Jumat, 31 Juli 2020

Sinopsis It's Okay To Not Be Okay Episode 10

Seperti yang diduga, Sang Tae hanya mengingat perkataan Kang Tae yang menyakitkan dan juga bagaimana ia jatuh ke dalam air. Dan terutama bagaimana Kang Tae lari meninggalkannya dalam air. Ia tidak ingat bagaimana Kang Tae kembali untuk menyelamatkannya.

Sementara Mun Yeong menangis melihat bagaimana Sang Tae berteriak-teriak seperti tukang cukur dalam kisah Telinga Raja Keledai. Kang Tae menangis dan terus mengatakan kalau itu tidak benar.

Sang Tae akhirnya diberi obat penenang dan dirawat di kamar isolasi. Dokter Oh menyarankan agar Kang Tae membiarkannya dulu di sana untuk sementara waktu. Perawat Park menyarankan agar Kang Tae pergi ke luar menghirup udara segar.

Kang Tae menurut dan berjalan pergi. Mun Yeong yang sejak tadi memperhatikan, mengikuti Kang Tae tanpa mengatakan apapun.

Tapi Kang Tae berjalan dan terus berjalan seakan tidak akan berhenti. Mun Yeong tak tahan lagi dan berteriak Kang Tae mau ke mana. Kakinya sudah sakit. Kang Tae tidak merespon dan terus berjalan. Bahkan ketika Mun Yeong terjatuh pun ia tidak menoleh atau berhenti.

“Sudah kubilang jangan membelakangiku!” serunya.

Ia melemparkan salah satu sepatunya hingga mengenai punggung Kang Tae. Barulah Kang Tae berhenti dan menoleh. Mun Yeong meminta maaf dan berkata itu salah Kang Tae karena bahunya terlalu lebar. Ia berkata ia lapar dan mengajak Kang Tae makan siang.

“Go Mun Yeong, berhentilah mengikutiku,” kata Kang Tae.

Mun Yeong menghentikan Kang Tae yang hendak berjalan lagi. Ia mengingatkan kalau mereka seharusnya bersama.

“Pulanglah. Aku perlu bersama kakakku,” kata Kang Tae letih.

Mun Yeong berkata Kang Tae tidak melakukan kesalahan apapun. Hari itu Sang Tae hanya kurang beruntung hingga jatuh ke dalam air.  Kang Tae memang pengecut tapi tidak berniat jahat. Meski lari, pada akhirnya kembali untuk menyelamatkan Sang Tae.

“Kau tidak bersalah.”

“Aku melarikan diri karena aku benar-benar ingin kakakku mati. Kakakku tahu itu. Kau juga,” Kang Tae mengingatkan. Mun Yeong pernah menyebutnya sebagai seorang yang munafik. Jadi ia tidak mungkin tidak bersalah.

“Apa kau selamanya akan mengorbankan seluruh hidupmu untuk menebus dosamu?” tanya Mun Yeong.

“Kenapa kau menyelamatkanku dari sungai itu hari itu? Kau seharusnya meninggalkanku untuk mati. Jika aku mati hari itu, aku tidak akan hidup dengan cara seperti ini.”

Kang Tae berbalik dan berjalan pergi.

Orang-orang jadi membicarakan peristiwa tadi dan berbicara jelek tentang Kang Tae sebagai seorang yang kejam. Mereka menganggap perkataan Sang Tae itu benar. Jung Tae kesal. Ia mengambil alat pemadam kebakaran dan menyemprot semua orang yang berbicara buruk tentang Kang Tae, termasuk beberapa staf.

Chan Yong, Byul, dan Dokter Kwon terduduk lemas di ruang perawat. Jung Tae menyemprot mereka dengan mengatakan kalau mereka yang menyebabkan kekacauan itu. Mereka setuju untuk lebih hati-hati berbicara mulai sekarang. Bahkan lebih baik tidak membicarakan Kang Tae sama sekali.

Ju Ri menyerahkan catatan konseling Park Ok Ran pada perawat Park dan bertanya mengapa ia tiba-tiba tertarik padanya. Perawat Park berkata akhir-akhir ini Park OK Ran mengalami perubahan mood yang parah dan ekspresi perasaan/emosinya tidak seperti biasanya. Ia ingin melihat apakah ada penyebab khusus.

Lalu ia memanggil Park Ok Ran untuk konseling. Ia bertanya apa Park Ok Ran bisa beradaptasi di rumah sakit. Bukannya menjawab Park Ok Ran malah bertanya apa Kang Tae benar-benar mencoba membunuh Sang Tae. Perawat Park terdiam lalu tertawa dan berkata tidak mungkin. Ia percaya ada kesalahpahaman di antara kedua kakak beradik itu.

Tapi Park Ok Ran tertawa sinis mendengarnya dan berkata, “Perawat Park, menurutmu kenapa Othello membunuh istrinya? Karena kesalahpahaman.”

Ju Ri menemui Sang Tae yang terus bersembunyi di balik selimut di kamar isolasi. Ia berkata ia akan memindahkannya ke kamar biasa jika sudah ada kamar kosong. Dan jika Sang Tae ingin pulang...Sang Tae langsung menolak. Ia tidak mau pulang. Ju Ri tidak mendesaknya dan membiarkannya.

Sementara itu Jae Su dan Direktur Lee bertengkar karena yang satu mengkhawatirkan Kang Tae, yang satu mengkhawatirkan Mun Yeong. Sementara Seung Jae mengkhawatirkan Sang Tae. Direktur Lee khawatir kapan Mun Yeong akan menulis bukunya jika terlibat pertengkaran dengan Mun bersaudara.

Jae Su kesal karena Direktur Lee hanya memikirkan uang padahal ia mengkhawatirkan Kang Tae yang entah hidup atau mati karena tidak bisa dihubungi sampai sekarang. Keduanya sibuk memperdebatkan siapa yang salah. Mun Yeong yang mengajak jalan-jalan atau Kang Tae yang ikut menginap. Keduanya hampir berkelahi jika saja ibu Ju Ri tidak muncul dari dapur dengan membawa pisau.

“Ayo makan,” ujarnya.

Ketiganya langsung menurut membereskan meja makan.Sementara ibu Ju Ri khawatir Kang Tae dan Sang Tae tidak makan.

Kang Tae mondar-mandir di depan kamar Sang Tae. Ia mengulurkan tangannya untuk membuka pintu, tapi tidak jadi. Ia hanya terus melihat dari jendela kamar.

Chan Yong dan Ju Ri melihatnya saat sedang patroli. Chan Yong bertanya kenapa Kang Tae diam saja di sana dan tidak masuk. Ju Ri berkata saat seseorang menderita autis, mereka menutup diri terhadap dunia. Kang Tae sedang menunggu Sang Tae membuka pintu lebih dulu.

Kang Tae terus berdiam di sana semalaman. Dokter Oh memberitahu Sang Tae kalau Kang Tae seperti hantu yang terjebak, tidak bisa mendekat tapi juga tidak bisa pergi. Lalu ia berkata pada Sang Tae yang masih berdiam di balik selimut.

“Aku yakin pasti sangat panas di situ (di balik selimut). Kau hampir gila, kan? Tunggu dulu, berapa lama sampai Pangeran Sado meninggal dalam peti beras itu? Aku tidak ingat ia meninggal karena kelaparan atau kepanasan. Kalian berdua benar-benar keras kepala.”

Dokter Oh berkata ia akan membawa Kang Tae ke atas ke kantornya, jadi Sang Tae bisa keluar dari selimut dan mendapat udara segar, bahkan bisa ke kamar mandi.

Sang Tae melihat Kang Tae pergi bersama Dokter Oh, barulah ia keluar dari kamar. Dokter Oh bertanya apakah Kang Tae pernah mencoba lomba tiga kaki (dua orang dengan salah satu kaki terikat sama-sama berlari ke garis finish). Ia pernah mencobanya di acara sekolah anaknya dan ia selalu yang jatuh duluan, jadi mereka tidak pernah sampai garis finish.

“Kau dan kakakmu seperti sedang mengikuti lomba itu.” Mencoba berlari sama-sama dengan salah satu kaki saling terikat.

“Apa menurut Dokter kami saling menghalangi?” tanya Kang Tae.

“Tidak. Kalian saling bergantung satu sama lain. Selama yang satu tetap kuat saat yang satu jatuh, kalian tidak akan pernah jatuh bersama. Berusahalah yang terbaik untuk tetap kuat. Siapa tahu? Suatu hari nanti kakakmu yang yang menyelamatkanmu.”

Kang Tae berkata ia kira Sang Tae sudah melupakan semua peristiwa hari itu karena tidak pernah membicarakannya.  Dokter Oh berkata Kang Tae hanya ingin mempercayai demikian.

“Kebanyakan penderita autisme memiliki ingatan yang sangat baik. Mereka hanya berusaha menghindari emosi mereka atau mengekspresikannya sedikit berbeda dari kita. Kau tidak boleh menghindarinya. Hadapi saja. Kembalilah bekerja.”

Dokter Oh berkata mantan suami Ah Reum sudah membatalkan tuntutannya setelah diancam sedikit. Dan Kang Tae sudah diskors selama beberapa hari jadi itu sudah cukup. Ia membutuhkan Kang Tae karena perawat satu lagi tak bisa diandalkan.

Jung Tae menggigit jari Chan Yong karena mencekokinya minum obat. Tapi ia langsung berhenti begitu melihat Kang Tae dalam seragam perawatnya. 

Kang Tae mengobati jari Chan Yong mengeluh Jung Tae tidak mau minum obat. Kang Tae berkata tetap saja tidak boleh dipaksa. Chan Yong berkata Jung Tae sengaja melakukannya. Untuk apa ia melakukannya, tanya Kang Tae. Chan Yong keceplosan berbicara kalau Jung Tae menyalahkannya sebagai biang masalah, karena telah memberitahu semua orang kalau Kang Tae akan menikah dengan Mun Yeong.

“Seharusnya aku menjahit mulutmu, bukan tanganmu,” kata Kang Tae.

Jae Su menemui Kang Tae di rumah sakit. Ia berkata ia baru tahu rasanya cinta bertepuk sebelah tangan. Ia khawatir saat Kang Tae tidak mengangkat teleponnya hingga ia sangat marah, tapi tidak bisa marah setelah bertemu.

“Sudah kuperingatkan, bukan? Agar kau menjauh dari Go Mun Yeong. Aku terus menerus mengingatkanmu pada luka yang ia berikan padamu.”

 “Jae Su...aku sudah bangun dari mimpiku. Aku seharusnya fokus pada kakakku. Tapi aku berani memimpikan hal yang tidak mungkin. Aku seharusnya tahu diri. Aku memimpikan impian yang mustahil,” kata Kang Tae sedih, mengingat kebersamaannya dengan Mun Yeong kemarin.

Jae Su juga menjenguk Sang Tae sambil membawa pizza kesukaannya. Sang Tae memejamkan mata pura-pura tidur. Jae Su berkata ia harus kembali ke restoran karena ia tidak punya pekerja paruh waktu. Ia akan senang jika ia kembali menemukan kotak pizza itu sudah kosong.

 menemui Kang Tae karena ia terus mengabaikan teleponnya. Ia melihat wajah Kang Tae yang pucat dan lesu. Seperti jujube (sejenis kurma) kering. Karena Kang Tae lama tidak pulang, ia membawakan pakaian dalam. Kang Tae menyuruh Mun Yeong ikut dengannya keluar. Byul dan Chan Yong beranggapan keduanya memang memiliki hubungan.

Sang Tae memakan pizza nya dengan lahap. Ia mendengar suara pintu dibuka dan ada benda jatuh. Ia melihat ke dekat pintu ada buku ke-9 novel Pembunuhan Penyihir Dari Barat, karya Do Hui Jae. Di tengahnya ada selipan kertas bertulis:” Adik membunuh kakaknya.”

 Perawat Park melihat Sang Tae sedang membaca buku. Hmm...apakah ia yang menaruh buku tersebut? Atau Park Ok Ran? Karena Perawat Park melihat Park Ok Ran sedang mengamati lukisan Sang Tae.

Mun Yeong berkata setelah ia memikirkannya, peristiwa kemarin adalah hal yang baik. Sudah waktunya Kang Tae berhenti bermain jadi sandera. Ia tidak ingin Kang Tae menghabiskan seluruh hidupnya dengan merawat Sang Tae.

“Aku tahu kau ingin hidup denganku. Kau ingin aku di pelukanmu dan bersenang-senang denganku.”

“Tidak,” kata Kang Tae.

Mun Yeong berkata Kang Tae bisa berbohong di mulut, tapi mata tidak bisa berbohong. Kang Tae berkata ia sudah bangun dari mimpinya.

“Ini adalah salahku, aku seharusnya fokus pada kakakku. Dia seharusnya segalanya bagiku.Tapi aku teralihkan olehmu. Aku seharus tidak pernah menghentikanmu pada hari kita bertemu kembali. Aku seharusnya menghindarimu ketika kau mulai membicarakan takdir. Apa yang kita miliki adalah hubungan buruk.”

Mun Yeong menyuruh Kang Tae berhenti pura-pura. Bukankah Kang Tae bilang ia membuatnya tersenyum?

“Kumohon tolong aku. Menjauhlah dari hidupku.”

“Kau berjanji tidak akan meninggalkanku,” kata Mun Yeong.

Kang Tae berkata itu hanya omong kosong. Itu adalah pertama kalinya ia bersenang-senang hingga ia terlalu bersemangat dan mengatakan apapun.

“Kakakku sudah cukup. Aku sudah mengalami masa sulit bertahan dengannya, jadi kumohon..kumohon berhentilah mengganggu hidupku yang menyedihkan dan enyahlah.”

Mun Yeong berkata Kang Tae berbohong. Sama seperti ketika malam itu Kang Tae mengatakan ia terdengar seperti tidak menginginkan Kang Tae pergi meski mengusirnya. Sekarang ia juga mendengar hal yang sama,  Kang Tae tidak ingin ia meninggalkannya.

Ia memegang tangan Kang Tae dengan lembut dan dengan sedih memintanya untuk tidak pergi. Tidak, Kang Tae menarik tangannya.

“Tidak. Kau seperti petasan bagiku. Hanya peristiwa sekali saja. Aku sudah bersenang-senang kadi waktunya bagimu untuk pergi dari hidupku.”

Kang Tae pergi meninggalkan Mun Yeong yang mulai menangis. Ia memegang dadanya yang terasa sakit.

“Aku bukan petasan!! Aku adalah bom!! Aku tidak akan menghilang begitu aku meledak. Aku akan meledak dan membunuh semuanya!” teriaknya sambil menangis.

Kang Tae berjalan pergi dengan menahan tangisnya. Mun Yeong kembali ke rumahnya yang kembali sepi.

Kang Tae masuk ke kamar kakaknya saat kakaknya sedang tidur. Ia memegang tangannya dan menempelkannya ke pipinya. Lalu ia menangis. Mun Yeong duduk sendirian di kamar Kang Tae dan Sang Tae.

Direktur Lee menawarkan untuk mengantar Ju Ri bekerja. Awalnya Ju Ri menolak tapi Direktur Lee berkata ia memiliki waktu senggang sebelum pekerjaan berikutnya. Ia akan pergi ke Seoul untuk menghadiri seminar para penerbit buku. Ia bergurau harus menunjukkan kalau ia masih hidup.

Tapi tiba-tiba wiper mobil menyala, pemanas menyala sendiri. Ju Ri khawatir akan terjadi sesuatu pada mobil itu. Tentu saja tidak akan ada masalah, kata Direktur Lee. Dan mobil pun mogok.

Akhirnya Ju Ri naik taksi. Sementara Direktur Lee kesal karena ini kesempatannya berdua saja dengan Ju Ri. Belum lagi dompetnya ketinggalan di mobil yang sedang diderek. Ia berlari mengejar sambil berteriak-teriak. Ju Ri melihatnya dan mau tak mau tertawa.

Sang Tae terbelalak melihat sesuatu muncul di kamarnya. Ibu? Seekor dinosaurus hijau besar muncul.

“Itu ibu Dooly! Brachiosaurus!” kata Sang Tae senang.

Perawat Park membawakannya sebagai hadiah. Lalu Sang Tae asyik memperlihatkan buku dinosaurusnya pada Perawat Park sambil menjelaskan mana Dooly dan ibu Dooly. Dooly adalah ceratosaurus, sementara ibunya brachiosaurus.

“Tunggu dulu. Mereka kan ibu dan anak, kenapa bisa beda spesies?” tanya Perawat Park.

“Benar, ada rahasia dibalik kelahiran Dooly. Ibu Dooly adalah ibu tiri. Maksudku, palsu. Ibu palsu. Ibu kandung Dooly kehilangan telurnya sebelum Dooly sempat menetas. Brachiosaurus menemukan telur itu dan mengeraminya, dan membesarkannya sendiri. Itu adalah perkiraan yang dibuat para penggemar kartun itu sepertiku.”

“Jadi ia ibu yang baik meski ia ibu palsu,” kata Perawat Park.

“Benar, semua yang palsu itu buruk tapi semua ibu itu baik.”

Perawat Park bertanya apa ibu Sang Tae juga ibu yang baik. Sang Tae terdiam beberapa saat, lalu ia berkata, “Ibu adalah ibu yang baik untukku tapi buruk untuk Kang Tae.”

Perawat Park tersenyum.

Ibu Ju Ri menyiapkan makan siang untuk Kang Tae dan menyuruhnya makan. Dengan terus menunduk, Kang Tae berterimakasih dan makan pelan-pelan.

“Orang bilang kau harus baik pada orang yang kaubenci,” Ibu Ju Ri memisahkan ikan dari durinya dan menaruhnya di mangkuk Kang Tae. “Aku sepenuhnya setuju dengan perkataan itu. Aku benci padamu. Karena itu aku memasak sebanyak ini untukmu. Kau menolak puteriku dan sekarang kasmaran dengan gadis lain. Bagaimana bisa aku tidak membencimu?”

Ibu Ju Ri berkata ia terus menerus bertanya-tanya apakah ia perlu menyuruh Kang Tae dan Sang Tae pindah. Tidak melihat mereka pasti akan membantu Ju Ri melupakan Kang Tae dan move on.

“Apa Ibu ingin kami pindah?” tanya Kang Tae pasrah dan merasa bersalah.

“Aku tidak akan bisa tidur nyenyak jika mengusir kalian, jadi tidak. Aku akan membawa Sang Tae pulang hari ini, jadi fokuslah menenangkan dirimu.”

Kang Tae terharu. Dengan menahan tangis ia berterimakasih.

“Kau tidak perlu berterimakasih. Jika kau tidak bisa menjadi menantuku, kau bisa lahir kembali menjadi puteraku di kehidupan berikutnya. Kau bisa menjadi anak yang baik sepanjang hidupmu untuk membalasku.”

Tangis Kang Tae mulai tak tertahan.

“Aku tidak ingin dilahirkan kembali.” Uff....

“Jangan begitu sulit. Makanlah,” kata ibu Ju Ri.

Sang Tae pulang membawa ibu Dooly dengan gembira. Kang Tae melihatnya dari jauh. Ju Ri mendekatinya dan bertanya apakah Kang Tae pulang malam ini.

“Pulanglah untuk makan malam dan berbaikanlah dengan kak Sang Tae. Ia makan banyak dan aku melihatnya bicara panjang lebar dengan Perawat Park. Itu berarti ia tidak marah lagi, bukan? Kau tahu, ada satu hal yang kita selalu katakan pada pasien: Jika kau ingin membuat orang di sekelilingmu bahagia, kau harus menemukan kebahagiaan lebih dulu,” kata Ju Ri.

Ia berkata menjadi egois tidaklah selalu buruk. Kang Tae boleh memikirkan hanya kebahagiaannya sendiri ketika keadaan sangat menekan.

“Kalau begitu apa aku bisa meminta tolong yang egois?” tanya Kang Tae.

Mun Yeong belum menyerah. Ia berfoto dengan kaset-kaset Dooly dan mengancam akan membuang semuanya jika Kang Tae tidak pulang. Lalu ia memanaskan kepalanya dengan pengering rambut dan mengukur temperaturnya, lalu mengirim fotonya seolah-olah ia demam. Ia meminta Kang Tae membawakan obat.

Tiba-tiba terdengar suara di pintu. Ia mengira  Kang Tae membawakan makanan. Ternyata Ju Ri yang datang. Ia mengangkat sekantung makanan yang ia temukan di tangga depan. Makanan itu ditinggalkan Seung Jae yang sempat menunggu seharian.

Ju Ri diminta tolong oleh Kang Tae untuk membawakan barang-barang Sang Tae karena untuk sementara mereka akan tinggal di rumahnya.

“Rumah? Jadi ini bukan rumahnya,” kata Mun Yeong getir.

Sang Tae mencoret tulisan: adik membunuh kakaknya, yang tadi ditemukannya di dalam buku novel. Ketika ia mendengar kedatangan Kang Tae, ia langsung bersembunyi dalam lemari.

Kang Tae masuk dan menyadari kakaknya masih marah padanya. Ia duduk di depan lemari dan memohon agar kakaknya memaafkannya.

“Untuk apa?” tanya Sang Tae. Minta maaf untuk apa?

“Untuk melarikan diri ketika kakak jatuh ke air. Dan untuk mengatakan aku berharap kakak mati. Itu adalah hal yang sangat kejam untuk diucapkan. Juga...” Kang Tae meminta maaf atas kejadian itu untuk pertama kalinya dengan sungguh-sungguh. Ia menangis meminta maaf karena sering kali berharap memiliki kakak yang normal seperti anak lainnya. “Untuk semuanya...untuk semuanya aku meminta maaf...”

Ia terus menangis sambill meminta maaf. Sang Tae akhirnya keluar. Ia ragu melihat Kang Tae terus menangis.

“Aku minta maaf, jangan tinggalkan aku,” Kang Tae memohon,” Jangan tinggalkan aku, kak.”

Sang Tae lalu memeluk Kang Tae. Seingatku untuk pertama kalinya Sang Tae yang lebih dulu memeluk adiknya. Biasanya Kang Tae yang memeluk kakaknya.

“Jangan tinggalkan aku,” kata Sang Tae sambil menepuk punggung adiknya.

Tangis Kang Tae makin keras di pelukan kakaknya.

“Jangan tinggalkan aku. Jangan menangis,” kata Sang Tae.

Ju Ri telah selesai membereskan pakaian Sang Tae. Ia menemukan Mun Yeong duduk sendirian di meja makan. Ia mengira Miun Yeong belum makan. Tapi Mun Yeong menoleh dengan mulut penuh oleh makanan. Ia berkata ia tidak punya makanan tapi punya minuman keras.

Ju Ri duduk untuk minum bersama Mun Yeong. Mun Yeong bertanya apa Ju Ri tidak lagi takut padanya.

“Masih. Aku masih takut padamu, dan benci padamu. Aku juga cemburu.”

Mun Yeong menatap Ju Ri. Biasanya Ju Ri tidak mau mengakui kalau Kang Tae dekat dengan Mun Yeong. Tapi sekarang ia mengaku cemburu, artinya ia mengakui Kang Tae menyukai Mun Yeong.

“Aku adalah kakakmu,” kata Sang Tae.

“Benar, dan aku adikmu,” kata Kang Tae.

“Mun Kang Tae milik Mun Sang Tae.”

“Iya, aku milik kakak,” kata Kang Tae setelah terdiam sejenak.

“Aku menyukaimu.”

Sang Tae menoleh pada ibu Dooly dan berkata ia sangat menyukainya meski mereka baru pertama bertemu. Kang Tae tersenyum dan berkata ia juga menyukai Sang Tae. Baikan deh^^

Ju Ri sudah mabuk. Ia berteriak sambil berdiri kalau ia ingin menampar Mun Yeong. Mun Yeong pelan-pelan hendak meraih botol kosong kalau-kalau Ju Ri benar-benar menamparnya. Ju Ri berkata Mun Yeong adalah gadis terjahat di seluruh dunia. Mun Yeong menarik tangannya karena tahu Ju Ri tak berbahaya.

“Ketika kita kecil, kau mengganggu teman-temanku dan membuatku dikucilkan. Lalu kau mencuri pria yang kusukai. Apa kau senang melihatku ditinggal sendirian? Kau mengambil satu-satunya yang kuinginkan meski tahu aku tidak punya apa-apa. Kau senang sekarang? Dasar jahat!!”

Mun Yeong malah tersenyum mendengar curhat Ju Ri dan berkata Ju Ri cute.

“Iya benar, aku sangat cute. Aku se-cute ini kenapa Kang Tae hanya menyukaimu?”

“Karena aku cantik?” jawab Mun Yeong.

Plakk! Ju Ri memukul kepala Mun Yeong. Lalu ia jatuh terduduk di kursi dan tertidur.

Direktur Lee menjemput Ju Ri dan menemukan Ju Ri tertidur di meja makan. Ia bertanya apa Mun Yeong memukulnya.

“Hampir, tapi ia keburu pingsan sebelum aku melakukannya,” kata Mun Yeong.

Direktur Lee melihat Ju Ri dan hendak menggendongnya.

“Apa kau menyukainya?” tanya Mun Yeong.

“Iya.”

Mun Yeong bertanya siapa yang lebih disukai Direktur Lee, dia atau Ju Ri. Direktur Lee berkata ia menyukai mereka berdua dengan cara berbeda. Tapi Mun Yeong bertanya siapa yang pertama dan siapa yang kedua.

“Mun Yeong, ketika kau membicarakan orang, kau seharusnya tidak menomori mereka seperti itu. Kau bisa menghargai dan menyayani mereka dengan cara berbeda. Pikirkan mengenai berbagai macam warna kuning. Kuning tua, kuning mustard, kuning pucat. Bahkan warna yang sama bisa memiliki nama berbeda tergantung kromanya. Begitu juga dengan emosi manusia. Seperti rasa suka, sayang, benci, cinta, pertemanan, dan nafsu. Mereka seperti pelangi.”

“Tapi ketika semua dicampur, mereka menjadi hitam kelam,” kata Mun Yeong.

Direktur Lee mengerti Mun Yeong mungkin sudah terbiasa tinggal bersama Kang Tae dan Sang Tae. Ia bertanya bagaimana perasaannya sekarang setelah kembali sendiri. Aku bosan, jawab Mun Yeong datar.

“Aku merasa kesal tiba-tiba dan merasa lebih dingin di malam hari. Aku juga lebih sering merasa lapar.’

“Hanya ada satu cara menjelaskan semua itu. Apa kau tahu apa itu? Kau merindukannya.”

Kang Tae melihat foto-fotonya bersama Mun Yeong saat mereka berjalan-jalan kemarin. Ia tidka bisa tidur dan termenung sendirian.

“Aku merindukannya.... aku merindukannya...” kata Mun Yeong berulang-ulang setelah Direktur Lee dan Ju Ri pergi. Air matanya menggenang.

Pagi harinya Ju Ri terbangun dan berharap ia tidak melakukan kesalahan apapun semalam. Seung Jae berkata Ju Ri dua kali muntah di mobil Direktur Lee tapi itu bukan masalah besar.

Ju Ri melihat Kang Tae sedang menunggu bis. Wajah Kang Tae sangat pucat dan tak bersemangat. Mereka naik bis bersama. Kang Tae menanyakan keadaan Ju Ri setelah mabuk semalam. Ju Ri malah bingung kenapa Kang Tae tiba-tiba berbicara kasual padanya, padahal biasanya formal.

Kilas balik semalam setelah Direktur Lee dan Ju Ri pulang. Kang Tae sudah menunggu mereka karena menunggu barang-barang yang dibawa Ju Ri. Direktur Lee membantu Ju Ri keluar dari mobil sementara Kang Tae mengambil barang-barangnya.

Tiba-tiba Ju Ri memaki Kang Tae dan berkata Kang Tae sengaja mengirimnya ke rumah Mun Yeong agar ia dan Mun Yeong berbaikan. Juga karena khawatir Mun Yeong kesepian sendirian di sana.

“Itukah sebabnya kau mengirimku ke sana? Dasar brengsek. Apa kau tidak tahu aku punya perasaan padamu? Tahu tidaaaak?” teriak Ju Ri.

Direktur Lee cepat-cepat menutup mulut Ju Ri.

“Kau bilang tidak apa-apa bersikap egois kalau keadaan terlalu menekan,” kata Kang Tae.

Ju Ri menggigit tangan Direktur Lee.

“Apa kau menganggap aku tukang memaksa?” tanya Ju Ri.

Kang Tae bertanya  kenapa Ju Ri terus berbicara kasual dengannya. Ju Ri berkata ia dan Mun Yeong berteman jadi kenapa Kang Tae membedakan cara berbicara dengan mereka berdua.

“Bicara kasual saja denganku. Menurut saja padaku!” seru Ju Ri.

Baiklah, kata Kang Tae singkat.

Ju Ri pura-pura tidur mengingat kejadian semalam. Terimakasih, kata Kang Tae. Ju Ri bertanya dengan formal apa Kang Tae tidak enak badan. Kang Tae berkata ia hanya lelah. Lalu ia tertidur.

Chan Yong juga melihat Kang Tae tidak seperti biasanya dan memegang dahinya. Kang Tae demam. Kang Tae lagi-lagi mengabaikan telepon Mun Yeong.

Ia memarahi Direktur Lee yang meneleponnya karena ternyata bukan Kang Tae.  Direktur Lee ingin mengajak Mun Yeong makan enak hari ini karena hari ini adalah hari “itu”.

Perawat Park bertanya pada Kang Tae apakah Sang Tae menyukai ibu Dooly. Ia yang menghadiahkannya pada Sang Tae. Kang Tae berterimakasih karena Perawat Park sudah menjaga Sang Tae.

“Apa kau tahu kalau ibu Dooly bukanlah ibu kandungnya?” tanya Perawat Park.

“Kakak sangat memilih kepada siapa ia akan menceritakan hal tersebut,” Kang Tae tersenyum.

Perawat Park senang karena ia sudah cukup dekat dengan Sang Tae. Ia bertanya apakah Kang Tae kalau Sang Tae dekat dengan Park Ok Ran.  Tidak, kata Kang Tae bingung. Ia bertanya kenapa Perawat Park menanyakannya. Perawat Park berkata ia hanya penasaran dan ingin Kang Tae lebih mengawasi Park Ok Ran karena kondisinya agak tidak stabil.

“Aku merasa ia secara sengaja berusaha memprovokasi pasien lain.”

Ayah Mun Yeong sedang duduk sendirian di taman ketika ia kembali mendengar senandung lagu “Oh My Darling Clementine”. Ia mencari darimana arah suara itu dan melihat Park Ok Ran yang sedang duduk membelakanginya. Ia menghampiri wanita itu.

Kang Tae melihatnya.

Ayah Mun Yeong melihat Park Ok Ran membaca buku Do Hui Jae. Park Ok Ran menoleh. Ayah Mun Yeong bertanya apakah Ok Ran yang tadi bersenandung.

Park Ok Ran mendekati ayah Mun Yeong lalu berbisik, “Kenapa? Apa kau akan membunuhku lagi?”

Ayah Mun Yeong mencekik Park Ok Ran.

“Kenapa kau seperti ini?” Park Ok Ran berusaha meminta tolong.

“Kau tidak bisa membodohiku lagi, monster!”

Kang Tae menarik ayah Mun Yeong menjauh dan berusaha menenangkannya. Ayah Mun Yeong berteriak ia harus membunuhnya jika tidak ia yang akan mati. Park Ok Ran yang dibawa para perawat menoleh dan tersenyum sinis.

“Aku harus membunuhnya! Aku harus membunuh wanita itu! Hari itu seharusnya aku juga membunuh Mun Yeong! Semua monster harus dibunuh!”

“Tidak!” kata Kang Tae. Ia berkata Mun Yeong bukan monster.

“Jika kau tidak membunuhnya, kau akan mati,” kata ayah Mun Yeong.

Pada Perawat Park, Park Ok Ran berbohong kalau ayah Mun Yeong tiba-tiba saja menghampirinya dan mencekiknya. Tanpa alasan.

“Ia menyebutku monster. Monster. Orang gila itu, apa aku seharusnya membunuhnya saja?” gumamnya.

Sementara Kang Tae yang melihat semuanya mengatakan pada Dokter Oh kalau Park Ok Ran memprovokasi ayah Mun Yeong dengan menyenandungkan lagu Clementine. Lalu ayah Mun Yeong menyebutnya monster dan mencekiknya.

“Tapi orang yang biasanya ia sebut monster adalah istrinya, Do Hui Jae.”

Kang Tae bertanya apa mungkin ayah Mun Yeong salah mengenali Ok Ran sebagai istrinya.

“Entah ia tahu banyak tentang Doi Hui Jae, atau...Park Ok Ran benar-benar Do Hui Jae,” kata Dokter Oh.

Ibu Ju Ri terkejut melihat Mun Yeong duduk di depan rumahnya.  Mun Yeong berkata ibu Ju Ri pernah menawarinya makan. Ibu Ju Ri tersenyum dan bertanya Mun Yeong ingin makan apa.

Ia menyajikan sup rumput laut dan mengucapkan selamat ulang tahun pada Mun Yeong. Mun Yeong meminta sup rumput laut jadi hari ini pasti ulang tahunnya. Anggap sup itu hadiah ulang tahunnya.

Mun Yeong mencicipinya  dan berkata rasanya tidak buruk. Melihat Mun Yeong hanya diam, ibu Ju Ri masuk ke dalam.  Diam-diam ia melihat Mun Yeong makan dengan lahap dan tersenyum senang.

Direktur Lee dan Seung Jae yang baru pulang terkejut melihat Mun Yeong. Seung Jae mengucapkan selamat ulang tahun.

Direktur Lee menemui Mun Yeong yang duduk sendirian di luar. Mun Yeong menyalakan rokok terakhirnya. Tapi Direktur Lee membuangnya. Ia memberikan hadiah kalung untuk Mun Yeong. Mun Yeong langsung mengenakannya. Liontinnya berbentuk setengah hati.

“Hati kita disatukan bersama. Sempurna, bukan? Kau menulis buku, aku menjualnya.”

Mun Yeong bertanya apa ini cara Direktur Lee mendorongnya untuk menulis buku berikutnya. Ia berpikir sebentar lalu berkata ia harus cepat bergerak jika Direktur Lee mendorongnya. Ia naik ke atas menuju rumah Kang Tae dan Sang Tae. Ia melarang Direktur Lee ikut naik.

“Oppa, Mun Sang Tae!! Buka pintunya, sahabat! Ini aku, buka pintunya!” Mun Yeong menggedor pintu.

Sang Tae tidak mau membuka pintu. Mun Yeong berkata ia akan mendobrak pintu. Sang Tae berpikir untuk menelepon polisi. Mun Yeong berkata ia membawa gergaji listrik dan ia tidak main-main. Terdengar suara gergaji dinyalakan.

Sang Tae panik. Mun Yeong berkata ia akan menghitung 1 sampai 3. 1...2...3!

Sang Tae melesat keluar. Ia menoleh dan melihat Mun Yeong bersandar santai. Suara gergaji tadi hanya efek suara dari ponsel. Mun Yeong mengembalikan Mang Tae pada Sang Tae.

“Dibandingkan dengan Mang Tae, bolehkah aku memiliki Sang Tae? Aku ingin Sang Tae,” Mun Yeong tersenyum.

Sang Tae berkata senyum Mun Yeong palsu. Mun Yeong berkata ia sungguh-sungguh. Ia merasa bosan tanpa sahabatnya dan ia datang menjemput.  Tapi Sang Tae tak percaya dan berkata Mun Yeong berbohong.

Mun Yeong berkata hari ini hari ulang tahunnya. Ia ingin ditemani Sang Tae sebagai hadiah ulang tahunnya. Bohong, kata Kang Tae berkali-kali.

“Kakak ini pendeteksi kebohongan atau apa?” kata Mun Yeong kesal.

Sang Tae marah dan masuk ke dalam rumah sambil terus mengatakan kalau Mun Yeong bohong. Ia bahkan membanting Mang Tae ke lantai. Ia berkata hanya orang jahat yang berbohong. Ia berakta Mun Yeong bohong padanya tentang jalan-jalan sendirian.

“Sahabat tidak saling merahasiakan. Tapi mereka berdua pergi bersenang-senang tanpa aku,” kata Sang Tae.

Ia merobek gambarnya, meremasnya, lalu melemparnya keluar jendela. Ia berkata ia tidak perlu lagi mobil camping. Mun Yeong memungut gambar tersebut dan bersandar di jendela yang tertutup.

“Oppa, orang yang benar-benar jahat adalah orang yang tidak percaya apapun yang dikatakan orang lain. Kakak tahu dongeng Anak yang Berteriak Serigala, bukan? Anak gembala itu selalu berbohong. Anak itu berbohong pada warga desa berulang kali kalau ada serigala muncul. Apa kakak tahu kenapa anak itu terus menipu para warga desa?”

“Sudah pasti karena bosan,” jawab Sang Tae.

“Salah. Karena ia kesepian. Ia melakukannya karena ia kesepian seorang diri di  pegunungan.”

Kang Tae meminum obat penurun demam dan bersiap pulang. Ia baru melihat pesan dari Mun Yeong dan pesan terakhirnya adalah hari ini adalah yang sangat penting bagi Mun Yeong.

Mun Yeong pulang dan melihat gambar yang tadi dibuang Sang Tae. Itu adalah gambar tiga orang bepergian dengan mobil camping.

Kang Tae melihat Chan Yong sedang mengompres kepalanya. Park Ok Ran memukulnya dengan batu. Tadi Ok Ran berkata ia menjatuhkan sesuatu yang penting di taman dan memintanya membantu mencari. Tapi ketika mereka keluar, tiba-tiba Ok Ran mengambil batu dan memukulnya di kepala. Chan Yong sempat pingsan dan baru sadarkan diri.

“Di mana Park Ok Ran?” tanya Kang Tae.

Ju Ri dan Perawat Park tidak menemukannya. Sepertinya ia berhasil kabur. Perawat Park menyuruh Byul menelepon polisi. Kang Tae bertanya apa Park Ok Ran mengatakan sesuatu.

“Ia mengatakan hari ini adalah hari yang sangat penting baginya. Aku mendengarnya bergumam mengenai menemui seseorang hari ini.”

Kang Tae langsung teringat pesan terakhir Mun Yeong yang mengatakan hari ini hari yang sangat penting untuknya.

Kang Tae langsung lari keluar. Ia teringat percakapannya dengan Dokter Oh. Bagaimana jika Do Hui Jae masih hidup? Waktu itu Dokter Oh berkata pasti ia akan  kembali untuk mencari suami dan puterinya.

“Anak gembala berbohong karena ia sangat kesepian. Tapi ketika seekor serigala benar-benar muncul, tidak ada yang datang menolongnya. Kalau saja ada satu orang percaya padanya dan datang untuk menolongnya, anak itu tidak akan mati.”

Mun Yeong mendengar suara ketukan di pintu dan membukanya. Park Ok Ran tersenyum dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun.

“Go Mun Yeong....Mun Yeong-ah,” panggil Kang Tae dalam hati.


Komentar:

Menurutku tidak adil Kang Tae menyalahkan Mun Yeong karena sudah menyelamatkannya. Itu adalah pilihan yang dibuat Mun Yeong terlepas apa motifnya. Dan jalan hidup yang dijalani Kang Tae saat ini adalah pilihannya sendiri. Ia bertahan hidup dan menjaga kakaknya adalah pilihannya sendiri, bukan karena Mun  Yeong.

Ia memilih melarikan diri ketika akan dipisahkan dengan Sang Tae setelah kematian ibu mereka. Begitu ia memutuskan untuk melakukan itu, ia sendiri sadar kalau itu artinya ia bertanggungjawab penuh atas kakaknya. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Mun Yeong.

Aku mengerti sangat tidak mudah bagi Kang Tae sejak kecil harus menjadi ibu, sekaligus ayah, dan kakak bagi kakaknya sendiri. Menafkahi, menjaga, dan bertumbuh sendiri. Pasti sangat sulit dan kesepian. Dipaksa tumbuh dewasa dan bertanggungjawab sebelum waktunya. Sangat melelahkan, membuat frustrasi, dan menyesakkan. Apalagi Kang Tae melakukannya sebagai penebusan rasa bersalah karena sudah pernah mengatakan hal kejam pada kakaknya, bahkan pernah menginginkan kematiannya.

Ia harus menghadapi rasa bersalahnya dengan mengakui kesalahannya dan meminta maaf sungguh-sungguh pada kakaknya. Aku senang ketika Sang Tae bertanya minta maaf untuk apa. Dan Kang Tae dengan jelas mengatakan hal-hal apa yang membuatnya bersalah pada kakaknya. Kurasa dengan Sang Tae memaafkannya, beban rasa bersalah itu terangkat.

Sekarang Kang Tae memilih bersama kakaknya bukan karena perasaan bersalah lagi. Tapi karena ia benar-benar menyayangi kakaknya. Dan Sang Tae juga tidak lagi memiliki ganjalan pada adiknya.

Mun Yeong sendiri menanggung akibat dari sikap egoisnya memaksa Kang Tae selalu bersamanya dan tinggal dengannya tanpa Sang Tae. Ia tidak memahami arti ikatan adik kakak, persahabatan, bahkan mungkin cinta. Ketika ia mengatakan Jung Tae bodoh karena memilih berpisah sementara dengan Ah Reum, itu sudah menunjukkan ia tidak begitu memahami.

Ia hanya tahu ia suka dan ia harus memiliki. Tapi cinta tidak sesederhana itu. Cinta berarti menginginkan orang yang kita cintai bahagia. Apa Mun Yeong bisa membahagiakan Kang Tae tanpa Sang Tae? Ia terlalu percaya diri dengan mengira Kang Tae mau bersamanya hanya karena mau jalan-jalan sehari bersamanya. Menginap pun karena ancaman dan paksaan.

Tapi Mun Yeong memang harus belajar juga untuk menghadapi arti kehilangan. Ia bukan hanya kehilangan Kang Tae, tapi juga Sang Tae. Seharusnya ketika melihat gambar Sang Tae, ia menyadari kesalahannya. Baginya Sang Tae mungkin hanya kakak Kang Tae yang cute. Tapi bagi Sang Tae, ternyata Mun Yeong lebih dari itu.

Sang Tae ingin membeli mobil camping karena tahu adiknya tidak suka berpindah-pindah. Jadi mobil camping adalah jalan keluar yang tepat karena rumah mereka bisa ikut pindah kapanpun mereka mau. Dan Sang Tae menggambar Mun Yeong di sana. Artinya ia sudah menerima Mun Yeong sebagai orang yang dekat dengannya. Orang yang akan ikut pindah-pindah bersama mereka. Orang yang serumah dengan mereka.

Ia tidak menggambar Ju Ri, atau ibu Ju Ri, bahkan Jae Su yang sudah dikenal jauh lebih lama. Tapi ia menggambar Mun Yeong. Seharusnya Mun Yeong menyadari kalau bagi Sang Tae kebohongannya sama menyakitkannya dengan kebohongan Kang Tae.

Dan aku senang karena karakter-karakter lain seperti Direktur Lee, Ju Ri, ibu Ju Ri, bisa memberikan nasihat yang baik bagi ketiga tokoh utama kita. Ketika kita terlalu terpaku pada masalah kita, mungkin nasihat dari orang ketiga yang mengamati dari luar bisa menjadi bahan pertimbangan yang baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih komentarnya^^
Maaf aku tidak bisa membalas satu per satu..tapi semua komentar pasti kubaca ;)