Kang Tae menggunting rambut Mun Yeong untuk merapikannya.
Mun Yeong bertanya apa ia bisa mempercayai Kang Tae. Dengan tenang Kang Tae
berkata ia juga yang menggunting rambut Sang Tae karena hanya ia yang boleh
menyentuh rambut Sang Tae. Mengingat gaya rambut jamur Sang Tae, Mun Yeong
langsung panik. Apalagi Kang Tae sendiri yang menggunakan gaya seperti itu,
bukan atas kemauan Sang Tae.
“Aku tidak mau gaya rambut jamur!” protesnya.
“Sudah terlambat,” kata Kang Tae. Ia yang memegang gunting
sekarang. Mun Yeong hanya perlu diam agar semuanya berakhir baik. Mun Yeong
terpaksa menurut dan mempercayakan rambutnya pada Kang Tae.
Setelah semua selesai, ia menatap cermin dan tersenyum. Ia
mneyukai gaya rambutnya. Begitu juga Kang Tae.
“Kau terlihat cantik,” katanya ketika Mun Yeong menanyakan
penampilannya yang sekarang.
Mun Yeong berkata ia sekarang tidak perlu lagi menurut pada
ibunya karena ia sudah melepas ikatannya.
“Jadi kau ingin melarikan diri dari ibumu?” tanya Kang Tae
agak terkejut. Tapi ia tidak menanyakan alasannya dan mengucapkan selamat
ketika Mun Yeong berkata ia sekarang sudah bebas.
“Aku tidak mau ucapan selamat, aku mau pujian,” Mun Yeong
mendekatkan kepalanya.
Kang Tae membelai rambutnya dan memuji Mun Yeong. Ia bangga
pada Mun Yeong.
Merasa gembira, Mun Yeong mengajak Kang Tae pergi
bersenang-senang tak peduli di manapun. Seperti Anjing Musim Semi, tanya Kang
Tae tersenyum. Mun Yeong mengiyakan lalu tertawa.
Keesokan paginya, Sang Tae tertegun saat melihat penampilan
baru Mun Yeong. Ia bertanya apa yang terjadi pada rambut panjang Mun Yeong. Aku
memotongnya, kata Mun Yeong bangga. Ia menanyakan pendapat Sang Tae, berharap
mendapat pujian. Tapi Sang Tae berlata Mun Yeong lebih cocok berambut panjang.
Kang Tae cepat-cepat menyanggah kalau Mun Yeong bagus
berambut pendek, takut Mun Yeong marah pada kakaknya. Tapi Sang Tae tak bisa
berbohong. Ia berkata Mun Yeong 100 kali bahkan 1000 kali lebih baik dengan
rambut hitam yang panjangnya sepinggang. Ia kecewa Mun Yeong memotong rambutnya
dan bertanya kenapa Mun Yeong melakukannya.
Mun Yeong berusaha keras menahan kekesalannya yang sudah
mencapai ubun-ubun. Berusaha mencegah ledakan kemarahan Mun Yeong, Kang Tae
diam-diam memberi isyarat para Sang Tae dengan menendang kakinya. Tapi Sang Tae
malah bertanya kenapa Kang Tae menendang kakinya.
Mun Yeong mulai memarahi telur puyuh yang sulit diambilnya
dengan sumpit. Kang Tae membantunya. Sang Tae mengamati. Mun Yeong mengulurkan
sendok meminta telur gulung. Kang Tae mendekatkan piring telur gulung. Tapi Mun
Yeong tidak bergeming hingga akhirnya Kang Tae mengambilkan telur itu.
“Kau seharusnya mengambilnya sendiri. Kau bukan bayi,” kata
Sang Tae. Mun Yeong vs Sang Tae part 1 XD
Sambil mengantar Kang Tae keluar, Mun Yeong mengomel kala
Sang Tae tidak peka. Maksudmu ia terlalu jujur, kata Kang Tae. Mun Yeong
menuduh Kang Tae berpihak pada Sang Tae.
Tentu saja, kata Kang Tae, mereka kan bersaudara. Mun Yeong kesal lalu melemparkan sesuatu pada
Kang Tae.
Kunci mobil. Pulanglah secepatnya begitu kau selesai bekerja,
kata Mun Yeong sambil tersenyum. Kang Tae diam-diam mengamati Mun Yeong yang
sedang berdiri melihat pemandangan. I know that look....Kang Tae jatuh hati ;)
Mun Yeong menoleh dan berkata mulai sekarang Kang Tae
yang bertugas memotong rambutnya. Kenapa
tidak ke salon, tanya Kang Tae. Mun Yeong berkata ia sama seperti Sang
Tae, tidak suka orang lain menyentuhnya.
Kang Tae adalah kekecualian.
Lalu ia bertanya lagi apa ia cantik. Cantik, kata Kang Tae
sungguh-sungguh. Mun Yeong menatap pantulan dirinya di kaca mobil dan berkata
ia juga merasa dirinya cantik. Kang Tae tertawa. Ia mewanti-wanti Mun Yeong
agar tidak bertengkar dengan kakaknya. Lalu ia pergi. Namun ia tidak bisa
mengalihkan pandangannya dari Mun Yeong.
Di rumah sakit, Chan Yong mengeluh karena sekarang ia
terlihat seperti zombie. Semalam ayah
Mun Yeong kumat.
“Benar-benar mimpi buruk. Ia keluar ke lorong dengan matanya
terbalik ke atas lalu mulutnya berbusa dan ia mengalami kejang. Aku tidak bisa
tidur sekejap pun. Kenapa ini selalu terjadi pada saat aku bertugas malam,”
keluhnya.
Perawat Park menyuntikkan obat pada ayah Mun Yeong. Ia sudah
tenang sekarang. Pil Wong berkata ia khawatir tumor otak ayah Mun Yeong kambuh
lagi karena semalaman ia terus mengoceh tak jelas. Setelah perawat Park keluar,
ayah Mun Yeong membuka matanya.
Perawat Park meminta Kang Tae menggantikan baju ayah Mun
Yeong karena basah oleh air liur. Ketika Kang Tae menggantikan bajunya, ayah
Mun Yeong pelan-pelan bergumam.
“Wanita itu menyanyikan sebuah lagu.”
Lagu apa, tanya Kang Tae.
“Oh My Darling Clementine. Aku yakin ia sudah mati, tapi ia
ada di sini.”
“Siapa yang Bapak bicarakan?” tanya Kang Tae.
“Dia sudah mati, tapi dia ada di sini,” kata ayah Mun Yeong
lagi.
Mun Yeong membaca komentar orang-orang mengenai artikel
kalau ia sedang merawat ayahnya yang sakit. Ternyata banyak yang tidak percaya.
Mereka menganggap Mun Yeong pura-pura dan tidak peduli. Mereka berkata Mun
Yeong harus jadi orang yang lebih baik dulu. Penulis dongeng yang menyumpah
tidak pantas menjadi penulis. Dan mereka menyesal membaca buku Mun Yeong.
Mun Yeong kesal. Dulu ia memiliki sanga banyak penggemar, ke
mana mereka semua? Ia melihat Sang Tae yang duduk di hadapannya dan berkata
penggemarnya ada di sini. Ia bertanya mengapa Sang Tae suka dengan dongengnya.
Karena Mun Yeong yang menulisnya, jawab Sang Tae.
“Jadi kau menyukaiku, bukan dongengku,” kata Mun Yeong
tersenyum. Ia bertanya mengapa Sang Tae menyukainya.
“Karena kau cantik.”
“Apa yang kausukai dariku?”
“Rambutmu. Rambut panjangmu yang hitam dengan panjang
sepinggang. Itu sangat cantik. Kau memotongnya. Seharusnya kau tidak
melakukannya,” celoteh Sang Tae.
Mun Yeong menggebrak meja dengan marah dan berkata rapat
selesai. Bagaimana bisa mengakhiri rapat yang bahkan belum dimulai, tanya Sang
Tae. Mun Yeong berkata mereka akan rapat nanti. Sang Tae mengejar Mun Yeong
karena takut tidak dibayar dengan mobil kemping.
Direktur Lee menyuruh Seung Jae menyelidiki latar belakang
Ju Ri. Seung Jae melaporkan hasilnya. Ju Ri adalah seorang jomblo. Ia bertemu
Kang Tae setahun lalu ketika bekerja di sebuah rumah sakit yang sama.
“Mereka belum lama saling mengenal,” Direktur Lee senang.
Ayah Ju Ri meninggal karena sakit saat Ju Ri masih kecil.
Ibunya dulu memasak untuk pekerja konstruksi dan sekarang menjadi tukang masak
di Rumah Sakit Ok. Ibu dan anak tinggal di rumah berlantai dua dan masih harus
membayar hipotek.
“Astaga, hidupnya sulit,” kata Direktur Lee prihatin.
Kakak beradik Mun tinggal di rumah lantai atas dan temannya
yang memiliki resto pizza tinggal di basement. Ibu Ju Ri memberi mereka makanan
gratis.
“Pada dasarnya mereka cuma numpang,” gerutu Direktur Lee.
Seung Jae bertanya apa Direktur Lee menyukai Ju Ri. Direktur
Lee bertanya kenapa Seung Jae cepat tanggap masalah seperti ini tapi tidak kalau
soal pekerjaan. Ia bertanya siapa yang lebih baik menurut Seung Jae antara
dirinya dan Kang Tae.
Ia lebih tinggi dan besar, juga kedudukan sosial dan
kedewasaannya. Bukankah ia lebih baik? Seung Jae berkata Direktur Lee hanya
kurang satu yang paling utama. Wajah. Direktur Lee meradang.
Kang Tae tidak bisa menghilangkan Mun Yeong dari pikirannya
meski ia berusaha. Aku pasti sudah gila, gumamnya.
Dokter Oh melihat rekaman CCTV semalam untuk memeriksa apa
yang terjadi semalam pada ayah Mun Yeong. Ia mellihat seorang wanita berjalan
di lorong dalam kegelapan mengenakan jubah hitam. Wanita itu menoleh hingga
wajahnya terlihat. Dokter Oh menelepon staf dan ingin berbicara dengan pasien
Park Ok Ran (pasien yang juga menyukai buku ibu Mun Yeong).
Kang Tae menemani Park Ok Ran ke kantor Dokter OH. Dokter Oh
memberi isyarat agar Kang Tae tetap tinggal di kantornya selama ia berbicara
dengan Ok Ran. Ok Ran bertanya kenapa Dokte Oh ingin bertemu dengannya. Dokter
Oh bertanya apa semalam Park Ok Ran melihat Go Dae Hwan (ayah Mun Yeong) di
lorong sekitar tengah malam. Park Ok Ran berkata ia pergi ke kamat mandi
sekitar tengah malam tapi tak melihatnya.
Dokter Oh bertanya apa Park Ok Ran menyanyikan lagi saat
pergi ke kamar mandi. Lagu apa, tanya Ok Ran. Dokter Oh menyanyikan lagu Oh My
Darling Clementine. Ia mengetahui dari Pil Wong sebelumnya kalau ayah Mun Yeong
terus mengatakan kalau ia mendengar lagu itu.
Park Ok Ran tersenyum sinis dan berkata ia bukan hanti. Ia
bercerita kalau Yoo Sun Hae, pasien yang dulunya shaman, selalu berbicara omong
kosong tentang hantu yang muncul di malam hari sambil menyanyi di ujung lorong.
“Tapi aku bukan hantu.”
“Tentu saja bukan,” kata Dokter Oh. Ia menanyakan lagi apakah Ok Ran benar-benar tidak menyanyikan lagu tersebut. Aku bilang tidak, jawabnya galak. Dokter Oh tidak bertanya lagi.
Kang Tae mengantar Ok Ran untuk kembali ke kamar. Ia melihat
Ok Ran tersenyum dan bertanya kenapa. Ok Ran berkata tidak ada yang benar-benar
memperhatikannya meski ia sudah berbulan-bulan tinggal di sana. Tapi sekarang,
orang mulai memperhatikannya. Sungguh menyenangkan, katanya.
Kang Tae berbicara dengan Dokter Oh di atap rumah sakit.
Dokter Oh bertanya pada Kang Tae kenapa Ok Ran berbohong. Jelas-jelas ia yang
ada di lorong semalam. Aku tidak tahu, jawab Kang Tae. Dan lagi kenapa Dokter
Oh bertanya padanya.
“Nona Go Mun Yeong adalah wali satu-satunya Go Dae Hwan. Dan
sekarang kurang lebih kau adalah wali Go Mun Yeong. Jadi ini urusanmu juga.”
“Aku rasa tidak,” Kang Tae menolak.
Dokter Oh memberikan cumi kering untuk dikunyah Kang Tae. Ia
berkata mengunyah sesuatu bisa mencegah kepikunan. Kang Tae menurut.
“Sepertinya sesuatu yang aneh terjadi di rumah sakit kita,”
kata Dokter Oh. Ia ingin mereka berdua merahasiakannya untuk sementara waktu
dan ia meminta Kang Tae mengawasi Park Ok Ran.
Kang Tae diam saja, tidak mengiyakan. Dokter Oh berkata Kang
Tae sedang satu tim dengan orang paling berkuasa di rumah sakit itu. Tapi Kang
Tae tetap diam seakan tak tertarik. Apa yang kuinginkan, tanya Dokter Oh. Kang
Tae menatapnya.
Sebelum pulang, Kang Tae mencabut pengumuman ditundanya
kelas Mun Yeong. Ia bersedia membantu Dokter Oh asal kelas Mun Yeong kembali
diadakan.
Mun Yeong bertanya Sang Tae akan pergi ke mana. Restoran
Cina dan restoran pizza. Sang Tae akan makan sebanyak itu? Sang Tae menjelaskan
ia akan makan masakan Cina dengan Kang Tae dan ia kerja di resto pizza. Begitu
mendengar dengan Kang Tae, Mun Yeong langsung ingin ikut.
Maka mereka bertiga pun pergi ke kedai jjampong langganan
mereka. Mun Yeong baru kali ini makan di kedai sesederhana itu. Kang Tae
berkata dulu ibu mereka sering membawa mereka ke sini karena ia sangat menyukai
jjampong di sini. Mun Yeong terdiam lalu berkata sepertinya ini adalah restoran
terkenal dan sejarah panjang.
Kang Tae dan Sang Tae menikmati makanan mereka. Tapi Kang
Tae teringat pada ibunya dan mulai tak bisa menahan tangisnya. Mun Yeong
mengamatinya dan bertanya apakah itu enak. Kang Tae mengangguk. Mun Yeong
menyeruput mie dan mengaduh kepedasan. Ia mendinginkan lidahnya dengan sepotong
acar lobak. Kang Tae tertawa geli melihatnya.
Sementara Sang Tae berceloteh itu pedas karena capsaicin. Capsaicin melepaskan endorfin dalam tubuh saat dimakan dan membantu meredakan stress. Tapi akan sakit ketika kau pup keesokan harinya. Mun Yeong tersenyum senang melihat Kang Tae tertawa.
Di luar hujan, Kang Tae langsung memayungi kakaknya setelah
memberikan payung pada Mun Yeong.
Melihat Kang Tae sibuk melindungi kakaknya agar tidak basah sementara ia
sendiri kehujanan, Mun Yeong berlari memayungi Kang Tae. Mereka jalan bertiga.
Mun Yeong dan Kang Tae mengantar Sang Tae naik bis. Sang Tae
akan pergi ke resto Jae Su. Setelah naik bis, Sang Tae melihat Mun Yeong
menggandeng Kang Tae dan keduanya jalan bersama. Ia tidak nampak senang
melihatnya.
Mun Yeong mengajak minum Kang Tae. Tadinya Kang Tae menolak
karena waktu istirahat makan siangnya
hampir selesai. Tapi Mun Yeong berkata hanya membutuhkan waktu 10 menit. Saat
memesan kopi, ia melihat Mun Yeong menatap seorang pria di meja seberang.
Tangan Mun Yeong terulur seperti hendak meraih pria itu.
Sepertinya pria itu mendengar karena ia berhenti menulis dan
menoleh pada Mun Yeong. Mun Yeong pura-pura tak melihat. Pria itu menatap
agendanya lalu menghampiri Mun Yeong.
“Apa Anda penulis Go Mun Yeong?” tanyanya.
Mun Yeong menoleh. Pria itu sangat senang karena benar-benar
bertemu Mun Yeong. Ia sudah lama menjadi penggemar Mun Yeong. Lalu ia
memberikan kartu namanya. Daniel Choi.
Kang Tae yang sejak tadi memperhatikan, terlihat tak suka
dan duduk di depan Mun Yeong. Daniel Choi bertanya apa Kang Tae adalah kekasih
Mun Yeong. Bukan, kata Mun Yeong cuek, Kang Tae hanyalah seseorang yang ia
kenal. Kang Tae tambah kesal mendengarnya.
Mun Yeong mengajak Daniel Choi duduk di sampingnya. Daniel
Choi duduk dan berkata perusahaannya bertanggungjawab merencanakan event
pameran buku seni Mun Yeong pada musim panas lalu. Namun waktu itu ia hanya
melihat dari jauh jadi ia yakin Mun Yeong tak ingat padanya.
“Itu yang kausebut takdir,” kata Mun Yeong.
Daniel Choi tambah senang dan berharap ia bisa terus
berhubungan dengan Mun Yeong. Mun Yeong berkata mereka bisa bertemu untuk makan
bila ada waktu. Daniel Choi meminta Mun Yeong menuliskan nomor teleponnya.
Mun Yeong dengan senang hati menulis (entah betulan atau
tidak nomornya) sambil memberi pesan bernada imut (aegyo). Kang Tae yang
diam-diam melirik dan membaca pesan itu tambah terlihat kesal.
Daniel Choi lalu meminta Kang Tae memfoto mereka. Kang Tae
dengan berat hati mengambil foto mereka. Tapi ia tak bisa fokus karena Daniel
Choi menaruh tangannya di lengan bawah Mun Yeong hampir menyentuh pinggang.
“Err...mengenai tangan di pinggang...”
“Tangan di pinggang?” tanya Mun Yeong. Ia menaruh tangan
Daniel Choi agar marangkul pinggangnya. Ya Daniel Choi sih senang-senang
aja...tpai ada yang merasa sangat terganggu melihat itu. Ditambah lagi Mun
Yeong berpose akrab.
Mereka keluar dengan Kang Tae mengomel karena Mun Yeong
sangat ramah pada penggemarnya. Mun Yeong berkata setiap senyumnya bisa membuat
satu bukunya terjual. Itu adalah ajaran Direktur Lee. Kang Tae mengomel Mun
Yeong harusnya fokus menulis bukan pemasaran. Dan lagi kenapa Mun Yeong memberi
nomor teleponnya di saat tidak benar-benar kenal.
“Aku tak bisa menahannya. Aku suka benda-benda hebat.
Memangnya ada apa?”
Kang Tae tak mau membahasnya lagi dan menyuruh Mun Yeong
pulang. Tapi Mun Yeong menariknya dan bertanya apakah Kang Tae cemburu. Kang
Tae menyangkal habis-habisan. Ia berkata ia telat karena Mun Yeong. Ia terus
mengomel sambil berjalan. Sementara Mun Yeong mengeluarkan benda hebat yang ia
dapatkan. Bolpen Daniel Choi.
Ju Ri terkejut melihat ibunya sedang mengobrol dengan
Direktur Lee di kantin rumah sakit. Ia langsung protes pada ibunya setelah tahu
kalau ibunya menyewakan kamar pada Direktur Lee. Ia merasa kasihan pada
Direktur Lee yang tidak mengenal siapapun di kota itu dan bangkrut. Apalagi ia
adalah direktur perusahaan penerbit yang mempekerjakan Sang Tae.
Ju Ri protes mereka tak punya kamar kosong. Apa
jangan-jangan ibunya hendak menyewakan kamar di atap pada Direktur Lee? Melihat
anaknya protes keras, ibu Ju Ri berkata Ju Ri dan Jae Su harus berbagi kamar.
Jae Su sudah mendengar tentang pembagian kamar itu dan ia
marah-marah karena merasa ibu Ju Ri bersikap semena-mena sebagai ibu kos. Ia
curhat pada Sang Tae dengan berapi-api. Ia merasa semua orang di sekeliling Mun
Yeong adalah orang menyebalkan. Tapi Sang Tae masih terus memikirkan kedekatan
Mun Yeong dan Kang Tae. Kegelisahannya terlihat dari tangannya yang terus
menggaruk-garuk tangan satunya lagi.
Direktur Lee bertanya apa Ju Ri marah padanya. Ia terus
menelepon tapi Ju Ri tidak mengangkat teleponnya. Ia pikir Ju Ri menghindarinya
karena merasa tak enak telah menamparnya. Kenapa harus di rumahku, tanya Ju Ri.
“Karena kau?” kata Direktur Lee jujur.
Ju Ri menghela nafas dan berkata ada orang yang ia sukai.
Direktur Lee berkata ia tahu. Cinta tak terbalas yang ingin dilepaskan Ju Ri.
Tapi ia lebih tidak ingin Ju Ri menjadi wanita jahat.
“Kau baik dan manis. Kau seharusnya bertemu dengan pria yang
mencintaimu apa adanya.” Wow...Direktur Lee bisa juga ya^^
“Aku tidak baik,” kata Ju Ri.
Direktur Lee berkata orang baik biasanya berkata mereka
tidak baik. Terserah, kata Ju Ri.
Kemarahan Kang Tae masih belum reda ketika ia tiba di rumah
sakit. Ia melampiarkannya pada Direktur Lee yang hendak pulang. Ia berkata Mun
Yeong bukanlah selebritis, ia hanya perlu menulis dengan baik. Kenapa ia harus
sangat ramah pada penggemar ketika tidak diperlukan?
“Karena taktik penjualanmu yang rendah, ia belajar untuk
menyebut semua orang tampan dan membuat hati dengan jarinya setiap saat. Ia
membiarkan orang asing merangkul pinggangnya. Kau terlalu sering memaksanya
tersenyum hingga ia hanya menaikkan ujung bibirnya saat tersenyum dan terlihat
seperti Joker,” Kang Tae menyerocos.
Direktur Lee bingung apa yang sebenarnya dibicarakan Kang
Tae sekarang.
“Lakukan tugasmu dengan lebih baik!” bentak Kang Tae. Lalu
ia pergi dengan kesal sementara Direktur Lee bertanya-tanya apa yang sangat
salah yang sudah dilakukannya.
Jung Tae diam-diam masuk ke ruang cuci. Ah Reum sudah
menunggunya dengan bersembunyi di balik tumpukan seprai. Ia mengeluh dan menangis
karena Jung Tae lama datang. Jung Tae meminta maaf, ia harus menghindari dulu
seorang pasien yang terus mengajaknya main tenis meja.
Ternyata mereka diam-diam berpacaran. Mereka merahasiakannya
karena peraturan rumah sakit adalah dilarang berpacaran sesama pasien. Apalagi
mereka selalu diawasi, jadi ruang cuci itu yang paling aman. Jung Tae menghibur
mereka sebaiknya menikmati saja kebersamaan mereka sampai mereka bisa keluar.
Mereka hampir kiss
saat tiba-tiba terdengar suara dari luar. Jung Tae bersembunyi di balik pintu
sementara Ah Reum kembali ke balik tumpukan seprai. Cha Yong masuk sambil
mengomel karena harus mengganti seprai padahal ia sangat mengantuk. Kang Tae
menyusul dan berkata ia yang akan melakukannya, jadi Cha Yong bisa istirahat.
Dengan senang hati Cha Yong menggelar selimut di lantai dan
berbaring di atasnya. Ia segera tertidur sementara Kang Tae keluar dari kamar.
Merasa keadaan sudah aman, Jung Tae dan Ah Reum keluar dari
tempat persembunyian mereka lalu diam-diam keluar dari kamar. Namun Kang Tae
sudah menunggu mereka di luar. Sepertinya ia sempat melihat Jung Tae atau
merasakan ada yang menghalangi di belakang pintu ketika ia masuk.
Di tempat sepi, Jung Tae dan Ah Reum memohon agar Kang Tae
pura-pura tidak melihat mereka. Ah Reum terus menangis. Jung Tae berlutut dan
memohon. Mencintai kan bukan dosa. Pasien juga manusia.
Kang Tae setuju itu bukan dosa, tapi mereka telah melanggar
peraturan. Salah satu dari mereka mungkin akan dipindahkan. Tangis Ah Reum
semakin keras sementara Jung Tae menunduk sedih. Ia berusaha memohon agar Kang
Tae tidak melaporkan mereka. Kang Tae menasihati agar mereka fokus merawat diri
mereka di tempat ini agar bisa segera pulang. Setelah keluar dari sni, tidak
ada yang akan memisahkan mereka. Lalu ia pergi meninggalkan mereka.
Mun Yeong merasa bosan di rumah. Karena Sang Tae sudah
pulang, ia pergi ke kamarnya untuk mengajak bermain. Sang Tae protes Mun Yeong
tidak mengetuk pintu sebelum masuk. Lalu matanya tertuju pada Mang Tae yang
dipegang Mun Yeong.
“Mang Tae itu punyaku.”
“Sekarang milikku. Kang Tae memberikannya padaku,” Mun Yeong
menjelaskan.
Tapi Sang Tae berkata
Mang Tae dibuat oleh Kang Tae pada bulan Mei 2007 dan diberikan padanya. Mang
Tae akan memakan semua mimpi buruknya. Mun Yeong memotong kalau ia sudah
mengadopsi Mang Tae pada bulan Juni 2020, jadi sekarang Mang Tae adalah
miliknya. Sang Tae berkata ia tidak pernah menyerahkan Mang Tae untuk diadopsi.
Keduanya tidak ada yang mau mengalah.
Sang Tae berusaha merebut Mang Tae dari Mun Yeong. Ia
berhasil meraihnya namun jadi tarik-tarikan. Mang Tae yang malah terpotong jadi
dua. Keduanya tertegun. Tidak bisa mengendalikan amarah, terjadilah perang.
Kang Tae pulang dan mendengar keributan dari dalam kamarnya.
Ketika pintu dibuka, isi bantal beterbangan di seluruh ruangan. Sementara Mun
Yeong dan Sang Tae masih berkelahi. Sang Tae menjambak rambut Mun Yeong. Mun
Yeong menarik baju Sang Tae dengan hidung berdarah. Begitu melihat Kang Tae
keduanya berteriak bertanya Mang Tae punya siapa. Lalu kembali bertengkar.
“Kalian berdua...” Kang Tae memejamkan mata menahan
kemarahannya.
Keduanya malah saling memukul dengan bantal dengan heboh.
“DIAAAAAMMM!!!” teriak Kang Tae.
Keduanya terdiam, tanpa saling melepaskan. Kang Tae menyuruh
keduanya menyerahkan Mang Tae. Ia menghitung sampai 3. Akhirnya Sang Tae
menyerahkan potongan badan Mang Tae pada Kang Tae lalu bersembunyi dalam
lemari. Sebelum masuk ia sempat melempar bantal pada Mun Yeong dan berkata ia
membencinya.
Kang Tae menyuruh Mun Yeong menyerahkan Mang Tae juga. Mun
Yeong berteriak kalau Kang Tae sudah memberikannya padanya jadi tidak boleh
diambil lagi. Kang Tae berkata ia sudah mewanti-wanti agar Mun Yeong tidak
bertengkar dengan Sang Tae jadi Mang Tae harus dikembalikan. Dengan marah Mun
Yeong melempar kepala Mang Tae lalu keluar. Ia masuk kamarnya dan mengamuk di
balik selimut.
Kang Tae memanggil kakaknya agar keluar dari lemari. Sang
Tae tak menjawab. Kang Tae berkata Mang Tae tidak bisa menangkap kupu-kupu.
Sang Tae mengulangi ucapan Kang Tae. Kang Tae berkata ia tidak bisa mendengar.
Sang Tae membuka pintu dan berkata Mang Tae tidak berguna jika tidak bisa
menangkap kupu-kupu.
“Benar. Kakak menaruhnya di laci dan melupakannya, jadi
kuberikan pada Nona Go. Maaf aku tidak meminta ijin terlebih dulu. Tapi jika
kita tidak memerlukan sesuatu, bukankah lebih baik memberikannya pada yang
membutuhkan?”
“Tapi jika aku memberikan semua barangku pada orang yang
membutuhkan, bagaimana denganku? Apa yang tertinggal untukku?” tanya Sang Tae
sedih.
“Kakak akan selalu memilikiku. Lupakan Mang Tae, kakak
memiliki Kang Tae.”
“Penulis Go sendirian jadi ia membutuhkan Mang Tae,” kata
Sang Tae. Ia berkata Mun Yeong boleh mendapatkan Mang Tae, tapi tidak boleh
Kang Tae.
Kang Tae terdiam
sejenak lalu mengiyakan. Mun Yeong mendapat Mang Tae, bukan Kang Tae.
Malamnya ia menjahit kembali kepala Mang Tae pada tubuhnya.
Mun Yeong menemuinya karena tidak bisa tidur. Ia tidak mengerti apa salahnya.
Kang Tae berkata Sang Tae sudah memberikan Mang Tae pada Mun Yeong. Sekarang Mang
Tae milik Mun Yeong.
“Terserah, itu kan memang milikku,” Mun Yeong duduk di
sebelah Kang Tae.
Kang Tae berkata Mun Yeong harus berusaha tenang bahkan
ketika Sang Tae marah. Mun Yeong tidak suka diperintah. Kang Tae berkata itu
bukan perintah tapi permintaan tolong.
“Tapi bagaimana aku bisa menahan kemarahanku dan tetap
tenang? Katakan, kau kan ahlinya. Aku melihatmu melakukannya saat aku melukai
tanganmu dengan pisau. Ketika orang itu menjambak rambut kakakmu di toko buku.
Dan ketika kakakmu memukulimu secara membabi buta. Bagaimana kau bisa
melakukannya?”
“Jika kau hanya menahannya, tidak akan ada yang terjadi.
Jika aku membiarkan emosiku menguasai tanpa memikirkan akibatnya, kakak dan aku
tidak akan memiliki hubungan seperti ini. Menyimpan semuanya dan bertahan
adalah satu-satunya cara aku bisa melindungi kakak.”
Mun Yeong berkata karena itu ia dan Kang Tae berjodoh. Kang
Tae sabar, sementara ia temperamental. Seperti bom dan pin pengamannya. Mereka
ditakdirkan bersama. Kang Tae jadi kesal lagi ingat peristiwa siang tadi. Ia
bertanya berapa banyak pria yang ditakdirkan dengan Mun Yeong.
Mun Yeong bingung tak mengerti. Kenapa kau tak bertanya pada
penggemarmu yang hebat, sindir Kang Tae. Mun Yeong mengeluarkan bolpen Daniel
Choi, maksudnya bolpen ini?
“Bukankah ini sangat bagus? Lihatlah bentuknya. Sempurna.
Tapi kau jauh lebih tampan dari bolpen ini,” Mun Yeong mendekati Kang Tae lalu
meniup telinganya. Ia tertawa Kang Tae tidak perlu cemburu.
“Aku tidak cemburu,” kilah Kang Tae.
Mun Yeong mengantuk dan membaringkan dirinya di paha Kang
Tae. Ia tidak mau ke kamarnya karena Mang Tae ada di sini. Ia menepuk paha Kang
Tae agar rileks. Kang Tae berusaha tidak terpengaruh. Ia bertanya apa Dokter Oh
sudah menelepon mengenai kelas Mun Yeong yang dimulai kembali. Sudah, jawab Mun
Yeong.
Kang Tae berkata mereka menerima banyak permintaan kelas Mun
Yeong dibuka kembali dair para pasien. Sepertinya mereka menyukai kelasnya.
Tapi Mun Yeong sudah tertidur lelap.
Kang Tae membaringkannya di sofa, menyelimutinya, dan memberikan
Mang Tae yang sudah utuh untuk digenggam Mun Yeong. Lalu ia duduk di lantai menatap Mun Yeong.
Pelan-pelan ia mengulurkan tangan untuk menggenggam tangan Mun Yeong.
Direktur Lee panik melihat kumisnya lenyap entah ke mana. Jae Su berkata ia sudah mencukurnya. Sekarang mereka tinggal sekamar. Dan semalam Jae Su kesal karena Direktur Lee terus mendengkur. Tanpa sengaja permen karetnya jatuh ke dekat hitung Direktur Lee. Direktur Lee malah terus menggosoknya hingga permen karet itu menempel ke seluruh kumis. Jae Su mencukur habis kumis tersebut.
Saat sarapan Direktur Lee menceritakan hal tersebut pada ibu
Ju Ri hingga ibu Ju Ri tertawa. Ia juga membantu memasak. Ibu Ju Ri memuji
Direktur Lee terlihat tampan tanpa kumis. Hmmm...aku malah lebih suka liat dia
pake kumis sih hehe...keliatan lebih muda sih iya ;p
Direktur Lee senang dipuji ibu Ju Ri dan berterimakasih pada
Jae Su. Jae Su diam-diam merasa sebal karena sebelumnya Direktur Lee marah
karena ia sudah mencukur kumisnya tapi sekarang malah haha hihi dengan ibu Ju Ri. Poin tambahan untuk Direktur Lee: bantu masak^^
Ju Ri terbangun dan terkejut melihat Seung Jae sedang
sibuk membersihkan lantai. Sama seperti
Direktur Lee, Seung Jae juga tinggal di sana, sekamar dengan Ju Ri. Seung Jae
ingin membantu selama tinggal di sini jadi ia akan bertanggungjawab dengan
kebersihan kamar. Ju Ri bisa mengabaikannya, anggap saja ia tidak terlihat.
Ju Ri dan Seung Jae turun untuk sarapan. Direktur Lee
bertanya apa Ju Ri tidak melihat ada yang berbeda. Ju Ri berkata Direktur Lee
terlihat lebih baik dengan kumis. Ibu Ju Ri memindahkan piring daging ke dekat
Direktur Lee. Ia ingin Direktur Lee menjaga Sang Tae baik-baik. Jika dilakukan,
ia akan memastikan selalu ada daging di meja.
Direktur Lee tertawa dan meminta ibu Ju Ri tidak khawatir.
Sekarang saja makanannya sudah seperti pesta. Sop ini terlalu asin, kata Seung
Jae. Drektur Lee hendak menendang Seung Jae tapi Jae Su menghalanginya. Lalu
Jae Su menuangkan sedikit air pada sop Seung Jae.
Ibu Ju ri memuji Direktur Lee karena semuda itu sudah
memiliki perusahaan penerbitan sendiri. Jae Su tak mau kalah dan berkata ia
juga punya resto pizza meski masih muda. Tapi Direktur Lee memotong ucapannya
dan berkata ia akan membalas kebaikan ibu Ju Ri ribuan kali setelah ia kembali
sukses. Ibu Ju Ri menyemangatinya.
Dalam perjalanan ke rumah sakit, ibu Ju Ri melihat Ju Ri
sedang kesal. Kenapa lagi? Ju Ri bertanya kenapa ibunya tanya-tanya mengenai
orangtua Direktur Lee. Ibu menjelaskan kalau Direktur Lee akan tinggal
sementara bersama mereka, jadi wajar saja jika ia bertanya-tanya. Ju Ri merasa
terganggu ibunya tertarik pada Direktur Lee.
“Karena ia tertarik padamu,” kata ibu Ju Ri.
Ju Ri bertanya bagaimana ibunya bisa tahu. Yaelah semua juga
tau kali >,< Ibu Ju Ri berkata dengan bertambahnya usia, ada beberapa hal
yang kita tahu begitu saja. Ju Ri berkata kalau begitu seharusnya ibunya tidak
memberi harapan.
“Dia pekerja keras dan ceria. Ia terlihat seperti orang yang
bertanggung jawab.”
Ju Ri mengingatkan ibunya mengapa ia menolak Direktur Lee.
Ibu Ju Ri berkata justru karena ia tahu.
“Pria itu tidak membalas perasaan puteri tersayangku. Aku membencinya untuk
itu. Tapi aku juga merasa kasiha. Bagi Ibu, kau yang jauh lebih penting.”
Ju Ri mengingatkan kalau ibunya yang menyuruhnya tetap
mengejar meski ia ditolak.
“Ibu khawatir kau akan mengikutinya ke ujung jurang jika kau
terus menerus mengejarnya,” ibu Ju Ri mengakui.
Mereka tiba di rumah sakit, hampir bersamaan dengan trio
Kang Tae, Sang Tae, dan Mun Yeong. Ibu Ju Ri memuji potongan rambut baru Mun
Yeong. Mun Yeong menggandeng Kang Tae dan berkata Kang Tae yang memotongnya.
Kang Tae melepaskan gandengan Mun Yeong dengan malu. Sang Tae bertanya kenapa
Kang Tae memotongnya padahal Mun Yeong lebih cantik berambut panjang.
Ibu Ju Ri mengundang Mun Yeong datang ke rumahnya jika ada
waktu. Ia akan memasakkan makanan untuknya.
“Kurasa puterimu tidak suka ide itu,” kata Mun Yeong.
Ibu Ju Ri berkata Ju Ri mirip dengannya jadi tidak bisa
menyembunyikan perasaannya. Ia berkata Mun Yeong tak usah khawatir dan datang
saja untuk makan.
“Kalian bisa bertengkar lagi jika masih ada sisa tenaga.
Lebih baik lagi kalian berbaikan setelah bertengkar,” ibu Ju Ri tersenyum.
Ju Ri cepat-cepat menarik ibunya pergi. Kang Tae
memperhatikan mereka.
“Apa kau suka dia?” tanya Mun Yeong.
“Kenapa kau memotong rambut Nona Go? Kenapa?” sambung Sang
Tae.
“Atau kau suka pada ibu kosmu?”
Berhentilah bicara sembarangan, kata Kang Tae. Mun Yeong
protes karena Kang Tae tadi melepas gandengannya. Ia menggandeng Kang Tae lagi.
Melihat itu, Sang Tae memisahkan mereka dengan berdiri di tengah. Ia
menggandeng Mun Yeong dan Kang Tae. Aku kok suka kombinasi ini ya...
Mun Yeong menemui Dokter Oh di kantornya. Ia berkata ia kira
Mun Yeong akan marah padanya dan menolak untuk mengajar lagi. Ia sangat
khawatir kemarin. Mun Yeong berkata ia dengar para pasien merindukan kelasnya.
Dokter Oh bertanya apa itu yang dikatakan Kang Tae.
Sepertinya Kang Tae terlalu malu memberitahu Mun Yeong kalau ia sudah
mengancamnya.
“Ia berkata aku lebih baik mengembalikan kelas dongeng atau
ia tidak akan melakukan apa yang kusuruh. Ia melotot padaku dan memberiku ultimatum.”
“Kenapa ia melakukannya?” Mun Yeong diam-diam tersenyum.
“Kurasa ia ingin melihatmu meski ia sedang bekerja.”
Setelah suasana mencair, Dokter Oh berkata ada yang ingin ia
tanyakan pada Mun Yeong. Apa ia mengenal pasien mereka yang bernama Park Ok
Ran. Mun Yeong mengenalnya sebagai salah satu pasien di kelasnya. Dokter Oh
berkata ia hanya ingin tahu apakah Ok Ran menikmati kelas Mun Yeong.
Saat pemeriksaan, Jung Tae diam-diam memasukkan susis ke
kantung Kang Tae. Ia berterimakasih karena Kang Tae tidak melaporkannya dan Ah
Reum. Kang Tae berkata ia belum memutuskan. Jung Tae berkata ia dan Ah Reum
sudah berjanji untuk menunggu hingga mereka keluar dari rumah sakit. Mereka
harus menuruti peraturan. Mereka akan fokus untuk menjadi lebih baik agar bisa
segera keluar dan saling mencintai sesuka hati mereka.
Kang Tae berkata ia senang mendengarnya. Yang terpenting
adalah tekad mereka. Tapi Jung Tae mengakui kalau sesungguhnya itu berat
baginya. Ia tidak sesabar Kang Tae. Akan lebih baik jika ia tidak pernah
melihat Ah Reum.
“Aku melihatnya tiap hari dan itu membuatku benar-benar
gila. Aku mengatakan pada diriku sendiri untuk tidak melihat padanya tapi aku
terus memikirkannya bahkan ketika aku memejamkan mataku. Lalu ketika aku
melihatnya, aku ingin menyentuhnya. Ketika aku melihatnya tersenyum pada pria
lain, aku menjadi sangat marah. Kepalaku terus mengatakan aku tidak boleh. Dan
hatiku hanya bisa mengikuti mataku. Benar-benar membuatku gila.”
Mendengar itu, Kang Tae langsung menyadari itu yang ia rasakan
pada Mun Yeong. Ia berdiri di luar kelas Mun Yeong. Mun Yeong tersenyum dan
melambai padanya. Ia cepat-cepat pergi karena semua orang menoleh padanya. Park
Ok Ran melihat itu dan tersenyum sinis.
Mun Yeoung sedang mengupas dongeng Beauty and The Beast. Kisah
itu dianggap memberi pesan moral agar tidak menilai orang hanya dari
penampilan. Menurutnya itu hanya hal yang ingin dikatakan orang dewasa pada
anak-anaknya untuk mendisiplinkan mereka. Bagi Mun Yeong, Beauty and The Beast
adalah cerita tentang Stockholm Syndrome (sindrom di mana para korban
penculikan menunjukkan kesetiaan bahkan jatuh cinta pada penculiknya).
Beast tinggal sendirian di kastilnya karena terkena kutukan.
Ia menyandera seorang gadis bernama Belle di kastil itu dan menjadikannya
korban yang setia (grooming: melakukan kejahatan dengan membangun hubungan
lebih dulu hingga korban sulit lepas dari pengaruh pelaku). Pil Wong berkata
bukankah cerita itu tenang gadis baik hati yang dikurung dalam kastil demi
ayahnya, lalu membantu Beast menghilangkan kutukannya karena jatuh cinta
padanya.
Mun Yeong berkata Beast biasanya egois dan keras pada Belle,
jadi melakukan hal baik sesekali dan menatapnya dengan senyum tipis sudah cukup
untuk menggugah hati Bell, si gadis polos. Belle jadi beranggapan Beast adalah
orang yang kesepian jadi ia harus merengkuhnya dengan cintanya dan hanya ia
yang bisa mengubahnya. Hmmm....kira-kira apakah itu anggapan Mun Yeong tentang
Kang Tae, bahwa ia adalah Beast-nya dan Kang Tae adalah Belle yang polos? Bahwa
Kang Tae sudah terkena Stockholm Syndrome?
Tidak, tiba-tiba Ah Reum berteriak. Ia menolak keras
anggapan Mun Yeong tentang cerita itu. Menurutnya Beast berubah jadi pangeran
karena cinta sejati Belle. Cinta Belle menenangkan kekerasan Beast. Cinta itu
memeluk jiwanya yang terluka. Itu adalah hal terbesar yang bisa dilakukan pada
sesama manusia. Itu adalah cinta sejati.
Sun Hae berkata ia hampir muntah mendengar ulasan seromantis
itu, sementara Pil Wong mengira Ah Reum harus minum obat lagi. Tapi untuk pertama kalinya, Mun Yeong tidak
membantah. Ia malah termenung dan bertanya, “Cinta?” Nampaknya hal ini sama
sekali tidak terpikirkan olehnya.
Perawat Park menghampiri Sang Tae yang sedang asyik melukis.
Ia memuji lukisan Sang Tae dan bertanya sejak kapan ia belajar melukis. Aku
terlihat dengan bakat, kata Sang Tae. Bakat alami. Ia tidak pernah belajar.
Perawat Park berkata ia iri pada orang-orang yang bisa
menggambar dan melukis dengan baik. Ia bertanya apakah ia boleh melukis bunga
kecil di sana. Sang Tae menepis tangannya dan melarang Perawat Park menyentuh
lukisannya. Perawat Park kaget dan menenangkan kalau ia tidak akan
menyentuhnya.
Lalu ia ikut menyanyikan lagu yang sedang didengarkan oleh
Sang Tae. Ia bertanya apakah Sang Tae mau ikut dengannya melihat bunga jika
sudah selesai. Tentu saja, kata Sang Tae. Entah karena Perawat Park ingin lebih
mengenal Sang Tae atau ada maksud lain.
Para staf khawatir dengan kedatangan mantan suami Ah Reum
untuk menemui Ah Reum. Tapi Ah Reum sudah bersedia menemuinya dan lagi Chan
Yeong menemani di dalam ruangan itu. Byul berkata ia dengar mantan suami Ah
Reum sering memukulinya. Kenapa mengunjunginya di saat mereka sudah bercerai?
Tidak tahu malu. Dan lagi Ah Reum juga terlalu baik karena bersedia menemuinya.
Ju Ri berkata mereka sudah bersekolah bersama sejak SMP.
Mereka saling mengenal lebih dari separuh hidup mereka jika ditambah 3 tahun
masa pernikahan mereka.
“Pasti sulit untuk memutuskan semua ikatan.”
Byul jadi berpendapat kalau pendapat Mun Yeong benar,
grooming itu menakutkan. Tepat saat itu,
di layar CCTV terlihat Ah Reum berlari keluar dan mantan suaminya mengejarnya.
Chan Yong hendak mengejar tapi terhalang oleh peralatan.
Ah Reum dikejar sampai ke taman, di mana Mun Yeong sedang
duduk sendirian. Ah Reum meminta mantan suaminya tidak menemuinya lagi.
Mantannya meminta maaf dan ingin memulai semuanya dari awal. Ia berjanji akan
baik pada Ah Reum. Tapi Ah Reum berkata ia tidak akan tertipu lagi. Semua sudah
selesai di antara mereka. Ia akan memulai hidup baru setelah keluar dari rumah
sakit.
Mantan suaminya meminta Ah Reum mengingat masa-masa bahagia
mereka. Ia bahkan berjanji akan memotong tangannya jika ia memukul Ah Reum
lagi. Mun Yeong memperhatikan mereka.
“Ada seseorang yang kusukai,” kata Ah Reum. Ia akan tinggal
bersamanya setelah ia keluar.
Sikap mantan suami Ah Reum langsung berubah kasar. Ia
membentak dan memegangi Ah Reum dengan kasar. Lalu mengayunkan tangannya untuk
memukul.
Tapi kepalanya terkena lemparan kaleng kosong. Mun Yeong
yang melemparnya.
“Astaga, kukira kau tempat sampah,” katanya tenang.
Ah Reum berlari ke belakang Mun Yeong untuk berlindung.
Mantan suami Ah Reum berkata rumah sakit ini pasti rumah sakit jiwa betulan
karena banyak perempuan gila.
“Kenapa kau juga tidak memeriksakan diri? Orang gila? ”
tanya Mun Yeong.
Mantan suami Ah Reum menampar Mun Yeong dengan keras hingga
Mun Yeong jatuh terduduk di tanah. Mun Yeong melotot marah. Mantan suami Ah
Reum menarik Mun Yeong agar berdiri tapi Mun Yeong bertahan. Saat itulah Kang
Tae menarik mantan suami Ah Reum dan langsung menonjoknya. Bahkan Mun Yeong pun
terkejut melihatnya.
Kang Tae memegangi mantan suami Ah Reum dan siap memukulnya
lagi. Perawat Park dan Chan Yong berlari untuk menghalanginya. Jangan, gumam
Sang Tae yang tadi sedang bersama Perawat Park. Tapi Kang Tae mendorong Chan
Yong. Kali ini kemarahannya tidak tertahankan.
Barulah ketika Ah Reum berteriak sambil menangis dan
berlutut, Kang Tae mulai bisa meredakan kemarahannya dan tak jadi memukul. Ia
menghampiri Mun Yeong dan membantunya berdiri.
“Apa kau tak apa-apa?” tanyanya.
“Tidak. Rasanya sakit,” Mun Yeong mengakui.
Kang Tae memegang pipi Mun Yeong. Wajahnya nampak terluka
seolah ia sendiri yang tadi ditampar. Mun Yeong melepaskan batu yang sejak tadi
digenggamnya di belakang punggungnya. Seperti biasa, ia tidak pernah tidak
memiliki “senjata” untuk membalas lawan. Tapi kali ini ia tidak menggunakannya.
Detektif Oh masih merasa itu pembelaan diri dari Perawat Park beranggapan itu adalah penganiayaan. Apapun alasannya, seorang perawat telah memukul seorang pengunjung. Jika Ah Reum tidak maju, masalahnya akan lebih buruk.
Sang Tae meminta maaf atas perbuatan adiknya dan ia berkata
ia akan menasihati adiknya. Lalu ia menegur Kang Tae karena tidak lebih
pengertian. Kang Tae berkata ia bersedia menerima hukuman apapun yang
dijatuhkan. Dokter Oh memutuskan untuk menskors Kang Tae dan ia tidak mendapat
gaji selama diskors.
Kang Tae membereskan barang-barangnya. Chan Yong tak habis
pikir Kang Tae bisa kehilangan kesabaran seperti tadi. Ia yakin mantan suami Ah
Reum akan menuntutnya. Ju Ri bertanya apakah Kang Tae tidak bisa meminta maaf
dan mengakui telah melakukan kesalahan.
“Itu bukan kesalahan,” jawab Kang Tae.
Ju Ri terdiam. Artinya Kang Tae memang benar-benar akan
tetap memukul mantan suami Ah Reum jika hal seperti tadi terulang lagi.
Para pasien menganggap Kang Tae sangat keren. Mereka akan
menunggu Kang Tae kembali. Kang Tae tidak mengatakan apapun dan berjalan
keluar. Ia sempat berpapasan dengan Sun Hae.
Sun Hae bertanya pada teman-temannya kenapa Kang Tae
tersenyum. Teman-temannya bingung, Kang Tae tadi tidak tersenyum. Kang Tae kan
diskors pasti sedang sedih dan hampir menangis. Tapi Sun Hae yakin tadi ia
melihat Kang Tae tersenyum.
Kang Tae berjalan menuju pintu keluar dengan senyum makin
lebar. Seolah sebuah beban berat telah terlepas. Ia berlari menemui Mun Yeong
yang masih duduk di tempat tadi. Senyumnya makin lebar. Ia berdiri di depan Mun
Yeong dan melepaskan tasnya. Duh cerah banget dek senyumnya XD
“Aku diskors. Mereka tidak akan membayarku selama aku diskors
dan aku mungkin akan dituntut. Semuanya sangat kacau,” kata Kang Tae sambil
tertawa. “Kaubilang kau akan melarikan diri denganku kapanpun aku mau. Aku
ingin bepergian bersamamu. Sekarang. Ayo.”
Ia mengulurkan tangan pada Mun Yeong. Mun Yeong tersenyum dan menyambut uluran
tangan Kang Tae.
Sebenarnya aku agak heran kenapa orang di sekitar tidak
menyadari apa yang terjadi. Anggaplah Perawat Park dan Sang Te belum lama ada
di sana, atau staf dan pasien lain. Kejadian Kang Tae memukul mantan suami Ah
Reum dengan mantan suami Ah Reum menampar Mun Yeong itu perbedaannya cuma beberapa
detik. Apa mereka sama sekali tidak tahu apa yang terjadi? Padahal suami Ah
Reum dari tadi bentak-bentak, rasanya aneh kalau tidak ada yang mendengar.
Dan lagi sama seperti Kang Tae aku merasa mantan suami Ah
Reum pantas mendapat pukulan. Jika Mun Yeong tidak melempar kaleng dan bersikap
cuek, maka Ah Reum sudah dipukuli. Orang-orang mungkin melihat Mun Yeong
sebagai provokatornya, tapi penjahatnya di sini adalah mantan suami Ah Reum.
Benar kata Mun Yeong, harusnya ia memeriksakan diri juga di rumah sakit jiwa.
Senyum Kang Tae seharusnya menyadarkan dirinya kalau tidak
apa-apa sesekali melepaskan emosi selama ia melakukan hal yang benar. Selama
ini ia menahan diri dengan anggapan ia menghindari masalah dan sebagainya, tapi
alkibatnya ia sama sekali tidak bahagia. Hanya satu pukulan saja bisa membuat
ia tersenyum begitu gembira karena ia meyakini ia tidak melakukan kesalahan.
Sebaliknya, Mun Yeong yang dulu pasti akan menghampiri mantan
suami Ah Reum dan memukulnya dengan batu meski Kang Tae sudah memukulnya tadi.
Ingat bagaimana ia mengejar kritikus bukunya setelah menngatakan hal buruk
tentang dirinya? Kang Tae saat itu menahannya tapi ia tetap mengejar dan
melakukan balas dendamnya.
Satu lagi perubahan Mun Yeong adalah ia tidak lagi
menimbang-nimbang apakah ia harus membantu orang atau tidak. Sebelumnya ia
selalu memikirkan dulu apakah ia harus membantu dalam kasus Kang Tae dan Sang
Tae, tapi sekarang ia langsung maju. Apapun alasan ia melempar kaleng, aku
yakin mulai ada empati dalam dirinya.
Mun Yeong vs Sang Tae. Aku mengerti mengapa Sang Tae merasa
khawatir melihat kedekatan Kang Tae dan Mun Yeong. Selama ini Kang Tae selalu
ada untuknya dan ia terbiasa mengetahui Kang Tae selalu bersamanya. Kuharap
satu saat ia menyadari, meski dalam keterbatasannya, bahwa Kang Tae pun berhak
mendapatkan kehidupannya sendiri. Dan lagi aku yakin kehidupan sendiri Kang Tae
akan selalu melingkupi Sang Tae. Karena itu aku sangat senang dengan momen
mereka bertiga.
Apalagi sang Tae mengatakan ia ingin punya teman. Artinya ia
merasa belum mempunya teman sama sekali, meski ia lama bersama Jae Su. Kang Tae
adalah adiknya sekaligus orangtuanya. Tidak sama dengan teman. Mun Yeong orang yang tepat menurutku.
Keduanya sama-sama terlalu jujur. Tidak menilai orang secara diskriminatif. Di
mata mereka semua orang sama dan mendapat perlakuan yang sama sesuai pemahaman
mereka. Mirip temenan ala bocah, bentar berantem bentar baekan hehe...
Penjelasannya selalu👍
BalasHapus