik ke mobilnya lalu pergi.

Sang Tae gugup berada di ruangan Dokter Oh sendirian tanpa Kang Tae, ditambah bunyi-bunyian berirama dari benda-benda di ruangan itu. Kang Tae menunggu di luar ruangan. Dokter Oh menatap Sang Tae selama beberapa waktu tanpa mengatakan apapun. Sang Tae tak tahan lagi dan berjalan keluar.

“Stegosaurus,” kata Dokter Oh. Ia mulai membicarakan dinosaurus itu sesuai dengan apa yang diketahui Sang Tae. Ia bahkan menanyakan nama boneka dino Sang Tae. Sang Tae langsung tertarik.

Beberapa waktu kemudian, Kang Tae mendengar Dokter Oh memanggilnya. Ia masuk dan mendapati kakaknya sedang sibuk memperlihatkan seluruh isi tasnya pada Dokter Oh. Semua benda kesukaannya. Dan memberikan topinya pada Dokter Oh. Dokter Oh tersenyum, dan berkata sepertinya Sang Tae menyukainya. Kang Tae tersenyum lega.

Dokter Oh berkata Sang Tae terlalu berbakat untuk dibiarkan menggambar hanya sebagai hobi. Sanga Tae mengoceh ia akan menggambar sketsa Dokter Oh seharga 10 ribu won, tak perlu memesan pizza. Upss..ketahuan deh.

Kang Tae bertanya apakah Sang Tae membicarakan tentang kupu-kupu. Tidak, kata Dokter Oh. Ini baru hari pertama, ia yakin suatu hari nanti Sang Tae akan menceritakannya. Ia memanggil Sang Tae dan memperlihatkan pemandangan di luar jendela kantornya.

Ia ingin memindahkan pemandangan itu ke suatu tempat. Ia membawa Sang Tae dan Kang Tae ke sebuah tembok kosong. Ia ingin Sang Tae menggambarkan pemandangan di kantornya tadi ke tembok itu. Sang Tae ternganga melihat “kertas gambar” raksasa itu. Kang Tae agak ragu. Tapi Dokter Oh berkata ini adalah resep perawatannya untuk Sang Tae.

Tanpa disangka Sang Tae malah bertanya berapa banyak Dokter Oh akan membayarnya. Ia akan melakukannya jika dibayar banyak. Itu tergantung lukisanmu, kata Dokter Oh tersenyum. Kang Tae sampai tak enak hati.

Di rumah, Kang Tae melihat Sang Tae sedang menaruh uang di kotak tabungannya. Ia terkejut melihat tabungan kakaknya yang cukup banyak. Sang Tae cepat-cepat menyembunyikan kotak itu di punggungnya. Ia tidak mau memperlihatkannya pada Kang Tae sampai ia berhasil meraih tujuannya.

“Tapi aku adikmu,” protes Kang Tae.

“Bagi orang autis, keluarga itu seperti orang asing yang dekat.”

Kang Tae agak sedih mendengarnya. Ia bertanya Sang Tae akan menabung sampai berapa banyak. 32.890.000 won (hampir 500 juta rupiah). Kang Tae terkejut. Untuk membeli apa uang sebanyak itu.

Mobil, jawab Sang Tae. Kang Tae makin bingung tapi Sang Tae tidak menjelaskan lebih lanjut. Kang Tae berkata ia tidak akan bertanya lagi. Sang Tae mengeluarkan sebuah brosur dan memberikannya pada Kang Tae. Iklan diskon mobil van untuk camping. Pada brosur itu tertulis:  “akan memberikan kenangan indah dan gaya hidup romantis. Ke manapun kau pergi, akan terasa nyaman seperti di rumah.”

Ia bertanya kenapa kakaknya ingin mobil itu. Kakaknya berkata dengan mobil itu mereka tidak perlu pindah setiap tahun. Mereka bisa lari meski kupu-kupu mengejar mereka. Mereka tidak perlu selalu berkemas dan pindah ke tempat lain.

“Lalu....lalu pemilik rumah tidak akan marah pada adikku. Kita bisa pergi ke manapun.”

Kang Tae terharu mendengar perkataan kakaknya. Ia memeluknya dan berkata ia tidak membutuhkan uang, mobil, atau rumah. Ia hanya memerlukan kakaknya.

Munafik. Perkataan Mun Yeong terngiang di benaknya. Kang Tae menggeleng menepis anggapan itu. Ia bersungguh-sungguh kalau kakaknya adalah segalanya baginya.

Ayah Gi Do sibuk berkampanye di media. Ia berkata akan menyingkirkan rumah sakit OK demi keamanan warga. Perawat Park berkata para pejabat selalu berkampanye berusaha menyingkirkan rumah sakit mereka setiap kali kampanye untuk pemilu. Byul tak habis pikir bagaimana bisa ayah Gi Do seperti itu padahal putera dirawat di rumah sakit mereka.

Dokter Kwon Min Seok yang menangani Gi Do berkata kalau ayah Gi Do selalu mementingkan pekerjaannya daripada anaknya sendiri.

Byul melihat sesuatu di layar monitor dan mengumumkan seorang pasien melarikan diri. Terjadi kehebohan di rumah sakit itu karena Gi Do berusaha melarikan diri. Para perawat berusaha menangkapnya tapi tidak berhasil.

Kang Tae dan Ju Ri masih dalam perjalanan menuju rumah sakit. Kang Tae melihat-lihat harga-harga van camping yang  dijual online. Ada yang harganya setengah dari harga brosur Sang Tae. Ju Ri meliriknya dan berkata salah satu temannya menyewakan mobil van. Mereka bisa menyewanya untuk bepergian bersama-sama suatu hari nanti. Kang Tae tak menjawab. Tapi kemudian ia berkata mereka bisa pergi kalau ada waktu kosong bersama. Ju Ri senang dan berkata akan mengecek jadwal mereka bulan depan.

Kang Tae tidak mendengarkan karena ia mendapat telepon dari rumah sakit mengenai Gi Do. Cha Yong memberitahunya kalau Gi Do mendadak ngompol saat konsultasi jadi ia mengambilkan baju lain, namun ia malah melarikan diri.

Para staf rumah sakit sedang mencaritahu ke mana Gi Do pergi. Melalui rekaman CCTv mereka melihat Gi Do menghadang mobil Mun Yeong yang baru datang dan membuka jaketnya. Mun Yeong turun dari mobil dan melihat dengan tenang.

“Apa itu yang disebut orang mungil?” tanyanya.

Gi Do menutup kembali jaketnya karena malu. Ia berkata itu karena ia kedinginan. Mun Yeong melihat jamnya dan berpikir Kang Tae pasti masih dalam perjalanan ke rumah sakit. Ia mengajak Gi Do masuk mobilnya.

Dan lucunya ia malah meminta ijin memakai celana dalamnya. Ia membela diri ia melakukannya bukan karena merasa terintimidasi oleh Mun Yeong. Kau membawa celanamu ke mana-mana, tanya Mun Yeong. Gi Do berkata benda itu adalah satu-satunya benda yang mencegahnya kehilangan kewarasan.

Para staf rumah sakit yang melihat Gi Do pergi dibawa Mun Yeong langsung melapor pada Kang Tae  kalau Mun Yeong menculik Gi Do. Kang Tae melihat mobil Mun Yeong dari arah berlawanan dan menyuruh Ju Ri berhenti. Ia turun dari mobil dan berdiri di tengah jalan untuk mencegat Mun Yeong.

Tapi Mun Yeong yang melihat itu sama sekali tidak menurunkan kecepatan. Ia malah memacu mobilnya mendekati Kang Tae. Ju Ri sangat khawatir tapi Kang Tae melarangnya mendekat. Bahkan Gi Do mulai cemas dan berteriak agar Mun Yeong berhenti.

Mun Yeong berhenti tiba-tiba hanya berjarak sekitar sejengkal dari Kang Tae. Ia tersenyum. Ju Ri terduduk lemas. Gi Do kembali mengompol. Kang Tae mendekati Mun Yeong dan menyuruhnya keluar.

“Kau tidak melarikan diri. Kau tidak menghindariku juga. Aku kagum,” kata Mun Yeong.

“Keluar!” kata Kang Tae tegas.

Mun Yeong menyuruh Gi Do turun tapi Gi Do tidak mau. Ia ingin bersenang-senang. Mun Yeong mengajak Kang Tae ikut bersenang-senang bersama mereka.

“Keluar dari mobil sekarang juga!” bentak Kang Tae.

“Kenapa kau selalu begitu marah padaku?” tanya Mun Yeong tenang.

“Karena kau membuatku marah.”

Mun Yeong bertanya kenapa Kang Tae tidak mengacuhkannya saja. “Tapi kau tahu, kau harus selalu berhati-hati agar tidak lengah.”

Ia menginjak gas dan pergi. Kang Tae meminjam mobil Ju Ri dan pergi mengejar, meninggalkan Ju Ri sendirian.

Mun Yeong malah senang dikejar-kejar. Kang Tae berusaha menyusul. Ketika berhasil ia menyuruh Mun Yeong minggir. Tidak mau, kata Mun Yeong. Ia kembali mempercepat mobilnya. Gi Do senang sekali. Ia melihat orang-orang yang berkampanye untuk ayahnya.

Ia membuka sunroof dan berteriak- teriak agar orang-orang tidak memilih ayahnya karena ia seorang yang munafik total dan mendiskriminasi orang-orang. Ia terang-terangan mengatakan ia tahu karena ia anak bungsunya. Ia terus berteriak agar mereka tidak memilih ayahnya.

Mobil polisi mulai mengejar mereka dan memperingatkan agar Mun Yeong menghentikan mobilnya. Tapi Mun Yeong tidak peduli. Ia tersenyum pada Gi Do yang kesenangan. Lalu mengarahkan mobilnya ke tempat kampanya ayah Gi Do. Melewati jalan sempit dan pasar. Kang Tae juga tidak menyerah. Ia terus mengikuti Mun Yeong. Dan mobil polisi di belakangnya.

Mun Yeong menghentikan mobilnya di dekat panggung tempat kampanye Kwon Man Su, ayah Gi Do. Ayah Gi Do sedang sibuk pencitraan bersama anggota keluarganya yang lain.

“Hei, Mungil. Mari kita bersenang-senang di sini,” kata Mun Yeong tersenyum.

Gi Do dan Mun Yeong turun dari mobil. Gi Do langsung lari ke atas panggung. Ia memperkenalkan dirinya sebagai putera bungsu Kwon Man Su. Ayahnya kaget dan panik karena Gi Do ada di sana.

“Seperti kalian lihat, aku sakit jiwa! Ta benar, aku lah itik buruk rupa di dalam keluarga. Aku adalah aib keluarga kami!,” kata Gi Do sambil tertawa.

Kang Tae tiba di lokasi dan langsung berlari mendekati. Tapi ia berhenti saat mendengar perkataan Gi Do.

“ Kalian tahu, semua orang di keluargaku termasuk orangtuaku, saudara-saudariku, dan sepupu-sepupuku lulusan jurusan hukum SNU. Akulah satu-satunya orang bodoh dalam keluarga. Tapi itu bukan salahku. Aku hanya...aku hanya terlahir sedikit bodoh,” matanya berkaca-kaca menahan tangis, “Tapi Ayah memukulku karena nilaiku jelek. Ayah merendahkanku karena aku tidak bisa mengerti dengan benar. Ayah mengurungku karena menyebabkan masalah.

Maksudku, aku juga anaknya. Tapi ia memperlakukanku seolah-olah aku tidak terlihat. Aku hanya ingin Ayah melihatku. Jadi aku melakukan banyak hal gila untuk menarik perhatiannya. Aku hanya berakhir gila!”

Gi Do berteriak, tertawa sambil menangis. Kang Tae tersentuh mendengar kata-kata Gi Do. Ia hanya diam melihat Gi do lari ke sana kemari di atas panggung. Membuat kegilaan untuk menghindar dari orang-orang yang hendak menangkapnya. Mun Yeong menghampirinya.

Mereka memperhatikan Gi Do yang sedang “bersenang-senang”. Melompat ke sana kemari. Dan Kang Tae mulai membayangkan dirinya membiarkan dirinya bebas seperti Gi Do.

“Dia sangat bersenang-senang. Kau setuju, kan?” kata Mun Yeong.

“Apakah sebaiknya aku bersenang-senang denganmu? Haruskah?” tanya Kang Tae.

Mun Yeong sedikit kaget. Lalu ia tersenyum.

Epilog:

Dalam cerita Gi Do ketika mengunjungi klub, ternyata ia menceritakannya sambil menyusuri lorong rumah sakit dan membayangkan dirinya berada dalam klub itu. Kang Tae hanya mengikutinya sambil tersenyum dengan penuh pengertian dan seisi rumah sakitnya tampaknya sudah biasa melihatnya. Ketika Gi Do berlari sambil membuka pakaian, ia sebenarnya berlari di atas treadmill ruang terapi. Lalu ia berhenti sendiri karena kelelahan dan menyadari ia kembali di rumah sakit.

Komentar:

Kenapa Kang Tae bisa begitu terpengaruh dengan "kebebasan" Kwon Gi Do? Karena menurutku hidupnya selama ini demi kakaknya. Ia menekan segala keinginannya demi kakaknya.Menurutku ia bahkan menahan diri membeli barang-barang yang ia inginkan demi membelikan apa yang menjadi kesukaan kakaknya. Ia juga sulit memiliki waktu untuk istirahat atau bersenang-senang karena ia harus menjaga kakaknya. Bukan berarti ia menyesal menjaga kakaknya dan merasa terbebani. Tapi semua orang yang menjalani hidup seperti itu sangatlah melelahkan, fisik dan mental.

Karena itu, "kebebasan" Mun Yeong juga yang membuatnya mau tidak mau tertarik. Mun Yeong bisa melakukan apapun yang dia inginkan tanpa takut dan peduli dengan konsekuensinya. Ia tidak perlu meminta ijin pada orang lain, tidak merasa perlu mengalah demi orang lain. Benar-benar kebalikan dari hidup Kang Tae. Kebebasan itu yang sedikit demi sedikit menyeruak dari diri Kang Tae. 

Sebaliknya, menurutku Mun Yeong juga akan belajar bagaimana hidup tidak hanya untuk diri sendiri. Meski Mun Yeong berusaha menutup dirinya dari segala kelemahan dan selalu nampak sangat kuat. Tapi di dalam ia tidak sekuat itu. Ia pemberani karena mau menghadapi ketakutan masa lalunya. Ia berani kembali ke rumah yang menjadi tragedi keluarganya. Ia tahu akan terjadi sesuatu yang buruk tapi ia berani berusaha menghadapinya.

Mimpi buruk dan tindihan itu menurutku karena rasa takut Mun Yeong juga pada sesuatu dalam rumah itu. Keberadaan ibunya, meski tidak secara fisik. Masih penasaran dengan apa yang terjadi pada keluarganya, tapi aku yakin semua bermula dari ibunya. 

Melihat karakter-karakter dalam drama ini sangat menyenangkan karena semua berbeda dengan ciri khas masing-masing, termasuk para pasiennya. Karakter yang kusukai juga adalah Dokter Oh. Dengan caranya yang unik, kurasa ia bisa membantu Sang Tae percaya padanya dan akhirnya menceritakan tentang kupu-kupu itu. Mudah-mudahan ya...

Salah satu lagi yang menarik adalah karakter Ju Ri. Karena menurutku ia seperti orang kebanyakan. Orang yang selalu tampil baik, namun sepertinya memendam banyak hal. Entah itu iri hati, cemburu, dan perasaan tidak suka. 

Kwak Dong Yeon sebagai cameo keren bangeeeet. Ia berhasil memerankan Gi Do dengan sangat meyakinkan. Kita dikejutkan, dibuat merasa jengah, tapi sekaligus dibuat terenyuh dan kita akhirnya bersimpati padanya. Ia menjelaskan apa ayang membuatnya menjadi seperti itu. Membuatku kembali bertanya apakah ada latar belakang dari kepribadian Mun Yeong, seperti Gi Do? Atau memang dia dilahirkan seperti itu? 


3 komentar:

  1. Sedari dulu (semenjak zaman Secret Garden) suka banget dengan komentar dan ulasan dari Mba Fanny... Tetap semangat...

    BalasHapus
  2. Selamat menulis kembali mbak fan

    BalasHapus

Terima kasih komentarnya^^
Maaf aku tidak bisa membalas satu per satu..tapi semua komentar pasti kubaca ;)