Jumat, 07 Agustus 2020

Sinopsis It's Okay To Not Be Okay Episode 12

Kang Tae bangun kesiangan. Ia melihat Sang Tae sudah tidak di tempat tidur. Di bawah, lantai sudah dibersihkan, dan cucian sudah beres. Ia masuk ke dapur dan melihat banyak roti panggang hangus. Sang Tae dan Mun Yeong sedang sarapan.

“Sementara sahabatku menghanguskan delapan rot, aku mencuci pakaian dan membersihkan rumah. Dan kau tidur nyenyak,” kata Sang Tae.

Mun Yeong berkata ia bahkan menampar Kang Tae untuk membangunkannya tapi Kang Tae tetap tidur seperti Puteri Tidur.

“Kalau kau mau membangunkan puteri, kau harus menciumnya,” kata Sang Tae.

“Aku sudah  melakukannya,” Mun Yeong tersenyum penuh arti.

Sang Tae menghela nafas panjang. Ia mengusulkan agar para karakter buku terbaru Mun Yeong diberi nama. Mun Yeong menamarinya, Pria Tanpa Rasa Diri, Puteri Tanpa Emosi, dan...

“Itu bukan nama!” Protes Sang Tae. Nama itu seperti Kang Tae dan Sang Tae.

Tapi Mun Yeong berkata sekarang sedang trendnya tanpa nama.Keduanya mulai berdebat. Melihat itu Kang Tae merasa tersisih dan bertanya apa mereka mau jalan-jalan karena hari ini hari liburnya. Tapi keduanya tidak mempedulikannya bahkan hingga ia pergi dari ruang makan. Kang Tae pun menghubungi orang ketiga favoritnya, Jae Su. Dan Jae Su tahu itu.

“Kau itu selihai rubah. Setiap kali kau membutuhkanmu kau berbicara padaku dengan serius dan aku jadi khawatir karena kau melihatku dengan mata berair. Tapi begitu kau mendapat yang kaubutuhkan, kau mengabaikanku begitu saja. Dasar egois,” gerutunya.

“Jadi kau tidak mau pergi?” tanya Kang Tae.

Jae Su menyuruh Kang Tae datang ke restonya.

Direktur Lee memberikan vitamin untuk ibu Ju Ri. Hari ini ia akan pulang menemui orangtuanya karena ada suatu urusan. Ibu Ju Ri masuk ke kamar agar Direktur Lee bisa bicara berdua dengan Ju Ri, namun ia diam-diam menguping.

Direktur Lee berkata ini acara bulanan. Ayahnya masuk rumah sakit karena tiga tulang rusuknya patah. Seung Jae muncul dan berkata kalau itu bohong. Ayah Direktur Lee seorang pembohong dan Direktur Lee sama seperti ayahnya. Diam-diam ibu Ju Ri memaki Seung Jae karena sudah mengganggu.

Direktur Lee mengaku sebenarnya ayahnya merasa iri setiap kali ada sepupu Direkur Lee yang menikah dan menyuruhnya mengunjunginya dengan berbagai macam cara. Lalu ia disuruh mengikuti kencan buta. Sebagai anak, itu  hal terkecil yang bisa dilakukannya. Jadi ia mengikuti kencan buta sebulan sekali. Sebelum pergi ia berkata nanti akan menelepon Ju Ri.

Kang Tae asyik menyantap pizza di resto Jae Su tanpa menyadari tatapan para pelanggan wanita di sekelilingnya. Diam-diam Jae Su mengirim pesan pada Mun Yeong.

“Dear Ms Go, sama seperti semut tertarik pada gula, banyak wanita bersiap untuk mendekati temanku yang kesepian Kang Tae. Jadi aku memintamu secepatnya mengunjungi pizzeria-ku.” Lengkap dengan fotonya.

Mun Yeong langsung ngebut ke resto Jae Su.

Jae Su duduk di depan Kang Tae. Ia  berkata ketika seseorang sedang jatuh cinta, otak melepaskan vitamin yang membuat orang itu semakin terlihat menarik.

“Dopamine, bukan vitamin,” Kang Tae membetulkan.

“Apa kau sedang pamer kau kerja di rumah sakit? Kita berdua tidak mendapat pendidikan yang baik. Kita seperti dua kacang dalam pot.”

“Bukan pot tapi pod,” kata Kang Tae lagi.

Jae Su berkata Kang Tae harus berhati-hati pada wanita. Pada para wanita yang mengincarnya, terlebih lagi pada wanita psiko yang mengejar para wanita yang mengincarnya. Tepat saat itu Mun Yeong masuk dan langsung melihat para wanita di sekeliling Kang Tae. Jae Su berkata ia punya berton-ton kotak pizza. Aku sudah kenyang, Mun Yeong mendorong Jae Su.

“Bagaimana kau tahu aku di sini?” tanya Kang Tae.

Mun Yeong malah mengambil pisau terus menggoreskannya ke piring hingga terdengar buyi memekakkan telinga. Para wanita itu tidak berani melihat Kang Tae lagi. Kang Tae menghentikan Mun Yeong dan bertanya bukankah ia sedang rapat dengan kakaknya.

“Bagaimana itu penting jika kau dikelilingi semut,” jawab Mun Yeong.

Kang Tae melirik Jae Su, tahu ia yang melapor pada Mun Yeong.

Sang Tae tiba di rumah sakit dengan ceria. Ia menyapa semua makhluk hidup di sekitarnya. Dokter Oh melihat dari jendela dan tersenyum senang. Ia kira Sang Tae tidak akan datang karena masih marah padanya.

Dokter Oh memanggil Perawat Park ke kantornya. Ia bertanya kenapa tempat tidur Ok Ran sudah dibereskan. Karena ia tidak bisa kembali, kata Perawat Park.

“Pasien yang melarikan diri jarang kembali dengan kemauan mereka sendiri dan kita memiliki daftar tunggu yang panjang.”

Dokter Oh melarang Perawat Park melakukan hal yang sama pada ayah Mun Yeong. Biarkan ia tinggal di rumah sakit OK. Perawat Park berkata ia sudah memberitahu para staf untuk melakukan itu.

“Tapi Pak, kenapa Go Dae Hwan bersikap seperti itu ketika melihat Park Ok Ran pada hari itu?” tanya Perawat Park.

“Paling mungkin ia mengalami delusi dan salah mengira Park Ok Ran sebagai istrinya. Sepertinya ia benci sekaligus takut pada istrinya.”

“Kenapa?” tanya Perawat Park.

“Nampaknya ia membunuh seseorang.”

Perawat Park bertanya siapa yang dibunuh. Dokter Oh tidak sempat menjawab (dan lagi belum tahu), karena Sang Tae masuk ke kantor. Perawat Park keluar dari kantor agar Sang Tae bisa berbicara dengan Dokter Oh.

Melihat anak-anak berlarian ke sana kemari, Mun Yeong berkata ia benci binatang dan anak kecil. Karena mereka tidak masuk akal, mengeluh setiap saat, dan selalu memohon dicintai.

“Sebaliknya, karena itu aku menyukai mereka. Mereka membuatku peduli karena mereka tidak masuk akal. Lucu melihat mereka mengeluh. Dan karena mereka ingin dicintai, aku jadi menyukai mereka. Sama sepertimu.”

“Aku tidak mau mempunyai anak-anakmu,” kata Mun Yeong.

Kang Tae tersedak. Mun Yeong berkata Kang Tae jangan mengharapkan itu darinya. Ia tidak mau cemburu pada anaknya sendiri. Kang Tae menghela nafas panjang dan menyuruh Mun Yeong mendekat. Ia menjentikkan jarinya di dahi Mun Yeong. Mun Yeong berteriak kesakitan. Kang Tae berkata tidak semua orang bisa menjadi ibu.

Meski masuk kantor Dokter Oh, Sang Tae belum mau bicara. Setelah beberapa saat ia berdiri dan hendak pergi. Dokter Oh memegangnya dan bertanya apa ia masih kesal karena ia menolak membayar mural tanpa kupu-kupu.

Sang Tae berkata Dokter Oh harus menepati janjinya. Dokter Oh berkata ia hanya ingin Sang tae berhenti melarikan diri dari kupu-kupu. Karena Sang Tae terus melarikan diri, Kang Tae juga mengalami masa yang sulit.

Sang Tae berkata ia takut pada kupu-kupu. Ia tidak suka kupu-kupu. Dokter Oh berkata kupu-kupu dalam bahasa Yunani kuno adalah psyche. Dan psyche artinya obat (aku cari-cari sih artinya jiwa, tapi mungkin bisa beda arti). Tidak semua kupu-kupu itu menakutkan. Ada juga kupu-kupu yang baik dan bisa menyembuhkan orang.

“Jadi daripada merasa tidak sabar, kenapa kita tidak mencoba mengatasi rasa takut itu sama-sama? Jika kita terus mencoba, siapa tahu ada seekor kupu-kupu terbang di lukisanmu suatu hari nanti.”

Arti kata psyche itu nampaknya cukup mempengaruhi Sang Tae.

Kang Tae bertanya apakah buku terbaru Mun Yeong berdasarkan gambar kakaknya tentang anak-anak yang bepergian dengan mobil camping.

“Buku itu mengenai kita. Kita bertiga,” jawab Mun Yeong.

“Apa aku Pria Tanpa Rasa Diri? Dan kau Puteri Tanpa Emosi?”

Mun Yeong membenarkan. Lalu bagaimana dengan Sang Tae?

“Pria Dalam Kotak.”

Kang Tae bertanya apa yang mereka lakukan dalam perjalanan itu. Mun Yeong berkata mereka bertemu dengan orang-orang yang lebih aneh dan lebih berkekurangan dibanding mereka.

“Lalu apa yang terjadi setelah itu?” tanya Kang Tae penasaran.

Mun Yeong menolak memberi spoiler. Kedengarannya menarik, kata Kang Tae.

“Tentu saja, aku penulisnya,” kata Mun Yeong.

Kang Tae berharap kali ini ceritanya akan berakhir happy ending. Aku juga, kata Mun Yeong tersenyum.

Mereka pergi ke supermarket untuk membeli roti ganti roti yang dihanguskan Mun Yeong tadi pagi. Mun Yeong baru kali ini pergi ke supermarket dan kalap membeli banyak barang.

“Setelah kupikir-pikir, akan menyenangkan punya anak laki-laki seperti dirimu. Kurasa aku tidak akan cemburu. Mari kita punya anak laki-laki,” katanya tiba-tiba.

“Kau benar-benar harus berhenti bersikap berlebihan,” kata Kang Tae.

“Apa salahnya? Ayo kita punya anak laki-laki. Aku ingin anak punya anak laki-laki! Kenapa kau tidak mau kerjasama?!” suaranya makin meninggi dan semakin keras.

Orang-orang berbisik-bisik menyalahkan Kang Tae yang tidak mau punya anak. Kang Tae menyuruh Mun Yeong membeli susu dan tidak membicarakan anak lagi.

Ju Ri diam-diam menunggu telepon Direktur Lee. Sementara itu Byul mengabarkan kalau Dokter Kwon akan menikah. Ju Ri bingung karena setahunya Dokter Kwon itu jomblo. Byul berkata Dokter Kwon akan menikah dengan wanita yang ditemuinya dalam kencan buta bulan lalu. Secepat itu, tanya Ju Ri kaget. Byul berkata bagi pria seusia Dokter Kwon, adalah wajar menikah jika semuanya cocok.

Dokter Kwon yang dibicarakan muncul membagikan kartu undangan. Ia berkata tipe idealnya muncul saat kencan buta. 

Mun Yeong dan Kang Tae sudah tiba di rumah dan membereskan belanjaan mereka. Mun Yeong memeluk pinggang Kang Tae erat-erat dan bertanya kapan mereka akan tidur sekamar. Kang Tae berusaha melepaskan pegangan Mun Yeong. Ia makin panik mendengar Sang Tae pulang.

“Oppa, kami di sini!” teriak Mun Yeong sengaja.

Akhirnya Kang Tae setuju berduaan dengan Mun Yeong di kamar. Aku akan menunggu, bisik Mun Yeong.

Ju Ri masih menanti telepon Direktur Lee. Seung Jae masuk kamar dan pura-pura menerima telepon dari Direktur Lee. Diam-diam ia melihat reaksi Ju Ri. Ju Ri membuka buku tapi jelas pandangannya bukan pada buku tersebut.

Setelah Seung Jae selesai “menelepon” ia bertanya apakah Direktur Lee mengatakan sesuatu. Awalnya Seung Jae pura-pura tak mengerti lalu ia berkata kalau teman kencan buta Direktur Lee mirip Song Hye Kyo.

“Tipe wanita idealnya adalah seseorang seperti Song Hye Kyo. Pria itu mudah jatuh cinta. Dia benar-benar beruntung kali ini.”

Ju Ri terdiam.

Sang Tae menceritakan percakapannya dengan Dokter Oh agar ia berhenti melarikan diri dan menghadapi kupu-kupu itu sehingga Kang Tae tidak perlu mengalami masa sulit lagi. Kang Tae bertanya apa kakaknya benar-benar bisa melakukan itu. Sang Tae terdiam lalu mengalihkan pembicaraan. Ia bertanya apakah peralatan melukis yang dibeli Kang Tae harganya mahal. Kang Tae tersenyum dan berkata kakaknya bisa menggantinya setelah menjual buku yang banyak.

Mun Yeong membereskan kamarnya sambil bersenandung menunggu Kang Tae. Kang Tae masuk dan bengong melihat Mun Yeong berbaring di tempat tidur dengan pose menggoda. Mun Yeong menyuruhnya duduk di tempat tidur di sebelahnya.  Kang Tae melewati tempat tidur dan duduk di dekat jendela.  Kau tidak pernah menurut, keluh Mun Yeong.

Ia duduk di depan Kang Tae. Ia sudah menyiapkan banyak wine. Kang Tae berkata kakaknya mulai mendapat konseling. Tapi Mun Yeong menghentikannya. Ia melarang Kang Tae membicarakan kakaknya. Setiap kali melanggar maka dihukum minum segelas.

“Kalau begitu setiap kau memaki, kau minum segelas,” kata Kang Tae.

Mun Yeong setuju.

Tak lama kemudian Mun Yeong memegangi kepalanya yang sakit karena mabuk. Kang Tae menghampirinya dan berkata Mun Yeong harus tidur sekarang. Tapi Mun Yeong menariknya hingga duduk di lantai di sampingnya, lalu memeluknya.

“Aku sangat senang. Aku sangat senang kau dan oppa tinggal bersamaku di sini sekarang.”

Kang Tae tersenyum. Lalu ia membaringkan Mun Yeong yang tertidur ke tempat tidur dan mengecupnya. Tak lupa meletakkan Mang Tae dalam genggaman Mun Yeong.

Kang Tae turun ke ruang kerja untuk membereskan peralatan mengggambar Sang Tae. Ia melihat ada amplop biru terselip. Ia mengambil amplop itu dan membukanya. Isinya kupu-kupu kertas beserta secarik kertas dengan tulisan: Aku akan datang untukmu segera.

Kang Tae menyadari Park Ok Ran sengaja datang ke rumah Mun Yeong untuk meletakkan kartu itu. Dan surat itu ditujukan untuk Sang Tae.

Pil Wong mendapat giliran keluar rumah sakit hari ini. Dokter Oh berharap kali ini Pil Wong bisa bertahan lebih lama di luar. Jung Tae menyemangati agar Pil Wong banyak makan makanan enak. Tapi setelah Pil Wong pergi, Jung Te berkata ia yakin Pil Wong hanya akan naik bis dan pulang setelah keliling-keliling sebentar.

“Tapi bagaimana bisa ia melakukan hal seperti itu padahal ia tidak sanggup membunh seekor semur?” tanyanya.

Melihat ekspresi bingung Dokter Oh, Jung Tae menjelaskan kalau Pil Wong sudah menceritakan semuanya.

“Ia bilang ia sudah membunuh banyak orang. Itukah sebabnya ia menjadi gila?”

“Dia seorang yang begitu baik dan lemah. Itu bukan sesuatu yang bisa dihadapinya,” kata Dokter Oh.

Kang Tae melamun setelah apa yang ia temukan semalam. Sang Tae melihatnya dan bertanya apakah Kang Tae semalam tidak tidur nyenyak karena matanya merah. Kang Tae ingat hari ini Sang Tae akan menjalani konseling. Sang Tae membenarkan.

Meski ia berulang-ulang mengatakan pada dirinya kalau kupu-kupu adalah psyche dan melambangkan pengobatan, ia jujur mengakui kalau ia masih takut. Bagaimana jika kupu-kupu itu muncul lagi? Mereka harus pindah lagi.

“Kak, mari kita berhenti melarikan diri. Kakak tahu aku pandari berkelahi, kan?”

Sang Tae membenarkan. Kang Tae mendapat ban merah taekwondo dan memukul semua anak yang membullynya. Kang Tae berkata mulai sekarang kakaknya bisa bersembunyi di belakangnya jika takut.

“Tapi aku kan kakakmu. Aku orang dewasa. Jika aku bersembunyi di belakang adikku, maka aku akan disebut.. penakut?”

“Tidak apa-apa. Selama hidupku aku sudah bersembunyi di belakang kakak.”

Ju Ri cepat-cepat mengangkat teleponnya, tapi ternyata telepon Byul yang bergetar. Ju Ri jadi kesal. Ia tidak bisa berhenti melihat ponselnya karena Direktur Lee berkata akan meneleponnya.

Kang Tae mencoba membandingkan tulisan yang ia temukan di buku Park Ok Ran dengan kertas dari amplop biru semalam. Tapi ia tidak bisa membandingkannya karena tulisan dari buku Park Ok Ran benar-benar tidak terlihat jelas.

Perawat Park tiba-tiba masuk dan melihat Kang Tae sedang buru-buru menyembunyikan sesuatu. Ia buru-buru mendekat dan ingin melihat. Tapi Kang Tae menghalanginya. Ia bertanya ada apa Perawat Park mencarinya. Perawat Park menemukan alat cukur tajam di salah satu kamar. Itu adalah salah satu benda berbahaya yang dilarang di rumah sakit itu.

Ia menganggap Cha Yong teledor saat memeriksa barang-barang pasien dan meminta Kang Tae memeriksa kembali kamar-kamar di lantai 2.

Sebelumnya Perawat Park meminta Ju Ri mengajak ayah Mun Yeong jalan-jalan keluar. Ju Ri membawa ayah Mun Yeong ke taman dan duduk di sana. Ayah Mun Yeong bertanya apakah ia akan segera mati.

“Apakah aku sudah cukup dihukum?” tanyanya.

Pil Wong naik ke bis dan tak sengaja bertemu dengan Sang Tae.  Pil Wong memuji lukisan Sang Tae di rumah sakit. Sang Tae berkata gambarnya memang bagus tapi Dokter Oh tidak mau membayarnya karena ia menolak menggambar kupu-kupu.

“Kenapa kau tidak gambar saja beberapa kupu-kupu?” tanya Pil Wong.

“Aku takut pada kupu-kupu.”

“Kenapa? Apa kau punya ingatan buruk mengenai kupu-kupu atau semacamnya?”

Sang Tae tak menjawab.

Pil Wong tertawa dan berkata, “Jangan biarkan masa lalu menjebakmu, atau kau akan berakhir sepertiku. Lihat aku. Aku tidak bisa kembali ke dunia. Aku akan selalu terjebak dalam rumah sakit.”

“Masa lalu bisa menjebakku? Maka aku tinggal membuka pintu dan keluar.”

“Kau tidak bisa. Kau tidak bisa melihat pintunya. Kau tidak bisa keluar begitu kau terjebak dalam masa lalu. Jangan berakhir sepertiku.”

Kang Tae memeriksa dengan teliti setiap kamar dan menemukan beberapa benda dilarang seperti gunting kuku dan pemantik api. Lalu ia membuka lemari dan menemukan sebuah foto di balik selimut. Foto keluarga Mun Yeong. Wajah ibu Mun Yeong tidak terlihat karena kacanya retak.

Suara mesin penghancur jalan membuat Pil Wong terganggu. Ia teringat suasana medan perang yang penuh ledakan dan tembakan. Ia adalah mantan tentara dan tampaknya menderita trauma. Untunglah Sang Tae menutupi kepalanya dengan kemejanya dan memeluknya untuk menenangkannya. Sama seperti Kang Tae menenangkannya ketika ia panik dalam peristiwa di toko buku. Sang Tae meminta tolong orang dalam bis untuk menelepon Rumah Sakit OK.

Pil Wong dibawa dengan selamat kembali ke rumah sakit. Pil Wong tak tahan lagi dan bertanya tidak bisakah mereka membunuhnya saja.

“Jangan khawatir, kau juga akan mati. Semua orang di sini, termasuk aku, pada akhirnya akan mati. Jangan terlalu gelisah.”

Dokter Oh melihat Sang Tae melihat dari luar pintu. Ia keluar dan bertanya ada apa. Sang Tae ingin meminjamkan buku The Boy Who Fed on Nightmares pada Pil Wong.

Kang Tae pergi ke kantor Dokter Oh. Sang Tae juga ada di sana. Dokter Oh menceritakan apa yang terjadi. Bahwa Sang Tae menyelamatkan Pil Wong dari situasi berbahaya. Sang Tae terlihat bangga. Begitu juga Kang Tae. Ia memuji kakaknya. Dokter Oh meminta Sang Tae mengatakan apa yang sudah dikatakan padanya tadi.

“Tuan Kang (Pil Wong) menasihatiku agar aku tidak berakhir sepertinya. Ia bilang kita tidak akan pernah bisa keluar begitu terjebak dalam masa lalu karena kau bahkan tidak bisa melihat pintunya.”

Pil Wong ikut bertempur dalam perang Vietnam saat masih berusia 20 tahun dan meninggalkan trauma yang mendalam. Ia bercerita saat itu banyak anak-anak yang matanya bersinar-sinar dan menggemaskan. Ia tidak sanggup melihat mereka jadi ia menutup matanya, lalu ia membunuh semua orang yang tidak berdosa itu. Ia bahkan tidak tahu kenapa ia masih hidup.

Jung Tae menghiburnya kalau Pil Wong hanya mengikuti perintah dan tidak memiliki pilihan. Tapi Pil Wong menangis dan berkata, “Kau tidak lebih dari seorang monster jika kau mengikuti perintah seperti itu begitu saja. Aku seharusnya tidak menyebut diriku manusia.”

Sang Tae mengucapkan kalimat dalam buku The Boy Who Fed On Nightmares:

“Jangan lupakan apapun. Ingatlah semua dan hadapilah. Jika kau tidak menghadapinya, kau akan selalu menjadi anak kecil yang jiwanya tidak pernah bertumbuh.”

Ia berkata ia bukan anak-anak. Ia seorang dewasa. Karena itu ia tidak akan melarikan diri lagi. Dokter Oh dan Kang Tae tersenyum. Dokter Oh memuji Sang Tae sangat pemberani. Ia bertanya apakah Sang Tae bisa menceritakan apa yang terjadi pada hari itu. Sang Tae memejamkan matanya dan berusaha mengingat hari itu.

Malam itu Ibu dan Sang Tae pulang bersama. Ibu berkata mulai sekarang ia akan pulang terlambat, jadi Sang Tae akan pulang bersama Kang Tae. Saat hendak melewati terowongan gelap, Sang Tae berlari mengejar kucing. Ibunya masuk dalam terowongan sendirian.

Beberapa waktu kemudian Sang Tae masuk ke dalam terowongan sambil menggendong kucing. Namun ia melihat ibunya jatuh ke tanah setelah ditikam oleh seorang wanita berpakaian hitam-hitam.

“Aku tidak sempat mengatakan ini tadi. Anak itu, aku yang akan mengurusnya,” kata wanita itu.

 Sang Tae nampak ketakutan melihat apa yang terjadi. Wanita itu menghampirinya tapi ibu Sang Tae berusaha menghalanginya dengan memegangi kakinya. Wanita itu dengan dingin menghentakkan kakinya. Ibu Sang Tae tak berdaya melihat wanita itu mendekati Sang Tae.

Wanita itu membelai kepala Sang tae dan berkata Sang Tae tidak boleh mengatakan pada siapapun apa yang ia lihat atau dengar di sini.

“Jika kau melakukannya, aku akan membunuhmu. Meski kau melarikan diri, aku akan mengejarmu tak peduli apapun dan memastikan membunuhmu. Mengerti? Jawab aku! Jawab!!!”

Sang Tae melarikan diri ketakutan. Ia bahkan tidak berani melihat wajah wanita itu. Ia hanya ingat ada kupu-kupu di pakaian wanita itu. Dokter Oh bertanya apa Sang Tae ingat bentuk kupu-kupu itu.

Sang Tae ingat. Itu adalah ibu kupu-kupu menggendong kupu-kupu kecil di punggungnya. Dua kupu-kupu. Ibu dan anaknya.

Kang Tae ingat melihat bentuk kupu-kupu yang sama di foto keluarga Mun Yeong. Bros kupu-kupu yang dikenakan ibu Mun Yeong.

Mengetahui kenyataan menyakitkan itu, Kang Tae pergi ke bagian rumah sakit yang tidak terpakai. Ia melampiaskan rasa frustrasinya dengan memukuli tembok. Ia mengingat bagaimana Mun Yeong menyebut mereka berdua adalah takdir dan bagaimana ia sendiri membutuhkan Mun Yeong di sisinya. Bagaimana mereka berharap kisah mereka berakhir bahagia. Sekarang bagaimana bisa itu terwujud?

Ju Ri melihat Mun Yeong di taman dan duduk di sisinya. Ia berkata buku Mun Yeong cukup menarik. Kau pasti sudah dengar tentang ayahmu, kata Ju Ri. Mun Yeong bertanya berapa lama lagi waktu yang tersisa.

“Bukan..aku ganti pertanyaannya. Kapan ia akan meninggal?”

“Aku tidak akan terkejut meski ia meninggal besok,” kata Ju Ri.

Ia mengusulkan Mun Yeong berjalan-jalan dengan ayahnya jika Mun Yeong bersedia. Tapi Mun Yeong berkata ia tidak mau. Dan Ju Ri bisa menerima itu. Ia menghormati keinginan Mun Yeong.

Sang Tae menceritakan aksi heroiknya pada ibu Ju Ri. Tentu saja ibu Ju Ri memujinya dan bangga padanya. Sang Tae bahkan bercerita ia meminjamkan buku dan Pil Wong tak hentinya berterimakasih padanya. Mun Yeong datang dan mengajaknya menunggu Kang Tae sebelum pulang bersama.

Sang Tae berkata ibu Ju Ri jauh lebih tua dari Mun Yeong jadi Mun Yeong harus memberi salam lebih dulu padanya sebelum padanya. Tanpa diduga ibu Ju Ri, Mun Yeong menurut dan memberi salam padanya. Meski singkat, tapi Mun Yeong menurut.

Melihat percakapan Mun Yeong dan Sang Tae, ibu Ju Ri berkata mereka bertiga terlihat seperti keluarga sungguhan dan ia jadi cemburu. Sang Tae berkata mereka bukan keluarga. Ia dan Kang Tae bermarga sama sedangkan Mun Yeong marganya beda. Mereka juga tidak terdaftar satu keluarga.

“Kami bukan keluarga betulan tapi kami seperti keluarga.”

Mun Yeong berkata daftar keluarga bukan segalanya. Keluarga adalah.... Mun Yeong berpikir sejenak.

“Kau menjadi keluarga jika berfoto keluarga bersama.”

“Foto keluarga?” tanya Sang Tae.

“Benar. Lupakan daftar keluarga. Foto keluarga adalah bukti kalau kita keluarga.”

Ibu Ju Ri tertawa dan berkata mereka berdua sangat mirip. Sang Tae melihat Mun Yeong dan bertanya-tanya apa mata mereka yang mirip. Kita sama sekali tidak mirip, kata Mun Yeong. Sang Tae merasa ada kemiripan meski ia tidak tahu apa itu.

“Kakak salah. Aku sangat cantik.”

“Jangan bohong, Go Mun Yeong. Kau...kau memotong rambutmu.” Haha...auto ngga cantik buat Sang Tae^^

Mun Yeong mencari Kang Tae ke ruang ganti. Ia melihat Kang Tae sedang membalut tangannya. Apa, yang terjadi, tanyanya khgawatir sambil memegang tangan Kang Tae. Tapi Kang Tae menyingkirkan tangan Mun Yeong dan berkata ia terluka saat bekerja. Mun Yeong berkali-kali bertanya siapa yang melakukannya tapi Kang Tae diam saja.

Melihat sikap Kang Tae yang aneh, Mun Yeong bertanya apa Kang Tae marah padanya. Apa ia lagi-lagi tidak memikirkan perasaan Kang Tae seperti kaleng kosong? Kang Tae beralasan ia hanya lelah dan tidak tidur nyenyak semalam. Ia menyuruh Mun Yeong pulang lebih dulu bersama Sang Tae karena ia juga kerja shift malam.

Mun Yeong dengan semangat menceritakan rencana foto bersama besok. Ia sudah membuat janji dengan studio foto. Mereka juga akan membeli beberapa jas. Tapi Kang Tae teringat siapa ibu Mun Yeong dan berkata lain kali saja. Mun Yeong yang tidak apa-apa menolak untuk membatalkan janji dengan studio foto.

“Kita harus berfoto bersama untuk menjadi keluarga sungguhan.”

“Pergi!!!” bentak Kang Tae.

 Mun Yeong terkejut. Kang Tae memohon agar Mun Yeong pergi saja. Ia sama sekali tidak mau melihat Mun Yeong. Mun Yeong akhirnya pergi.

Kang Tae menangis. Sepertinya ia merasa kesal pada dirinya sendiri yang telah bersikap kasar pada Mun Yeong yang tidak tahu apa-apa.

Mun Yeong tak mengerti mengapa Kang Tae lagi-lagi marah padanya. Apa jangan-jangan ia melakukan kesalahan saat mabuk kemarin? Tapi kenapa?

Jae Su muncul dan bertanya apa Mun Yeong memesan 10 box pizza dan menyuruhnya datang karena ingin tahu kenapa Kang Tae marah. Sudah pasti bukan karena aku ingin makan pizza 10 box, sahut Mun Yeong. Ia ingin thau kenapa Kang Tae marah dan sebagai sahabatnya, Jae Su pasti tahu.

“Ia tidak pernah benar-benar terbuka pada seseorang. Apa kau tahu bagaimana aku bisa tetap dekat dengannya selama ini? Dengan tidak mengetahui apapun yang ia pikirkan atau rasakan. Kang Tae adalah seorang yang ahli menyembunyikan perasaannya. Tidak akan berhasil baik memaksa dan mengorek pikiran dan perasaanya. Kau hanya bisa berada di sisinya dan menenangkannya diam-diam. Hanya itu yang kulakukan.”

Jae Su berkata Kang Tae tidak pernah punya kesempatan untuk mengeluh atau merajuk pada orangtuanya. Ia terlalu terbiasa menyerah pada keadaan dan menyimpan semuanya. Dan tiba-tiba ia menjadi dewasa. Tapi di dalam ia masih seorang anak kecil, jadi bagaimana bisa mengerti pikiran dan perasaannya? Bahkan orangtua pun tidak bisa mengerti anak-anak mereka sepenuhnya.

Kang Tae melihat tulisan Mun Yeong  di papan kelas terapi. Romeo dan Juliet. Mereka pernah membicarakan kisah itu di rumah Kang Tae. Ketika itu Mun Yeong berkata mereka seperti Romeo dan Juliet. Kang Tae setuju mereka seperti musuh bebuyutan yang seharusnya tidak pernah bertemu. Tapi Mun Yeong berkata mereka ditakdirkan bersama.  Takdir yang tragis.

Dokter Oh melihat Kang Tae merenung di ruang terapi. Ia juga melihat tangan Kang Tae yang terluka dan berkata tangan itu tidak melakukan kesalahan.

“Hatimu yang bermasalah karena kau tidak bisa mengendalikannya.”

“Pak, kurasa kupu-kupu yang membunuh ibuku adalah ibu Mun Yeong.”

Dokter Oh kaget dan bertanya apa Kang Tae yakin. Kang Tae berkata kemungkinan itu benar membuatnya takut. Ia berharap ia salah. Ia berharap ia tidak tahu apa-apa.

“Tidakknya ini terlalu kejam? Aku mulai merasa aku bisa bernafas sedikit. Aku akhirnya memiliki dorongan untuk hidup seperti orang lainnya. Karena kupu-kupu jahanam itu, aku harus merangkak dan menderita bertahun-tahun. Tapi bagaimana bisa kupu-kupu itu ibunya? Aku selalu berpikir aku akan merobek kupu-kupu itu sampai hancur jika bertemu dengannya, tapi sepertinya aku tidak bsia melakukannya lagi.

Aku merasa bersalah bila aku memikirkan ibuku dan kakakku. Apa yang harus kulakukan? Aku berjanji akan melawan kupu-kupu itu menggantikannya. Aku yang mengatakan kami seharusnya tidak melarikan diri lagi. Ini benar-benar kacau,” Kang Tae menangis dan berlutut.

Ia ingin melarikan diri. Ia tidak ingin Mun Yeong menderita seperti dirinya karena itu ia berharap Mun Yeong tidak akan pernah tahu. Ia tidak ingin Mun Yeong terluka. Lebih baik Mun Yeong tidak peduli pada perasaan orang lain. Lebih baik ia hidup tanpa emosi seperti kaleng kosong.

Direktur Oh tidak mengatakan apapun dan hanya menepuk pundak Kang Tae untuk menghibur dan menenangkannya.

Kang Tae akhirnya pulang. Ia masuk ke kamar Mun Yeong. Mun Yeong sudah tidur lelap. Ia menyentuh pipi Mun Yeong dengan lembut dan ingat percakapan mereka kemarin sebelum Mun Yeong tertidur.

Mun Yeong berkata dulu ia sangat benci rumah ini. Ayahnya kehilangan kewarasan di rumah ini dan ibunya meninggal di rumah ini. Darah terus mengalir dari kepala ibunya dan ayahnya mengurungnya di ruang bawah tanah. Tapi kemudian ibunya menghilang.

“Aku tidak tahu apakah ibu benar-benar mati atau hanya menghilang. Kurasa hanya ayahku yang tahu kebenarannya.”

“Jika ibumu kembali, bagaimana menurutmu perasaanmu?’

“Aku akan sangat takut dan merasa terccekik. Tapi...bagaimanapun ia tetap ibuku.”

Kang Tae melihat foto ibunya dan menangis.

Mun Yeong dan Sang Tae sudah siap pergi tapi Kang Tae tidak bangun juga.  Ia terus tidur di balik selimut meski Sang Tae membangunkannya. Mun Yeong mengerti Kang Tae bukannya tidur tapi menolak ikut foto. Ia akhirnya menyerah dan berkata mereka bisa berfoto lain kali.

Sang Tae nampak kecewa. Ia sudah mengenakan pakaian bagusnya dan bangun sangat pagi. Semalam ia terus berlatih banyak pose keren. Mun Yeong  tak ingin mengecewakan Sang Tae. Ia tersenyum dan mengajak Sang Tae berfoto untuk buku baru mereka. Sang Tae ceria kembali.

Mun Yeong menaruh alamat studio foto di jas Kang Tae yang sudah dipersiapkannya.

Melihat Mun Yeong diam saja, Sang Tae bertanya apa Mun Yeong sedang bad mood hari ini. Mun Yeong tersenyum dan berkata ia selalu bad mood. Sang Taae bertanya apakah fotonya benar-benar akan dimasukkan dalam buku.

“Tentu saja. Kakak adalah ilustratornya.”

Sang Tae berkata ia sudah berlatih pose keren semalam. Mun Yeong merapikan pakaian Sang Tae dan meminta Sang Tae menunjukkan hasil latihannya.  Setelah Sang Tae memperlihatkannya, Mun Yeong berkata semua itu terlihat palsu.

“Kakak tidak perlu berusaha begitu keras. Rileks dan jadilah diri kakak sendiri. Itulah Mun Sang Tae yang sebenarnya.”

“Mun Sang Tae yang sebenarnya?” tanya Sang Tae.

Mereka pun memulai sesi foto berdua. Tapi saat foto hendak diambil, tiba-tiba Sang Tae meminta mereka tunggu sebentar. Kang Tae datang dengan mengenakan jasnya. Sang Tae sangat senang.

Kang Tae menghampiri mereka dan berkata ia tidak terlalu terlambat, bukan? Sang Tae dan Mun Yeong tersenyum. Kang Tae tersenyum meski matanya masih diliputi kesedihan.

Dan merekapun mengambil foto keluarga mereka.

Komentar:

Entah kenapa terharu banget waktu mereka akhirnya foto bertiga. Ketiganya benar-benar sudah mengalami begitu banyak penderitaan. Mereka sama-sama dipaksa tumbuh sendiri tanpa orang tua. Satu menjadi pria tanpa rasa diri, satu jadi puteri tanpa emosi, dan satu lagi terjebak dalam kotak. Tapi perjalanan hidup mempertemukan mereka. Dan mereka sekarang menjadi keluarga.

Selain itu ketiganya menunjukkan perkembangan yang luar biasa. Mun Yeong sekarang lebih toleran, mau memahami keadaan orang lain, tidak memaksakan kehendak seperti dulu. Dari sikapnya pada Sang Tae, ia benar-benar menganggap Sang Tae sebagai kakaknya dan menyayanginya. Sang Tae berani menghadapi trauma dan rasa takutnya. Ikut bangga ketika Sang Tae sigap menolong Pil Wong dan meminta orang menelepon rumah sakit. Dan Kang Tae, mulai mau terbuka pada orang-orang. Seperti ia menceritakan dugaannya pada Dokter Oh.

Tentu saja ini belum berakhir karena tantangan terbesar masih harus dihadapi setelah terungkap siapa kupu-kupu sebenarnya. Meski kecewa pada sikap Kang Tae terhadap Mun Yeong, untungnya ia juga menyadari kalau Mun Yeong tidak bersalah. Bahkan Mun Yeong ljuga korban. Dan mungkin akan lebih terpukul jika tahu ibunya adalah seorang pembunuh.

Sebelumnya meski sudah banyak dugaan berseliweran, aku tidak curiga para Perawat Park. Tapi mulai episode ini sikapnya makin terlihat aneh. Terutama ketika ia begitu kepo melihat apa yang disembunyikan Kang Tae. Sekeponya juga ngga gitu amat kali >,<

Juga ternyata bukan Dokter Oh yang memerintahkan tempat tidur Park Ok Ran dibereskan. Masa kepala perawat melangkahi wewenang direktur rumah sakit? Juga Kang Tae yang disuruh memeriksa kamar dan menemukan foto keluarga Mun Yeong. agak aneh aja sih ayah Mun Yeong menyimpan foto keluarga di saat ia begitu takut pada istri dan anaknya. 

Tadinya aku masih berharap yang membunuh ibu Kang Tae bukan ibu Mun Yeong. Apa alasannya? Awalnya terpikir kalau perkataan ibu Mun Yeong tidak ditujukan untuk Mun Yeong melainkan Kang Tae, karena ia menggunakan kata "anak" yang kasar seperti kata makian. Tadinya kupikir mungkin saja ibu Mun Yeong mengincar Kang Tae.

Tapi kemudian terpikir juga dari perkataan ibu Kang Tae bahwa ia akan pulang terlambat mulai sekarang. Artinya ia mendapat pekerjaan baru. Dan perkataan ibu Mun Yeong bahwa ia tadi tidak sempat mengatakan kalau ia akan mengurus anaknya sendiri. Artinya mereka sempat bertemu sebelum di terowongan. Kemungkinan ayah Mun Yeong mempekerjakan ibu Kang Tae sebagai pengasuh ibu Mun Yeong tapi ibu Mun Yeong yang posesif tidak terima. Tapi kan ngga usah dibunuh kali ya....tinggal ngga diterima aja toh? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih komentarnya^^
Maaf aku tidak bisa membalas satu per satu..tapi semua komentar pasti kubaca ;)