Kamis, 09 Juli 2020

Sinopsis It's Okay To Not Be Okay Episode 5


Kang Tae memakaikan jaketnya pada Mun Yeong yang basah kuyup. Mun Yeong menjatuhkan dirinya dalam pelukan Kang Tae. Hangat, katanya pelan. Lalu ia berkata ia lapar.

Kang Tae membawanya ke sebuah motel terdekat. Bates Motel. Bagi penggemar film horror, nama hotel ini pasti tidak asing. Bates Motel adalah judul drama serial TV Amerika, namun lebih dikenal lagi sebagai nama motel di film terkenal Psycho. Film pembunuhan berlatar belakang kepribadian ganda sekaligus kasih sayang abnormal ibu dan anak.

Mereka masuk ke dalam dan disambut pemilik motel (cameo Jung Sang Hoon). Ia mengira kedua tamunya adalah sepasang kekasih yang mencari kamar untuk bersenang-senang semalaman. Tak nyaman dengan penawaran aneh-aneh si pemilik, Kang Tae mengajak Mun Yeong pulang. Tapi Mun Yeong tidak mau. Ia suka motel ini dan ia tidak mau mati kedinginan.

Ia malah menyalahkan Kang Tae yang membawa motor di hujan deras seperti ini. Kang Tae menyuruh Mun Yeong naik taksi tapi Mun Yeong minta uang untuk ongkos taksi. Ia tidak membawa apapun, termasuk ponsel dan dompetnya.

Kang Tae terkejut dan mulai memarahi Mun Yeon karena begitu ceroboh dan tidak berpikir sebelum bertindak. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya di jalan yang sepi dan gelap itu? Bagaimana bisa ia berjalan sendirian tanpa rasa takut?

“Jika sesuatu yang buruk terjadi...” Kang Tae sadar lalu berhenti mengomel. Si pemilik motel tersenyum geli.

“Kenapa kau marah? “ tanya Mun Yeong tersenyum. “Siapa yang peduli jika aku berjalan semalaman atau mengadakan pertunjukan buka baju? Kenapa kau marah? Apa kau mengkhawatirkanku? Apa kau kesal? Hatimu sakit? Apa kau menyukaiku?”

Kang Tae tak bisa menjawab dan terdesak karena Mun Yeong terus mendekatinya. Si Pemilik motel nampak menikmati “drama romantis dadakan” di depannya.

Mun Yeong berkata ia bertanya karena ia benar-benar tidak tahu. Ia menyindir Kang Tae yang sebelumnya mengatakan kalau ia tidak tahu apa-apa tentang Kang Tae.

“Aku adalah kaleng kosong yang tidak akan pernah mengerti perasaanmu sampai aku mati. Jadi apa yang kaurasakan sekarang? Katakan. Kenapa kau diam? Apa kau juga kaleng kosong?”

“Aku...aku...”

“Katakan padanya kalau kau mencintainya,” kata si pemilik motel.

Kang Tae berkata ia akan menyewa kamar. Tapi ternyata ia juga tidak bawa uang. Si pemilik motel berkata bahkan ibunya juga harus membayar jika ingin menginap di sini (dalam film Psycho, si pemilik Bates Motel membunuh ibunya tapi karena perasaan bersalah menyimpan mayat ibunya bertahun-tahun, dan ia sendiri akhirnya memiliki kepribadian ganda sebagai ibunya). Ia menyuruh mereka pergi, tapi sebelumnya memberitahu ada motel murah di ujung jalan yang bisa dibayar belakangan.

Kang Tae memilih membawa Mun Yeong ke rumahnya. Mun Yeong melihat celana dinosaurus yang dijemur (pasti punya Sang Tae^^) dan berkata ia tidak suka dinosaurus jadi ia akan meminjam pakaian Kang Tae. Ia melihat sekeliling dan takjub Kang Tae bisa melakukan semuanya dalam ruangan (sempit) itu, seperti kandang.

“Apa kau tidak merasa seperti hewan peliharaan di sini?” tanyanya penasaran.

Kang Tae menatapnya. Apa itu kasar, tanya Mun Yeong. Kang Tae memberikan pakaiannya agar Mun Yeong bisa berganti pakaian. Mun Yeong bertanya di mana Sang Tae. Di bawah, kata Kang Tae. Mun Yeong melarang Kang Tae memanggilnya. Tidak akan, kata Kang Tae. Ia tidak ingin Mun Yeong dekat-dekt dengan kakaknya.

“Apa kau cemburu?”

“Jangan pernah dekati kakakku. Aku tidak peduli anggapanmu. Biarkan saja dia sendiri.”

Mun Yeong bertanya apa itu juga keinginan Sang Tae. Ia akan tanyakan langsung. Kang Tae menghentikannya dan menatapnya. Ia bertanya wajahnya mengisyaratkan apa.

“Ketampanan.” Jawab Mun Yeong.

Ekspresi wajahku, kata Kang Tae. Apa yang dikatakannya mengenai perasaan, emosi dan keadaan Kang Tae? Aku tidak tertarik, jawab Mun Yeong. Entah karena ia memang tidak bisa membaca ekspresi Kang Tae, atau karena ia tidak mau mengakui ekspresi Kang Tae.

Kang Tae membawa Mun Yeong ke depan deretan kartu ekspresi yang selama ini digunakan Sang Tae untuk menghafal ekspresi orang.

“Lihat wajah mereka dan cobalah membaca emosi mereka.  Pelajari meski kau tidak tertarik. Jika kau tidak suka merasakan emosi, diingat saja. Setidaknya berusahalah kecuali kau ingin tinggal sendirian selamanya.”

Mun Yeong berkata ia tidak mau. Lakukan meski tidak mau, desak Kang Tae. Mun Yeong berkata ia tidak autis.

“Tapi kau juga bukan anak zombie, yang tidak punya emosi dan hanya memilki keinginan untuk makan. Menurutmu apa yang benar-benar ia (zombie kid) inginkan? Memuaskan rasa lapar? Atau merasakan kehangatan seseorang? Apa jawabanmu? Makanan? Apa memuaskan rasa laparnya yang terpenting?” Kang Tae meraih tangan Mun Yeong dan menempelkan tangannya ke pipi Mun Yeong. “Kehangatan. Itulah yang benar-benar ia inginkan. Ia tidak hanya ingin diberi makan saja. Kau ingin mengirimkan pesan itu.”

Mun Yeong  menurunkan tangan Kang Tae dari pipinya. Ia berkata Kang Tae salah. Anak zombi tidak punya perasaan jadi yang paling penting baginya adalah makanan. Ia ingin memuaskan rasa laparnya meski dengan tubuh ibunya.

“Kehangatan? Omong kosong. Itu hanya rasa kasihan memuakkan untuk orang sentimental seperti dirimu. Jangan mengajari aku.”

Ia masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian. Tapi meski begitu menyangkalnya, ia menyentuh pipinya yang tadi disentuh Kang Tae. Lalu ia melihat sekeliling kamar mandi, hampir semua benda di beri label dan instruksi untuk mengingatkan Sang Tae. Munafik, gumamnya.

Sang Tae membenturkan kepalanya ke dinding berulang kali. Ekspresi kemarahan dan bentakan Kang Tae belum dilupakannya. Kang Tae menahan kepala kakaknya dan bertanya apa kakaknya masih marah. Ia minta maaf karena sudah membentaknya tadi dan tidak akan melakukannya lagi. Tapi Sang Tae tidak berhenti membenturkan kepalanya, kali ini ke tangan Kang Tae yang menghalangi dinding.

“Kak, sakit Kakak menyakiti diri sendiri,” Kang Tae berusaha membujuk.

Ia bercerita hari ini ia ditampar seseorang begitu keras hinigga gusinya berdarah dan ia tidak bisa mendengar dengan baik. Ia berbohong wajahnya bengkak hingga ia terlihat seperti Tuan Gumpalan. Sang Tae menoleh ingin tahu. Tapi wajah Kang Tae baik-baik saja.

Kang Tae memegangi wajahnya pura-pura terkejut karena semua bengkaknya sudah hilang. Sang Tae kesal karena Kang Tae membohonginya. Ia menjitak dan memukuli Kang Tae. Memarahinya karena sudah berbohong. Ia berkata Kang Tae harus dipukul karena sudah nakal dan menyebutkan semua tokoh dongeng yang berakhir tidak baik karena berbohong.

Kang  Tae melindungi dirinya dari pukulan kakaknya. Sementara Jae Su dan ibu Ju Ri mendengar di luar kamar dengan prihatin. Pukulan Sang Tae pasti menyakitkan. Bagaimanapun itu adalah pukulan orang dewasa dan Sang Tae bukan seseorang yang bisa mengendalikan kekuatannya. Tapi menurutku bukan niat Sang Tae untuk menyakiti Kang Tae. Ia hanya tidak tahu cara mengendalikan dirinya. Setidaknya sekarang Sang Tae tidak marah lagi.

Ibu Ju Ri mempersiapkan makan malam. Tapi Kang Tae menolak dengan sopan dan meminta ijin untuk makan di rumahnya saja. Tentu saja karena ia membawakannya untuk Mun Yeong.

Melihat makanan rumahan, Mun Yeong bertanya apak Kang Tae menymebunyikan seorang istri di rumah. Kang Tae berkata induk semangnya yang memasak. Mun Yeong mencoba makanannya dan sangat menyukai rasanya.

“Aku ingin tinggal dengan nyonya ini. Dia seorang pemasak yang baik.”

Kang Te bertanya apa yang dimakan Mun Yeong di rumah. Tidak ada, jawab Mun Yeong. Ia tidak memiliki ibu yang rela memberikan tubuhnya, maupun induk semang yang bisa memasak.

Ia kesal karena tidak bisa mengambil telur dengan sumpitnya. Kang Tae membantunya. Eh Mun Yeong malah menunjuk daging minta diambilkan lagi. Dasar Mun Yeong....

Chan Yong tak bisa menahan kantuknya apalagi lampu mulai kelap kelip lalu padam. Di lorong terdengar senandung seorang wanita dan sosoknya berjalan melewati Chan Yong. Chan Yeong terbangun tapi tidak ada siapapun. Ia menyalakan senter, mencari ke mana sosok itu pergi. Tiba-tiba pintu di sampingnya terbuka.

Ju Ri keluar dari ruangan dan bertanya apa yang sedang Chan Yong lakukan. Chan Yeong bertanya apa Ju Ri mendengar suara tadi. Tidak, kata Ju Ri. Lampu kembali menyala. Chan Yong berkata ia tadi mendengar suara orang bersenandung.

“Ah, itu...Apa Yoon So Hae tidak memberitahumu? Kadangkala setelah tengah malam, kau bisa mendengar hantu bersenandung di ujung lorong lantai dua,” kata Ju Ri.

Chan Yong tidak percaya. Entahlah, kata Ju Ri. Ia dengar Yoon So Hae adalah seorang shaman (dukun), yang  bisa berkomunikasi dengan hantu. Chan Yong mulai ketakutan, sementara Ju Ri diam-diam tersenyum geli.

Perawat Park juga dalam shift malam dan menanyakan keadaan ayah Mun Yeong pada Ju Ri. Ju Ri berkata tekanan darahnya masih tinggi dan mengalami sulit tidur. Ia bertanya-tanya kenapa Go Dae Hwan melakukan itu pada puterinya sendiri. Perawat Park berkata bisa saja itu efek komplikasi dari operasi yang sudah dijalaninya.

“Bagaimana kalau bukan itu alasannya?” tanya Ju Ri.

“Lalu apa? Apa maksudmu ia menyerangnya untuk membunuhnya?” Perawat Park tertawa.

“Bukan. Untuk hidup. Maksudku karena ia tidak mau mati. Ia menjadi agresif untuk melindungi dirinya sendiri.”

Perawat Park berkata Ju Ri dan Mun Yeong sudah lama saling mengenal tapi Ju Ri menyembunyikannya. Artinya hubungan mereka berdua tidak baik. Dalam kilas balik, Ju Ri yang mengajak Mun Yeong berteman duluan...tapi kemudian menangis menyuruh Mun Yeong menjauh darinya.

“Sekarang tanyakan pada dirimu sendiri apakah kau tidak bisa menyingkirkan perasaan pribadimu jika berkaitan dengan mereka? Kau tidak boleh membiarkan perasaan pribadimu terlibat. Kau kan seorang profesional,” Perawat Park mengingatkan.

Setelah selesai makan, Kang Tae membersihkan semuanya. Mun Yeong mengamatinya sambil berbaring dan berkata Kang Tae pasti seorang pelayan di kehidupan dulu, sementara ia seorang nyonya.Kang Tae menyuruh Mun Yeong pulang. Ia akan memberi ongkos taksi. Tapi Mun Yeong tidak mau. Ia akan menginap malam ini.

Kang Tae mengancam akan menyeretnya keluar. Ia tidak pernah mengijinkan Mun Yeong tidur di sini. Tapi Mun Yeong balik mengancam akan berteriak. Ia mulai berteriak memanggil Sang Tae hingga Kang Tae harus menutup mulutnya. 

Tiba-tiba terdengar suara Jae Su di luar memanggil Kang Tae dan mengajaknya makan bersama. Kang Tae cepat-cepat keluar. Jae Su heran kenapa Kang Tae berkeringat. Kang Tae berkata kamarnya terasa sangat panas. Jae Su berkata hari ini Kang Tae bersikap aneh. Ia hendak masuk tapi Kang Tae menendang pintu agar menutup.

Jae Su kaget. Ia berkata ia datang untuk menemani Kang Tae makan karena dikiranya Kang Tae  kesepian dan sedih makan sendirian. Kang Tae berkata ia sudah makan. Ia menyuruh Jae Su turun dan makan dulu. Jae Su makin curiga. Apalagi Kang Tae meninggalkan kakaknya di bawah. Kang Tae berkata ia tenang karena Jae Su bersama kakaknya.

Jae Su tidak percaya dan hendak menerobos masuk tapi Kang Tae menarik rambutnya agar menjauh dari pintu. Jae Su akhirnya menyerah dan turun ke bawah.

Tapi ketika Kang Tae hendak masuk, pintunya dikunci oleh Mun Yeong. Tak berani berteriak, Kang Te meminta Mun Yeong membuka pintunya. Mun Yeong berkata ia akan membuka pintu jika Kang Tae membiarkannya menginap malam ini. Setelah berusaha meyakinkan Mun Yeong, akhinya Mun Yeong membukakan...jendela.

“Kita seperti Romeo dan Juliet saling bertatapan seperti ini.”

“Kau bemar. Musuh bebuyutan tidak seharusnya saling bertemu,” kata Kang Tae.

“Tidak, mereka sudah ditakdirkan. Takdir tragis mereka yang membunuh mereka. Kau tahu kenapa mereka mati? Karena hanya Juliet yang meminum ramuan tidur. Jika mereka meminumnya bersama, mereka tidak akan mati (iya sih, keduanya tidur yang mirip mati terus bisa kabur sama-sama ;p). Jadi mari kita tidur bersama.”

Kang Tae berkata cara berpikir Mun Yeong tidak masuk akal. Ia menyuruh Mun Yeong membuka pintu sebelum ia mendobraknya. Mun Yeong bertanya bagaimana kalau Sang Tae bergabung dengan mereka. Ia mulai berteriak memanggil Sang Tae.

Kang Tae menyerah. Ia terpaksa menelepon Jae Su dan berbohong pipa di rumah rusak hingga banjir. Dan menitipkan kakaknya pada Jae Su. Mun Yeong tersenyum lalu membukakan pintu.

Mun Yeong berkata Kang Tae seorang aktor yang bagus. Kenapa jadi perawat, bukan jadi aktor? Kebohongan Kang Tae mengandung ketulusan hingga ia ingin mempercayainya. Kang Tae berbaring membelakangi Mun Yeong.

“Karena kakakku selalu mengamati wajahku. Mataku, bentuk alis, sudut bibir, dan setiap kerut di wajahku. Ia mempelajari wajahku untuk mengetahui perasaanku. Meski aku sangat kesakitan dan sangat lelah, kakakku percaya aku bahagia jika aku memaksakan diri untuk tersenyum. Aku hanya peduli pada apa yang kakakku pikirkan. Tidak apa-apa meski itu palsu. Tersenyum bukanlah hal yang sulit.”

“Kalau begitu tersenyumlah padaku. Kau bilang tidak sulit. Tersenyumlah.”

Kang Tae menyuruh Mun Yeong tidur saja. Mun Yeong bertanya apa Kang Tae seperti ini sejak kecil. Ia melihat foto mereka. Apa Kang Tae juga tersenyum palsu ketika masih kecil? Kang Tae berkata ia tidak tahu, ia tidak ingat.

“Bagaimana dengan gadis yang kausukai. Kau bilang mataku mengingatkanmu padanya. Apa kau masih memikirkannya? Apa kau merindukannya?”

“Tidak. Aku ingin melupakannya.”

Mun Yeong berkata pasti anak perempuan itu benar-benar jahat. Kang Tae berkata sebaliknya ia yang jahat pada anak perempuan itu. Anak itu menyelamatkannya tapi ia melarikan diri....seperti seorang pengecut. Dan sejak itu ia selalu melarikan diri.

“Kalau begitu kenapa kau menjemputku tadi? Kau berlari padaku dan bukannya melarikan diri.”

Kang Tae berkata ia menyesalinya sekarang. Mun Yeong tertawa kecil dan berkata ia cukup terpikat. Ketika Kang Tae menoleh, Mun Yeong sudah tertidur.

Sosok wanita berbaju hitam mencekik ayah Mun Yeong. Alat bantunya langung memberi peringan dengan berbunyi keras. Teman-teman sekamarnya bangun tapi tidak ada sosok wanita itu (sepertinya khayalan/mimpi ayah Mun Yeong). Mereka panik dan memanggil perawat.

Kang Tae tidak bisa tidur nyenyak karena Mun Yeong terus mengganggunya. Akhirnya ia tidak tahan lagi dan menyeret Mun Yeong menjauh.

Sebaliknya, Jae Su sulit tidur karena Sang Tae terus mengoceh sambil menonton film kartun. Paginya Sang Tae yang terbangun karena Jae Su mendengkur dengan sangat keras.

Mun Yeong bangun lebih dulu dan mengamati poster ekspresi wajah. Ju Ri baru pulang. Ia langsung naik ke atas, membawakan susu untuk Kang Tae. Tapi yang dilihatnya di balkon adalah Mun Yeong. Ia bertanya apa yang dilakukan Mun Yeong di sini. 

“Aku di sini sepagi ini tentu saja karena aku menginap di sini. Bagaimana denganmu? Apa kau mengantar susu sebagai pekerjaan sampingan?”

“Aku tinggal  di sini. Ini rumahku,” kata Ju Ri.

Mun Yeong tak seramah tadi dan bertanya apakah Ju Ri yang mengajak Kang Tae pindah ke sini. Tak mau kalah, Ju Ri membenarkan ia yang merekomendasikan rumahnya dan rumah sakit. Tapi tetap Kang Tae yang memutuskan. 

“Kedengarannya seperti kau mengatakan ia kembali ke kota Seongjin karena dirimu. Apa kau menyukainya? Kau menyukainya. Apa kau sudah mengakuinya?”

Bukan urusanmu, kata Ju Ri. Tentu saja urusanku, kata Mun Yeong.

“Aku mencintaimu! Aku mencintaimu!  Aku mengatakannya dengan penuh perasaan.”

Ju Ri menuduh Mun Yeong berbohong. Mun Yeong berkata ia tidak bohong dan Kang Tae terus menempel padanya seakan menginginkan sesuatu darinya. Jadi ia berikan apa yang ia inginkan. Pinjaman? Tanya Ju Ri kesal.

“Dasar pencuri. Jangan menginginkannya. Ia selalu milikku,” Mun Yeong tertawa.

“Apa semua yang kaulihat menjadi milikmu? Jika kau tidak bisa memilikinya, kau bahkan menghancurkannya agar bisa mendapatkannya. Lalu kau memainkannya sedikit dan membuangnya setelah kau bosan. Kau menyebutnya sebagai cinta? Itu hanya obsesi dan keserakahan.”

“Wanita bermuka dua. Kau menjelek-jelekkan orang sesuka hati tapi bersikap pura-pura di depan mereka. Kau selalu pura-pura bersikap bailk, lemah, dan polos. Karena itu aku tidak pernah punya teman di sekolah. Apa kau mengerti sekarang?” tanya Mun Yeong.

Plakkk! Ju Ri menampar Mun Yeong. Mun Yeong balas menjambak rambut Ju Ri. Mereka berkelahi sambil berteriak.

“Go Mun Yeong!” bentak Kang Tae.

Mereka berhenti berkelahi tapi Mun Yeong tidak melepaskan Ju Ri. Ibu Ju Ri, Jae Su, dan Sang Tae buru-buru naik ke atas. Kang Tae khawatir melihat kakaknya.

Kang Tae menyeret Mun Yeong ke bawah. Mun Yeong protes kenapa ia yang kena padahal Ju Ri yang memukulnya duluan. Kang Tae berkata ia tidak peduli siapa yang duluan. Mun Yeong menuduh Kang Tae berpihak pada Ju Ri.

“Go Mun Yeong! Tadi kau meneriakkan hanya namaku.”

“Jangan kekanakkan. Pulanglah.”

Mun Yeong menyuruh Kang Tae keluar dari rumah itu sekarang juga dan tinggal bersamanya. Ia tidak bisa mebiarkan Kang Tae tinggal di sana. Tapi Kang Tae menyuruh Mun Yeong mengurus urusannya sendiri. Ia yang memutuskan di mana ia tinggal.

“Dan satu lagi. Kau tidak memilikiku.”

Mun Yeong sadar Kang Te mendengar percakapannya dengan Ju Ri tadi. Seberapa banyak yang didengarnya?

“Aku mencintaiimu. Aku mencintaimu. Aku mendengarnya dari sana.” (kaget aku..kirain Kang Tae menyatakan perasaannya juga XD)

Kang Tae memberikan dua lembar uang sebagai ganti cinta Mun Yeong yang didasarkan atas rasa simpati. Lalu ia kembali ke rumahnya. Mun Yeong melempar uang itu dengan marah.

Kang Tae kembali dan melihat Sang Tae sedang menunggunya. Sang Tae masuk ke rumah dan menyalakan semua keran air. Tidak ada pipa yang rusak, semua baik-baik saja. Ia tahu Kang Tae sudah berbohong padanya. Lagi....

Kang Tae meminta maaf sungguh-sungguh dan berkata ia tidak akan berbohong lagi jadi kakaknya maafkan dia sekali ini saja. Tapi Sang Tae malah menanyakan pakaian Mun Yeong. Kang Tae bingung.

Sang Tae berkata pakaian itu diperoleh Kang Tae dari obralan, beli satu gratis satu. Harganya 9.900 won (sekitar 140 ribu rupiah). Kang Tae menjelaskan kalau semalam ia meminjamkannya karena pakaian Mun Yeong basah kuyup kehujanan.

“Bagaimana dengan pakaianku? Aku juga punya banyak baju bagus,” protes Sang Tae sedih. Sang Tae cemburu rupanya....

Kang Tae berkata ia akan membiarkan Mun Yeong meminjam baju Sang Tae jika ia datang lagi. Baju dengan gambar dinosaurus.

“Baju yang ada ultrasaurusnya. Harganya 27.000 won. Itu lebih mahal dari 9.900 won. Walau lebih mahal belum tentu labih bagus.”

“Baiklah, aku janji ya,” bujuk Kang Tae.

Bukan hanya Sang Tae yang merajuk. Ju Ri merajuk dengan tidak mau makan. Ibunya membawakan makanan untuknya. Ibunya ingat kalau Mun Yeong dulu pernah diajak ke kantin mereka.

“Dia tidak pernah menajdi temanku,” protes Ju Ri.

Ibunya bertanya apa Ju Ri menangis karena kalah dari Mun Yeon, karena banyak rambutnya yang tercabut?

“Dia hanya meneriakkan naman Go Mun Yeong,” rengek Ju Ri. “Ia memelototinya tanpa melihat sedikitpun padaku. Ia selalu berbicara sopan padaku tapi sangat kasual dengannya.”

Haha...Satu kata dari Kang Tae bisa beda-beda gini ya artinya ;p

Ju Ri menangis dan berkata Kang Tae lebih dekat dengannya tapi memanggilnya dengan sangat sopan. Sedangkan pada Mun Yeong memanggil namanya seperti itu. Baju itu juga baju beli 1 gratis 1 yang dibelinya bersama Kang Tae. Ia tidak percaya bagaimana bisa Kang Tae membiarkan Mun Yeong memakainya, dan juga bagaimana bisa ia membiarkannya tidur di kamarnya.

Ibunya menjelaskan kalau ada situasi mendesak. Tidak mungkin Kang Tae bermain-main dengan wanita di belakang kakaknya. Ia menenangkan anaknya. Pasti Ju Ri juga akan mendapat kesempatan. Ju Ri tiba-tiba tersadar sesuatu.

“Bagaimana bisa Ibu tahu?’

“Apa? Bahwa kau menyukai Kang Tae? Semua orang di daerah ini juga tahu. Kenapa menyimpannya? Karena ini terjadi, katakan saja padanya.”

Ju Ri kembali menangis dan bertanya bagaimana jika Kang Tae menolaknya lalu melarikan diri. Ibunya berkata Ju Ri tidak boleh berhenti berusaha. Kejar sampai ujung bumi. Ia juga berusaha agar bisa memiliki Ju Ri.

“Tapi harus kubilang, Mun Yeong tumbuh jadi anak yang sangat cantik.”

Ju Ri merengek lagi.

Direktur Lee terpaksa kembali ke kantor karena masalah baru muncul. Kritikus buku yang jatuh dari tangga ternyata memiliki rekaman suara Mun Yeong saat sebelum ia jatuh. Pasti sudah dipotong bagian awalnya, bagian ia kurang ajar pada Mun Yeong. Kritikus itu sempat dioperasi dan baru sadar dua hari kemudian. Jadi ia meminta kompensasi sangat besar. Jika tidak diberi ganti rugi, ia akan memenjarakan Mun Yeong atau menghancurkan karirnya.

Belum lagi penerbit dan gudang distribusi meminta pembayaran mereka yang sudah tertunda. Manajer keuangan mereka baru saja mengundurkan diri. Direktur Lee jatuh pingsan. Ketika ia sadar, ia bertanya pada Seung Jae apakah ia bisa hiking. Seung Jae menjawab ia pernah jadi ketua klub hiking.

Kang Tae minum-minum di toko Jae Su. Jae Su menginterogasinya. Apakah Kang Tae tidur dengan Mun Yeong? ?Berpacaran? Apa Kang Tae menyukai psiko itu? Kenapa Kang Tae berhujan-hujan dengan Alberto (motor Jae Su) untuk menjemputnya? Kenapa dibawa ke rumah jika Kang Tae tidak menyukainya? Memberinya makan dan membiarkannya menginap? Untuk amal? Memangnya Kang Tae orang religius?

Kang Tae menolak menjawab. Jae Su menasihati Kang Tae agar tidak bersikap tidak seperti biasanya. Ia berkata Kang Tae harus hati-hati. Apa Kang Tae lupa Mun Yeong melukainya dengan pisau saat mereka pertama kali bertemu? (errrr...tapi itu kan tidak sengaja. Kang Tae yang menangkap pisau itu)

Kang Tae teringat dan tersenyum mengiyakan. Jae Su tidak suka. Apa Kang Tae sedang mengenang saat itu? Apa Kang Tae merindukannya? Orang yang psiko tidak bertindak berdasarkan logika. Mereka bisa jadi monster saat kehilangan kendali. Ia menunjuk bekas luka di tangan Kang tae dan berkata seharusnya itu menjadi pengingat. Bisa saja lain kali bukan cuma tangan Kang Tae yang terluka.

“Kau benar. Aku seharusnya menghindarinya, bukan? Aku seharusnya menjauh dari pandangannya. Tapi Jae Su...aku mulai sering lupa akhir-akhir ini. Lupa akan luka-lukaku. Kupu-kupu. Bahkan kakakku. Terkadang aku lupa semuanya begitu saja. Jadi kau harus mengingatkanku seperti ini dari waktu ke waktu dan membantu kembali sadar.”

Jae Su mengiyakan dan melarang Kang Tae tersenyum lagi. Kali ini senyumnya seperti Chucky.

Entah bagaimana caranya, Mun Yeong pulang ke rumah (apa dia pungut uang itu ya?). Ia menggantung baji Kang Tae di atas balkon. Lalu teringat bagaimana Kang Tae merendahkannya dengan memberi uang, ia mencampakkan baju itu lalu menginjak-injaknya dengan kesal. Tapi lalu ia teringat Kang Tae memegang tangannya dan menyentuh pipinya. Dan baju itu pun tergantung lagi.

Kang Tae pulang dalam keadaan mabuk. Ia melihat Sang Tae sudah tidur. Ia berbaring lalu memeluk kakaknya.

“Kak, siapa yang lebih kakak sukai? Aku atau Go Mun Yeong? Aku lebih menyukai kakak. Kakak adalah segalanya bagiku.”

Pelan-pelan Sang Tae membuka matanya.

Direktur Lee pergi ke rumah Mun Yeong dengan mata berkaca-kaca. Kita hancur, katanya. Kenapa dia di sini, tanya Mun Yeong. Seung Jae muncul dari balik Direktur Lee. Dengan sedih ia berkata ia dijebak Direktur Lee untuk datang ke sini.

Direktur Lee dan Seung Jae duduk di ruang tamu di semua perabotan masih tertutup kain putih. Direktur Lee berkata ia sudah membayar ganti rugi pada si kritikus, menggaji dan memberi pesangon para karyawan, membayar para rekan bisnis, menggunakan uang deposit bangunan kantor mereka. Sekarang ia bangkrut.

Seng Jae protes ia tidak diberi pesangon. Ia hanya dibelikan koper lalu dibawa ke sini. Apa Direktur Lee menipunya? Direktur Lee berkata ia membawa Seung Jae ke sini demi masa depannya. Bagaimana bisa Direktur Lee menjamin masa depan jika ia sudah bangkrut?

“Aku belum bangkrut. Aku masih punya Go Mun Yeong. Dia adalah harapanku, iya kan?” tanyanya penuh harap.

Tapi Mun Yeong malah mengusir mereka. Kenapa ia yang harus menyelamatkan Direktur Lee dair kekacauan ini?

“Hei, apa kau tidak tahu siapa yang menyebabkan semua ini?” tanya Direktur Lee tak percaya.

“Kau yang menyebabkannya.”

Direktur Lee terdiam lalu mengangguk ini semua karena ia CEO yang tidak becus. Mun Yeong menyuruhnya pergi. Direktur Lee berlutut dan memohon agar ia tetap bisa di sisi Mun Yeong. Ia akan membantu menerbitkan bukunya. Terakhir kali bukankah Mun Yeong memintanya tinggal di rumah ini bersamanya?

“Bukankah kau melarikan diri? Orang lain akan pindah ke sini,” Mun Yeong tersenyum. 

Direktur Lee terkejut menyadari siapa yang dimaksud Mun Yeong.

Para dokter,  perawat, dan pasien Rumah Sakit OK melakukan olahraga rutin mereka. Ju Ri diam-diam terus melirik Kang Tae. Seorang pasien menyadari hal itu. Setelah olahraga selesai dan semua berbaris masuk ke dalam, pasien itu memanggil Kang Tae untuk bicara.

Ia berkata ia sudah memperhatikan Kang Tae selama beberapa hari ini. Menurutnya Kang Tae sangat tampan, kuat dan terlihat bisa diandalkan. Ia membaca nama Kang Tae, namanya juga bagus. Ia bertanya berapa usia Kang Tae. Tigapuluh tahun, Kang Tae menjawab sopan.

Pasien itu menanyakan orangtua Kang Tae. Mereka sudah meninggal, kata Kang Tae sopan. Lalu pasien itu bertanya apa Kang Tae punya pacar. Kang Tae mulai bingung tapi ia menjawab tidak punya.

“Ah, jadi perawat itu hanya naksir padamu? Itu bagus. Aku ingin memperkenalkanmu pada seorang gadis baik yang akan sempurna untukmu.”

Kang Tae menolak dengan halus tapi pasien itu mendesak dengan berkata bukan karena gadis itu anaknya, melainkan karena gadis itu tangkapan bagus.  Mereka harus bertemu saat puterinya mengunjunginya nanti. Kang Tae berkata ia akan memikirkannya lalu cepat-cepat pamit untuk kembali bekerja.

Sang Tae hendak mulai menggambar tapi ia ragu warna yang mana dulu yang akan ia pulaskan. Dokter Oh mengamatinya sambil tersenyum. Dengan niat membantu, ia memulaskan warna hijau. Ia berkata langkah pertama selalu yang tersulit. Tapi begitu mengambil langkah, semuanya akan lebih mudah.

“Sekarang waktunya menunjukkan kemampuanmu.”

Bukannya senang, Sang Tae malah marah. Ia mengecat wajah Dokter Oh dengan cat hijau lalu mengejarnya dengan dua kaleng cat. Dokter Oh dikejar-kejar Sang Tae sekeliling rumah sakit. Jung Tae berkata pada Ah Reum kalau direktur rumah sakitnya juga tidak waras.

Ah Reum malah menangis hingga Jung Tae kebingungan. Kenapa nangis lagi? Ah Reum berkata karena ia iri. Ia juga ingin main kejar-kejaran seperti mereka.  Jung Tae mengajaknya minum obat.

Sang Tae terus mengejar Direktur Oh. Pasien Kan Pil Wong tertawa. Menurutnya lucu orang yang seharusnya mengenakan baju pasien adalah orang yang tidak mengenakannya. Maksudnya Direktur Oh juga tidak waras seperti mereka.

Dokter Oh berhasil menyelamatkan diri ke kantornya dan ia sibuk membersihkan wajahnya dari cat. Mun Yeong masuk dan bertanya kenapa Dokter Oh memanggilnya. Dokter Oh berkata ia sudah dengar apa yang dilakukan ayah Mun Yeong dan ia meminta maaf. Mun Yeong berkata bukan Dokter Oh yang mencekiknya jadi kenapa minta maaf.

“Tapi tetap saja aku yang menyuruhmu membawanya jalan-jalan.”

“Kalau begitu ini adalah kesalahan medis (perawatan). Kau tidak bisa menyelesaikannya hanya dengan permintaan maaf.”

“Kalau begitu kau cekik saja aku,” tantang Dokter Oh.

Mun Yeong keluar dari kantor Dokter Oh sambil mengomel. Haha...kayanya Dokter Oh salah satu dari orang yang bisa menangani Mun Yeong.

Ju Ri bertanya pada pasien Yoon So Hae, semalam  jam berapa ia mendengar suara orang bersenandung. So Hae berkata ia tidak tahu. Hari ini tanggal berapa saja ia tidak tahu. Ia hanya mendengarnya saat hendak ke kamar kecil. Kalau begitu apa ia melihat seseorang?

Park Ok Ran (pasien yang pernah meminta Sang Tae memfotonya), yang diam-diam mendengarkan, bertanya apa Ju Ri benar-benar percaya pada ocehan So Hae. So Hae berkata itu bukan ocehan. Ia benar-benar mendengarnya. Ok Ran berkata itu namanya halusinasi suara dan itu bukti So Hae gila. So Hae marah lalu mendekati Ok ran dan berkata ia tidak gila.

Ju Ri menenangkan kalau ia yakin So Hae mendengarnya. Ok Ran tiba-tiba menampar Ju Ri.

“Kalau begitu apa itu artinya aku yang gila?”

Ju Ri menunduk dan meremas tangannya untuk mengendalikan dirinya. Ia naik ke atap untuk menenangkan diri dan melihat Kang Tae di sana. Ia berdiri di dekatnya dan berkata hal ini mengingatkannya pada masa lalu.

Dulu ia pernah menangis di atap rumah sakit Yongrim (sepertinya mereka pertama kali bertemu ketika bekerja di rumah sakit ini) setelah ditampar seorang pasien dan Kang Tae mengatakan sesuatu padanya.

“Mengapa kau tidak menamparku dan membuatmu merasa lebih baik?” Kang Tae masih ingat kata-katanya waktu itu. Ia tersenyum dan berkata waktu itu ia tidak menyangka Ju Ri benar-benar akan menamparnya. Ju Ri berkata waktu itu pasti ia sudah gila. Ia tidak tahu kenapa waktu itu ia melakukannya.

“Tapi berkat itu kita menjadi benar-benar dekat, bukan?” tanya Ju Ri. “Atau tidak? Kita tidak dekat?”

Kang Tae bertanya apa Ju Ri ingin menamparnya sekali lagi. Karena ia merasa Ju Ri akan sedih untuk sementara waktu. Ju Ri sepertinya mengerti maksud perkataan Kang Tae. Ia menahan tangisnya dan bertanya apakah Kang Tae sudah menolaknya duluan.

“Jangan sia-siakan perasaanmu padaku. Aku tidak pantas menerimanya.”

“Karena kau akan pergi lagi nantinya?”

Kang Tae tidak menjawab. Ju Ri berkata itu tidak masalah. Hanya biarkan ia menyukai Kang Tae karena itu terserah padanya.

“Kumohon...Aku harap kau tidak melarikan diri karena merasa tidak nyaman padaku. Jika demikian, aku akan merasa aku menyedihkan. Tetaplah hidup bersama kami di rumah kami saat di kota ini. Ibuku benar-benar menyukai kalian dan kak Sang Tae juga senang hidup dengan kami. Lakukan itu untukku.”

Kang Tae mengangguk.

Mereka tidak tahu, di ujung tangga, Mun Yeong melihat mereka. Mun Yeong mendekati Sang Tae yang sedang menggambar sambil mengomel tentang Dokter Oh.

“Kak, apa kau ingin bersenang-senang denganku?” tanya Mun Yeong sambil tersenyum. Sang Tae langsung mengiyakan.

Kang Tae menelepon kakaknya namun tidak diangkat. Sang Tae ada di mobil bersama Mun Yeong, sepertinya menuju rumah Mun Yeong.

Kang Tae menuju tempat kakaknya menggambar tapi kakaknya tidak ada. Dokter Min Seok berkata tadi Sang Tae pergi bersama Mun Yeong. Perawat Byul berkata hari ini tidak jadwal pelajaran Mun Yeong jadi mengapa ia ke sini.

Sang Tae terkagum-kagum dengan benda-benda di rumah Mun Yeong. Mun Yeong bertanya apa Sang Tae menyukai tempat ini. Iya. Apa Sang Tae ingin tinggal dengannya? Iya. Mun Yeong menyerahkan selembar kertas untuk ditandatangani oleh Sang Tae. Kontrak menjadi ilustrator.  

Kang Tae bingung apa yang harus ia lakukan. Akhirnya ia menelepon Mun Yeong. Ia bertanya di mana kakaknya. Ia sudah memperingatkan agar Mun Yeong menjauhi kakaknya. Sang Tae mengigau karena mabuk di meja makan. Isi kontrak itu salah satunya adalah pekerja tinggal di rumah pemberi kerja.

Mun Yeong berkata ia bosan jadi ia mengajak Sang Tae. Apa Kang Tae akan datang menjemputnya? Kang Tae bertanya di mana Mun Yeong.

“Di kastil terkutuk.”

“Baik.” Jawab Kang Tae singkat.

Mun Yeong bertanya apa Kang Tae tahu di mana tempatnya. Aku tahu, jawab Kang Tae, karena aku pernah ke sana.

“Pada hari di mana kau menyelamatkanku dan aku melarikan diri darimu.”

“Maksudmu selama ini kau sudah tahu?” tanya Mun Yeong terkejut.

Kang Tae berkata ia akan menemui Mun Yeong.

Mun Yeong menceritakan sebuah dongeng pada Sang Tae. Dulu kala di sebuah hutan belantara, hidup seorang gadis kecil di sebuah kastil terkutuk. Ibu gadis itu selalu mengatakan pada puterinya kalau puterinya terlalu spesial untuk hidup di antara orang lain di luar kastil. Ibunya memberitahu ia harus tinggal di dalam kastil.

Tapi gadis kecil itu merasa terkurung. Jadi ia berdoa pada bulan setiap hari. “Kumohon kirimkan seorang pangeran tampan yang bisa menolongku dari sini.”

Apakah ia akan datang hari ini? Apakah ia akan datang besok? Gadis kecil itu menunggu setiap hari kemunculan pangerannya.

Kang Tae kecil mengumpulkan bunga-bunga liar dan menjadikannya buket kecil, setelah ia melarikan diri karena terkejut dengan Mun Yeong yang merobek sayap kupu-kupu.  Ia pergi ke rumah Mun Yeong. Mun Yeong berlari untuk menemuinya dengan gembira. Tapi sebelum ia keluar, ibunya menghadangnya. Entah apa yang dikatakan oleh ibunya. Senyum Mun Yeong lenyap.

Ketika ia menemui Kang Tae di gerbang, ia mengambil buket pemberian Kang Tae lalu menginjak-injaknya. Dan mengusirnya dengan dingin. Kang Tae kecewa melihat buketnya yang hancur dan berbalik pergi.

Sekarang Kang Tae kembali datang ke kastil itu. Berbeda dengan waktu kecil, kali ini Kang Tae membuka gerbang dan melangkah masuk ke dalam. Ia melihat Mun Yeong berdiri di balkon, sama seperti belasan tahun lalu. Apakah Mun Yeong masih menanti pangeran tampan yang akan menyelamatkannya?

 

Komentar:

Setiap episode drama ini selalu diberi judul sebuah dongeng. Dan judul dongeng episode kali ini adalah Rapunzel. Kita masih ingat kan cerita Rapunzel yang dikurung dalam menara yang tinggi dan ia tidak bisa pergi ke mana-mana karena penyihir jahat. Rapunzel tidak bisa bertemu siapapun dan hanya melihat Si Penyihir sepanjang hidupnya. Ketika Penyihir tahu Rapunzel diam-diam bertemu seorang pangeran, ia sangat marah dan memotong rambut Rapunzel agar pangeran tidak bisa mendaki  menara lagi untuk bertemu dengan Rapunzel. Ia ingin Rapunzel terus terkurung dalam menara itu, sendirian dan kesepian.

Mun Yeong seperti Rapunzel. Entah apa dasar pemikiran ibunya hingga ia tidak boleh bertemu siapapun. Mungkin seperti dicuci otak ya, bahwa ia seorang yang spesial dan tidak membutuhkan siapapun. Karena itu Mun Yeong tidak mau mengakui kalau ia juga membutuhkan kehangatan dan kasih sayang sama seperti Kang Tae. Ketika ia mengatakan munafik, kurasa ia juga mengatakan itu pada dirinya sendiri. Kehangatan itu yang meluluhkan kemarahannya pada Kang Tae.

Banyak yang tidak suka pada Ju Ri karena ia menampar Mun Yeong. Menganggapnya seorang yang bermuka dua. Tapi menurutku reaksinya justru wajar. Baik bukan berarti ia tidak boleh marah ketika ada orang yang menghinanya, bukan? Baik bukan berarti ia tidak boleh cemburu, bukan? Dan baik bukan berarti ia harus menyerahkan perasaan cintanya begitu saja, bukan? Kurasa ia juga berhak mengejar kebahagiaannya. Toh pada akhirnya pada siapa perasaan Kang Tae tertuju.

Aku malah berharap Ju Ri dan ibunya suatu saat mengerti mengapa Mun Yeong berbeda dengan mereka dan belajar untuk bisa menerimanya. Karena bagaimanapun, Mun Yeong tidak mengenal kasih sayang orangtua yang “normal”. Mungkin saja Mun Yeong melakukan sesuatu saat mereka kecil karena ia iri dengan kehangatan keluarga Ju Ri. Dan Ju Ri masih terlalu kecil untuk mengerti.

Sang Tae memukul Kang Tae menurutku bukan indikasi kalau ia seorang yang temperamen dan berbahaya. Itu lebih seperti hukuman seorang kakak pada adiknya yang nakal. Hanya karena ia seorang autis, ia tidak bisa mengendalikan kekuatan pukulannya. Untuk mengetahui ekspresi wajah seseorang saja ia harus menghafalnya, apalagi untuk mengukur seberapa sakit pukulannya? Aku yakin ia tidak bermaksud menyakiti Kang Tae. Hanya saja sempat muncul juga sih pemikiran, bagaimana kalau ia tidak sengaja membunuh ibunya? Tapi sepertinya itu terlalu menyedihkan >,<


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih komentarnya^^
Maaf aku tidak bisa membalas satu per satu..tapi semua komentar pasti kubaca ;)